Kamis, 25 Oktober 2007

Kata "Gereja" dalam Kitab Perjanjian Baru

Dear Brothers-sisters in Christ,

Saya ingin mengajak saudara/i, romo2 untuk melihat secara kritis-konstruktif tentang topik yang mungkin dalam atmosfir Roma Katolik di Indonesia, topik ini tidak kedengaran/ tidak menggangu. Yakni tidak adanya satu pun kata "Gereja" yang dapat kita temukan dalam Kitab Perjanjian Baru LAI yang dipakai oleh umat Katolik dan Protestan di sini. Sbg info, Kitab PB LAI secara resmi selama bertahun-tahun telah di-endorse oleh LBI-KWI untuk digunakan sbg standard oleh umat Katolik.

Topik ini sebagai bagian dari diskursus yang berbuah [fruitful] perlu kita bahas karena hal ini menyangkut masalah fundamental dalam mengelaborasi terma yang lebih luas ttg eklesiologi dan universalitas gereja. Kata “Gereja” atau “jemaat” jumlahnya kurang/lebih 114 kata dalam Perjanjian Baru. Kitab Suci asli berbahasa Yunani -Latin menuliskan kata “ekklesia-ecclesia” namun dalam terjemahan Kitab Suci LAI (Lembaga Alkitab Indonesia) menjadi “jemaat”. Timbul pertanyaan mengapa kata “Gereja” diganti menjadi kata “jemaat” ? Apakah ini dimaksudkan untuk menghilangkan kebingungan mengenai Gereja mana yang dimaksud menurut Perjanjian Baru ? Ataukah ini merupakan suatu pengaburan makna bahwa Gereja itu hakekatnya satu sama seperti Tubuh Kristus yang juga satu.

Btw, dalam melakukan penerjemahan kitab suci dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran maka perlu kita perhatikan agar tidak boleh menghilangkan makna dan arti sesungguhnya. Harus diterjemahkan sesuai dengan padanan kata spy tidak menghilangkan/mengurangi pesan yang disampaikan oleh penulis KS. Kalau pun tidak ada padanan kata yang pas maka dicarikan beberapa kata yang menjelaskannya.

Kata "Gereja" dlm bahasa indo diperoleh dari bhs portugis, yg secara transliteratif dapat ditemukan sbb :

Greek Latin Spanyol Portugis Indo Inggris
Ekklesia Ecclesia Iglesia Igreja Gereja Church

Secara literal kedua pengertian Gereja dengan jemaat agak berbeda. Sebab Gereja lebih menunjukkan kepada kesatuan struktur dan ajaran-ajaran-Nya sementara kata “jemaat” bisa berarti beberapa atau kumpulan umat beriman terlepas dari denominasi mana mereka berasal meskipun ada kesamaan esensi yakni umat beriman. Padanan kata yang tepat untuk “ekklesia” dalam bahasa Indonesia adalah “Gereja” sehingga ketidaktepatan penerjemahan dapat berimplikasi pada ketidaktepatan memahami Firman Allah khususnya Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik. Sebagai contoh Surat Paulus kepada “jemaat” Roma seharusnya diterjemahkan menjadi Surat Paulus kepada “Gereja” Roma yang kemudian dibacakan oleh Gereja itu kepada “jemaat” Roma. Jadi kalau hal-hal seperti ini disadari oleh seluruh umat beriman maka proses pencarian Kebenaran (The Truth) mengenai kesatuan Gereja tentu akan lebih mudah.

Lampiran perbandingan ayat-ayat yang memuat kata "jemaat" dengan kata "church" dapat dilihat dari secara terpisah pada tema "Biblika".

in Christ Love,

Leonard Panjaitan

Kata "Perempuan" dan "Ibu" Dalam Alkitab

KATA “PEREMPUAN” DAN “IBU” DALAM ALKITAB

by Andreas Yudi

ΓΕΝΕΣΙΣ 3:12

και ειπεν ο Αδαμ η γυνη ην εδωκας μετ' εμου
αυτη μοι εδωκεν απο του ξυλου και εφαγον

KEJADIAN 3:12

Manusia itu menjawab: "Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan."


ΓΕΝΕΣΙΣ 3:15

και εχθραν θησω ανα μεσον σου και ανα μεσον της
γυναικος και ανα μεσον του σπερματος σου και ανα μεσον
του σπερματος αυτης αυτος σου τηρησει κεφαλην και συ τηρησεις
αυτου πτερναν

KEJADIAN 3:15

Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya."


ΙΩΑΝNΗΣ 2:4

λεγει αυτη ο ιησους τι εμοι και σοι γυναι ουπω ηκει η ωρα μου

YOHANES 2:4

Kata Yesus kepadanya: "Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba."


ΙΩΑΝNΗΣ 19:26

ιησους ουν ιδων την μητερα και τον μαθητην παρεστωτα ον ηγαπα λεγει τη μητρι αυτου γυναι ιδου ο υιος σου

YOHANES 19:26 Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!"


Kata γυναι (gunai) berarti perempuan sedangkan kata ibu dipakai kata μητερα (mhtera). Ada gejala apa sehingga kata perempuan dalam Yohanes 2:4; 19:26 kata perempuan dirubah menjadi ibu? Sepertinya hal ini sepele karena Yesus pada moment tersebut sedang berbicara kepada ibuNya. Tetapi mengapa penulis tidak menulis kata ibu pada saat menulis kitab? Mengapa ia memakai kata perempuan dalam tulisannya tersebut ?

Dari tinjauan tulisan sepertinya Yesus berkata-kata dengan ibuNya menggunakan kata-kata yang kasar, bagaimana mungkin Ia tidak mengetahui bahwa yang lawan bicaraNya tersebut adalah ibuNya sendiri. Kata kata perempuan juga terdapat dalam kisah kejatuhan manusia ke dalam dosa Kejadian 3:12 “Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan." Adam pada saat berada diposisi tersebut memang hendak menyalahkan istrinya karena darinya Adam telah memakan buah tersebut.

Pada peristiwa di perkawinan Kana dan Penyaliban Kristus hal tersebut terulang kembali bahwa Yesus tidak menyebut Maria dengan kata ibu tetapi perempuan. Apa makna yang hendak disampaikan penulis kitab Yohanes dengan peristiwa tersebut.

Hawa

Maria

Hawa Pertama melahirkan benih dosa

Hawa Kedua yang melahirkan benih keselamatan

Hawa tunduk pada perkataan iblis

Maria tunduk dan taat kepada Allah

Hawa membuat manusia terusir dari taman Eden

Maria melahirkan anak manusia yang memiliki Eden.

Sama seperti Adam dan Yesus

Adam

Yesus

Adam Pertama melahirkan benih dosa

Adam Kedua yang membawa keselamatan

Adam tunduk pada perkataan Hawa

Yesus tunduk dan taat kepada kehendak BapaNya

Adam membuat manusia terusir dari taman Eden

Yesus yang membuat manusia masuk kedalam Firdaus kekal.

Disadari atau tidak disadari bagi pembaca dan peterjemah Alkitab bahwa sesungguhnya perubahan kata-kata yang dianggap sepele mempunyai dampak yang begitu besar bagi pemahaman pengajaran. Penulis kitab Yohanes tentu telah membaca kitab-kitab Musa dan sangat memahami kitab tersebut, maka sudah jelas bahwa kata perempuan yang digunakan dalam kitab Yohanes pararel dengan kitab Kejadian yang ditulis oleh Musa beberapa ribu tahun sebelumnya.

Kata "Tradisi" dalam Alkitab

TRADISI

by Andeas Yudi

Sering kali dalam setiap orang–orang yang mengaku dirinya pengikut Kristus dari Gereja kontemporer mengatakan bahwa tidak memerlukan tradisi dalam gereja. Pertanyaannya apakah benar pernyataan tersebut. Kalau ada pernyataan seperti itu, maka sebenarnya ia telah membuat suatu tradisi untuk tidak mempercayai tradisi. Tata ibadah yang memiliki pola dan dilakukan berulang-ulang merupakan suatu tradisi. Titik puncak dalam gereja Kontemporer adalah khotbah maka itulah tradisi mereka. Apakah orang Kristen tidak memerlukan tradisi?

I Korintus11:2

Aku harus memuji kamu, sebab dalam segala sesuatu kamu tetap mengingat akan aku dan teguh berpegang pada ajaran yang kuteruskan kepadamu.

επαινω δε υμας αδελφοι οτι παντα μου μεμνησθε και καθως παρεδωκα υμιν τας παραδοσεις κατεχετε.

II Tesalonika 2:15

Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis

αρα ουν αδελφοι στηκετε και κρατειτε τας παραδοσεις ας εδιδαχθητε ειτε δια λογου ειτε δι επιστολης ημων

II Tesalonika 3:6 Tetapi kami berpesan kepadamu, saudara-saudara, dalam nama Tuhan Yesus Kristus, supaya kamu menjauhkan diri dari setiap saudara yang tidak melakukan pekerjaannya dan yang tidak menurut ajaran yang telah kamu terima dari kami

παραγγελλομεν δε υμιν αδελφοι εν ονοματι του κυριου ημων ιησου χριστου στελλεσθαι υμας απο παντος αδελφου ατακτως περιπατουντος και μη κατα την παραδοσιν ην παρελαβον παρ ημων.

Παραδοσιν (paradosis) adalah kata Yunani untuk kata tradisi dalam bahasa Indonesia. Sedangkan kata ajar/pengajaran/ajaran dipakai kata : Δ Ι Δ Α Σ Κ Ω (DIDACHE).

D I D A S K W

Alkitab yang kita baca sekarang adalah merupakan rangkaian cerita yang diperoleh dari tradisi lisan gereja. Kenapa tradisi lisan gereja bukannya tradisi tulisan gereja. Pada zaman tersebut dapatlah dihitung dengan jari orang-orang yang dapat membaca dan menulis dalam aksara Yunani hanya orang-orang tertentu saja. Ditahun 1945 pada jaman kemerdekaan Indonesia tingkat orang yang buta huruf sangat tinggi, bagaimana dengan 2.000 tahun yang lalu di tanah Palestina bukankah tingkat buta huruf masih sangat-sangat tinggi!. Teliti Kitab St. Lukas pasal 1:1-3 bukankah diayat tersebut St. Lukas berusaha menyusun dan meneliti kembali tradisi lisan yang beredar dikalangan masyarakat? Bagaimana dengan Yudas 1:9 Tetapi penghulu malaikat, Mikhael, ketika dalam suatu perselisihan bertengkar dengan Iblis mengenai mayat Musa, tidak berani menghakimi Iblis itu dengan kata-kata hujatan, tetapi berkata: "Kiranya Tuhan menghardik engkau!"

Bukankah itu peristiwa itu tidak pernah ada dalam Kitab Perjanjian Lama? Darimana Penulis Kitab ini mendapat narasinya? Bukankah cerita tersebut diambil dari tradisi lisan orang-orang Yahudi?

Bagi orang-orang yang menentang tradisi suci gereja, belajar dan hormatilah para leluhur gereja yang telah bersusah payah membuat tradisi yang malaupun mungkin simpel salah satu contoh seperti ketika membuat tanda salib, tiga jari tangan kanan (ibu jari, telunjuk, dan jari tengah disatukan dan diluruskan dan dua jari lainnya lagi disatukan dan dilipat kedalam) yang semuanya melambangkan TRINITAS serta keilahian dan kemanusiaan Yesus agar semua orang dapat mengerti makna dan konsep kekristenan.

Selasa, 23 Oktober 2007

Bersikap Hormatlah di Rumah Tuhanmu

Hormatlah Di Rumah Tuhanmu

Hari Jumat yang lalu saya mengikuti Misa Jumat pertama di Gereja St.Andreas Kedoya (salah satu paroki di Jakarta), ketika petugas mengantarkan persembahan ke altar, terlihat slempang pertugas yang bertuliskan “Hormatlah Di Rumah Tuhanmu.” Dan saat itu juga saya tergugah dan langsung melihat dan memeriksa kondisi fisik saya saat itu, apakah sudah sesusai dengan yang tertulis pada slempang petugas atau belum sesuai dengan yang diinginkan Tuhan untuk bersikap hormat dalam memenuhi undangan-Nya. Bila kita melihat dan memperhatikan sekeliling kita ketika Misa Kudus berlangsung mulai dari diri kita sendiri sampai dengan umat yang menghadirinya, mungkin anda akan berpikir sama seperti saya, sudahkah sikap hormat itu tercapai sesuai yang diinginkan Yesus, “Bukankah ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa?” (Mrk 11:17).

Sikap, tingkah laku dan cara berpakaian yang sopan dan normatif menurut daerah setempat adalah beberapa visual yang mudah kita lihat pada umat ketika menghadiri Misa Kudus dan bila hal ini tidak mencukupi untuk memenuhi sikap hormat di Rumah Bapa akan berdampak secara tidak langsung pada kesakralan Misa Kudus. Ngobrol, tidur, tangisan anak-anak, hilir mudik anak-anak adalah sikap dan tingkah laku yang sering kita jumpai di perayaan Misa dan secara tidak sadar menggangu kekhusukannya. Atmosfer atau suasana sakral jarang sekali berhasil seperti yang kita harapkan. Mungkin kita sering mengomentari bahwa Liturgi Ekaristi sebagai suatu yang membosankan dan lebih buruk lagi perayaan Ekaristi dianggap sering tidak memuaskan atau tidak memberikan solusi penyelesaian masalah hidup, Homili Romo dan nyanyian tidak menyemangati hidup. Hal ini terjadi disebabkan oleh minimnya pengetahuan umat Katolik terhadap Ekaristi, sehingga tidak menyadari bahwa itu semua bukanlah yang utama dari pengharapan kita dalam menghadiri undangan Perjamuan Kudus.

Undangan dari Tuhan setiap Minggu cenderung kita tanggapi dengan cara berpakaian yang tidak memberikan rasa hormat kepadaNya. Berpakaian yang sopan (sesuai dengan normatif pada suatu daerah) jarang ditemui di Gereja. Bila ada seseorang mengundang anda pada sebuah perayaan (pernikahan, ulang tahun dsb), pakaian yang terbaiklah yang pasti dipakai. Anda akan menggunakan kemeja yang bersih, rapih dan sepatu yang tersemir yang semua itu dipenuhi untuk memberikan rasa hormat bagi si-pengundang dan juga menunjukkan bahwa anda sudah memenuhi standar berpakaian dalam menghadiri pesta, sehingga orang tidak berpikir bahwa anda tidak tahu etika berpakaian. Ironis bila kita melihat di perayaan Misa, terlepas dari seseorang berpakaian lusuh karena mungkin ia tidak mempunyai lagi pakaian yang terbaik untuk pergi ke Rumah Bapa, pakaian yang seadanya menjadi pilihan favorit umat seperti layaknya pergi ke rumah teman (sendal, kaos oblong, Jeans robek) atau seakan-akan mereka akan pergi ke pantai atau berpikinik. Bila melihat hal ini kita akan kembali bertanya pada diri sendiri, ”Benarkah kita siap untuk menghadiri undangan Tuhan,” atau hanya menganggap sebagai sebuah kegiatan rutin belaka di tiap minggu atau keterpaksaan hati yang kita bawa untuk dipersembahkan kepada Yesus Kristus Sang Juru Selamat. Tuluskah kita menghormati undanganNya dan menyantap tubuh dan darahNya bila kita menanggapinya biasa-biasa saja.

Atmosfer Ibadah

Seperti yang sudah dituliskan diatas, bahwa atmosfer atau suasana sakral sering tidak berhasil kita dapatkan. Atmosfer atau suasana adalah sebuah hal manusiawi yang perlu dibangun terlebih dahulu untuk mencapai tujuan suatu acara atau kegiatan. Sebuah pertapaan dibangun dengan atmosfer sunyi dan jauh dari kebisingan dengan tujuan untuk mencapai tingkat meditasi dan keintiman dengan sang Pencipta. Informasi dari lektor sebelum Misa sering terdengar, ”Menon-aktifkan Hp, menjaga anak-anak dari hilir mudik” untuk menciptakan suasana tenang. Akan tetapi hal inipun jarang dapat terealisasi. Inilah fungsi petugas yang tidak hanya memberikan tempat duduk bagi umat yang telat dan mengatur Komuni, tetapi juga menjaga kondisi yang diharapkan tetap terjaga. Petugaspun tidak dapat bekerja sendiri dan dituntut pula kepekaan umat dalam menyikapinya, tegur halus kanan, belakang, depan bila atmosfer mulai tidak terpenuhi, tegur kasih kepada anak anda bila rewel atau tingkah lakunya mengganggu suasana doa dan tuntun anak anda setahap demi setahap untuk menertibkan diri ketika berada di Rumah Tuhan. Suatu waktu saya pernah menghadiri sebuah perayaan ekaristi di gereja Ortodok- Kalimalang, atmosfer kesakralan menurut saya berhasil mereka ciptakan, baik dari cara berpakain (wanita memakai kerudung) dan bau dupa yang membawa sikap konteplatif kepada umatnya. Hal ini bukanlah tujuan saya membandingkan dengan Gereja Katolik, akan tetapi tidaklah salah bila hal yang positif dapat menjadi informasi bagi kita semua.

Perayaan Ekaristi , Surga di atas bumi

Dari penjabaran singkat mengenai kondisi umat dalam menghadiri Misa , saya ingin mengajak anda mengingat kembali dan menyegarkan pengetahuan tentang Ekaristi yang diawali dengan kata kunci ”Sadarkah anda bahwa Ekaristis adalah suatu perayaan Surga di atas bumi dan bersama orang kudus dan Bunda Maria menghadirinya?” Informasi mengenai Ekaristi ini adalah sebuah intisari yang saya ambil dari beberapa pemikir seperti Prof.Scott Hahn dan Romo Pidyarto. Buku Scott Hahn yang berjudul The Lamb’s Supper , The Mass As Heaven on Earth menggoda saya untuk membagikan informasi mengenai Ekaristi kepada saudara-saudara saya dan dengan harapan sedikit demi sedikit kita dapat merubah sikap dan tingkah laku kita dalam mengikuti Misa.

Ekaristi

Ekaristi atau Sakramen Ekaristi biasanya orang memakai istilah ”merayakan kurban Misa dan merupakan peristiwa di mana Ia memateraikan Perjanjian-Nya dengan kita dan menjadikan kita anak-anakNya. Bila kita mencoba merenungkan, apa yang telah dilakukan Yesus menjelang wafat-Nya. Ia mengadakan perjamuan terakhir bersama murid-murid-Nya yang meminta untuk umat selalu mengenang / peringatan Perjamuan Terakhirnya ”Perbuatlah ini...menjadi peringatan akan Aku” (1 Kor 11:25) dan dalam misa Yesus membuat Perjanjian Baru-Nya sekali lagi, dan tidak adil bila saat ini kita menanggapinya dengan sikap yang kurang berkenan berkaitan dengan sikap dan tingkah laku kita selagi Misa . Dan untuk lebih mendalam marilah kita lihat definisi dari Ekaristi.

Ekaristi berdasarkan Kamus Teologi adalah kata yang dipakai untuk menyebut seluruh upacara Misa, khususnya bagian kedua (sesudah perayaan Sabda), yang mencapai puncaknya pada konsekrasi roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Krsitus dan berakhir dengan komuni. Ekaristi juga menunjukkan kehadiran nyata Kristus dalam rupa roti dan anggur. Ekaristi yang diadakan oleh Kristus pada perjamuan terakhir, adalah yang paling agung di antara sakramen-sakramen yang lain dan merupakan pusat hidup Gereja. Sebagai kurban pujian dan syukur, dimana Kristus hadir sebagai imam dan kurban, Ekaristi menghadirkan kembali perjanjian Baru (1 Kor 11;25 ; Luk22:20) yang dihasilkan oleh wafat dan kebangkitan-Nya yang mendamaikan kita dengan Allah dan mengatisipasikan pemenuhan Kerajaan Allah. Sebagai perjamuan, Ekaristi (Kis2 :46) menjadikan kita peserta dalam perjamuan Tuhan sendiri dan mengungkapkan kesatuan kita yang terdalam di dalam Gereja. Sebagai kuban dan perjamuan, Ekaristi secara berdayaguna melambangkan kurban persembahan bagi orang lain, yang merupakan panggilan semua orang Kristiani.

Penjabaran yang cukup panjang dari kamus teologi karangan Gerald O’Collins,SJ dan Edward G.Farrugia,SJ membuka kembali hati kita untuk menanggapi Ekaristi dengan cara hormat. Kita dapat melihat dari awal penjabaran bahwa Ekaristi dipakai untuk menyebut seluruh upacara Misa. Bagian-bagian atau urutan-urutan dalam upacara misa mulai dari Liturgi Sabda ( masuknya Imam, ritus pembukaan, ritus pertobatan dan pembacaan Kitab Suci) dilanjutkan dengan Liturgi Ekaristi (persembahan, Doa Syukur Agung, ritual Komuni Kudus dan ritual penutup) merupakan perwujudan partisipasi kita yang penuh misteri dalam liturgi surgawi, Paus Yohannes Paulus II menyebut Misa Kudus sebagai ”Surga di atas bumi.”

Ekaristi juga menunjukkan kehadiran nyata Kristus dalam rupa roti dan anggur. Konsili Trente mengajarkan demikian, ”dengan konsekrasi atas roti dan anggur, terjadilah perubahan substansi roti menjadi substansi Tubuh Kristus, dan substansi anggur menjadi substansi Darah-Nya” (Transsubstansiasi). Adapun perubahan susbstansial ini bukan karena kata-kata imam sebagai manusia, melainkan bekat kuasa Roh kudus yang kehadiran-Nya diundang sebelum konsekrasi dan berkat kuasa Sabda Yesus yang menjanjikan kehadiran Tubuh dan Darah-Nya. Konsekrasi adalah bagian inti dari Doa Syukur Agung yang mengisahkan kembali apa yang dilakukan Yesus pada malam terakhir: ”Pada hari sebelum menderita. Ia mengambil roti ..”dan seterusnya sampai :”Kenangkanlah Aku dengan merayakan peristiwa ini.” Mengenang Perjamuan Terakhir akan menambah kuat iman kita bahwa roti dan anggur itu benar-benar diubah menjadi Tubuh dan Darah Yesus.

Ekaristi yang diadakan oleh Kristus pada perjamuan terakhir, adalah yang paling agung di antara sakramen-sakramen yang lain. Ritual Komuni merupakan puncaknya dari sakramen Ekaristi, kita menerima Tubuh Kristus dan sesuai dengan Sabdanya : ”Barang siapa yang memakan Aku akan hidup dalam Aku” (Yoh 6:57). Sikap dan tingkah laku kita yang tidak khusuk dan cenderung tidak hormat dalam misa adalah digolongkan sebagai kelalaian dan kelemahan manusiawi. Kita tetap diperkenankan untuk menerima Tubuh Kristus, akan tetapi lebih baik lagi bila kita tidak menerimanya, sebab tidak banyak artinya menerima komuni bila tanpa kesadaran dan persiapan yang memadai. Scoot Hahn dalam bukunya The Lamb’s Supper, menggambarkan penerimaan Tubuh Kristus sebagai puncak dari keseluruhan kesakralan Ekaristi dan juga harapan kita :” Kita menerima Dia (Hosti), yang kita puji dalam kemuliaan dan nyatakan dalam Syahadat! Kita menerima Dia, yang di hadapan-Nya kita berjanji dengan janji suci kita! Kita menerima Dia, yang adalah Perjanjian Baru yang ditunggu-tunggu sepanjang sejarah kemanusiaan! Pada saat Kristus datang di akhir zaman, Kemuliaan-Nya tidak lebih daripada Kemuliaan yang Ia punyai pada saat ini, ketika kita memakan seluruh keberadaan-Nya. Di dalam Ekaristi kita menerima apa yang menjadi diri kita untuk segala kekekalan, pada saat kita dibawa naik ke surga untuk bersatu dengan mahluk-mahluk surga di dalam perjamuan perkawinan Anak Domba.”

Berdamai dengan Allah adalah misi Yesus dalam memperbarui Perjanjian Baru-Nya dengan umatnya, ”Kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus” (Rm 5:1). Mengakui kesalahan dan dosa dengan sadar, bukan hanya sebuah hapalan tanpa menghayatinya dalam diri segala perbuatan yang tidak menyenangkan Allah, ”Saya mengaku kepada Allah Yang Maha Kuasa ...” Didache (ajaran para Rasul) mengatakan bahwa pengakuan dosa harus mendahului keikut-sertaan kita dalam perayaan Ekaristi, dan kita mohon pengampunan dan menyerahkan diri kita pada kemurahan pengadilan surga.

Wafatnya di kayu salib puncak dari ketaatan kepada Bapa untuk menghapus dosa manusia, rasa syukur dan terima kasih kita ungkapkan dengan memenuhi undangan-Nya untuk menjadi peserta dalam perjamuan Tuhan dan dengan setia mendengarkan firmannya dalam ibadat Sabda. Origenes (ahli Kitab Suci dari masa Gereja perdana) menekankan kepada umat Kristen untuk menghormati kehadiran Kristus pada pembacaan Injil seperti juga menghormati kehadiranan-Nya di dalam Hosti. Kesetiaan kita tunjukan dengan rasa hormat pada setiap urutan Misa Kudus, mulai Ibadat Sabda sampai dengan Ibadat Ekaristi, karena itu semua merupakan satu kesatuan dan saling terkait satu sama lain Kita tidak bisa hanya khusuk di Ibadat sabda dan lalai di Ibadat Ekaristi atau sebaliknya. Kecenderungan kita adalah puas setelah menerima Komuni dan pulang sebelum misa berakhir dengan kata lain kita sering lupa untuk berterima kasih setelah menerima Tubuh Kristus dan lupa untuk membawa berkat dan perutusan.

Dan dari penjabaran sederhana ini, kembali kita diajak untuk melihat kondisi kesiapan kita dalam menghadiri undangan-Nya, mulai dari keluar rumah sampai keluar dari Rumah-Nya, ”Sudahkah saya memenuhi sikap hormat dalam menanggapi undangan-Nya.” Indah rasanya bila atmosfer hormat tetap terjaga sepanjang Misa berlangsung dan kita selalu menyadari bahwa yang kita lakukan setiap minggu bukanlah sebuah rutinitas belaka yang membosankan dan penuh dengan pengulangan. Akan tetapi menyadari bahwa menghadiri Misa Kudus berarti menerima kepenuhan rahmat, kehidupan sejati Tritunggal Mahakudus. Tak ada kekuatan di surga maupun di dunia dapat memberikan yang lebih kepada kita daripada apa yang kita terima di dalam Misa Kudus, karena kita menerima Allah di dalam diri kita.

Jadi sekali lagi bolehlah kita mengingat kata yang tertulis di slempang itu ”Hormatlah di Rumah Tuhanmu.”

Yoseph Kristianto

Warga Paroki St.Mikael -Kranji

Lingkungan Agustinus 1

Alamat : Kompl.Harapan Baru 2

Jalan Cendrawasi Blok. H I No.6

Kranji - Bekasi

Email : yoseph_kristianto@yahoo.com


Daftar Pustaka

Hahn, Scott

2006 The Lamb’s Supper, The Mass As Heaven On Earth – Perjamuan Anak Domba, Perayaan Ekaristi, Surga Di Atas Bumi : Dioma

Collins, Gerald O, SJ

Farrugia, Edward G , SJ

2001 Kamus Teologi , Yogyakarta : Kanisius

Gunawan, H.Pidyarto, Dr, O.Carm

2006 Umat Bertanya Romo Pid Menjawab, Jilid 4, Yogyakarta : Kanisius

Gunawan, H.Pidyarto, Dr, O.Carm

2006 Umat Bertanya Romo Pid Menjawab, Jilid 5, Yogyakarta : Kanisius

Sang Profesor Kembali Ke Roma

SANG PROFESOR KEMBALI KE ROMA

By Yoseph Kristianto

Kept1-11/01/1106

Begitu membaca buku “Roma Rumahku” (ROME Sweet Home) karangan Scott & Kimberly Hahn, hati saya tergerak untuk menyebarkan informasi yang ada di dalam buku Kesaksian ini kepada sahabat-sahabat saya di KEP angkatan I. Sahabat-sahabat saya di KEP Angk.I mungkin ada yang sudah mendengar atau membaca buku tersebut dan saya mencoba untuk mengambil saripati dari buku Dahsyat (hanya prespektif Scott Hahn yang saya tuliskan di sini) ini untuk menambah informasi dan pengetahuan keimanan Katolik, dimana hal tersebut harus terus tertanam dan bertumbuh.

Saya mulai dengan memperkenalkan sang pengarang, Scoot Hahn adalah seorang Profesor Teologi yang lahir dari keluarga Protestan dan dibaptis sebagai umat Presbyterian[1] . Semua karya Martin Luther dan Johannes Calvin telah dipelajarinya sehingga menumbuhkan kayakinannya yang kuat sebagai seorang yang anti Katolik. ”Aku berusaha memperbaiki dan membebaskan orang-orang Katolik yang terikat pada karya-karya non-alkitabiah, legalisme pembenaran. Luther meyakinkan aku bahwa orang Katolik percaya mereka telah diselamatkan oleh perbuatan-perbuatan mereka tetapi Alkitab mengajarkan pembenaran oleh Iman saja, Soal Fide.”(hlm 9).

Begitu besar sikap antinya terhadap Katolik sehingga Scott menyetujui pernyataan bahwa Paus adalah sang anti –Kristus dan bahwa Gereja Roma adalah wanita pelacur dari Babilon (hlm.42). Serangan demi serangan dilancarkan oleh Scott terhadap Katolik dan iapun sengaja menyebarkan ajaran-ajarannya kepada para mudika Katolik secara terencana. ”Aku sengaja mengambil sasaran orang-orang Katolik Roma karena kasihan dan keprihatinan atas kesalahan-kesalahan dan kepercayaan takhyul mereka”. (hlm.23). Semua Ajaran Katolik menjadi sasaran utama seorang Scoot sampai akhirnya ia tiba dipersimpangan jalan untuk menerima Dogma dan doktrin Gereja Katolik pada tahun 1986 (lebih cepat 5 tahun dari rencananya untuk menerima Katolik sebagai agamanya).

Apa saja ajaran Katolik yang menjadi sasarannya untuk diserang yang pada akhirnya ia terima dan sekaligus kita umat Katolik mendapatkan tambang emas pengetahuan akan iman kita. Hal yang diungkapkan oleh Scott sebenarnnya telah diajarkan oleh bapa-bapa Gereja[2] dan kembali dimunculkan kembali Professor Scott Sang Detektif Alkitabiah.

1. Kontrasepsi

Hal pertama yang menjadi awal pemikiran Scott Hahn adalah masalah kontrasepsi yang ingin diangkat oleh istrinya Kimberly sebagai bahan pendalaman masalah moral di sekolah seminari teologi Gordon Conwell. ”Kontrasepsi? Itu sebuah pilihan pada tahun yang lalu, tetapi tidak seorang pun memilihnya. Itu benar-benar masalah orang Katolik” (hlm 43). Buku Karangan Jhon Kippley yang berjudul Sex dan Perjanjian Nikah, terbitan Liturgical Press menjadi pegangan Kimberly untuk mengupas masalah Kontrasepsi. ”Orang ini Katolik! Pengikut Paus! Apa yang dilakukannya dengan membajak gagasan Protestan mengenai perjanjian? Aku ingin tahu apa yang hendak dikatakanya dalam buku ini” (hlm 45)

Kippley berpendapat bahwa setiap perjanjian mengandung suatau penetapan di mana perjanjian itu disahkan dan diperbarui : dan bahwa penikahan adalah penetapan perjanjian. Pada saat nikah perjanjian diperbarui. Allah menggunakannya untuk memberi suatu kehidupan baru. Membarui perjanjian nikah dan menggunakan alat pencegah kelahiran untuk menghancurkan kemungkinan tumbuhnya suatu kehidupan baru adalah sebanding dengan menerima Sakramen Ekaristi dan kemudian meludahkannya ke tanah. Perjanjian nikah mencerminkan kuasa kasig yang luar biasa yang memberi kehidupan dalam perjanjian dalam cara yang khas (hlm 45). Pada saat Allah menciptakan manusia laki-laki dan wanita perintah pertama yang ia berikan pada mereka adalah agar mereka jadi subur dan bertambah banyak. Ini untuk mencerminkan Allah, Bapa, Putra dan Roh Kudus, tiga dalam satu pribadi, keluarga Ilahi. Jadi ketika dua orang menjadi satu dalam perjanjian nikah, di mana kesatuan mereka menjadi begitu nyata sehingga sembilan bulan kemudian mereka harus memberinya sebuah nama! Anak merupakan perwujudan dari keutuhan perjanjian itu.”Aku mulai menyadari bahwa setiap kali aku dan Kimberly melakukan tindak suami –istri kami melakukan sesuatu yang suci. Dan setiap kali kami merintangi kuasa kasih yang memberi hidup dengan kontrasepsi, kami melakukan sesuatu yang profan.” (memperlakukan sesuatu yang suci dengan biasa-biasa saja berarti mencemarkannya, demikian didefiniskan) (hlm 46). ”Aku mulai tergoda. Gereja Katolik Roma dengan gagah berani dan integritas berdiri sebagai satu-satunya golongan agama di dunia yang mengajar kebenaran yang tidak populer ini. Gereja Katolik ternyata masih melakukan sesuatu yang benar.” (hlm.47).

2. Baptisan Bayi

Kembali ke asrama beberapa orang temanku mulai membicarakan ”baptisan ulang”. Dengan cepat kami semua telah bertumbuh dalam iman dan bersama-sama menghadiri persekutuan setempat. Pendetanya-seorang pembicara yang mempesona mengajar bahwa kami yang dibaptis ketika masih bayi tidak pernah benar-benar dibaptis. ” Aku mengangkat bicara, Tidakkah kalian pikir kita sendiri perlu mempelajari Alkitab untuk memperoleh keyakinan apakah ia telah berbicara benar” (mengenai baptisan bayi) (hlm 24).

Scott dalam studinya mendalami dan mengkhususkan studinya pada gagasan perjanjian dengan Allah, mendapat usulan dari guru alkitabnya untuk mangambil topik baptisan bayi sebagai tugas risetnya. Dalam risetnya Scott mempelajari setiap kitab perjanjian dan membuatnya menjadi jelas. ”Untuk selama dua ribu tahun, dari zaman Abraham hingga kedatangan Kristus, Allah menunjukkan pada umat-Nya bahwa Ia menghendaki bayi-bayi mereka berada dalam ikatan perjanjian dengan diri-Nya. Cara melakukkannya sederhana : beri mereka tanda perjanjian” (hlm 26) Dan pada perjanjian baru Scott menemukan sebuah perikop dari Injil Matius, ”Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat 19:14). Dan di Kisah para Rasul tertulis ”Bertobatlah dan hendaklah kami masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Krsitus untuk pengampunan dosa-dosamu dan kamu akan menerima karunia Roh Kudus. Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu...,” (Kis 2:38-39). ” Dengan perkataan lain, Allah masih menginginkan anak-anak di dalam perjanjian dengan diri-Nya” (hlm 27) Hal ini mengejutkan Scoot bahwa Gereja Katolik sudah melakukan baptisan bayi sejak semula. Hasil risetnya diinformasikan kepada teman-temannya, yang hasilnya ialah mereka tidak ingin mendengarnya apalagi membicarakannya.


Aku merasa tidak enak karena aku terus mempelajari hal tersebut” (hlm 27).

3. Liturgi

Aku cukup mendalami pengertian bahwa, ”bila sesuatu itu dari Roma (artinya Katolik Roma), itu pasti salah”. Tetapi nyatanya, aku mulai merasa pentingnya liturgi bagi perjanjian terutama bagi orang-orang Ibrani. Liturgi mewakili cara Allah menjalankan fungsi kebapaan-Nya dalam keluarga perjanjian dan memperbarui perjanjian-Nya secara berkala. (hlm 73-74).

Gagasan demi gagasan telah ditemukan Scott dari hasil penyelidikannya dan ia berpikir bahwa telah menemukan gagasan baru, yang ternyata gagasan tersebut telah diketahui lebih dulu oleh Bapa-bapa Gereja awal. Aku tiba pada beberapa pertanyaan : ”Mengapa Gereja kami begitu berpusat pada gembalanya? Mengapa pelayanan kebaktian kami bergitu berpusat pada khotbah? Dan mengapa khotbah-khobatku tidak benar-benar disusun untuk mempersiapkan umat Allah menyambut Komuni”? (hlm 75). Scott kembali dalam hal ini mengkaitkan dengan apa yang menjadi keahliaannya mengenai Perjanjian dengan Allah. ”Aku sudah menujukan kepada jemaat Gerejaku bahwa satu-satunya saat di mana Kristus menggunakan kata Perjanjian adalah ketika Ia mengadakan perjamuan Ekaristi, atau komuni”.

Gagasan yang dilontarkan oleh Scott mendapat pertanyaan dari jemaatnya, Scott, tidakkah engkau berpendapat bahwa menerima komuni setiap minggu akan menjadi suatu rutinitas yang berlebihan? Pada akhirnya, kebiasaan akan menumbuhkan rasa tak hormat.” Dalam hal ini Scott menjawab pertanyaan jemaatnya dengan sebuah pertanyaan pengandaian : ” Baik izinkan aku bertanya padamu mengenai ini . Apakah engkau memilih untuk membarui perjanjian nikah dengan istrimu empat kali setahun ? Setidaknya, itu mungkin menjadi suatu rutinitas, dan kebiasaan menumbuhkan rasa tak hormat”. Dan diluar dari gagasan Scott saya mengutip jawaban atas pertanyaan umat kepada Romo Pidyarto (dalam bukunya ”Umat Bertanya, Romo Pid Menjawab”, jilid 4), bahwa kita harus menghindari paham yang kurang tepat ini, menerima komuni setiap minggu bukanlah suatu rutinitas belaka yang menghilangkan nilai kesuciannya, akan tetapi kita lebih melihat penerimaan tubuh Kristus dalam segi Kualitas bukan Kuantitas. Atau lebih jelasnya dalam Denzinger-Schonmetzer (DS)[3] dikatakan ”Maka kurban itu bukan hanya kurban pujian dan syukur, atau semata-mata pengenangan saja akan kurban salib, tetapi kurban pelunas sendiri” (DS 1751; 1753).

Dan semenjak gagasan Scott diterima oleh jemaatnya, maka bersama jemaatnya merayakan komuni setiap minggu dan menjadi titik puncak pelayanan ibadat Gerejanya. ”Membaca surat kepada orang-orang Ibrani dan Injil Yohanes membuat aku melihat bahwa liturgi dan sakramen –sakramen adalah bagian yang penting dari Kehidupan Keluarga Allah”. (hlm 77).

4. Paus

Ketika Scott memberikan pelajaran mengenai seluruh isi Alkitab kepada mahasiswanya, seorang murid bertanya, ”Bagaimana gambaran keluarga sedunia ini?”

Aku menggambarkan sebuah piramida besar di papan, dan menerangkan, ”seperti suatu keluarga besar yang meliputi seluruh bumi, dengan berbagai figur bapa pada setiap tingkatan yang ditunjukan oleh Allah untuk menyampaikan kasih dan hukum-Nya pada anak-anak-Nya.” Seorang murid Katolikku memberi komentar dengan lantang. ”Piramida itu mirip sekali dengan Gereja Katolik, dengan Paus di puncaknya.”

Oh tidak ,” Scott segera menanggapi. ”Apa yang aku berikan kepadamu adalah penawar terhadap ajaran Katolik.” Aku sungguh percaya atau setidak-tidaknya mencoba untuk percaya. ”Di samping itu, Paus adalah seorang diktaktor: Ia bukan seorang bapa. Akan tetapi semua muridnya sermpak berkata ’tetapi Paus[4] itu bearti bapa.” Dan secara legawa Scott mengakui bahwa, ”Oke, jadi orang-orang Katolik benar lagi dalam hal yang lain. Aku dapat mengakuinya , meski aku takut.” (hlm 79).

Murid-muridnya dalam jam makan siang mengadakan pemilihan suara, dan menghasilkan suara bulat, bahwa mereka berpendapat Scott akan menjadi seorang Katolik Roma. ”Aku tertawa-agak gelisah,. ITU GILA! Rasa dingin mengalir naik turun ditulang belakangku” (hlm 80).

Hal terpenting dalam pembahasan adalah mengenai Paus (jabatannya secara Alkitabiah) dan Infalibilitas5[5].

Dalam perjalanannya menuju York Steak House bersama Dr.Gerstner (seorang ahli teologi Calvin didikan Havard dengan keyakinan anti Katolik yang kuat dan memberikan stigma bahwa Gereja Katolik adalah Sinagoga setan), Scott mendapat pertanyaan dari Gerstner mengenai dasar alkitabiah mana yang ia temukan untuk Paus. Bagaimana jawaban Scott terhadap pertanyaan tersebut yang dibahasnya secara alkitabiah. Saya akan menyalinnya secara utuh dari jawaban Scott, sebagai berikut

Dr.Gerstner, Anda tahu bagaimana Injil Matius menekankan peran Yesus sebagai Putra Daud dan Raja orang Israel, yang diutus Bapa untuk meresmikan berdirinya Kerajaan Surga? Aku Percaya bahwa Matius 16:17-19 menunjukan pada kita bagaimana Yesus mendirikannya. Ia memberi Simon tiga hal : pertama, nama baru Petrus (batu karang); kedua , Ia berjanji untuk mendirikan di atas Petrus; dan ketiga,

kunci dari Kerajaan Surga. Aku temukan yang ketiga ini sangat menarik.

”Ketika Yesus berbicara mengenai ’kunci Kerajaan’, Ia mengacu pada ayat Perjanjian Lama yang penting, Yesaya 22:20-22, dimana Hizkia pewaris takhta Daud dan Raja orang Israel di zaman nabi Yesaya, mengganti Perdana Menterinya yang lama Shebna dengan Elyakim. Setiap orang dapat berkata yang mana dari anggota kabinet yang menjadi Perdana Menteri baru karena ia diberi ’kunci kerajaan’. Dengan mempercayakan ’kunci Kerajaan’ kepada Petrus, Yesus memberi kuasa Perdana Menteri untuk mengatur Gereja sebagai Kerajaan-Nya yang di bumi. ”Kunci itu adalah tanda, dari jabatan dan martabat Petrus yang harus diteruskan penggantinya, jadi ini telah diwariskan dari abad ke abad.” (hlm. 119)

Gerstner menanggapinya dengan berkata, ”Suatu jawaban yang cerdik, Scott” dan ia merasa tidak yakin bahwa telah mendengar sebelumnya dan akan memikirkannya lebih dalam mengenai hal itu.

Hal ini dalam Katolik kita ketahui sebagai Successio Apostolica (Suksesi Apotolik).

Pembicaraan Gerstner dengan Scott berlanjut kepada pertanyaannya mengenai bagaimana Scott dapat berpikir bahwa Allah membuat Petrus tidak bisa bersalah? (kaitannya dengan Infalibilitas Paus). Scott menghentikan mobilnya sejenak untuk menjawab pertanyaan Gerstner, ”Dr Gerstner, Protestan dan Katolik setuju bahwa setidaknya dalam beberapa kesempatan Allah pasti membuat Petrus tidak bersalah , misalnya ketika ia menulis suratnya yang pertama dan kedua. Jadi kalau Allah dapat membuatnya tidak bersalah ketika mengajar dengan sah dalam bentuk tertulis , lalu mengapa Allah tidak mencegah dia dari berbuat kesalahan ketika ia pribadi mengajar dengan lisan dan sah? Dengan cara yang sama, bila Allah dapat berbuat terhadap Petrus demikian dan juga pada rasul-rasul lain yang menulis Injil lalu mengapa Allah tidak dapat melakukannnya pada para penerus mereka juga, terutama karena Allah dapat melihat sebelumnya kekacaubalauan yang akan terjadi kalau Ia tidak menjaga agar mereka tidak berbuat kesalahan? (hlm 125-126).
Untuk masalah Infalibilitas Paus saya akan menginformasikan kepada rekan-rekan secara lebih lengkap ditulisan berikutnya.

5. Maria

Penghalang yang paling kuat dari segalanya yang dihadapi Scott saat itu adalah Maria, karena begitu banyak doktrin dari Gereja Katolik telah terbukti benar alkitabiah sehingga memutuskan untuk melangkah dengan iman kepada yang satu ini (hlm.113). Semasa mudanya Scott pernah mencerai-beraikan Rosario milik Nenek nya (satu-satunya keluarga Hahn yang Katolik). ”Aku pegang Rosario miliknya di tanganku dan merengutnya hingga ceri-berai dengan berkata, ”Allah, bebaskan dia dari rantai-rantai agama Katolik yang telah mengikat dirinya.” (hlm 10). Scott merasa bahwa 99 kali dari 100 hal, Gereja Katolik benar dan satu-satunya penghalang adalah Maria.

Chris sahabat Scott diperguruan tinggi tampaknya mendengar bahwa Scott sedang berpacaran dengan ”pelacur dari Babilon”, dan menghubunginya untuk bertanya ”Scott apakah sekarang engkau menyembah Maria?” Dan setengah kesal Scott menjawab pertanyaan menyerang dari Chris, bahwa orang Katolik tidak menyembah Maria, mereka hanya sangat menghormatinya. Scott memberikan beberapa argumennya yang didasari oleh Alkitab.

Dua prinsip dasar alkitabiah : Pertama, Engkau tahu bahwa sebagai seorang laki-laki, Kristus memenuhi hukum Allah dengan sempurna, termasuk perintah untuk menghormati bapa dan ibu-Nya. Menghormati dalam bahasa Ibrani adalah Kaboda, yang secara harfiah berarti memuliakan. Jadi Kristus tidak saja menghormati Bapa Surgawi –Nya; Dia juga dengan sempurna menghormati ibu duniawi-Nya, Maria, dengan mencurahkan kemuliaan Ilahi-Nya sendiri kepadanya.

Prinsip yang kedua adalah lebih mudah lagi : menjadi serupa dengan Kristus. Jadi, kita sekedar meniru Kristus dengan tidak hanya menghormati ibu kita sendiri tetapi menghormati siapa saja yang Ia hormati – dan dengan rasa hormat yang sama seperti yang diberikan-Nya. Dan Lukas 1:48 mengatakan, ”Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia. Inilah yang dilakukan dengan doa Rosario, ia memenuhi Alkitab itu (hlm 115-116). Tuhan mengambil seorang gadis petani yang rendah hati dan memuliakannya menjadi orang yang akan memberi tubuh manusia yang tak berdosa kepada Pribadi Tritunggal yang kedua, sehingga Ia dapat menjadi Penebus kita.

6.Sola Fide & Sola Scritura

Pada suatu kesempatan Profesor Scott Hahn, mendapat pertanyaan dari mahasiswanya mengenai Sola Fides tidak alkitabiah dan di manakah Alkitab yang mengajarkan Sola Scriptura sebagai otoritas tunggal? Keringat dingin mulai mengucur karena ia tidak pernah mendengar pertanyaan demikian sebelumnya. Scott mulai menjawab dengan 2 Timotius3:16-17. Seluruh Alkitab diilhami oleh Allah dan bermanfaaat untuk mengajar, untuk membuktikan kembali, untuk memperbaiki kesalahan, dan untuk melatih kebajikan sehingga utusan Allah diperlengkapi untuk melakukan setiap perbuatan baik. Dan kita akan melihat tentang perkataan Yesus mengenai tradisi dalam Matius 15.”

Akan tetapi tanggapan mahasiswanya sangat menusuk, ”Tetapi Profesor, Yesus tidak mengutuk semua tradisi dalam Matius 15, tetapi hanya tradisi yang melenceng. Ketika 2 Timotius 3:16 berkata”segala tulisan yang diilhamkan Allah, Ia tidak berkata bahwa hanya Alkitab bermanfaat. Doa evangelisasi dan banyak hal lain juga perlu. Dan bagaimana mengenai 2 Tesalonika 2:15?” Apa yang dikatakan oleh Paulus ”Sebab itu berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan , maupun tulisan.” Dan Scott segera menghentikan pembahasan tersebut dan berjanji akan kembali mensharingkan jawabannya itu minggu depan (Scott merasa tidak puas dengan jawabannya sendiri).

Dan pada kesempatan lain Scott menanyakan mengenai Sola Scriptura kepada Gerstner. Akan tetapi Gerstner malah balik bertanya, ”bila engkau sependapat saat ini kita memiliki Sabda Allah yang benar dan diilhami oleh-Nya sendiri dalam Alkitab, Maka apa lagi yang kita butuhkan?’ Scott menjawab mengenai Sabda Allah dengan memberi sebuah kesan : Sejak Reformasi, telah berdiri lebih dari 25 ribu denominasi (golongan) Protestan yang berbeda, dan para ahli mengatakan sekarang ini adal 5 denominasi baru lagi dibentuk setiap minggu. Mereka masing-masing menyatakan mereka mengikuti tuntunan Roh Kudus dan makna Alkitab yang benar.

Kristus tidak mewariskan pada kita hanya sebuah buku dan Roh-Nya saja. Ia tidak pernah menyatakan di mana pun dalam Injil para rasul untuk mencatat sabda-Nya kecuali bahwa kurang dari separuh dari mereka telah menulis kitab yang kemudian dimasukan ke dalam Perjanjian Baru (hlm 123). Aku pikir persoalan utamanya adalah apa yang diajarkan Alkitab mengenai Sabda Allah, sebab tidak disebut di manapun juga Ia membatasi Sabda Allah hanya kepada Alkitab saja. Sebaliknya Injil mengatakan kepada kita di banyak tempat bahwa Sabda Allah yang benar harus ditemukan dalam Gereja: Tradisinya (2 Tes 2:15 ; 3: 6) seperti dalam khotbah dan ajarannya (1ptr1:25; 2Ptr1:20-21; Mat 18:17). Karena itu aku berpendapat Injil mendukung Prinsip Katolik Sola Verbum Dei, Sabda Allah saja, daripada slogan Protestan Sola Scriptura, Alkitab saja (hlm 124). Dan mengenai Sola Fide, Iman saja, kita dapat melihat pada Yak 2: 28 ” Sebab seperti tubuh tanpa Roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.” Dan ini mau dikatakan bahwa tidak cukup iman yang menyelamatkan kita tetapi juga harus dilengkapi dengan perbuatan-perbuatan.

Demikianlah sebagian kecil dari buku Rome Sweet Home (Roma Rumahku) yang dapat saya sampaikan dan bila rekan-rekan ingin mengetahu lebih lengkap dapat membeli di toko buku seperti Gramedia atau Obor. Semoga tulisan singkat ini dapat menambah wawasan keimanan kita dan sekaligus mempertebal kecintaan kita kepada Kristus dan mempelainya yaitu Gereja Katolik.

Tuhan Berkati

Daftar Pustaka

Hahn, Scott dan Kimberly

2006 Rome Sweet Home – Roma Rumahku, Malang : Dioma

Collins, Gerald O, SJ

Farrugia, Edward G , SJ

2001 Kamus Teologi , Yogyakarta : Kanisius

Gunawan, H.Pidyarto, Dr, O.Carm

2006 Umat Bertanya Romo Pid Menjawab, Jilid 4, Yogyakarta : Kanisius




[1] . Kaum Presbiterian mengikuti tradisi John Calvin (1509-1564 dan John Knox (1505-1572, seorang reformator

dari Scotlandia.

[2] Bapa-bapa Gereja Awal adalah nama umum bagi orang-orang Kristiani awal yang menulis dalam bahasa Yunani,Latin, Siria dan Armenia, yang ajarannya serta kesucian pribadinya secara umum diakui dalam Gereja dan mereka menghasilkan karya klasik dalam kebudayaan Kristiani (Instruksi yang dikeluarkan oleh Kongregasi Urusan Pendidikan Katolik 1989). Dalam perselisihan teologis, orang sering merujuk pada Bapa-bapa Timur dan Barat. Kesamaan pendapat mereka dipandang sebagai argumen yang menentukan. Bapa-bapa Gereja berakhir dengan St.Isidorus dari Sevila (560-636) dan di Timur dengan St.Yohanes dari Damaskus (675-749)

[3] DS adalah suatu kumpulan kutipan dari dokumen-dokumen Gereja, yang untuk pertama kalinya diterbitkan oleh Heinrich Joseph Denzinger pada tahun 1854. Cetakan yang ketiga puluh lima, dengan perbaikan yang dilakukan oleh Adolf Schonmetzer, terbit pada tahun 1973.

[4] Paus berasal dari kata Papas bahasa Yunani yang berarti bapa.

[5] Infalibilitas adalah bebas dari kemungkinan sesat dalam hal-hal yang berkaitan dengan iman dan kesusilaan yang diwahyukan. Ini dianugerahkan oleh Kristus kepada seluruh Gereja dangan perantaraan Roh Kuus (Yoh16:12-15, LG12), khususnya kepada seluruh dewan uskup dalam kesatuan dengan paus, pengganti Petrus.

♥ HATIMU MUNGKIN HANCUR, NAMUN BEGITU JUGA HATIKU

 ♥ *HATIMU MUNGKIN HANCUR, NAMUN BEGITU JUGA HATIKU* sumber: https://ww3.tlig.org/en/messages/1202/ *Amanat Yesus 12 April 2020* Tuhan! Ini ...