Tampilkan postingan dengan label Biblika. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Biblika. Tampilkan semua postingan

Senin, 08 September 2008

KITAB WAHYU - SIAPAKAH PARA MARTIR, PERAWAN DAN YANG LAIN ?

PARA MARTIR, PARA PERAWAN, DAN YANG LAIN-LAIN

Tetapi ada masih banyak lagi pemeran-pemeran di dalam Wahyu selain binatang-binatang dan para malaikat yang mengagumkan. Dalam kenyataannya, kebanyakan pemeran itu adalah manusia-manusia biasa - ratusan, ribuan bahkan jutaan umat Kristen biasa. Mulanya kita lihat 144.000 dari kedua belas suku Israel (12.000 dari setiap suku), sisa yang menerima perlindungan Allah ("Tanda-Nya"), melarikan diri ke pe­gungungan waktu penghancuran Yerusalem. Lalu Yohanes menggambarkan suatu kumpulan besar yang tak terbilang banyaknya "dari setiap bangsa" (Why 7:9). Setelah dua milenium menganut kepercayaan yang inklusif, dewasa ini kita tidak dapat menerima hal yang mengejutkan dari penglihatan tentang bangsa Israel yang menyembah Allah bersama-sama kaum kafir, dan manusia bersama-sama para malaikat. Dalam pikiran para pembaca perdana tulisan Yohanes, ini merupakan kategori yang jelas tidak termasuk. Di samping itu, di dalam surga, semua penyembah yang tak terbilang banyaknya ini beribadat di tempat "Yang Kudus di antara para Kudus", di mana sebelumnya tak seorang pun selain Imam Agung yang diizinkan masuk. Umat Perjanjian Baru boleh menyembah Allah bertatap muka dengan muka.

Selain itu siapa lagi yang ada di sana? Di bab 6, kita me­nemukan para martir, yang dibunuh karena kesaksian mereka atas iman mereka. “Aku melihat di bawah mezbah jiwa-jiwa mereka yang telah dibunuh oleh karena firman Allah dan oleh karena kesaksian yang mereka miliki“ (Why 6:9). Mengapa mereka berada di bawah altar? Apa yang biasanya terdapat di bawah altar Bait Allah duniawi ? Saat para imam dalam Perjanjian Lama mempersembahkan kurban persembahan, darah kurban dikumpulkan di bawah altar. Sebagai kaum imami, mereka (dan kita) mempersembahkan hidup kita di dunia ini, altar yang benar, sebagai persembahan kepada Tuhan. Maka saat itu, persembahan yang sejati bukanlah hewan; melainkan setiap orang kudus yang memberi kesaksian (dalam bahasa Yunani, martyria) akan kesetiaan Allah. Persembahan kita - darah para martir ­berteriak memanggil Allah untuk dibenarkan. Betapa jelas dari Kenyataan bahwa, sejak dahulu kala, Gereja telah menempatkan relikui para martir, tulang-tulang dan abunya, di dalam altarnya. Sebelumnya, kita telah menyebutkan bahwa para tua-tua (presbyteroi) memuji-muji di istana Allah. Benar, di surganya Kitab Wahyu, orang-orang ini berpakaian persis seperti imam­-imam bangsa Israel saat ibadah di Bait Allah Yerusalem.

Dalam Kitab Wahyu (14:4), kita juga menemukan banyak lelaki dikuduskan bagi hidup selibat. Ini adalah penyimpangan lain di dunia kuno, yang hampir tidak pernah diketemukan dalam kebudayaan bangsa Israel atau kebudayaan bangsa kafir, seperti juga tidak biasa dalam Kekristenan Barat sejak Reformasi Protestan. Tetapi Yohanes menyebutkan para selibat ini sebagai tentara yang memiliki kebenaran, yang kemungkinan besar adalah yang dikehendaki Allah (lihat 1 Kor 6-7).

Sumber : The Lamb’s Supper - The Mass as Heaven On Earth, Oleh Scott Walker Hahn, 1999, Terj. Indonesia : Perjamuan Anak Domba - Perayaan Ekaristi, Surga Di Atas Bumi, Penerbit Dioma, 2007.


KITAB WAHYU - SIAPAKAH PARA MALAIKAT ITU ?

PARA MALAIKAT

Di dalam peperangan, kita tidak berperang seorang diri. Dalam Kitab Wahyu 12, kita baca tentang "Mikhael dan malaikat­-malaikatnya berperang melawan naga" (12:7).

Pada waktu Allah menciptakan para malaikat, Ia membuat mereka bebas, dan mereka harus melewati semacam tes - seperti kehidupan kita di dunia adalah sebuah tes. Tidak seorang pun yang tahu tes macam apa ini, tetapi beberapa teolog berspekulasi bahwa para malaikat diberikan penglihatan tentang Inkarnasi, dan mereka diberi tahu bahwa mereka harus melayani keilahian inkarnasi, Yesus, dan ibu-Nya. Kesombongan iblis memberontak, ia berkata, "saya tidak maumelayani !" Menurut Bapa-bapa Gereja, ia menyeret sepertiga dari malaikat-malaikat di dalam pemberontakan ini (lihat Why 12:4). Mikhael dan malaikat­-malaikatnya mengusir mereka keluar dari surga (lihat ayat 8).

Dalam seluruh Kitab Wahyu, kita lihat bahwa di surga terdapat populasi malaikat-malaikat yang begitu padat. Mereka menyembah Allah tanpa henti (Why 4:8). Dan mereka menjagai kita. Bab 2 dan 3 menjelaskan bahwa setiap gereja tertentu mempunyai malaikat pelindungnya. Hal ini harus meyakinkan kita, yang menjadi bagian gereja tertentu, dan yang dapat meminta pertolongan pada malaikat pelindung gereja kita.

“Empat makhluk hidup” yang disebut dalam bab 4 biasanya diartikan sebagai malaikat-malaikat, meskipun mereka tampil di hadapan mata manusia dalam bentuk hewan. Makhluk­-makhluk ini menyerupai seperti makhluk yang disulam di tabir di depan Yang Kudus dari Yang Terkudus di dalam Bait Allah Yerusalem.

Meskipun para malaikat surga tampil di hadapan mata manusia dalam bentuk fisik, para malaikat sebenarnya tidak mempunyai tubuh. Nama mereka berarti "utusan", dan atribut fisiknya biasanya melambangkan beberapa aspek dari sifat misi mereka. Sayap-sayap menandakan kelincahan mereka dalam bergerak antara surga dan bumi. Matanya yang banyak menandakan pengetahuan dan kewaspadaan mereka. Malaikat bermata banyak, bersayap enam, kedengarannya menyeramkan mula-mula, tetapi bila kita lihat mereka dari sudut kelincahan dan kewaspadaan, keyakinan kita akan pulih kembali. Ada makhluk-makhluk yang dapat kita percayai, saat naga menyerang kedamaian kita.

Dalam Kitab wahyu, para malaikat juga tampil sebagai penunggang kuda (bab 6) yang menghampiri penghakiman Allah atas orang-orang yang tidak setia (lihat juga Za 1: 7 -17). Banyak dari kejadian-kejadian di bab-bab ini dapat dihubungkan dengan kejadian sekitar kejatuhan Yerusalem pada tahun 70 M. Tetapi kalimat-kalimat itu dapat diterapkan jauh melebihi abad pertama, sepanjang bumi masih membutuhkan penghakiman.

Para malaikat dalam Kitab Wahyu memegang kendali elemen-­elemen, angin dan lautan, dalam menjalankan kehendak Allah (bab 7). Bab 7-9 membuatnya jadi jelas bahwa para malaikat adalah tentara-tentara yang tangguh, dan bahwa mereka berperang terus-menerus di sisi Allah - di mana, bila kita setia, ada di sisi kita juga.

Sumber : The Lamb’s Supper - The Mass as Heaven On Earth, Oleh Scott Walker Hahn, 1999, Terj. Indonesia : Perjamuan Anak Domba - Perayaan Ekaristi, Surga Di Atas Bumi, Penerbit Dioma, 2007.


KITAB WAHYU - SIAPAKAH BINATANG KEDUA ITU ?

BINATANG YANG KEDUA

Binatang ini keluar dari muka bumi dan mempunyai tanduk seperti anak domba. Gambaran anak domba ini menggetarkan, saat di mana kita sekarang menghubungkannya dengan hal-hal yang suci. Saya percaya Yohanes menggunakannya dengan sengaja untuk mengingatkan keimaman yang korup pada abad pertama Yerusalem.

Bukti pertama adalah bahwa binatang ini muncul dari "bumi," yang dalam bahasa asli Yunani dapat juga berarti "daratan" atau "negara" yang adalah lawannya dari "lautan", yang melahirkan binatang-binatang kafir (lihat Dan 7). Lebih lanjut, Yohanes menjadi saksi atas persepakatan terbesar dari otoritas keimaman, yang terjadi hanya beberapa tahun sebelumnya.

Dalam saat bersejarah, secara dramatis, kekuasaan agama menyatakan kesetiaannya pada otoritas pemerintahan yang korup bukan kepada Allah. Yesus, Anak Domba Allah, Maha Raja dan Imam Agung, berdiri di hadapan Pontius Pilatus dan imam-­imam kepala bangsa Yahudi. Pilatus berkata kepada bangsa Yahudi, "Inilah rajamu !" Mereka berteriak, "Enyahkan Dia, enyahkan Dia, salibkan Dia!" Pilatus menjawab, "Haruskah aku menyalibkan rajamu ?" Imam-imam kepala menjawab: "Kami tidak mempunyai raja selain daripada Kaisar!" (lihat Yoh 19:15). Benarlah imam agung Kayafas sendiri yang berbicara tentang pengurbanan Yesus untuk kepentingan politis rakyat (lihat Yoh 11:47-52).

Maka mereka menolak Kristus dan meninggikan Kaisar. Mereka menolak Anak Domba Allah dan menyembah binatang, Tentu Kaisar yang adalah penguasa pemerintahan harus dihormati (lihat Luk 20:21-25). Tetapi Kaisar mengingini lebih dari kehormatan. Ia menuntut persembahan kurban, di mana imam-imam kepala mengabulkannya waktu mereka menyerah­kan Anak Domba Allah.

Binatang itu menyerupai seekor anak domba dalam rupa luarnya saja. Kita lihat bahwa yang ia lakukan adalah meniru dan menghina pekerjaan keselamatan Anak Domba Allah. Anak Domba berdiri seperti telah disembelih; binatang itu mendapatkan luka yang mematikan, tetapi sembuh. Allah mendudukan Anak Domba di atas takhta; naga mendudukkan binatang itu di atas takhta. Yang menyembah Anak Domba akan menerima tanda­Nya pada dahi mereka (Why 7:2-4); yang menyembah binatang itu akan mengenakan tanda dari binatang itu.

Yang menimbulkan suatu pertanyaan sulit bagi kita: Apakah tanda dari binatang itu ? Yohanes menceritakan kepada kita bahwa tanda itu adalah nama dari binatang itu, atau bilangan dari nama itu. Apakah itu ? Yohanes menjawab dalam teka-teki: "Yang penting di sini ialah hikmat: barangsiapa yang bijaksana, baiklah ia menghitung bilangan binatang itu, karena bilangan itu adalah bilangan seorang manusia, dan bilangannya ialah enam ratus ena, puluh enam" (Why 13:18).

Di satu segi, bilangan itu dapat menggambarkan kaisar Romawi, Nero, yang bila namanya diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani mempunyai nilai 666. Tetapi masih banyak yang lainnya, atau tambahan, kemungkinan-kemungkinan. Per­hatikanlah bahwa 666 adalah bilangan talenta emas yang wajib dibayar oleh bangsa-bangsa kepada raja Salomo (lihat 1 Raj 10). Pikirkan juga bahwa Salomo adalah imam-raja pertama setelah Melkisedek (lihat Mzm 110). Di samping itu, Yohanes berkata bahwa identitas dari binatang itu adalah "mencari hikmat", di mana beberapa ahli tafsir melihatnya sebagai petunjuk mengarah pada Salomo, yang terkenal karena kebijaksanaannya.

Akhirnya, 666 dapat diterjemahkan sebagai penurunan dari bilangan tujuh, yang di dalam tradisi Yahudi diartikan ke­sempurnaan, kekudusan, dan perjanjian. Hari ketujuh, misalnya, dinyatakan kudus oleh Allah dan diperuntukkan bagi istirahat dan ibadat. Pekerjaan selesai dalam waktu enam hari; dan dikuduskan, tetapi, di dalam ibadat kurban diwakili oleh hari ketujuh. Bilangan "666," kemudian, menggambarkan manusia yang ditempatkan pada hari keenam, melayani binatang itu yang memikirkan dirinya dengan membeli dan menjual (lihat Why 13: 17) tanpa istirahat untuk beribadat. Walaupun bekerja itu kudus, dapat menjadi buruk bila manusia menolak memper­sembahkannya kepada Allah.

Tetapi kita harus jelas tentang sesuatu. Tafsiran ini harus membuat umat Kristen tidak menyetujui anti-Semitisme. Kitab Wahyu banyak sekali memperlihatkan kebesaran Israel - Baitnya, nabi-nabinya, perjanjian-perjanjiannya. Kitab Wahyu harus menuntun kita untuk lebih menghargai warisan kita di Israel ­dan kepada pertimbangan-pertimbangan yang penuh kesadaran akan pertanggung-jawaban kita kepada Allah. Sebaik apakah kita hidup sesuai dengan perjanjian kita dengan Allah ? Apakah kita setia pada imamat kita ? Kitab itu menjadi peringatan bagi kita semua.

Pesan kasarnya begini: kita sedang berperang dengan kekuatan-kekuatan roh jahat: kekuatan-kekuatan yang sangat besar, sangat merusak moral, penuh kedengkian. Bila kita harus berperang seorang diri, kita akan digasak habis. Tetapi ada berita baik : ada sebuah jalan yang dapat kita harapkan untuk mengalahkannya. Pemecahannya harus cocok dengan masalah­nya, kekuatan roh dengan kekuatan roh, yang terindah dengan yang terburuk, kekudusan dengan moral rendah, kasih dengan kedengkian. pemecahannya adalah Misa Kudus, saat surga turun menjamah dunia yang sedang digempur.

Sumber : The Lamb’s Supper - The Mass as Heaven On Earth, Oleh Scott Walker Hahn, 1999, Terj. Indonesia : Perjamuan Anak Domba - Perayaan Ekaristi, Surga Di Atas Bumi, Penerbit Dioma, 2007.


KITAB WAHYU - SIAPAKAH BINATANG PERTAMA ITU ?

BINATANG YANG PERTAMA

Tak berhasil menyerang perempuan dan anaknya itu, naga itu kemudian menyerang keturunan lainnya, yaitu yang memegang perintah Allah dan memiliki kesaksian Yesus. Naga itu mengumpulkan keturunannya sendiri, dua binatang yang menakutkan. Sangat aneh, di antara segala harapan dan gambaran-gambaran menakjubkan yang memberi inspirasi dalam Kitab Wahyu, monster-monster jahat ini justru menarik segala perhatian. Produser-produser film dan televangelis (penginjil-penginjil televisi) mengupas jauh lebih lama dan lebih panjang tentang angka 666 dibandingkan tentang lautan kaca atau Singa Yehuda.

Saya merasakan perlunya memberikan gambaran kepada Anda tentang realitas binatang-binatang tersebut. Binatang­-binatang itu adalah lambang, tetapi bukan sekadar lambang. Mereka adalah benar-benar makhluk roh, anggota dari ”pe­merintahan rendah” iblis, pribadi-pribadi yang mengontrol dan mengkorupsi tujuan politik suatu bangsa. Yohanes menggambar­kan dua binatang buruk. Tapi saya percaya bahwa binatang yang ia lihat jauh lebih mengerikan dari yang ia tulis.

Dalam banyak bagian dalam Kitab Wahyu - tetapi terutama pada bab 4 dan 5 - Yohanes menggambarkan realita-realita di balik Misa Kudus. Sekarang ia melakukan yang sama, dengan dosa dan kejahatan. Seperti yang kita lakukan dalam liturgi dipersatukan dengan makhluk-makhluk surgawi yang tak terlihat, begitu juga dengan perbuatan-perbuatan kita yang penuh dengan dosa melekat pada kekejaman yang mengerikan. Di dalam Misa Kudus, apa yang ingin Allah perbuat bagi kita? Kerajaan imam-imam yang memerintah melalui persembahan-per­sembahan kurban mereka. Di lain pihak, apa yang ingin dicapai iblis melalui binatang-binatangnya? Ia ingin menggulingkan rencana Allah dengan mengkorup kedua pemerintahan dan imamat. Dengan demikian, Yohanes memperlihatkan kepada kita, pertama-tama, iblis yang mengkorup otoritas pemerintahan, negara. Kemudian, ia menyingkapkan iblis yang mengkorup otoritas agama.

Pertama-tama binatang yang pertama: Dari dasar laut muncul makhluk seram monster berkepala tujuh, bertanduk sepuluh, kombinasi menakutkan antara macan tutul, singa, dan beruang. Tanduk melambangkan kekuasaan; perhiasan-perhiasan kebesaran (atau mahkota-mahkota), jabatan raja. Kedua ke­kuasaan dan jabatan rajanya diterimanya dari naga itu. Kita bisa saja salah, bila kita identifikasikan binatang ini dengan kerajaan pada umumnya. Tidak, binatang itu mewakili berbagai macam otoritas politik yang korup.

Sangat menggoda, juga, untuk mengidentifikasi binatang itu khususnya dengan Roma, atau dengan dinasti Herodian yang dipertahankan Roma di tanah suci. Yang pasti, Roma pada masa Yohanes melambangkan semacam yang mewakili binatang-binatang itu. Tetapi binatang itu sendiri tidak boleh identifikasikan secara gamblang. Ia sebetulnya kombinasi dari keempat binatang dari penglihatan nabi Daniel dalam Perjanjian Lama (lihat Dan 7). Saya mengikuti Bapa-bapa Gereja, yang melihat binatang-binatang Daniel menunjuk kepada empat kerajaan kafir: Babilonia, Medo-Persia, Yunani, dan Roma - dimana semua menganiaya umat Allah sebelum kedatangan Mesias.

Binatang berkepala tujuh dalam Kitab Wahyu, kemudian, berarti semua kekuasaan politik yang korup. Karena adalah dorongan hati manusia untuk melihat pada kekuasaan negara sebagai kekuasaan di atas bumi dan berkata: seperti orang-orang dalam Kitab Wahyu, "Siapa yang dapat melawannya?" Karena ketakutan akan kekuatan ini - atau keinginan untuk ikut berbuat - orang-orang terus-menerus berkompromi dan menyembah naga dan binatang itu. Contoh sejarah yang jelas dari institusi manusia yang mati menandingi hak prerogatif Allah adalah Roma dan Kaisar-kaisarnya. Mereka secara harfiah menuntut Iibadat yang menjadi hak milik Allah saja. Dan mereka berperang dengan orang-orang kudus, menghasut mereka yang tidak mati menyembah kaisar dengan hukuman berdarah.

Akan tetapi, sekali lagi, binatang itu bukan saja hanya Roma, atau boneka Roma, kaum Herodian. Binatang itu menunjuk juga pada semua pemerintahan yang korup, setiap negara yang menempatkan dirinya di atas perjanjian Allah. Terlebih, binatang itu mewakili kekuatan rohaniah yang korup di balik institusi-­institusi ini.

Sumber : The Lamb’s Supper - The Mass as Heaven On Earth, Oleh Scott Walker Hahn, 1999, Terj. Indonesia : Perjamuan Anak Domba - Perayaan Ekaristi, Surga Di Atas Bumi, Penerbit Dioma, 2007.

KITAB WAHYU DAN SIAPA ANAK DOMBA ALLAH ITU ?

ANAK DOMBA ALLAH

Ini adalah nama dan gambaran yang disenangi Kitab Wahyu bagi Yesus Kristus. Ya, Ia adalah penguasa (1: 5); Ia berdiri di­tengah-tengah kaki dian sebagai imam agung (1: 13); Dia adalah "Yang Awal dan Yang Akhir" (1 :17), "Yang Kudus" (3:7), “Tuan di atas segala tuan, Raja di atas segala raja” (17: 14) - tapi, yang mengagumkan adalah bahwa, Yesus adalah Anak Domba.

Anak Domba, menurut Katekismus Gereja Katolik, adalah “Kristus yang disalibkan dan bangkit, satu-satunya imam agung yang mengurbankan kurban yang benar, sosok yang sama dengan ‘Yang mempersembahkan dan dipersembahkan, Yang menganugerahkan dan dianugerahkan’ “ (no. 1137).

Ketika Yohanes pertama kali melihat Anak Domba Allah, sebenarnya ia sedang mencari seekor singa. Tidak ada seorang pun yang dapat membuka gulungan kitab dan meterai-­meterainya serta mengungkapkan isinya, dan Yohanes menangis. Kemudian datanglah seorang dari tua-tua memulihkan keyakinannya berkata, “Jangan engkau menangis! Sesungguh­nya, singa dari suku Yehuda, yaitu tunas Daud, telah menang, sehingga Ia dapat membuka gulungan kitab itu dan membuka ketujuh meterainya”. (Why 5:5).

Yohanes mencari singa Yehuda itu, tetapi yang didapat adalah seekor - Anak Domba. Harus diketahui bahwa seekor anak domba bukanlah hewan yang berkuasa, dan Anak Domba yang ini berdiri “seperti telah disembelih” (Why 5:6). Kita tidak akan ulangi lagi apa yang telah diuraikan di bab 2. Yang harus jelas adalah Yesus, di sini, adalah domba kurban, seperti domba Paskah.

Para penatua (presbyteroi imam-imam) menyanyikan tentang kurban Kristus yang membuatNya dapat membuka meterai-meterai gulungan kitab, Perjanjian Lama. “Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah” (Why 5:9). Surga dan bumi lalu memuliakan Yesus dan Allah Bapa: “Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-Iamanya !... Dan tua-­tua itu jatuh tersungkur dan menyembah" (Why 5:13-14).

Sang Anak Domba Allah adalah Yesus. Anak Domba Allah itu juga adalah "anak manusia," berpakaian jubah seperti imam agung (1: 13); Anak Domba Allah itu adalah kurban persembahan; Anak Domba Allah itu adalah Allah.

Sumber : The Lamb’s Supper - The Mass as Heaven On Earth, Oleh Scott Walker Hahn, 1999, Terj. Indonesia : Perjamuan Anak Domba - Perayaan Ekaristi, Surga Di Atas Bumi, Penerbit Dioma, 2007.

KITAB WAHYU - SIAPA SAJA YANG ADA DI SURGA

BAB DUA

Siapa Saja Yang Ada Di Surga

RIBUAN PEMERAN DALAM KITAB WAHYU

Kecuali untuk wabah anti-Kristus yang muncul pada tahun 1970-an, Hollywood belum pernah mencoba sekalipun untuk membuat film tentang Kitab Wahyu, tidak seperti Injil-­injil dan Kitab Keluaran. Mungkin banyak hal yang terlalu aneh, penuh darah, kekerasan dan terlalu berlebihan untuk Hollywood sekalipun.

Atau mungkin sutradara menyerah oleh pemeran-pemeran yang dituntut oleh Kitab Wahyu (belum lagi biaya spesial efek!). Cecil B. DeMille harus puas dengan ribuan pemeran dalam film The Ten Commandments (Sepuluh Perintah Allah). Kitab Wahyu membutuhkan ratusan ribu. Mungkin ini adalah Kitab dalam Kitab Suci yang paling padat dengan makhluk hidup.

Siapakah mereka-mereka ini yang mengisi panorama dunia dan panorama surganya Yohanes ? Dalam bab ini, kita akan mencoba mengenal mereka lebih dalam lagi.

Tapi pertama-tama, sebuah pengakuan: saya takut untuk melangkah ke sini. Mungkin tidak ada subyek lain yang menarik atau yang menjadi obsesi para sarjana Kitab Wahyu, para pengkhotbah, dan orang-orang yang senang menyelidiki, selain mencari identifikasi dari binatang-binatang dalam Kitab Wahyu, makhluk-makhluk merayap, para malaikat dan orang-orang.

Identifikasi seorang pembaca tentang mereka, sebagian besar tergantung pada skema tafsirnya. Skema kaum futuris misalnya, memberikan inspirasi kepada penafsir-penafsir untuk mengidentifikasi binatang-binatang, dengan Napoleon, Bismarck, Hitler, dan Stalin di antaranya. Pandangan kaum “preteris - yang menekankan pemenuhan ramalan Wahyu pada abad pertama ­condong mengidentifikasi binatang-binatang misalnya, dengan salah seorang Kaisar Romawi, atau dengan Roma sendiri, atau dengan Yerusalem. Pandangan ketiga, kadang-kadang disebut kaum idealis melihat Wahyu sebagai sebuah alegori peperangan rohani yang harus dijalani oleh setiap orang beriman. Sedangkan pandangan lain dari kaum “historis” (“sejarawan”), menganggap Kitab Wahyu sebagai rancangan dari rencana utama Allah untuk sejarah, dari permulaan hingga akhir.

Pandangan mana yang saya ikuti ? Ya, semuanya. Tidak ada alasan untuk menganggap bahwa mereka secara keseluruhan tidak benar semuanya. Kekayaan Kitab Suci tidak ada batasnya. Orang-orang Kristen perdana diajarkan bahwa naskah suci bekerja berdasarkan empat tingkat, dan seluruh tingkatan itu, semuanya bersama-sama, mengajarkan satu kebenaran Allah - seperti sebuah simfoni. Bila saya memihak pandangan yang satu di atas pandangan yang lain, berarti adalah “preteris”. Walaupun, sekali lagi saya katakan, saya tidak meremehkan yang lain. Apa yang mengikat mereka adalah yang mengikat kita semua pada Kristus: Perjanjian Baru, dimeteraikan dan diperbarui dengan liturgi Ekaristi.

Sebab di dalam Kitab Wahyu muncul sebuah pola - dari perjanjian, kejatuhan, penghakiman, dan penebusan - dan pola ini menggambarkan periode sejarah tertentu, tetapi juga menggambarkan setiap periode sejarah, dan seluruh sejarah, juga arah kehidupan untuk kita semua.

“AKU, YOHANES”

Saya mengatakan di awal buku ini, bahwa ada banyak pertentangan mengenai siapakah yang dimaksud dengan penulis Yohanes dari Kitab Wahyu ini. Perdebatan itu, meskipun menarik, tidaklah penting bagi penyelidikan kita tentang Misa Kudus dan Kitab Wahyu. Walaupun demikian, satu hal jelas bahwa naskah itu sendiri mencirikan Yohanes (Why 1 :4, 9; 22:8). Dan ”Yohanes” dalam Perjanjian Baru (dan di dalam pikiran Bapa-bapa Gereja zaman dahulu) berarti Yohanes Rasul.

Dan buku-buku pun mengindikasikan demikian, bila bukan berasal dari penulis yang sama, maka berarti berasal dari penulis-penulis dengan aliran pendidikan yang sama. Sebab Wahyu dan Injil keempat mempunyai kesamaan-kesamaan dalam hal-hal teologi. Kedua buku mengungkapkan pengetahuan yang tepat mengenai Bait Allah Yerusalem dan ritual-ritualnya; kedua­nya terlihat memusatkan perhatiannya pada peranan Yesus sebagai ”Domba Allah”, kurban Paskah baru (lihat Yoh 1:29, 36; Why 5:6). Selain itu, Injil Yohanes dan Kitab Wahyu menggunakan terminologi yang sama di mana di dalam Perjanjian Baru hanya mereka yang menggunakannya. Misalnya, hanya Injil keempat dan Kitab Wahyu menyebut Yesus sebagai ”Firman Allah” (Yoh 1: 1; Why 19: 13); dan hanya kedua buku ini yang menyebutkan ibadat Perjanjian Baru sebagai ”di dalam Roh” (Yoh 4:23; Why 1:10). Juga, hanya di dalam kedua Kitab ini berbicara tentang keselamatan dengan istilah ”air kehidupan” (Yoh 4: 13; Why 21:6). Masih banyak lagi kesamaan-kesamaan lainnya.

Peng-identifikasi-an penulis Yohanes dengan Rasul Yohanes adalah penting hanya karena pengenalan akan hal itu membawa kita pada kuasa penglihatan Kitab Wahyu. Di dalam Injil, misal­nya, Yohanes diidentifikasikan sebagai "Murid yang dikasihi Tuhan" (lihatYoh 13:23; 21:20, 24). Yohanes adalah Rasul yang paling dekat dengan Tuhan Yesus, murid yang sangat disayangi Tuhan. Yohaneslah yang bersandar pada dada Tuhan Yesus waktu Perjamuan Terakhir. Meskipun demikian, di dalam Kitab Wahyu, ketika ia melihat Yesus di dalam kuasa dan kemuliaan-Nya, berkuasa atas alam semesta dan berkuasa di surga, Yohanes tersungkur di hadapan-Nya (lihat Why 1: 17). Ini adalah detail­-detail penting untuk kita, yang ingin menjadi "murid-murid yang dikasihi" pada masa ini. Sambil berjuang untuk membangun relasi yang intim dengan Yesus, sulit bagi kita untuk memulai percakapan, sampai kita dapat melihat Yesus sebagaimana Dia adanya, di dalam kesucian-Nya yang melampaui segalanya.

Identitas Yohanes juga penting dalam hubungannya dengan perihal Wahyu duniawi. Tradisi mengidentifikasi Rasul Yohanes sebagai uskup dari Efesus, salah satu dari ketujuh jemaat/gereja yang ditulis dalam Kitab Wahyu. Jemaat-jemaat diidentifikasikan dengan kota-kota, ketujuhnya terletak dalam radius lima puluh mil di Asia Kecil, mungkin menandakan area otoritas Yohanes. Kita dapat melihat mengapa Yohanes, sebagai uskup, dipilih untuk mengirimkan pesan pastoral yang demikian, seperti yang terdapat dalam Kitab Wahyu, terutama di dalam surat-surat yang ditujukan bagi ketujuh jemaat (Why 2, 3).

Sumber : The Lamb’s Supper - The Mass as Heaven On Earth, Oleh Scott Walker Hahn, 1999, Terj. Indonesia : Perjamuan Anak Domba - Perayaan Ekaristi, Surga Di Atas Bumi, Penerbit Dioma, 2007.

KITAB WAHYU ADALAH MINIATUR SURGA DAN BUMI

KITAB WAHYU ADALAH MINIATUR SURGA DAN BUMI

Banyak detail kecil dari penglihatan Yohanes menjadi jelas pada waktu kita mencoba untuk mengenal Kitab tersebut seperti para pembaca semula di mana tulisan itu ditujukan. Bila kita adalah orang Kristen Yahudi yang berbicara bahasa Yunani pada masa Yohanes, hidup di kota-kota di provinsi Asia Romawi, kita mungkin mengenal peta topografi Yerusalem dari peziarah­-peziarah. Yerusalem sangatlah penting bagi para pembaca tulisan Yohanes. Yerusalem adalah ibukota dan pusat perekonomian Israel kuno, seperti juga sebagai pusat hubungan kebudayaan dan pendidikan bangsa. Tapi di atas segalanya, Yerusalem adalah jantung rohani bangsa Israel. Cobalah bayangkan kota moderen gabungan antara Washington DC, Wall Street, Oxford dan Vatikan [1]. Itu adalah Yerusalem pada abad pertama bagi bangsa Yahudi.

Di tengah-tengah kota Yerusalem, berdiri Bait Allah tercinta, yang menjadi pusat keagamaan dan kebudayaan bangsa Yahudi di seluruh dunia. Yerusalem bukanlah sebuah kota dengan Bait Allah, melainkan Bait Allah dengan kota yang dibangun di sekelilingnya. Lebih dari sekadar tempat beribadah, Bait Allah berdiri untuk bangsa Yahudi yang saleh, sebagai model skala dari seluruh penciptaan. Seperti halnya alam semesta diciptakan untuk menjadi tempat kediaman Allah, dengan Adam melayani sebagai imam, Bait Allah diharapkan memperbaiki urutan hirarki ini, dengan imam-imam Israel sebagai pelayan di hadapan Yang Terkudus dari para Kudus. Sebagai umat Kristen Yahudi, kita akan segera mengenali Bait Allah sebagai surga menurut gambaran Wahyu. Di dalam Bait Allah, seperti di surganya Yohanes, Menorah (tujuh kaki dian terbuat dari emas, Wahyu 1:12) dan mezbah kemenyan (8:3-5) berdiri di hadapan Yang Terkudus dari para Kudus. Di Bait Allah, terdapat empat ukiran kerubim menghias dinding, seperti empat makhluk hidup melayani di depan takhta di dalam surganya Yohanes. Di dalam Wahyu 4:4, dua puluh empat tua-tua (dalam bahasa Yunani, presbyteroi, dalam bahasa Indonesia "imam") merupakan replika dua puluh empat divisi imamat yang melayani di Bait Allah pada tahun-tahun yang ditentukan. “Lautan kaca bagaikan kristal” (Why 4:6) adalah kolam besar di Bait Allah yang terbuat dari tembaga yang digosok, yang memuat 11.500 galon air. Di tengah-tengah Bait dalam Kitab Wahyu, seperti dalam Bait Salomo, ada Tabut Perjanjian (Why 11:19).

Wahyu menyingkapkan Bait Allah - tetapi orang-orang Yahudi yang saleh dan orang-orang Yahudi yang menjadi Kristen, juga menyingkapkan lebih banyak lagi. Karena Bait Allah dan kebesarannya menunjuk pada realitas yang lebih tinggi. Seperti Musa (lihat Kel 25:9), Raja Daud menerima rencana pendirian Bait Allah dari Allah sendiri: “semuanya itu terdapat dalam tulisan yang diilhamkan kepadaku oleh Tuhan, yang berisi petunjuk tentang segala pelaksa,naan rencana itu.” (1 Taw 28: 19). Bait Allah harus menjadi model menurut pelataran surga: “Engkau telah menyuruh untuk membangunkan Bait Allah di atas gunung­Mu yang Suci, dan mezbah di tempat kediaman-Mu, suatu tiruan Kemah Suci yang sejak awal mula sudah Kausiapkan” (Keb 9:8).

DARI MENIRU HINGGA PERAN SERTA

Menurut kepercayaan Yahudi kuno, ibadat di Bait Allah Yerusalem mencerminkan ibadat para malaikat di surga. Imamat Lewi, Liturgi perjanjian, kurban yang dipersembahkan merupakan cerminan dari model di surga.

Kitab Wahyu dimaksudkan untuk sesuatu yang berbeda, sesuatu yang lebih. Di mana bangsa Israel berdoa “meniru para malaikat”, Gereja dalam Kitab Wahyu beribadat bersama para malaikat (lihat 19: 10). Di mana hanya imam-imam yang diperkenankan memasuki tempat kudus di Bait Allah Yerusalem, Wahyu memperlihatkan suatu bangsa yang terdiri dari imam-­imam (lihat 5:10; 20:6) yang tinggal selamanya di hadapan Allah.

Tidak ada lagi model asli surga dan tiruan dunia. Wahyu sekarang menyingkapkan satu ibadat, di mana manusia dan malaikat mengambil bagian!

KELUAR DARI KETERPURUKAN

Para sarjana berbeda pendapat tentang kapan Kitab Wahyu ditulis; perkiraan berkisar antara akhir tahun 60 hingga akhir tahun 90 sesudah Masehi. Tetapi hampir semuanya sepakat, bahwa ukuran Bait Allah yang ditulis Yohanes (Why 11:1) menunjuk pada masa sebelum tahun 70, karena setelah tahun 70 Bait Allah sudah tidak ada, sehingga tidak dapat diukur.

Bagaimanapun juga, ibadat kurban Perjanjian Lama berakhir pada saat Bait Allah dihancurkan dan Yerusalem diratakan pada tahun 70. Bagi bangsa Yahudi di seluruh dunia, ini merupakan kejadian yang membawa perubahan besar - merupakan bayang-­bayang dari penghakiman terakhir “bait semesta” pada akhir zaman. Setelah tahun 70, tidak ada lagi asap kurban domba bangsa Israel yang membumbung. Tentara Romawi membumi­hanguskan kota dan tempat ibadat yang telah memberi arti bagi kehidupan bangsa Yahudi di Palestina dan di luar negeri.

Apa yang Yohanes jelaskan dalam penglihatannya, tidak lain adalah: matinya dunia lama, Yerusalem lama, Perjanjian Lama, dan penciptaan dunia baru. Dengan kekuasaan dunia baru ini, ada tata cara baru dalam ibadat.

Sangat sulit untuk tidak mendengar gema dari Injil Yohanes: “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.” (Yoh 2: 19). “Saatnya akan tiba bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem... penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran" (Yoh 4: 21, 23). Dalam Wahyu, prediksi ini dipenuhi, di mana Bait Allah diungkapkan sebagai Tubuh mistik Kristus, Gereja, dan sebagai ibadat “dalam Roh” yang bertempat di Yerusalem baru dan Yerusalem surgawi.

Demikian juga, sangat mudah dimengerti mengapa umat Kristen kuno menganggap terbelahnya tabir Bait Suci secara teologis dan liturgis sangatlah penting. Tabir terbelah seperti tubuh Kristus yang harus tercabik. Seperti Yesus menyelesaikan persembahan duniawi Tubuh-Nya, Tuhan memastikan bahwa dunia akan mengetahui bahwa tabir telah disingkirkan dari “Bait Allah”. Sekarang setiap orang, yang dikumpulkan bersama di dalam Gereja - dapat memasuki hadirat-Nya pada Hari Tuhan.

Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri.... Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang...tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat. (Ibr 10: 19-20,24-25).

“Di dalam Roh pada Hari Tuhan,” Yohanes melihat sesuatu yang lebih besar daripada yang dapat dikemukakan oleh sebuah alasan ataupun argumentasi. la melihat bagian dari dunia yang sudah diangkat ke dalam surga yang baru dan dunia yang baru.

Beberapa abad kemudian, saya juga mulai berbalik dan melihatnya.



[1] Kota-kota yang disebut: Washington DC: adalah pusat pemerintahan Amerika Serikat; Wall Street adalah pusat keuangan dunia; Oxford adalah kota pendidikan di Inggris yang terkenal; Vatikan, kita tahu adalah pusat agama Katolik - editor.

Sumber : The Lamb’s Supper - The Mass as Heaven On Earth, Oleh Scott Walker Hahn, 1999, Terj. Indonesia : Perjamuan Anak Domba - Perayaan Ekaristi, Surga Di Atas Bumi, Penerbit Dioma, 2007.


Kitab Wahyu Telah Digenapi Dalam Liturgi Ekaristi Kudus

Mari kita membicarakan tema Kitab Wahyu [KW] yang sering disalahartikan oleh Gereja-gereja kontemporer. Salah satunya adalah Advent, Gereja yang tidak pernah bosan menyalahtafsirkan Kitab Wahyu sesuai logika sempit dan kebutaan sejarah. Kitab Wahyu adalah sebuah kitab yang penuh symbol, angka-angka dan ritual-ritual Kristen. Kitab Wahyu adalah sebuah kitab penyingkapan sesuatu yang riil dan kongkrit. KW menyingkapkan sebuah perintah untuk melakukan penyembahan dalam roh dan kebenaran. Yaitu penyembahan dalam Tubuh Mistik Kristus melalui GerejaNya yang satu, kudus, katolik dan apostolik, yakni terangkum dalam Liturgi Ekaristi Kudus.

Pengertian kaum kontemporer selalu berputar-putar dan lebih mementingkan kepopuleran tafsiran dikalangan mereka sehingga umat mereka diajak masuk ke dalam alam imajinasi tafsiran semu. Mereka yang terpisah dari Gereja Ibu, Katolik, tidak akan dapat menemukan kepenuhan kebenaran sejati karena akal dan pikiran mereka menyatu dengan egoisme sempit. Oleh sebab itu, mereka tidak memiliki akar pemahaman iman yang mendalam tentang Trinitas Maha Kudus dan kekayaan Alkitabiah yang tak terbatas. Mereka tidak mau mendengarkan kesaksian guru-guru kudus atau Bapa-bapa Gereja dari umat Kristen angkatan pertama dst, tetapi telinga mereka lebih senang mendengarkan dongeng dan mitos sehingga Kerajaan Allah sejati yang ada dalam jangkauan mereka justru semakin sulit digapai.

Marilah sekarang kita mempertimbangkan pemikiran Scott Walker Hahn di bawah ini tentang kajian beliau bahwa Kitab Wahyu – berdasarkan tulisan para Bapa Gereja – telah digenapi dalam Liturgi Ekaristi Kudus.

Bab Satu

“Saya Dapat Melihat”

Yang Masuk Akal Di Antara Keanehan

Empat Bab dari bagian pertama adalah bagian yang mudah. Kebanyakan umat Katolik, setidaknya mempunyai kesadaran penghayatan walaupun tidak mendetail tentang Misa Kudus. Mereka kenal doa-doa dan gerakan-gerakannya, walaupun mereka mengalaminya dalam keadaan mengantuk. Meskipun demikian, di bab ini kita akan melihat (Why 1:12) apa yang dihindari oleh kebanyakan umat Katolik – kadang-kadang dalam kengerian, kadang-kadang dalam frustasi.

Kitab Wahyu, Kitab Terakhir dalam Kitab Suci, kelihatannya buku yang aneh:penuh dengan peperangan yang mengerikan dan api yang bernyala-nyala, aliran darah serta jalan-jalan yang terbuat dari emas. Di dalam setiap bagian, Kitab itu sepertinya tidak masuk akal dan tidak mempunyai cita rasa yang baik. Misalnya, kita ambil saja sebuah contoh terkenal, wabah belalang. Yohanes mencatat bahwa ”dari asap keluarlah belalang...seperti kuda-kuda yang disiapkan untuk berperang; di atas mereka seperti wajah manusia, rambut mereka seperti rambut wanita dan gigi mereka seperti gigi singa; dada mereka sama seperti baju zirah, dan bunyi sayap mereka seperti bunyi kereta-kereta yang ditarik banyak kuda....Ekor mereka seperti ekor kalajengking, dan ada sengatnya dan kuasa di ekor-ekor mereka untuk menyakiti manusia selama lima bulan (Why 9:3, 7-10).

Kita tidak tahu apakah kita harus tertawa atau berteriak ketakutan. Dengan rasa penuh hormat, kita ingin menanyakan St. Yohanes, ”Baiklah, saya ingin meluruskan hal ini: Anda melihat belalang berambut panjang, bergigi singa dan berwajah manusia...dan mereka mengenakan mahkota emas lagi pula bersenjata ?” Godaannya sangat besar dan beralasan untuk tidak membaca Wahyu, mengingat bahwa kita sudah disibukkan dengan berbagai pekerjaan di dunia ini.

Tidak dapat saya pungkiri bahwa detail isi Kitab Wahyu sangatlah aneh. Tetapi, saya akan mengundang Anda untuk bersama-sama saya melakukan pencarian fakta, sehingga Anda dapat menemukan, seperti halnya saya, bahwa ada hal-hal yang masuk akal diantara keanehan-keanehan.

NODA TINTA TANPA ALUR CERITA ?

Saya mulai mempelajari Kitab Wahyu saat saya menjadi seorang penginjil Protestan, Kalvinis dalam teologi. Seperti kebanyakan para penginjil, saya sangat tertarik akan pewahyuan. Tentu saja berdasarkan Kitab Suci, dan saya mempunyai paham “Hanya Kitab Suci Saja (“Sola Scriptura”) sebagai hukum iman. Terlebih lagi, Kitab Wahyu mempunyai kedudukan yang jelas sebagai kitab terakhir Kitab Suci – “Sabda terakhir” Tuhan, dapat dikatakan demikian. Wahyu juga sepertinya bagi saya merupakan kitab yang paling misterius dan kitab yang penuh dengan sandi, dan saya menganggapnya terlalu menggoda untuk dilewatkan begitu saja. Saya melihat Wahyu sebagai teka-teki dimana Tuhan menantang saya untuk memecahkannya, sebagai sandi untuk dipecahkan.

Saya mempunyai banyak rekan. Menjelang penutupan milenium kedua, tafsir Kitab Wahyu bertumbuh menjadi industri kecil diantara saudara-saudara penginjil. Setiap kali saya mengunjungi toko buku, saya menemukan pengungkapan baru dan lebih canggih dari Wahyu.

Hal ini tidak selalu demikian bagi penafsir-penafsir Protestan. Orang Protestan pertama Martin Luther, menganggap seluruh Wahyu terlalu aneh. Bahkan ada saatnya dimana ia menolak menempatkannya dalam Kitab Suci, karena, katanya, “Wahyu seharusnya menyingkapkan”. Padahal Wahyu adalah selalu penyingkapan, menyingkapkan prasangka-prasangka, kekhawatiran-kekhawatiran dan pembengkokan ideologis dari penafisir-penafsir tertentu.

Kitab Wahyu menjadi semacam tes Rorschach (tes noda tinta dalam ilmu psikologi, dimana noda tinta memberikan kesan-kesan tertentu) bagi umat Kristen. Para penginjul mula-mula mencoba membeda-bedakan urutan-urutan dalam naskah ini. Biasanya usaha ini tidak berhasil, karena kitab ini tidak mempunyai prinsip urutan alur sastra: alur cerita yang konvensional atau sebuah argumentasi. Gagal menemukan urutan alur cerita, mereka kemudian mencoba memaksakan urutan. Ini kurang lebih cara yang saya ikuti semasa saya masih menjadi seminaris dan pendeta Protestan. Yang biasanya terjadi adalah bahwa detail-detail tertentu menyita imajinasi dan menjadi kunci interpretatif untuk membaca seluruh buku. Misalnya “seribu tahu,” – konsep yang hanya muncul di bab 20 pada Kitab Wahyu – akan dilihat sebagai kunci untuk mengerti seluruh Kitab Wahyu: bab 1-19 dan 21-22.

VIRUS MILENIUM

Milenium (seribu tahun) itu adalah kunci tafsir yang paling disukai diantara para penginjil dan para fundamentalis dewasa ini. Penulis buku laris Hal Lindsey, pada tahun 1970 menulis buku “The Late, Great Planet Earth” (“Almarhum Planet Bumi Besar”), menampilkan suatu gaya penulisan yang menjadi karya kedua terbesar dalam kurun waktu tiga puluh tahun terakhir. Penjualannya pada perhitungan terakhir melampui tiga puluh lima juta buku dalam lima puluh bahasa. Lindsey mempertahankan pendapatnya bahwa ramalan tentang Kitab Wahyu adalah ramalan yang tepat tentang kejadian-kejadian yang akan datang, masa yang akan datang yang baru saja muncul pada tahun 1970-an. Ia melihat gambaran-gambaran aneh Kitab Wahyu cocok dengan manusia, tempat-tempat, kejadian-kejadian yang waktu itu muncul di media massa. Rusia adalah binatangnya, misalnya; Gog dan Magog adalah Uni Sovyet. Lindsey meramalkan bahwa Rusia akan menyerang Palestina; tapi Yesus akan kembali dan membantai mereka dan mendirikan Kerajaan seribu tahun di Yerusalem.

Lindsey tidak sendirian. Sejujurnya, untuk beberapa tahun saya setuju dengan dia – walaupun ada beberapa nuansa yang berlainan – pada kubu penafsir-penafsir “futuris”. Dalam buku ini juga ada ketidak-cocokan, misalnya apakah umat Kristen akan mengalami “bencana”, dan kapan dunia ini pada akhirnya memasuki kekuasaan seribu tahun Kristus. Beberapa orang mengembangkan konsep baru seperti misalnya “Rapture” (pengangkatan meriah yang penuh sukacita) untuk menggambarkan campur tangan ajaib yang mereka ramalkan untu akhir zaman. Pada pengangkatan meriah itu, mereka katakan, Tuhan akan mengangkat orang-orang pilihan-Nya ke atas awan-awan untuk hidup bersama-Nya (lihat 1 Tes 4:16-17).

Saya mengembara di padang rumput ini bertahun-tahun, tapi tanpa menemukan kepuasan yang sejati. Yang terjadi adalah berulang kali seorang pengkhotbah akan menetapkan sebuah elemen- angka binatang, misalnya – dan seluruh bacaan Wahyu-nya akan berkisar pada pengidentifikasian angka tersebut dengan seseorang yang ada di berita media massa. Padahal sepanjang tahun 1970 dan 1980-an, pemimpin-pemimpin dunia bermunculan dan berjatuhan, kekuasaan hancur; dengan setiap kejatuhan seorang pemimpin, dan dengan setiap kehancuran kekuasaan, saya melihat sebuah teori besar hancur lagi berkeping-keping.

Sedikit demi sedikit saya mulai melihat alasan yang lebih luas dari ilusi saya yang salah ini. Apakah benar Tuhan menginspirasikan Kitab Wahyu Yohanes “terkapar” di bagian paling belakang Kitab Suci, aneh dan tidak dapat dijelaskan, selama dua puluh abad – sampai masa pemenuhan dan perubahan besar tiba ? Tidak, Wahyu dimaksudkan untuk disingkapkan, dan pewahyuannya adalah untuk semua umat Kristen sepanjang masa, termasuk pembaca-pembaca dimana naskah itu ditujukan pada abad pertama.

HEMBUSAN DARI MASA LAMPAU

Kaum futuris yang banyak macamnya itu, tidak menguras habis pandangan interpretatif Kitab Wahyu. Beberapa orang (disebut “idealis”) berpikir bahwa seluruh isi buku hanyalah sebuah metafora perjuangan-perjuangan dalam kehidupan rohani. Yang lain berpikir bahwa Kitab Wahyu berisi kerangka suatu rencana untuk sejarah Gereja. Yang lain bersikeras bahwa kitab itu hanyalah keterangan yang penuh dengan bahasa sandi tentang keadaan politik umat Kristen pada abad pertama. Sifat memberi dorongan dalam Kitab Wahyu, menurut pandangan ini, adalah untuk menasehati umat beriman agar tetap setia dalam iman, dan untuk janji akan pembalasan ilahi terhadap penganiaya-penganiaya Gereja. Saya menemukan hal yang berharga pada argumen-argumen ini, terutama ketika dihubungkan dengan kalimat-kalimat tertentu, tidak tidak ada satu pun yang memuaskan keinginan saya untuk mengerti cerita rahasia Yohanes.

Semakin saya mempelajari komentar-komentar tentang Wahyu, semakin saya mengerti detail-detail terpilih, tapi sepertinya saya semakin tidak mengerti keseluruhan isi kitab. Kemudian ketika sedang melakukan riset untuk hal-hal lain, saya kebetulan menemukan rahasia tersembunyi – tersembunyi bagi orang yang mempelajari Kitab Suci menurut tradisi empat ratus tahun yang lampau.

Saya mulai membaca tentang Bapa-bapa Gereja, penulis-penulis Kristen dan guru-guru pada permulaan abad delapan, terutama komentar-komentar mereka tentang Kitab Suci. Tiap kali saya terbentur pada ketidakpedulian saya saat Bapa-bapa berulang-berulang menyebutkan sesuatu yang saya tidak kenal : Liturgi. Sangat menarik, bagaimanapun juga, saya menemukan bahwa liturgi kuno ini kelihatannya menyatu dengan banyak detail kecil Kitab Wahyu – dalam konteks dimana semuanya menjadi masuk akal ! Lalu saya meneruskan membaca studi eksegese Bapa-bapa Gereja tentang Kitab Wahyu, saya menemukan bahwa banyak dari orang-orang ini secara khusus menghubungkan Misa Kudus dengan Kitab Wahyu. Kenyataannya, umat Kristen zaman dahulu sepakat bahwa Kitab Wahyu tidak dapat dimengerti bila lepas dari liturgi.

Seperti yang saya jelaskan dalam bab 1, justru ketika saya mulai mengerti Misa Kudus, bagian-bagian Kitab yang membingungkan ini, tiba-tiba mulai cocok satu dengan yang lainnya. Tidak lama sesudah itu saya dapat melihat arti altar dalam Kitab Wahyu (Why 8:3), tua-tua berjubah putih (4:4), kaki dian (1:12), kemenyan (5:8), manna (2:17), cawan-cawan (bab 16), Ibadat Minggu (1:10), Perawan Maria yang terberkati ditonjolkan (12:1-6), “Kudus, Kudus, Kudus” (4:8), Kemuliaan (15:3-4), Tanda Salib (14:1), Aleluia (19:1, 3, 6), pembacaan dari Kitab Suci (bab 2-3), dan “Anak Domba Allah” (berulang-ulang kali). Ini semua bukanlah detail-detail pengucapan seperti interupsi atau insidental; ini adalah materi sesungguhnya Kitab Wahyu.

MENGAPA MENGAPA MENGAPA

Dengan demikian, Kitab Wahyu bukanlah pemberitahuan terselebung tentang geopolitik 1970-an, atau sejarah dalam bahasa sandi dari Kekaisaran Romawi pada abad pertama, atau sebuah buku panduan untuk akhir zaman, melainkan ini adalah tentang sakramen yang mulai membawa “Umat Kristen Alkitabiah” kepada kepenuhan iman Katolik.

Pertanyaan-pertanyaan baru bermunculan. Bila pada naskah liturgi kuno saya tersandung pada “apa” yang dinamakan Wahyu, pertanyaan-pertanyaan yang sekarang ada adalah “mengapa”. Mengapa dikemukakan dengan cara yang aneh ? Mengapa sebuah penglihatan dan bukan naskah liturgi ? Mengapa Wahyu diberikan kepada Yohanes bukan murid-murid lain ? Mengapa ditulis padahal sudah tertulis ? Jawaban-jawabannya muncul ketika saya mulai mempelajari periode waktu Kitab Wahyu dan liturgi-liturgi pada masa itu.

Sumber : The Lamb’s Supper - The Mass as Heaven On Earth, Oleh Scott Walker Hahn, 1999, Terj. Indonesia : Perjamuan Anak Domba - Perayaan Ekaristi, Surga Di Atas Bumi, Penerbit Dioma, 2007.

Kamis, 04 September 2008

Penegasan Kembali Kesesatan Kristen Tauhid Ala Frans Donald

KESESATAN KRISTEN TAUHID ALA FRANS DONALD

Membaca buku berjudul “ALLAH DALAM ALKITAB DAN ALQUR’AN” yang dikarang oleh Sdr. Frans Donald adalah sesuatu yang menarik untuk dicermati. Polemik perdebatan seputar tiga agama Samawi (Yahudi – Kristen – Islam) bukanlah hal yang baru tetapi telah berlangsung berabad-abad

Terlepas dari itu semua saya menilai wajar bila ada keyakinan lain yang menolak kenabian maupun ke-tu(h)anan Yesus. Tetapi sebagai umat Kristen kita perlu juga meyakini apa yang kita yakini dan kitapun boleh mengekspresikan iman kita tanpa mendeskreditkan keyakinan orang lain. Yang menjadi pertanyaan apakah etis bila orang yang menyebut dirinya Kristen justri mencela dan mendeskreditkan imannya sendiri agar diterima oleh keyakinan yang lain, saya pikir itu tidak etis. Saya tidak akan membahas keyakinan Yahudi maupun keyakinan Islam, apakah Allah orang Yahudi, Kristen dan Islam sama atau berbeda? tetapi saya akan membahas keyakinan Kristen yang dianggap sesat oleh Sdr. Frans Donald.

Menurut Sdr. Frans Donald bahwa doktrin Trinitas dimulai dari abad IV pada Konsili Gereja Roma Katolik di Nicea tahun 325 M dan Konstantinopel pada tahun 381 M atas otoritas Kaisar Constantine. Jelas sekali Sdr. Frans Donald tidak menguasai sejarah atau paling tidak orang yang tidak ingin memahami dan mendalami sejarah dan Logika berpikir, pertama tidak ada Konsili Gereja Roma Katolik sampai dengan tahun 1054 M. Konsili yang ada sebelum tahun 1054 M adalah Konsili Gereja Katolik dalam pengertian Gereja Semesta. Konsili pada tahun 325 M dihadiri oleh 4 patriarkh (Yerusalem, Antiokia, Alexandria, Roma) --minus konstantinopel karena belum ada --yang dihadiri oleh 318 Uskup dari Gereja Semesta. Konsili Nicea tahun 325 M diadakan untuk membentung ajaran Arianisme.

Konsili Nicea tahun 325 M tidak membuat doktrin baru, tetapi menegaskan dam membukukan dokrin yang telah ada. Bayangkan 318 Uskup Gereja Semesta pasti akan menolak dan siap mati bila diadakannya Konsili Nicea untuk membuat doktrin baru walaupun semisalnya Kaisar Constantine mengerahkan seluruh pasukannya dengan pedang terhunus untuk menekan para Uskup Gereja Semesta agar doktrin baru segera dibuat. Bukankah dalan sejarah Kristen mencatat bahwa kemartiran adalah hal yang sangat ditunggu dan didambakan oleh para umat Kristen, bukankah umat Kristen pada memilih untuk mati daripada menyangkal imannya?

Sedikitnya ada dua bida’ah/heresy yang meniadakan keilahian Yesus pada masa kekristenan awal sampai abad ke IV, yang diwakili oleh bida’ah Ebionites dan Arianisme.

Kelompok Ebionites mengajarkan bahwa ”Sifat Ilahi Kristus tidak asli atau dengan perkataan lain bahwa Kristus itu tidak memiliki sifat Ketuhanan yang sejati.” Lainnya lagi menurutnya, Yesus tidak memiliki praeksistensi; ia tidak dilahirkan dari seorang perawan; ia tidak bersifat ilahi; ia adalah manusia istimewa dan saleh yang telah Allah pilih dan tempatkan dalam hubungan istimewa denganNya. Jelas pandangan ini ditolak oleh Gereja dan para Bapa Gereja, dalam Alkitabpun paham itu tidak mempunyai dasar.

Kelompok ini juga menekankan bahwa “untuk mengikut Yesus orang harus menjadi Yahudi, hal itu artinya harus mengikuti hukum Yahudi yang diberikan Nabi Musa, termasuk hukum tentang sunat dan makanan yang halal serta wajib mengikuti Sabat dan festival orang Yahudi karena Yesus adalah orang Yahudi.

Kelompok Arianisme diperkenalkan oleh Arius, seorang imam/presbiter dari Alexandria, Mesir. Dalam ajarannya Arius mengatakan “Yesus bukanlah Allah sejati. Yesus adalah makhluk ciptaan Allah Bapa. Pernah ada waktu dimana Yesus belum atau tidak ada. Allah yang sejati adalah hanya Bapa sementara Yesus adalah Allah yang lebih kecil dari Allah Bapa

Pertanyaan yang timbul untuk Arius adalah “Jika Yesus (Firman Allah) itu diciptakan oleh Bapa, maka dengan apakah Sang Bapa menciptakan Firman Allah? Jika jawabannya adalah dengan FirmanNya Sang Bapa, maka pertanyaannya lagi adalah dengan Firman yang mana lagi Sang Bapa menciptakan Firman Allah ini?

St. Tertulian thn 220 agak menaruh curiga dengan filsafat Yunani yang dituduhnya sebagai biang keladi menyusupnya pola-pola pikir orang kafir kedalam Gereja walaupun filsafat banyak menolong Gereja dalam merasionalisasikan penjelasan iman kepada masyarakat non Yahudi. kekhawatiran bahwa Kekristenan akan tenggelam dalam lautan Helenisme itu dengan munculnya bida’ah/heresy ARIUS yang dipengaruhi oleh filsafat NEO PLATONISME, yakni “DEMIURGE” atau Makhluk Perantara.

KEILAHIAN YESUS

Untuk membahas kedua bida’ah ini lihatlah St. Yohanes dalam Injilnya menyebutkan : “Aku dan Bapa adalah satu”(Yoh 10:30), “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa…” (Yoh 14:9), “Anak yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang mengatakanNya,” (Yoh 1:18) Anak yang ada dipangkuan Bapa jangan diasumsikan seperti seorang ayah yang memangku anaknya, tetapi pengertiannya adalah antara Anak (Sang Firman) dan Bapa saling mendiami/mengisi, maka Aku dan Bapa adalah satu dan yang telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa

Pemahaman Gereja Timur dilatarbelakangi oleh TARGUM mengenai MEMRA/DAVAR/LOGOS (FIRMAN ALLAH) yang satu dengan Allah, yang olehnya segala sesuatu diciptakan Yoh 1:1-3 “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.” Karena bersama Sang Bapa itulah, maka Firman itu satu Dzat hakekat dengan Sang Bapa maka Firman (Yesus) itu tidak diciptakan oleh Bapa.

Yesus adalah Terang

….Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan.” (I Yoh 1:5)

“Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak, kata-Nya: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.”( Yoh 8:12)

Allah adalah terang dan Yesus adalah Terang dunia, apa maksudnya? Bukankah itu mengartikan bahwa Yesus adalah Terang dan Terang itu adalah Allah? Ini menunjukan bahwa Yesus dalam kedudukanNya sebagai Firman Allah memiliki esensi yang sama dengan Bapa, maka apa yang dimiliki Sang Bapa itu juga menjadi milikNya (Yoh 17:10), termasuk keberadaanNya sebagai Terang itu sendiri. Yang ditegaskan oleh St. Yohanes ini adalah bahwa Allah itu terang, dan bahwa terang Allah ini bukan terang yang diciptakan (Created Light), melainkan terang ilahi yang tidak terciptakan (Uncreated Light)

Makna אור (baca or, arti terang) dalam mistik Yahudi selalu dikaitkan dengan Mesias yang akan datang, makna ini juga menunjukk pada praekstistensi dari Mesias. Dalam rahasia bilangan (Gematria) mistik Yahudi kata or terdiri dari alef, vav, resh yang bila dikonversi menjadi bilangan akan terbentuk 1+6+200 = 207, kata רז (baca raz, arti misteri) berbentuk 200+7 = 207, kata אינסופ (baca ein soph, arti tidak berkesudahan berbentuk ein 1+10+50, soph 60+6+80 = 207, kata אדזנעולמ (baca Adon ha ‘olam, arti Tuhan semesta alam) berbentuk adon 1+4+6+50, ha olam 70+6+30+40 = 207. Jadi makna Mesias dalam mistik yahudi erati terang yang benar, mahkota, misteri keilahian, dan Tuhan semesta alam yang tidak berkesudahan. Dalam doa sehari-hari umat Yahudi dalam bahasa Indonesia “Terpujilah Engkau, ya TUHAN, Allah yang kami sembah, Raja semesta alam, yang menciptakan segala sesuatu melalui FirmanNya” bandingkan dengan Mazmur 36:10; Yesaya 60:1. Jadi dalam kerangka pemikiran itulah St. Yohanes menulis dalam kitabnya

Apakah Yesus tidak pernah mengatakan diri sebagai Allah dalam Kitab Suci?

Tetragramatondari 4 huruf YHWH (יהוה) (Yod, He, Vav, He) diterjemahkan kedalam bahasa Yunani oleh para Sarjana Yahudi dalam Kitab Perjanjian Lama Septuaginta hada abad 2 sM menjadi EGO EIMI HO ON (Kel 3:13-15). St. Yohanes, murid terkasih dari Yesus Kristus menyandangkan banyak kata EGO EIMI (Yoh 6:35; 8:24; 8:28; 8:58) dan HO ON (Wahyu 1:8) kepada Yesus Kristus, bandingkan Yesaya 43:10)

Percakapan antara Yesus dengan pemuka Agama Yahudi dalam Yohanes 8:48-59 membuat pemuka-pemuka Agama Yahudi marah dan ingin melempari bahkan membunuh Yesus dengan batu. Mengapa? Karena EGO EIMI yang dipahami oleh pemuka-pemuka agama Yahudi adalah eksistensi kekekalan YHWH yang dipakai Yesus untuk menunjukan kekekalanNya (ay 58). YHWH (Ehyeh Asyer Ehyeh) dimaknai oleh spiritual Yahudi sebagai EKSISTENSI (keberadaan) YHWH yang selalu ADA baik DAHULU, SEKARANG dan AKAN DATANG. Doa Adon Ha ’Olam dalam siddur umat Yahudi mengenai nama YHWH berbunyi “We Hu Hayah, We Hu Howeh, We Hu Yihyeh Letif ‘arah yang artinya Ïa yang SUDAH ADA, Ia yang ADA, Ia yang AKAN ADA, kekuasaanNya kekal sampai selama-lamanya”. Bila siddur umat Yahudi diterjemahkan kedalam bahasa Yunani akan berbunyi HO ON kai HO EN kai HO ENKHOMENOS, HO PANTOKRATOR. (Wahyu 1:8b) atau EGO EIMI to ALPHA kai to OMEGA (Wahyu 1:8ª) yang artinya “AKU adalah yang PERTAMA DAN TERAKHIR”

Keyakinan St. Paulus tentang Yesus

Sdr. Frans Donald mengklaim bahwa Allah Bapa dan Yesus merupakan pribadi yang berbeda bahwa Yesus memiliki Allah yang Dia sembah yaitu Allah Bapa dengan rujukan surat-surat St. Paulus yang adalah keyakinan St. Paulus tentang Allah dan Yesus. Tetapi Apakah itu benar? Lihatlah paling tidak tiga ayat dari Surat Paulus:

I Korintus 1:24 tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah.

I Korintus 2:7 Tetapi yang kami beritakan ialah hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita. (bdn רז (baca raz, arti misteri/rahasia)

I Tesalonika 2:13 Dan karena itulah kami tidak putus-putusnya mengucap syukur juga kepada Allah, sebab kamu telah menerima firman Allah yang kami beritakan itu, bukan sebagai perkataan manusia, tetapi -- dan memang sungguh-sungguh demikian -- sebagai firman Allah, yang bekerja juga di dalam kamu yang percaya.

St. Paulus dalam latar belakang kehidupannya yang kita ketahui melalui Kitab Suci, sebagai orang Yahudi pasti telah mengetahui Kitab-kitab Qum’ran dan pasti sangat mengetahui adat-istiadat Yahudi dan keyakinan mistik Yahudi.

Tiga ayat diatas sangat pararel dengan gulungan kitab Qum’ran yang berbunyi “Engkau telah menciptakan semua ini, dan dengan Hikmat rencanaMu Engkau telah mempersiapkan hukum-hukum sebelum alam semesta ada. Oleh SabdaMu semuanya telah ada, dan tanpa Engkau tidak ada sesuatu yang ada sari segala yang telah dijadikan.”(Hodayot/1 QH 1,19)

“Segala yang ada dan akan datang berasal dari Ilmu Allah. Sebelum semuanya itu ada Ia telah menentukan dengan rencanaNya (1QS III:15-16)

Dalam bahasa Ibrani Davar (Sabda) dikenal juga sebagai Hokmah (hikmat) dan da’at Elohim (Ilmu Allah).

Jadi pemahaman St. Paulus tidak seperti apa yang dipahami oleh Sdr. Frans Donald. Pemahaman St. Paulus juga sama bahwa sebagai Hikmat / Ilmu Allah, Firman adalah melekat dengan Allah itu sendiri.

Memang banyak orang yang salah mengartikan bahwa Allah Bapa itu bernama Yesus. Padahal Bapa tetaplah Bapa. Yesus adalah nama manusia yang diberikan Bapa kepada FirmanNya. Dalam Kitab Suci banyak orang yang memakai nama Yesus (Yehoshua) seperti Yosua, Yesus yang disebut Barabas. Seorang petinju juga ada yang bernama Yesus. Pengertian bahwa Yesus adalah Allah berarti Ia adalah sang Sabda Allah itu sendiri yang melekat dan tidak dapat dipisahkan. Jadi Yesus bukanlah Bapa tetapi eksistensi (keberadaan) nya tidak dapat dipisahkan dari Bapa karena Yesus itu tidak diciptakan. Allah bukanlah Allah bila tidak memiliki Firman/Sabda. Allah akan menjadi seperti halnya patung Dewa-Dewi bangsa Romawi dan Yunani yang hanya disembah dan dimuliakan tetapi tidak pernah bersabda atau tidak pernah memiliki FIRMAN.

Pengakuan Iman Nikea POINT 2 “Dan pada satu Tuhan, Yesus Kristus, Anak Tunggal Allah, yang diperanakan dari Sang Bapa sebelum segala zaman. Terang yang keluar dari Terang, Allah sejati yang keluar dari Allah sejati, yang diperanakan bukan diciptakan, satu dzat hakekat dengan Sang Bapa, yang melaluiNya segala sesuatu diciptakan.” Tidak bertentangan dengan keyakinan Kristen yang benar sangat ALKITABIAH.

Adalah perbuatan syrik dan musryk bila mempesekutukan Allah dengan MakhlukNya dalam karya penciptaan dan penyelamatan. Bukankah Allah menjadi tidak mempunyai KUASA.

Dengan begitu sepertinya iman yang dimiliki oleh Sdr. Frans Donald adalah mungkin iman yang terpengaruh paham NEO PLATONISME yang berbentuk ARIANISME, atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama SAKSI YEHOVA atau mungkin bentuk EBIONIT. Untuk saudara-saudara yang membaca tulisan ini janganlah terpancing dengan iman ARIANISME atau mungkin bentuk EBIONIT. Untuk mengetahui apa sebenarnya yang menjadi landasan iman dari Sdr. Fans Donald postingan akan terus berlanjut dengan menjelasan mengenai Roh Kudus, Tinitas, dan Sabat,

GBU

Yudi Andreas

Selasa, 02 September 2008

Merekayasa Yesus [Part III] - Kriteria Orisinalitas Kitab Injil

KRITERIA AUTENTISITAS

DALAM MENENTUKAN ORISINALITAS KITAB INJILPERJANJIAN BARU *

Bukan hanya titik awal beberapa ahli yang salah dan tidak tepat, metode mereka pun sering sangat sederhana dan skeptis. Beberapa ahli tampaknya berpikir bahwa jika mereka semakin skeptis, mereka akan makin kritis. Namun, mengambil posisi skeptis yang berlebihan dan tidak beralasan tidak lebih kritis daripada menerima apa pun yang muncul begitu saja. Menurut saya, banyak hal yang dipandang sebagai kritisisme ternyata tidak kritis sama sekali; tidak lebih dari sekadar skeptisisme yang berkedok sesuatu yang ilmiah. Cara berpikir seperti ini merupakan penyumbang utama bagi gambaran tentang Yesus dan Injil yang menyimpang di banyak informasi radikal saat ini.

Cara berpikir skeptis yang berlebihan ini, misalnya, menuntun pada kesimpulan bahwa sebagian besar hal yang dikatakan Yesus di muka umum atau kepada murid-muridNya secara pribadi, entah dilupakan atau tidak relevan dan karena itu, apa yang akhirnya muncul dalam Injil dalam bentuk tertulis, sebagian besar berasal dari orang Kristen belakangan, bukan dari Yesus sendiri. Sesungguhnya, hal ini tidak masuk akal. Maksudnya, jika Yesus sungguh-sungguh hanya sedikit berkata-kata tentang hal-hal kekal yang penting dan tidak mampu melatih murid-muridNya untuk mengingat dengan tepat sedikit hal yang Ia katakan, kita harus sungguh-sungguh heran mengapa gerakan Kristen bisa muncul.

Beberapa sikap skeptis ini muncul karena kriteria yang disusun secara tidak tepat, yang digunakan untuk memutuskan hal yang au­tentik dan yang tidak. Kriteria ini disebut dengan berbagai macam istilah seperti "kriteria autentisitas" atau "kriteria keautentikan." Mungkin kedengaran sangat teknis dan rumit, tetapi sesungguhnya hal ini merupakan usaha menerapkan logika untuk menentukan apa­kah dokumen kuno merupakan sumber yang dapat dipercaya untuk mempelajari apa yang terjadi dan siapa yang mengatakannya.

Tldak peduli apa pun sudut pandang yang kita kenakan pada Injil Perjanjian Baru (dan pada Injil ekstrakanonik, untuk hal itu), kita perlu memiliki kriteria itu. Kata criterion (atau jamaknya kriteria) adalah kata Yunani yang berarti "penilaian" atau "dasar untuk mele­wati penilaian". Kita semua memiliki kriteria untuk melewati peni­laian berkaitan dengan banyak hal dalam kehidupan. Ketika seseorang berkata, "Saya kira cerita ini benar," dan Anda menjawab, "Mengapa kamu berkata begitu?", Anda meminta kepada orang tersebut untuk menjelaskan kriterianya atau dasar pembuatan penilaian tersebut.

Beberapa orang Kristen konservatif, tentu saja, akan sekadar menjawab dengan berkata, "Apa pun juga yang dikatakan Injil Perjan­jian Baru sebagai sesuatu yang dikatakan atau dilakukan Yesus, saya terima sebagai hal yang bersifat historis." Hal itu bisa diterima orang­-orang yang sudah menerima inspirasi dan otoritas Alkitab. Namun bagaimana dengan orang-orang yang ingin mendapatkan alasan yang kuat dan sehat untuk menerima kisah Injil sebagai hal yang bisa dipercaya ? Memberi tahu mereka bahwa Alkitab itu diilhami dan karena itu benar tanpa memberikan kriteria yang dikenali ahli sejarah, tentu tidak akan memuaskan mereka. Bagaimanapun juga, bukankah Mormon mengatakan hal yang sama berkaitan dengan Buku Mormon? Satu demi satu kitab suci bisa dimunculkan dengan cara ini. Apakah ini satu-satunya pembelaan diri yang bisa dibuat?

Orang yang kritis menerapkan kriteria yang tepat dalam menilai suatu pernyataan (misalnya, “Itu benar”, “Itu berharga”, “Itu sung­guh-sungguh terjadi", dan sebagainya). Jadi para ahli sejarah juga menerapkan kriteria untuk menafsir nilai sejarah sebuah dokumen. Mereka mengajukan pertanyaan seperti, Kapan dokumen ini ditulis? Siapa yang menulis dokumen ini? Apakah perincian dokumen ini sesuai dengan sumber lain yang dikenal dan dapat dipercaya? Apakah penulis dokumen ini mengetahui apa yang sungguh-sungguh terjadi dan apa yang sungguh-sungguh dikatakan? Apakah pernyataan dalarn dokumen ini didukung oleh bukti arkeologis dan realitas geografis?

Selama bertahun-tahun, para sarjana Alkitab telah mengem­bangkan kriteria historis dan sastra untuk menilai literatur Alkitab. Pembahasan kriteria untuk mempelajari Injil telah dilakukan secara intensif, dengan mengusulkan sejumlah besar kriteria. Saya telah melihat riset yang sangat teliti yang mendata sebanyak 25 kriteria. Beberapa dari kriteria ini tampak sangat rumit, yang lain tampak meragukan. Namun ada beberapa kriteria yang dihasilkan secara konsisten. Di bawah ini, ada tinjauan tentang kriteria yang saya kira terbaik. (Saya juga akan membahas satu kriteria yang saya kira sering disalahgunakan dan disalahterapkan).

A. Koherensi Historis

Ketika Injil memberi tahu kita hal-hal yang kita ketahui tentang sejarah Yesus dan ciri-ciri utama kehidupan dan pelayanan-Nya, cukup masuk akal untuk percaya bahwa kita berada di atas dasar pijakan yang kuat. Yesus yang memiliki banyak pengikut dan menarik perhatian penguasa dihukum mati, tetapi diberitakan sebagai Mesias Israel dan Anak Allah. Perbuatan dan perkataan yang dipandang la lakukan dalam Injil, yang sesuai dengan unsur utama ini dan sungguh-sungguh membantu kita memahami unsur utama ini, harus dipandang autentik.

Kriteria ini memberi landasan kepada kita untuk menerima ki­sah tentang Yesus di halaman bait Allah yang bertengkar dan meng­kritik imam-imam yang berkuasa (seperti kita lihat dalam Mrk. 11-12 dan perikop yang paralel dalam Injil lainnya). Kriteria ini juga mendo­rong kita untuk menerima peneguhan Yesus bahwa la sungguh-sung­guh Mesias Israel dan Anak Allah sebagai hal yang autentik (Mrk. 14:61-63). Berdasarkan pernyataan-Nya bahwa la adalah "raja orang Yahudi", membuat penyaliban menjadi masuk akal (Mrk. 15:26).

B. Pembuktian Kolektif

Kriteria ini mengacu pada perkataan dan tindakan yang dipandang dilakukan Yesus yang muncul dalam dua atau lebih sumber independen (seperti Markus dan Q, sumber perka­taan yang digunakan oleh Matius dan Lukas). Perkataan dan tindakan Yesus yang muncul dalam dua atau lebih sumber independen menyiratkan bahwa sejak awal, hal itu sudah beredar secara luas dan bukan dikemukakan oleh satu penulis tunggal. Fakta bahwa ada banyak bahan yang mendapatkan pembuktian kolektif itu sendiri merupakan saksi kekunoan dan kekayaan sumber kita.

Di sini, ada beberapa contoh perkataan dengan pembuktian kolektif sbb :

1. Perumpamaan Yesus tentang pelita muncul dalam Markus 4:21 dan dalam sumber perumpamaan (Mat. 5:15; Luk. 11:33).

2. Perumpamaan ini diikuti dengan perkataan tentang apa yang dising­kapkan, yang muncul dalam Markus 4:22 dan dalam sumber perum­pamaan (Mat. 10:26; Luk. 12:2).

3. Perumpamaan Yesus tentang genera­si jahat yang mencari tanda ditemukan dalam Markus 8: 12 dan da­lam sumber perumpamaan (Mat. 12:39; Luk. 11:29).

C. Rasa Malu

Kriteria ini mudah disalahpahami. Yang dimaksud kriteria ini adalah bahwa informasi yang potensial menciptakan sesuatu yang janggal atau memalukan bagi gereja mula-mula bukanlah sesuatu yang ditemukan orang Kristen sesudah Paskah. Perkataan dan tindakan "yang memalukan" adalah hal-hal yang melacak balik pela­yanan Yesus. Karena itu, suka atau tidak, hal itu tidak bisa dihapus­kan dari bank data Yesus.

Mungkin, contoh klasik tradisi "yang memalukan" adalah bap­tisan Yesus (Mrk. 1 :9-11 dan perikop yang paralel). Apa yang mem­buat baptisan Yesus memalukan? Baptisan Yohanes disebut baptisan pertobatan dosa, tetapi, menurut ajaran Kristen, Yesus tidak berdosa. Jadi, mengapa Yesus yang tidak berdosa pergi kepada Yohanes untuk dibaptis? Pertanyaan yang bagus. Tidak ada satu orang Kristen pun yang akan membuat cerita ini. Kisah itu tetap dipertahankan ada dalam Injil dan itu menunjukkan dengan kuat bahwa informasi itu sangat autentik. Fakta bahwa cerita itu dipertahankan dalam Injil dan tidak dihapuskan juga menunjukkan bahwa penulis Injil berupaya sedemikian rupa untuk menceritakan kebenaran.

Contoh penting lainnya terlihat dalam cerita di mana Yohanes yang sedang dipenjara mengirim utusan kepada Yesus dan bertanya, "Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain ? (Mrk. 11:2-6; Luk. 7:18-23). Yesus menjawab pertanyaan Yohanes secara tidak langsung dan hampir terselubung, "Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat". Ketika disampaikan, jawaban itu terasa janggal, bahkan mungkin me­malukan. Siapa yang akan mengarang cerita di mana Yohanes - sekutu Yesus - mengungkapkan keragu-raguan tentang identitas dan misi Yesus ? Mengapa jawaban Yesus yang dikarang pengikut-Nya sesudahnya gagal menyatakan dengan jelas identitas mesias dan misi-Nya ! Mengapa mereka tidak menegaskan dengan kuat dan jelas, "Pergilah dan katakan kepada Yohanes bahwa Akulah dia yang akan datang” ? Cerita seperti yang kita miliki, yang dipertahankan dalam Matius dan Lukas, memberikan keyakinan kepada para ahli sejarah bahwa cerita itu dengan setia dan akurat melaporkan percakapan antara Yohanes dan Yesus dan bukan merupakan fiksi orang Kristen di kemudian hari.

D. Perbedaan

Tidak ada kriteria yang dibahas lebih banyak dari­pada kriteria perbedaan. Jika digunakan dengan tepat, kriteria ini bisa mendukung kesimpulan bahwa perkataan atau perbuatan tertentu autentik. Jika diterapkan dengan salah, hal ini akan menghapuskan banyak perkataan dan perbuatan secara tidak perIu dan tidak masuk akal. Jika diterapkan secara tidak tepat, hal ini akan membuktikan perkataan dan perbuatan yang dipandang dilakukan Yesus tidak co­cok dengan (atau tidak konsisten dengan) teologi gereja mula- mula serta kecenderungan dan tekanan dalam Yudaisme pada zaman Yesus. Jika Anda menemukan logikanya sulit dipahami, jangan merasa kecil hati. Logikanya memang sedikit berbelit-belit.

Yang coba dilakukan bentuk kriteria ini adalah menghapuskan perkataan dan perbuatan yang mungkin berasal dari kalangan Yahudi di satu sisi, atau di kalangan Kristen mula-mula, di sisi lainnya. Jadi, jika satu perkataan tidak cocok dengan kedua konteks ini (karena itu dalam bentuk ini disebut “perbedaan ganda”), tidak ada jaminan bahwa perkataan (atau perbuatan) itu berasal dari Yesus. Problem yang timbul jika kriterianya diterapkan sedemikian adalah hal ini akan menghapus hampir segala sesuatu yang dikenakan pada Yesus. Bagai­mana pun juga, Yesus adalah orang Yahudi dan sebagian. besar hal yang Ia ajarkan mencerminkan tema dan konsep yang populer di antara para pemimpin agama di zaman-Nya (tanpa menyebutkan Kitab Suci Israel). Jadi, tidakkah kita mengharapkan bahwa kecenderungan dan tekanan Yesus muncul dalam ajaran Yesus yang autentik? Tentu saja ! Dan gereja mula-mula berpaut pada ajaran Yesus sebagai sesuatu yang berharga. Mereka membentuk pemikiran dan praktik hidup yang sesuai dengan hal itu. Jadi, tidakkah kita mengharapkan baris-baris kontinuitas di antara Yesus dan gerakan yang la dirikan ? Ya!

Bagaimanapun juga, kriteria ini ada manfaatnya bagi kita ­asal diterapkan dengan gaya positif. Ada beberapa bahan dalam Injil Perjanjian Baru yang tidak akan dipilih untuk dikembangkan gereja mula-mula sebagai bagian dari teologi dan praktik mereka. Dengan demikian, sulit dijelaskan bahwa hal itu dikarang oleh gereja mula­-mula. Penjelasan yang terbaik adalah bahwa hal itu berasal dari Yesus. Dalam beberapa kasus, hal yang sarna juga berlaku untuk kecenderung­an orang Yahudi. Pergaulan Yesus dengan orang berdosa yang bebas dan mudah bukan merupakan sesuatu yang dilakukan oleh guru-guru agama pada zaman itu (bahkan mungkin orang Kristen tidak akan banyak berbicara tentang hal ini). Jadi sekali lagi, kita memiliki contoh di mana tindakan dan ajaran Yesus agak berbeda dari tindakan dan ajaran orang-orang Yahudi sezamanNya.

E. Latar Belakang Semitisme dan Palestina

Kriteria ini yang kadang-kadang dibagi lagi menjadi dua kriteria atau lebih, menyiratkan bahwa perkataan dan perbuatan yang mencerminkan bahasa Ibrani dan Aram (Semitisme), atau mencerminkan Palestina abad pertama (secara geografis, topografis, adat-istiadat, perdagangan) bisa kita harapkan sebagai informasi yang autentik. Tentu saja, bahan untuk dukungan kriteria ini mungkin berasal dari orang Kristen Yahudi awal dan tidak harus berasal dari Yesus. Bagaimanapun juga, kriteria ini penting. Injil ditulis dalam bahasa Yunani, tetapi Injil mengakui dan mempertahankan perkataan-perkataan Yesus yang berbicara bahasa Aram dan perbuatan Yesus yang melayani di Palestina pada abad pertama. Jika Injil berbahasa Yunani ini mempertahankan perkataan dan perbuatan Yesus, maka Injil berbahasa Yunani ini harus menunjukkan bukti latar belakang Semitisme dan Palestina, dan Injil lolos kriteria ini.

F. Koherensi (atau Konsistensi)

Akhimya, kriteria koherensi (atau konsistensi) juga bermanfaat dan dalam satu hal berfungsi sebagai pengikat semuanya. Menurut kriteria ini, bahan yang sesuai dengan bahan yang dinilai autentik berdasarkan kriteria lainnya juga bisa dipandang autentik.

Semua kriteria ini memiliki tempat sendiri dan bisa (bahkan telah) memberi sumbangan yang berguna untuk riset ilmiah tentang sejarah Yesus. Hal itu memampukan para ahli sejarah untuk memberi alasan yang baik untuk menilai autentik atau tidaknya perkataan dan perbuatan Yesus. Caranya adalah dengan mengandaikan bahwa sega­la tindakan Yesus, yang tidak mendapat dukungan dari salah satu kriteria atau lebih, harus dipandang tidak autentik. Ketiadaan du­kungan dari kriteria autentisitas tidak berarti bahwa perkataan dan perbuatan yang dipertanyakan tidak bisa berasal dari Yesus.

Di sinilah saya kira banyak sarjana skeptis dan menyimpang, terutama di antara anggota utama Jesus Seminar [termasuk Frans Donald Cs a.k.a Unitarian – red]. Mereka bukan hanya salah menerapkan beberapa kriteria (seperti perbedaan) dan mengabaikan atau menyalahpahami yang lain (seperti latar belakang Semitisme dan Palestina), namun mereka cenderung berpendapat bahwa perkataan dan perbuatan yang tidak didukung oleh kriteria ini harus dinilai tidak autentik. Metode skeptis yang sembrono ini menuntun pada hasil yang terbatas, hasil yang bisa diselewengkan jauh, jika titik awalnva sendiri salah dan menuju ke arah yang salah.

Gambaran tentang Yesus bisa diselewengkan jauh melalui penerapan kriteria autentisitas yang salah pada Injil Perjanjian Baru. Jika Injil dan sumber-sumber ekstrakanonik dimasukkan dalam campuran itu dan diperlakukan seolah-olah sebagai sumber informasi yang sama kunonya dan dapat dipercaya seperti halnya Injil kanonik, problem penyimpangan dibawa pada level baru yang lebih tinggi. Inilah topik yang akan dibahas dalam bab tiga dan empat.

* Sumber : Merekayasa Yesus – Membongkar Pemutarbalikan Injil oleh Ilmuwan Modern, Terjemahan Indonesia oleh Penerbit Andi tahun 2007, Judul asli : Fabricating Jesus, 2005 By Craig Evans

♥ HATIMU MUNGKIN HANCUR, NAMUN BEGITU JUGA HATIKU

 ♥ *HATIMU MUNGKIN HANCUR, NAMUN BEGITU JUGA HATIKU* sumber: https://ww3.tlig.org/en/messages/1202/ *Amanat Yesus 12 April 2020* Tuhan! Ini ...