Jumat, 14 September 2007

Bunda Maria - Sebuah Tinjauan Biblis


Ditulis oleh Pater Gabriel Rehatta [Pastor Paroki Epipania Agia Sophia Gereja Orthodox Indonesia - Kalimalang Jakarta Timur]
Disunting oleh Leonard T. Panjaitan

MARIA

I. Nubuatan Nabi Yesaya

Kitab Suci tidak banyak mengisahkan perihal Ibu dari Yesus Kristus, Juruselamat kita, walaupun dalam Tradisi Pengajaran Gereja serta dalam Teologi dan Kristologi Gereja, peranan Bunda Maria, Dara Nazaret ini sangatlah penting. Maria adalah ti­tik tolak dalam sejarah manusia, sebuah jembatan dimana Yang Ilahi turun ke dunia, sehingga yang fana dapat mengecap segala sesuatu yang ada di surga. Kabar gembira yang dibawa oleh Malaikat utusan Allah tidak hanya datang kepada Maria, tetapi juga kepada seorang laki-laki dari keluarga Nabi Daud yang bemama Yusuf. Yusuf saat itu ditunangkan kepada Maria, seorang wanita yang belum pemah bersuami (bdk. Lukas 1: 34). Tetapi dalam masa pertunangannya ini Yusuf mendapati Maria sudah dalam keadaan mengandung, sebagai seorang pria yang cukup dipandang ia bemiat untuk berpisah dari Maria. Tetapi Allah mengutus MalaikatNya dan berkata : "Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" - yang berarti: Allah menyertai kita (Matius 1 :23).

Referensi ini sebenamya ditujukan bagi Sang Bunda Allah, Maria disebut sebagai Sang Anak Dara. Sebutan Anak Dara ini merupakan sebuah terjemahan dari bahasa Yunani. Dalam bahasa Yunani ayat ini berbunyi: Ιδου η παρθενος εν γαστρι εξει και τεξεται υιον, και καλεσουσι το ονομα αυτυ Eμμανουηλ, ο εστι μεθερμηνενομενον, Mεθ ημων ο θεος. Kata "anak dara" menggunakan sebuah kata : παρθενος (Parthenos) yang berarti secara harafiah: Perawan atau gadis, dalam kamus umum bahasa Indonesia berarti: masih murni, belum kawin atau belum berbaur (tersentuh) dengan laki-Iaki. Ayat ini sebenamya diambil dari se­buah nubuatan oleh Nubi Yesaya: Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-Iaki, dan ia akan menamakan Dia Immanuel (Yesaya 7:14). Dalam bahasa Ibrani kata perawan/anak dara menggunakan kata "Alma" yang diterjemahkan sebagai wanita muda. Tetapi dalam terjemahan Septuaginta (LXX), Kitab Suci terjemahan kuno (seb. Masehi) yang menggunakan bahasa Yunani, yang dipakai tetaplah kata: παρθενος (Parthenos) yang berarti perawan. Tetapi apakah arti semuanya ini? Ini berarti bahwa Allah te­lah menubuatkan lewat para nabi tentang Perawan Maria dari Nazaret sebagai ibu (baca: orang­tua biologis) tunggal dari Yesus Kristus. Implikasinya adalah: segala yang berhubungan dengan kemanusiaan Kristus, kemanusiaan yang dipakaiNya untuk berjalan, untuk memberkati kanak-­kanak, untuk melakukan mujizat, untuk berkarya, untuk mati di kayu salib, untuk bangkit pada hari ketiga, tubuh yang dipaku dan darah yang dicurahkan adalah darah kemanusiaan, yang diambil dari Maria dari Nazaret. lnilah peranan Sang Perawan Suci bagi kehidupan bangsa manusia.

Gereja selalu memanggil Bunda Maria sebagai Sang Perawan Maria. Dalam leks liturgi Ekaristi yang di tulis olch St. Yohanes Krisostomos, Maria selalu ditulis sebagai : yang tersuci, yang termurni, yang terberkati, yang termulia dan yang Selalu Perawan Maria (Aειπαρθενος) atau secara gamblang berarti: yang perawan kekal Maria. Sebutan ini menjadi scbuah gelar yang amat digemari khususnya dalam Gereja Timur terutama dalam karya-karya sastra dan kidung Gereja, dengan demikian adalah sebuah pen­gajaran gereja bahwa Maria adalah seorang Perawan. Pengertian Maria se­bagai Perawan bukan terjadi dikemudian hari pada masa Gereja tetapi sudah sejak masa Peljanjian Baru. Sejak masa Perjanjian Baru, Gereja awal telah memiliki keyakinan bahwa pernyataan Manusia-Ilahi Yesus Kristus di dunia berbeda dengan manusia-manusia pada umumnya. Kristus dilahirkan oleh seorang ibu tanpa adanya campur tan­gan seorang ayah (laki-laki), dalam hal inilah Gereja Awal mempunyai pengertian awal tentang kelahiran Kristus dari seorang Perawan. Oleh sehab itu ibunya disebut sebagai perawan, perawan dalam arti sesungguhnya. Maria mengandung Kristus dari Roh Kudus. Harus dimengerti bahwa Roh Kudus bukanlah ayah kandung dari Kristus, pengertiannya adalah: Maria mengandung atas kuasa Roh Kudus, dalam keadaan sebagai seorang perawan.

II. Inkarnasi

Kristus menjadi manusia mengambil kodrat kemanusiaan dari Maria dengan perantaraan Roh Kudus, tetapi apa yang sebenarnya terjadi disini? Apakah makna Allah turun ke rahim Maria yang perawan dan menjadi manusia, sebagaimana yang dinubuatkan oleh Nabi Yesaya ? Apakah yang terjadi dengan Allah di sini? Sebelumnya kita harus mengerti bahwa Sang Firman Allah, Sang Logos (Putra Sang Bapa) adalah Allah yang Sejati, yang Satu Dzat-hakekat, Satu Kodrat dengan Sang Bapa. Ia turun dari surga menjadi manusia, walaupun di saat yang sama Ia adalah Ilahi dalam KodratNya. Inilah yang disebut dengan Inkarnasi, Yesus Kristus adalah Al­lah sejati dan manusia sejati, kedua kodratNya tidak mengalami perubahan, pemisahan dan pen­campur-bauran. Inkamasi juga tidak membentuk sebuah kodrat baru, kodrat campuran (allah­-manusia). Ia tetap Allah dalam kodratNya dengan segala atributNya dan Ia juga adalah manu­sia sejati dengan segenap intelektualitas dan kelemahan, Allah dan Manusia dalam satu Pribadi.

Inilah yang terjadi dalam rahim Maria dari Nazaret. Al­lah menjadi manusia sejati. Manusia seutuhnya, dengan segala kerentaannya, menjadi manusia berarti Ia menjadi mahk1uk bi­asa yang tidak kebal terhadap kelemahan dan kekurangan, walaupun di saat yang bersamaan Ia adalah Allah Pencipta langit dan bumi. KeIlahianNya sebagai Putera Sang Bapa tidak menambah, mengurangi dan mengimunisasi kualitas (memberi kekebalan kepada) kemanusiaan Yesus Kristus. Demikian juga kemanusiaan Yesus Kristus tidak mempengaruhi ataupun mencemari Kellahian dari Sang Sabda Allah. Singkat kata Sang Firman Allah menjadi manusia tanpa mengalami perubahan dan tanpa merubah sesuatu pun dalam kemanusiaanNya.

Dengan demikian Ia (Sang Sabda) turut merasakan setiap kelemahan yang dialami manusia tanpa campur tangan dari KeAllahan dalam diriNya. Dan melalui karya keselamatan yang Ia lakukan di dalam kemanusiaanNya, Ia merestorasi Kemanusiaan tersebut kembali kepada kemuliaannya yang semula-jadi.

Dan apa hubungannya dengan Maria kalau begitu ? Maria berperan dalam Gereja seba­gai pagar dogmatis bagi hal ini, Maria menjaminkan kepada kita bahwa Kristus, yang adalah Allah itu adalah benar-benar manusia, bahwa kodrat kemanusiaan itu benar-benar diambil oleh Allah untuk berinkarnasi, tubuh manusia yang benar, bukan sekedar lambing ataupun maya, seperti yang diajarkan oleh bidat-bidat gnostik di abad-abad awal Gereja. Melalui Maria kita mengetahui bahwa Allah benar-benar nyata datang sebagai manusia sejati tinggal berserta kita. Imanuel.

III. Maria yang Perawan dalam Perjanjian Lama

Dalam Perjanjian Lama terdapat begitu banyak nubuatan, simbolisme dan tipologi yang menun­jukan kepada Maria dan sebagai Bunda Tuhan dan sebagai Sang Perawan. Diatas kita sudah membaca Nubuatan dari Nabi Yesaya mengenai karya Allah, lewat Maria, Sang Perawan akan mengandung dan melahirkan Sang Imanuel (Yesaya 7:14), sebuah nubuatan yang secara lang­sung dikutip dalam pembukaan Injil Matius (Matius 1 :23).

III. 1 Proto-evangelion dalam Kitab Kejadian

Dalam Kitab Kejadian terdapat sebuah kisah menarik, dan sangat berkenaan dengan berita Injil; Allah menjadi manusia. Dalam Kitab Ke­jadian pasalnya yang ketiga dikisahkan bahwa Adam dan Hawa pertama kali jatuh di dalam dosa, Allah meminta pertanggungjawaban kepada manusia perdana ini, dan berakhir den­gan Allah menjatuhkan kutuk atas pelanggaran ketaatan manusia. Tetapi disamping itu Allah juga secara tersirat menubuatkan sebuah jalan keluar, yang digenapi melalui Maria :

Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara ketu­runanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dun engkau akan meremukkan tumitnya. (Kejadian 3.. 15)

Nubuatan dari Kitab Kejadian menjadi sangat terkenal karena bernuansakan Mesianis (kedatangan Juruselamat) sehingga banyak ahli menyebutnya dengail istilah ‘Proto-Evangelion’ (Yun. Προτο εϝανγελιον) atau diterjemahkan sebagai Injil Pertama. Karena disini terdapat berita gembira (Injil): jalan keluar dari dosa. Disini kita melihat bahwa Allah menyiapkan se­seorang dari keturunan seorang perempuan tertentu (Perempuan ini) yang akan meremukan kepala iblis. Perempuan ini bukan sekedar perempuan biasa, tetapi perempuan tertentu (sudah ditentukan). Dalam bahasa Yunani Septuaginta (sedikit berbeda dengan Yunani Koine dari Per­janjian Baru) perkataan "perempuan ini" menggunakan kata-kata: τιν γινεκοσ (tis ginekos), yang secara literal berarti perempuan tertentu (inggris: certain). Jadi jelas disini bahwa perem­puan yang dimaksud adalah seseorang perempuan yang memang sudah diketahui identitasnya (setidaknya dalam benak Allah). Tetapi disini terdapat sesuatu yang janggal, disebutkan: “antara keturunanmu” (keturunan si ular) dαn keturunannya (keturunan perempuan)". Dalam tradisi timur kuno yang masih setia diikuti sampai hari ini, biasanya hanya laki-laki yang mem­­punyai keturunan, sebagai yang mempunyai benih. Anak yang lahir dari ibu biasanya meng­gunakan nama ayah sebagai nama keluarga, kita bisa melihat dari silsilah yang ada dari kitab suci, selalu menggunakan nama dari Ayah untuk menunjukan benih siapa anak tersebut. Bahkan kita bisa melihat dalam silsilah Tuhan Yesus Kristus (Matius l: 1-17 dan Lukas 3 :23­28) dimana hanya disebutkan Dia dari jalur keturunan laki-laki.

Tetapi didalam Kitab Kejadian ini, dikatakan keturunan perempuan. Dituliskan dengan jelas bahwa seorang perempuan akan mempunyai anak yang merupakan benih dari perempuan itu sendiri, dengan kata lain tanpa benih laki-laki, sehingga anak yang dilahirkan bukan disebut sebagai keturunan dari seorang laki-laki tetapi dengan jelas disebutkan sebagai "keturunan per­empuan (ini)". Dalam sejarah Kitab Suci Semitik (Yahudi, Kristen dan Islam) hanya satu per­empuan saja yang diketahui mengandung tanpa benih laki-laki dan dia adalah Maria dari Naza­ret.

III. 2 Nubuatan Nabi Yehezkiel

Dalam Kitab Yehezkiel terdapat sebuah Nubuatan yang oleh para bapa Gereja dianggap sebagai sebuah Nubuatan yang berhubungan dengan Keperawanan Maria yang kekal. Gereja percaya dan mengajarkan bahwa Bunda Maria adalah berkeperawanan kekal, ia perawan sebe­lum melahirkan Kristus dan perawan pada saat melahirkan Kristus serta tetap tinggal perawan setelah melahirkan Kristus. Dalam kaitannya dengan hal ini Gereja mengaitkannya dengan apa yang di nubuatkan oleh Nabi Yehezkiel tentang Pintu Gerbang di Bait Allah di Surga.

“1 Kemudian ia membawa aku kembali ke pintu ger­bang luar dari tempat kudus, yang menghadap ke timur; gerbang ini tertutup. 2 Lalu TUHAN berfirman kepadaku: "Pintu gerbang ini harus tetap tertutup, jangan dibuka dan jangan seorang pun masuk dari situ, sebab TUHAN, Allah Israel, sudah masuk me­laluinya; karena itu gerbang itu harus tetap tertutup. 3 Hanya raja itu, oleh karena ia raja boleh duduk di sana makan santapan di hadapan TUHAN. Raja itu akan masuk melalui balai gerbang dan akan keluar dari situ. " (Yehezkiel 44: 1-3)

Kita melihat didalam Kitab Sirakh dimana Bunda Maria diumpamakan sebagai Kemah Suci (Sirakh 24: 1 0), sekarang kita melihat bagaimana Maria ditipologikan sebagai Bait Allah dan keperawanannya ditipologikan sebagai Pintu Gerbang Bait Allah Surgawi. Dalam nubuatannya, nabi Yehezkiel menggambarkan bahwa Pitu Gerbang Bait Allah harus tetap tertutup secara kekal karena TUHAN יהוהYahweh Allah Israel telah masuk melalui pintu tersebut, dan ditambahkannya bahwa tidak ada seorang pun yang boleh masuk melaluinya. יהוה melewati pintu gerbang adalah simbolik dari Sang Sabda Allah berinkarnasi dan lahir melalui rahim Maria.

Dengan demikian seperti Pintu Gerbang Bait Allah yang telah dilalui oleh יהוה tidak boleh dilalui oleh siapapun maka Pintu Gerbang Sang Sabda dalam inkarnasinya tidak boleh dilalui oleh siapapun juga. Dengan kata lain keperawanan Maria ada1ah keperawanan yang kekal. Dimana tidak akan ada lagi yang dilahirkan oleh rahim Maria setelah Kristus. Pintu Ger­bang akan selalu tertutup. Menurut Nabi Yehezkiel hanya sang Raja saja yaitu יהוה Allah Israel yang boleh melewati Pintu tersebut, dan Ia (יהוה) akan duduk dan makan bersantap. Raja disini juga menggambarkan Kristus karena ia adalah Mesias, keturunan Yehuda (suku raja), sebagai Yang dijanjikan.

III.3 Tipologi Maria dalam Perjanjian Lama

Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama terdapat begitu banyak hal yang oleh Gereja dianggap sebagai tipologi mengenai Bunda Allah, tipologi adalah pencocokan tipe-tipe berdasarkan pengalaman menyejarah. Tipologi ini tidak terbatas hanya kepada benda-benda pada nubuatan profetis dan penglihatan serta yang terdapat pada sejarah Israel, tetapi juga pada tokoh-tokoh pada Kitab Perjanjian Lama. Berikut adalah beberapa tipologi Maria di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama

III.3. 1. Kemah , Kota Yerusalem dan Sion

Dalam Kitab Sirakh, tertulis sebuah puisi pujian kepada Kebijaksanaan. Dimana dalam teologi dan kesusasteraan Gereja, Kristus adalah Sang Kebijaksanaan tersebut dan dalam pasal­nya yang ke 24 dianggap sebagai sebuah nubuatan pada Misteri Inkarnasi Kristus oleh Sang Perawan Maria :

"9 Sebelum masa purba sejak awal mula aku telah diciptakan-Nya, dan sampai selama-lamanya aku tidak akan lenyap. 10 Aku berbakti kepada­Nya dalam Kemah yang kudus, dan dengan demikian aku menetap di Sion. 11 Di kota kesayangan-Nya aku diberi-Nya tempat istirahat, dan wi/ayah kekuasaanku ada di Yerusalem. 12 Pada umat terhormat aku berakar, di dalam bagian Tuhan, milik pusaka-Nya. 13 Seperti pohon aras di gunung Libanon aku berkembang, dan bagaikan pohon saru di pegunungan Hermon. 14 Seperti pohon korma di En-Gedi aku berkem­bang, dan laksana pokok mawar di Yerikho; aku tumbuh laksana pohon zaitun yang elok di dataran, dan seperti pohon berangan di tepi air. 15 Aku harum semerbak seperti kayu manis dan aspalat, dan meratakan wangian laksana kemenyan pilihan, seperti galbanum, oniks dan stakte, dan bagaikan asap dupa di Kemah suci. 16 Seperti pohon tusam kuram­batkan cabang-cabangku, dan ranting-rantingku adalah elok jelita." (Sirakh 24: 9-16)

Ayat 9-10 adalah sebuah pernyataan dalam gaya bahasa kesusasteraan Kebijaksanaan Ibrani, dimana Sang Kebijaksanaan (Ibm Hokrnah atau Yun. Sophia) ada didalam kekekalan (pra ada) dan berada didalam pangkuan Sang Bapa (bdk. Yoh 1:1,18). Dan Hikmat Kebijaksanaan kekal ini di tanam (berakar) pada umat Allah (Israel) dan beristirahat dalam kota Yerusalem. Di sini sangat jelas Maria diumpamakan sebagai Umat Israel, Yerusalem dan Sion tempat kebijak­sanaan itu beristirahat atau di tanam. Kebijaksanaan (Kristus) diumpamakan sebagai pahon aras, kurma, zaitun dan mawar (semuanya adalah tipologi Kristus) yang tumbuh berkembang (Inkarnasi) dari rupa benih yang tertanam (berakar) menjadi Pohon. Di sini Maria juga dium­pamakan sebagai Kemah Kudus (tempat kediaman Allah) di Sion, dan dari sana Kebijaksanaan akan berkembang (tumbuh). Adalah melalui Maria, Sang Kebijaksanaan Ilahi mengalami penanaman serta pertumbuhan demi keselamatan semua bangsa (Sirakh 24: 19).

Dalam Kitab Perjanjian Lama terjemahan Latin yang dikerjakan oleh St. Hieronimus dan dalam beberapa manuskrip Septuaginta (Kitab Suci Perjanjian Lama dalam Bahasa Yunani, terjemahan seb. Masehi), terdapat sebuah tambahan ayat, yang sayangnya oleh Lembaga Alkitab Indonesia ti­dak dimasukkan kedalam terjemahan Kitab Deuterokanonika dalam Bahasa Indonesia. Ayat ini menggambarkan Sang Kebijaksanaan sebagai yang akan mengantarkan kita kepada Sang Sumber Rahmat dan Kebenaran, Ia diumpamakan sebagai seorang ibu, tetapi tidak jarang para ahli Kitab Suci yang menginterpretasikannya sebagai sebuah Proto-Evangelion berkenaan dengan Bunda Allah. Ayat ini secara liturgis dipakai oleh Gereja Barat sebagai penghormatan kepada Perawan Maria, Ibu Yesus:

Akulah Ibu cinta sejati, Ibu bagi orang yang berada di dalam ke­kuatiran, ibu pengetahuan, ibu pengharapan yang suci. Akulah pengantara segala rahmat dan kebenaran. Akulah segala pengharapan hidup dan keutamaan. Aku diberikan kepada semua anak-anakku dun mereka yang diberi nama olehNya. (Sirakh 24: 18 LXX atau ayat 24-25 dalam Vulgata)

III.3.2 Langit

Dalam Kitab I Raja-Raja dicatat: "...Sesungguhnya langit, bahkan langit yang mengatasi segala langit pun tidak dapat memuat Engkau, terlebih lagi rumah yang kudirikan ini" (I Raja 8:27). Langit dikatakan tidak dapat membendung dan membejanai Allah, tetapi hal ini di­genapi didalam Maria. St. Yohanes Damaskus menyebut Maria sebagai "Yang Lebih Luas dari Langit". Hal ini disebabkan oleh Sang Pencipta dari langit yang tinggal di dalam Maria sendiri, dan membuatnya otomatis menjadi Dia yang lebih luas dari langit. Sebagaimana surga/langit seolah menjadi tempat bersemayamnya Allah maka rahim Maria pun menjadi semacam "langit/surga" tempat Allah bersemayam.

Didalam engkaulah, Yang penuh Rahmat, semua ciptaan, para malaikat dan manusia bersukacita, Engkaulah Bait Allah yang suci dan firdaus roltani, kebanggaan para perawan: dari engkaulah Allah menjadi manusia, Dia, Allah kami yang kekal sebelum segala abad, Dia yang telah membuat rahimmu menjadi TahktaNya dun membuatnya menjadi lebih luas dari langit, di­

dalam engkaulah, Ya yang penuh rahmat, semua ciptaan bergem­bira, kemuliaan bagimu.

(Kidung Ibadat Kompletorium, karya Sf. Yohanes dr Damaskus)

III.3.3 Ruang Maha Kudus

Dalam Bait Allah terdapat dua bagian ruang, pertama Ruang Suci dan Ruang Maha kudus. Dalam Ruang Maha Kudus inilah diletakkan Tabut Perjanjian. Dalam hal ini dengan jelas kita bisa melihat tipologi Maria didalam penggambaran Ruang Maha Kudus ini. Tabut Perjanjian menggambarkan kehadiran Allah, dalam perjalanan bangsa Israel dari tanah Mesir, Peti Perjan­jian ini merupakan tanda secara gamblang mengenai kehadiran Allah, pada siang hari tiang awan akan menyertai tabut dan malam hari berupa tiang api. Ruang Maha Kudus atau bahkan keseluruhan Bait Allah dapat menggambarkan Maria, karena di dalam Bait Allahlah terdapat tabut yang adalah kehadiran Allah sebagaimana didalam Maria terdapat Allah itu sendiri.

III.3.4 Peti/Tabut Perjanjian dan loh batu

Yahweh menyuruh Musa untuk membuat sebuah peti atau tabut dimana diletakkan dua Loh Batu yang berisikan hukum-hukum yang diberikan Yahweh kepada Musa. "Dalam tabut itu haruslah kautaruh, loh hukum, yang akan Kuberikan kepadamu". (Keluaran -25:16). Loh Batu meng­gambarkan Sang Firman Allah karena di atas Loh Batu tersebut dituliskan Firman Allah, hal ini se­benarnya melambangkan Inkamasi juga, karena sebagaimana Firman Allah ditulis di atas batu demikian juga sebagaimana Sang Firman "ditulis" didalam rahim Maria. Sebagaimana Loh batu yang berisikan hukum disimpan di dalam tabut demikian juga Sang Sabda disimpan di dalam rahim Sang Perawan selama sembilan bulan. Tabut perjanjian ini dibuat dari kayu penaga: Haruslah mereka membuat tabut dari kayu penaga, dan setengah hasta panjangnya, satu setengah hasta lebarnya dan satu setengah hasta tingginya (Keluaran 25:10). Kayu penaga adalah jenis kayu yang kuat dan tak mudah kena lapuk baik oleh masa dan binatang, hal ini melambangkan keperawanan Maria yang kekal dan suci. Tabut perjanjian juga disalut dengan emas: Haruslah engkau menyalutnya dengan emas murni; dari dalam dan dari luar engkau harus menya/utnya dan di atasnya harus kaubuat bingkai emas sekelilingnya (Keluaran 25:11). Hal ini merupakan tipologi dari kemuliaan Allah yang turun atas Maria sebagai Bunda Allah.

III.3.5 Buli-buli Berisi Manna

Dalam Kitab keluaran dicatatkan sbb: Sebab itu Musa ber­kata kepada Harun: "Ambillah sebuah buli-buli, taruhlah manna di dalamnya segomer penuh, dan tempatkanlah itu di hadapan TUHAN untuk disimpan turun-temurun." Seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa, demikianlah buli-buli itu ditempatkan Harun di hadapan tabut hukum Allah untuk disimpan (Keluaran 16:33-34). Dalam tabut perjanjian terdapat juga buli-buli yang berisikan Manna, yaitu rori yang diturunkan oleh Yahweh sebagaimana ditulis di atas. Gereja memandang buli-buli ini sebagai ti­pologi mengenai Bunda Maria. Kristus menyatakan dirinya sebagai manna/roti yang turun dari surga: Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari surga dan yang mem­beri hidup kepada dunia. Maka kata mereka kepada-Nya: "Tuhan, berikanlah komi roti itu senantiasa." Kata Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi. (Yohanes 6: 33-35). Jelas apabila Kristus adalah Sang Manna yang turun dari surga maka Maria adalah melambangkan buli-buli dalam Tabut Perjan­jian tersebut.

III.3.6 Tongkat Harun yang bertunas

Dalam tabut Perjanjian juga ditaruh Tongkat Harus yang sudah bertunas. Tongkat ini adalah milik Harun saudara Musa, yang pada saat itu dipilih Yahweh untuk menjadi Imam yang melayani di kemah suci. "Musa meletakkan tongkat-tongkat itu di hadapan TUHAN dalam kemah hukum Allah. Ketika Musa keesokan harinya masuk ke dalam kemah hukum itu, maka tam­paklah tongkat Harun dari keturunan Lewi telah bertunas, mengeluarkan kuntum, mengem­bangkan bunga dan berbuahkan buah badam, TUHAN berfirman kepada Musa: "Kembalikanlah tongkat Harun ke hadapan tabut hukum untuk disimpan." (Bilangan 17:7-8). Tongkat Harun yang digunakan untuk berjalan terbuat dari kayu, dan menurut alamiah­nya tentu diambil dari pohon, dipotong dan dibentuk menjadi tongkat, bisa diambil kesimpulan bahwa tongkat ini dari kayu yang kering, tanpa ada benih kehidupan, jadi mustahil tumbuh tu­nas (tanaman baru dari pohon yang sama) sehingga bisa menjadi pohon yang baru dan mengha­silkan buah.

Hal ini dianggap oleh Gereja sebagai sebuah tipologi mengenai Bunda Penebus. Kristus yang adalah Tunas Daud: Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. la akan memerintah sebagai raja yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dun kebenaran di negeri (Yeremia 23:5) dan dinyatakan sendiri oleh Kristus kepada Rasul Yohanes di pulau Patmos: "Aku, Yesus, telah mengutus malaikat-Ku untuk memberi kesaksian tentang semuanya ini kepadamu bagi je­maat-jemaat. Aku adalah tunas, yaitu keturunan Daud, bintang timur yang gilang­ gemilang." (Wahyu 22:16). Apabila Kristus adalah Sang Tunas tersebut maka tak heran apabila Maria melambangkan tongkat Harun tersebut, seperti Tongkat kering yang bersih tak mungkin menghasilkan tunas, tetapi Tongkat Harun bisa, maka Maria pun menghasilkan Sang Tunas di rahimnya tanpa benih laki-Iaki.

III.3.7 Kandil Emas

Dalam Kemah/bait suci kita menemukan sebuah kandil (lampu-minyak) terbuat dari emas dan bercabang tujuh, dan kandil ini dinyalakan tanpa boleh berhenti. "Haruslah engkau membuat kandil dari emas murni; dari emas/tempaan harus kandil itu dibuat, baik kakinya baik batangnya; kelopaknya - dengan tombolnya dun kembangnya - haruslah selaras den­gan kandil itu... Dari satu talenta emas murni ha­ruslah dibuat kandil itu dengan segala perkakasnya. Dan ingatlah, bahwa engkau membuat se­muanya itu menurut contoh yang telah ditunjukkan kepadamu di atas gunung itu. (Keluaran 25:31-40) Ditempatkannyalah kandil di dalam Kemah Perte­muan berhadapan dengan meja itu, pada sisi Kemah Suci sebelah selatan. (Keluaran 40:24). Terdapat dua tipologi dalam hal ini sbb :

  1. Tipologi Maria dan Kristus: dimana Kristus menyatakan diriNya sebagai Sang Terang Dunia: Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak, kata-Nya: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikuti Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yohanes 8:12). Dalam hal ini maka apabila Kristus diumpamakan sebagai Terang maka Bunda Maria secara tepat menggambarkan kandil ini.

  1. Tipologi yang kedua adalah ti­pologi antara Maria dan Roh Kudus. Kandil ini secara teologis melambangkan kehadiran Roh Kudus, dan dalam Injil dikatakan : Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. (Lukas 1 :35). Dengan turunnya atau lebih te­patnya bernaungnya (tinggal) Sang Roh Kudus atas Maria, maka tepatlah apabila Bunda Allah menjadi tipologi dari Kandil Emas yang apinya melambangkan Sang Roh Kudus.

III.3.8 Meja Ukupan Emas

Dalam bait dan kemah suci, para Imam, baik Imam Besar dan Imam biasa bertugas untuk mem­bakar dupa dan mempersembahkan asap wewangiannya kepada Allah. Dupa yang disebar di atas bara api ini ditaruh di atas sebuah mezbah khusus yang disebut dengan meja/mezbah uku­pan. Haruslah kaubuat mezbah, tempat pembakaran ukupan; haruslah kaubuat itu dan kayu penaga; Haruslah kausalut itu dengan emas murni, bidang atasnya dan bidang-bidang sisinya sekelilingnya, serta tanduk-tanduknya. Haruslah kaubuat bingkai emas sekelilingnya. (Keluaran 30: 1 & 3). Dupa dan api yang menyala adalah lambang dari Kristus dan Maria adalah Mezbah Ukupannya. Kayu penaga adalah jenis kayu yang kuat dan tak mudah kena lapuk baik oleh masa dan binatang, hal ini melambangkan keperawanan Maria yang kekal dan suci. Mezbah ini seperti Tabut Perjanjian juga disalut dari emas, hal ini merupakan tipologi dari kemuliaan Allah yang turun atas Maria sebagai Bunda Allah.

III.3.9 Tangga Yakub

Dalam pelariannya dari kejaran Esau, Yakub tertidur di sebuah tempat yang kelak dinamai Be­thel (Rumah Allah), dalam tidurnya ditempat ini Yakub bermimpi sebuah tangga turun dari surga dan malaikat turun dari surga dan naik kembali ke surga di atasnya: Maka bermimpilah ia (Yakub), di bumi ada didirikan sebuah tangga yang ujungnya sampai di langit, dan tampak­lah malaikat-malaikat Allah turun naik di tangga itu. Berdirilah TUHAN di sampingnya dan berfirman: "Akulah TUHAN, Allah Abraham, nenekmu, dan Allah Ishak; Keturunanmu akan menjadi seperti debu tanah banyaknya, dan engkau akan mengembang ke sebelah timur, barat, utara dan selatan, dan olehmu serta keturunanmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat. Sesungguhnya Aku menyertai engkau dan Aku akan melindungi engkau, ke mana pun engkau pergi, dan Aku akan membawa engkau kembali ke negeri ini, sebab Aku tidak akan meninggalkan engkau, melainkan tetap melakukan apa yang Kujanji­kan kepadamu." (Kejadian 28: 12-15).

Dalam mimpi ini :Yahweh Allah menyatakan kembali dan mengulang apa yang pemah Ia janjikan kepada Abraham, yaitu berkat. Narasi ini dipandang oleh Gereja sebagai tipologi dari Bunda Maria, ia dilambangkan sebagai tangga dimana Allah Sang Sabda turun kepada manusia dan membuat manusia bisa naik ke surga, juga menunjukan Maria sebagai penggenapan akan pulihnya hubungan antara Surga dan Bumi yang terputus oleh dosa, pulih oleh Inkarnasi Kristus lewat Maria.

III.3.10 Semak belukar yang tak terbakar

Selain Kitab Keluaran (2:15-3:22) dikisahkan ketika Nabi Musa lari dari Mesir ia di tampung oleh seorang bemama Yitro, yang akhimya men­jadikan Musa sebagai menantunya. Yitro juga mempekerjakan Musa sebagai gembala dari ter­naknya, dimana Musa biasa membawa ternaknya ke gunung Horeb. Disana Yahweh menampakan diri kepada Musa dalam bentuk semak belukar yang menyala tetapi tidak terbakar. Allah meminta Musa untuk membebaskan Bangsa Israel. Gereja memandang kejadian ini sebagai sebuah tipologi dari Bunda Maria. Keilahian Kristus dilambang­kan dengan api yang menyala sedangkan semak belukar tcrsebut melambangkan Bunda Maria. Keilahian Kristuss yang menghanguskan tidak merusak ataupun mengubah kodrat kemanusiaan Kristus, meskipun Sang Api tadi tinggal dalam rahim Maria serta mengambil kemanusiaannya.

III.3.11 Penyeberangan Laut Teberau

Ketika Musa berhasil melepaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir setelah tulah ke sepu­luh, pembunuhan anak sulung di mesir (Keluaran 12:29-42), maka Musa membawa mereka un­tuk menyeberangi laut Teberau, tetapi dihadang kembali oleh Pasukan Firaun Mesir, dan Allah melakukan mujizat lewat Musa dengan membelah laut Teberau dan menyeberangkan bangsa Is­rael dengan selamat ke seberang. Akan tetapi Allah menutup laut Teberau ketika pasukan Fir­aun mencoba menyeberangnya dan memusnahkan mereka. Hal ini oleh para Bapa Gereja diang­gap sebagai sebuah tipologi dari Bunda Maria. Dan dijelaskan dengan tepat oleh St. Yoseph Hymnograph : Suatu gambaran dari pengantin yang tak kenal nikah dulu pernah digambarkan di Laut Merah, di sana Musa membelah air, di sini Gabriel melayani mujijat. Kemudian Israel berjalan dalam kedalaman laut serta tetap tinggal kering, tetapi sekarang Sang Perawan telah memberikan kelahiran kepada Sang Kristus, tanpa benih laki-laki. Sesudah berjalannya Israel, laut itu tetap tinggal tak bisa dilewati oleh manusia, dan sesudah kelahiran Sang Immanuel, Sang Bunda Yang Tanpa Cacat tetap tinggal perawan dan tak terkotori. Ya Allah Yang Ada, Yang Selalu Ada, dan Yang telah menampakkan diri sebagai manusia, kasihanilah kami. (Kidung bagi Maria dalam ibadat sore modus V).

III.3.12 Ester don Yudit

Kedua tokoh perempuan ini juga sering di-tipologi-kan sebagai sebuah tipologi dari Bunda Maria. Keduanya berlaku sebagai pengantara bagi keselamatan Umat Israel, Yudit dengan me­menggal kepala Holofemes sementara Ester berdoa berpuasa serta mensyafaati Bangsa Israel dengan berani menghadap kepada Raja Ahasyweros dan memohon keselamatan bagi Bangsanya. Tipologi Maria didalam Yudit adalah dengan seperti Maria yang berani berkata "Ya" kepada Allah sehingga kepala ular boleh diremukkan di bawah kaki keturunannya (Kejadian 3:15) bagaikan Yudit yang berani memenggal kepala Holofernes dan menyelamatkan Bangsa Israel dari kemusnahan. Seperti Ester, Maria adalah pengantara bagi umat Kristen, yang ditebus oleh Puteranya.

III.3.13 Keperawanan Kekal.

Setelah melihat dengan seksama mengenai semua Tipologi mengenai Perawan Maria, perma­salahan yang sering dihadapi adalah Keperawanan kekal. Sebagaimana dalam nubuatan dari Nabi Yehezkiel kita membaca, setelah Yahweh, Allah Sang Raja masuk melalui Pintu Gerbang Bait Allah Surgawi, maka tidak ada seorang pun yang dapat melaluinya, dengan demikian kita mengerti akan keperawanan Maria yang berrsifat kekal, bahwa setelah melahirkan Yesus, ia tetap tinggal perawan dan tidak mengandung seorang anak pun dari St. Yusuf suaminya.

Tetapi banyak persoalan yang ditimbulkan khususnya dari kalangan reformasi yang menyatakan bahwa keperawanan Maria tidak bersifat kekal. Bahwa setelah ia melahirkan Juruselamat, ia mempunyai beberapa anak dari Yusuf suamiya. Bagaimana sikap Gereja dalam menjawab per­masalahan ini?

Dalam hal mengenai Keperawanan Maria, Gereja menarik tema Keperawanan Maria jauh lebih dalam lagi. Gereja mengajar bahwa Bunda Maria tetap tinggal Perawan bahkan setelah kelahi­ran Yesus Kristus, sebagai Yang Selalu Perawan (Semper Virgine). Maria diakui Sebagai Perawan sebelum melahirkan Kristus, Perawan pada saat melahirkan Kristus dan Perawan setelah melahirkan Kristus. Apakah Kitab Suci bungkam terhadap hal ini? Injil Matius mencatat: Sesu­dah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu padanya. Ia mengambil Maria sebagai istrinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia sam­pai melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus (Matius 1 : 24-25)­.

Kedua ayat ini selalu dipakai untuk menentang pengajaran Gereja tentang Keperawanan Maria Yang Kekal. Tetapi apakah ayat ini demikian? Dalam bahasa Yunani, kata "sampai" di sini menggunakan kata εοσ (eos) yang diterjemahkan ke­dalam bahasa Indonesia dengan kata "sampai". Bahasa Yunani adalah bahasa yang kaya makna dan kosa-katanya, kata seperti "sampai" mempunyai kosa-kata yang banyak dengan makna yang berbeda-beda εοσ dalam arti sesungguhnya berarti "sampai pada waktu yang tak sele­sai" atau lebih tepatnya diterjemahkan dengan kata "Sampai pun". Kata εοσ juga dipakai didalam ayat-ayat yang berbeda, contoh yang paling jelas: Karena itu pergi­lah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang te­lah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28 : 19-20).

Lagi disini terdapat kata "sampai" dan menggunakan kata εοσ juga. Jikalau kita mau tetap kon­sekuen dengan penggunaan kata “sampai” sesuai dengan penjabaran mereka yang menentang pengajaran Gereja mengenai keperawanan kekal Maria, maka ayat ini berarti: Yesus akan men­yertai para murid (dan kita) hanya sampai akhir zaman, begitu zaman berakhir maka Yesuss berhenti menyerrtai kita. Contoh yang lain lagi: Dan kepada siapakah diantara malaikat itu pernah 1a berkata: "Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu ?" (Ibrani 1:13). Lagi disini kata "sampai" menggunakan kata εοσ (eos) juga, jadi apakah setelah semua musuh-musuh Kristus diletakkan dibawah kaki Kristus, Kristus akan berhenti duduk di sebelah Kanan Allah Sang Bapa? Jelas setelah melihat dua contoh diatas, kata εοσ (eos) tidak bisa diterjemahkan dengan kata "sampai" yang mempunyai konotasi jarak waktu tertentu, tetapi kata Eos mempunyai makna kata "sampai" dengan konotasi kekekalan. Jadi ayat dalam Injil Matius 1: 25, yang mengatakan: Ia mengambil Maria sebagai isterinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai (eos) ia melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus. Berarti setelah Maria melahirkan Yesus, Yusuf tetap tidak bersetubuh dengan Maria. lnilah yang menjadi dasar pengajaran Gereja mengenai keperawanan kekal dari Bunda Maria. Bagairnana dengan tulisan didalam kitab suci mengenai saudara­ saudari Kristus, apakah mereka ini anak-anak dari Bunda Maria?

Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon ? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita? Lalu mereka ke­cewa dan menolak Dia (Markus 6 : 3) Dalam tradisi timur tengah adalah hal yang biasa untuk menyebut saudara kandung, saudara melalui pernikahan, saudara sepupu, paman, bibi dll den­gan sebutan "saudara". Maka kata Abram kepada Lot : Janganlah kiranya jadi perbantahan antara aku dengan dikau dan para gembalaku dengan gembalamu, karena kita ini bersaudara (Kejadian 13 : 8 terj. lama). Sangat jelas disini bahwa Abraham dan Lot bukanlah kakak beradik tetapi paman dan keponakan, tetapi kitab suci tetap menggunakan istilah "saudara", Contoh lain didalam Perjanjian Baru: dibawah kayu salib Kristus menyerahkan Bunda Maria kedalam penjagaan St. Yohanes Penginjil: Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya; berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu! Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya (Yohanes 19 : 26-27).

Dalam tradisi Yahudi adalah sebuah tabu untuk memberikan orang tua kita ke­dalam pemeliharaan orang aging (non keluarga) dimana masih ada anggota keluarga lain yang masih hidup dan mampu memelihara orang tua kita. Jikalau saat itu Yesus mempunyai saudara kandung, Ia tidak akan mempercayakan Bunda Maria kedalam pemeliharaan St. Yohanes Pen­ginjil. Jelas Kristus adalah anak tunggal dari Bunda Maria, yang setelah melahirkan Kristus ia tidak memberi kelahiran kepada siapapun lagi. Tetapi dalam Kitab Suci dikatakan: Dan ia mela­hirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah pengina­pan. (Lukas 2:7).

Kalau disini Kristus disebut anak sulung Maria, apakah akan ada anak-anak yang lain? Kata sulung disini menggunakan kata Yunani: προτοτοκον (Prototokon) dari kata προτοτοκοσ (Prototokos), Protokos dalam bahasa Yunani berarti "yang pertama membuka ra­him/kandungan ibu". Hal ini juga ditegaskan didalam Kitab Suci Perjanjian Lama: "Kuduskanlah bagi-Ku semua anak suIung, semua yang lahir terdahulu dari kandungan pada orang Israel, baik pada manusia maupun pada hewan; Akulah yang empunya mereka." (Keluaran 13: 12). Disini terlihat dengan jelas dalam bahasa Kitab Suci bahwa yang dimaksud dengan yang sulung berarti yang lahir terdahulu dari kandungan ibu, tidak berarti ha­rus ada anak-anak yang lain sebagai persyaratan untuk disebut sebagai yang sulung. Setelah melihat semua apa yang tertulis dalam Kitab Suci maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Kitab Suci merupakan landasan dari pengajaran akan keperawanan kekal dari Bunda Maria. Keperawanan Kekal Bunda Maria diagungkan karena erat hubungannya dengan Inkar­nasi Kristus, bahwa Kristus benar-benar dikandung tanpa benih laki-Iaki.

Untuk penjelasan yang lebih mendetail dapat membaca uraian teologis dari St. Heironimus dalam membela Pengajaran Keperawanan Maria yang Kekal, dalam tulisannya melawan bidat Helvedius.­

IV. Daftar Pustaka

Kitab Suci Katolik, Lembaga Bilbilka Indonesia & Lembaga Alkitab Indonesia, Penerbit Ar­noldus Ende.

The Orthodox New Testament, The Holy Gospels/Evangelistarion; The Holy Apostles Ortho­

dox Monastery Press; Buena Vista CO.

Bercot, David W; A Dictionary of Early Christian Beliefs; Hendrickson Publishers Peabody MA

Gambero, Luigi; Mary and the Fathers of the Church; Ignatius Press, San Francisco CA

Palmer, Paul F; Mary in the Documents of the Church; The Newman Press; Westminister

MA

Gabriel, George S; Mary the Untrodden Portal of God; Zephyr Publishing House; Ridge­wood, NJ

O'Carroll, Michael; Theotokos, A Theological Encyclopedia of the Blessed Virgin Mary; Michael Glazier Inc; Wilmington DW

Cahiers Marial, Editors Committee; Dictionary of Mary; Catholic Book Publishing Co, New­ark , NJ

Freemantle, W.H.; The Principal Works of St. Jerome; Eerdmans Pub. Co. Edinburgh, Scot­land, 1867

The Great Odoechos, Services Books of the Byzantines Churches; Sophia Press, Boston MA

The Service (If Compline in the Orthodox Church;Holy Transfiguration Monastery, Boston, MA

Groenen, C, OFM; Mariologi Teologi dan Devosi; Penerbit Kanisius; Yogyakarta 1994 MacKenzie R.A.F. S1; Yesus bin Sirakh; Pcnerbit Kanisius; Yogyakarta 1990

Craghan, John CSsR; Tobit, Yudit, Barukh; Penerbit Kanisius; Yogyaka.rta 1990

Senin, 03 September 2007

Penggunaan Kembali Misa Latin 1962 - Surat Apostolik Paus Benediktus XVI - Summorum Pontificum

Diterjemahkan oleh Leonard T. Panjaitan

http://www.vatican.va/holy_father/benedict_xvi/motu_proprio/documents/hf_ben-xvi_motu-proprio_20070707_summorum-pontificum_lt.html

Surat Apostolik

Dalam bentuk “motu proprio”


Paus Benedictus XVI

"Summorum Pontificum"

Sampai dengan zaman sekarang, sudah menjadi kepedulian yang terus-menerus dari Uskup Tertinggi untuk menjamin bahwa Gereja Kristus memberikan ritual yang layak terhadap Raja Ilahi, “untuk memuji dan memuliakan NamaNya,” dan “demi kebaikan seluruh GerejaNya yang Kudus”.

Karena sejak zaman dahulu maka telah menjadi hal yang perlu – juga keperluan buat masa depan – untuk memelihara prinsip yang kepadanya “setiap Gereja particular harus selaras dengan Gereja universal, bukan hanya pada masalah doktrin/ajaran iman dan tanda-tanda sacramental namun juga memperhatikan penggunaan yang secara universal dapat diterima oleh Tradisi apostolic yang tak terputus, yang harus ditaati bukan hanya untuk menghindari kesalahan [eror] namun juga untuk mentransmisikan integritas iman sebab hukum doa Gereja berhubungan dengan hukum iman-Nya” [1].

Diantara para Paus yang menunjukkan perhatian khusus, terutama hal yang besar adalah St. Gregorius Agung, dialah yang mengusahakan untuk menjamin bahwa masyarakat Eropa baru menerima baik iman Katolik maupun warisan ibadat serta budaya yang telah diwariskan oleh orang-orang Romawi dalam abad-abad terdahulu. Dia memerintahkan bahwa bentuk liturgi kudus sebagaimana dirayakan di Roma [menyangkut Kurban Misa dan Jabatan Ilahi] tetap dipertahankan. Dia memperhatikan secara serius untuk menjamin penyebaran para biarawan dan biarawati yang mengikuti Aturan hidup St. Benediktus, yang dilakukan bersamaan dengan pemberitaan Injil, serta dicontohkan melalui hidup mereka atas ketetapan bijaksana dari aturan hidup bahwa “tidak ada suatu pun bisa menghalangi karya Allah”. Dengan cara ini liturgi kudus dirayakan menurut cara Romawi, memperkaya bukan hanya iman dan kesalehan namun juga budaya dari banyak orang. Pada dasarnya sudah diketahui bahwa Liturgi Gereja Latin dalam bentuknya yang bervariasi, di setiap abad kekristenan telah memacu kehidupan spiritual dari orang-orang kudus, dan telah memperkuat banyak orang dalam nilai-nilai agama dan menyuburkan kesalehan mereka.

Banyak Paus yang lain, dalam beberapa abad, memperlihatkan kecemasan tertentu dalam hal menjamin bahwa liturgi bisa mencapai tujuannya dengan cara yang lebih efektif. Yang paling meresahkan diantara mereka adalah St. Pius V yang didukung oleh semangat pastoral yang hebat dan menindaklanjuti desakan dari Konsili Trente, memperbaharui seluruh liturgi Gereja, mengatur publikasi buku-buku liturgi yang telah diamandemen dan “memperbaharuinya sesuai dengan norma-norma dari Bapa-bapa Gereja”, dan menyiapkannya demi penggunaan Gereja Latin.

Salah satu buku liturgi dari ritus Romawi adalah buku Missal Romawi [buku yang memuat seluruh doa-doa dan tata cara ibadah sepanjang tahun-red.], yang berkembang di kota Roma dan kemudian seiring berjalannya waktu, sedikit demi sedikit buku tersebut mengambil bentuk yang sangat menyerupai dengan apa yang kita punyai sekarang ini.

“Adalah kepada tujuan yang sama ini bahwa para Uskup Roma yang terdahulu mengarahkan energi mereka selama berabad-abad agar dapat memastikan bahwa ritus dan buku-buku liturgi yang dihasilkan sampai saat ini dapat diklarifikasikan pada waktunya. Dari permulaan abad, mereka mengerjakan reformasi yang lebih umum [2]”. Dengan demikian para pengganti kami, yakni Paus Clement VIII, Urbanus VIII, St. Pius X [3], Benediktus XV, Pius XII dan Blessed Yohanes XXIII semuanya memainkan peranannya masing-masing.

Dalam beberapa kesempatan, Konsili Vatikan II menyatakan hasrat bahwa penghormatan yang layak terhadap ibadat ilahi seharusnya diperbaharui dan diadaptasi sesuai kebutuhan zaman ini. Digerakkan oleh keinginan dari pendahulu kami, Uskup Tertinggi, Paulus VI, menyetujui tahun 1970, mereformasi dan memperbaharui sebagian buku liturgi untuk Gereja Latin. Buku ini diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia, dan secara tulus diterima oleh para uskup, imam dan umat beriman. Yohanes Paulus II mengamandemen edisi khusus ketiga dari Missal Romawi. Dengan demikian Uskup Roma telah bekerja untuk menjamin bahwa “jenis edisi liturgi ini…sekali lagi menampilkan sebuah kegemilangan bagi martabat dan harmoninya” [4].

Di beberapa area, bukan jumlah yang kecil dari umat beriman yang menganut dan melanjutkan dengan cinta dan afeksi yang besar terhadap bentuk liturgi kuno. Hal ini ditandai secara mendalam melalui budaya dan semangat mereka bahwa pada tahun 1984, Uskup Tertinggi Yohanes Paulus II, digerakkan oleh program kepedulian pastoral dari umat beriman ini, dengan ijin khusus “Quattuor Abhinc Anno”, diterbitkanlah oleh Konggregasi untuk Ibadah Ilahi”, memberikan ijin untuk menggunakan Misa Romawi yang diterbitkan oleh Blessed Yohanes Paulus XXIII tahun 1962. Kemudian, pada tahun 1988 Yohanes Paulus II dengan surat apostoliknya “motu proprio”, “Gereja Allah” mendesak uskup-uskup untuk bermurah hati menggunakan kekuasaan ini dengan mendukung umat beriman yang berkeinginan besar atas Misa Latin tahun 1962 tersebut.

Menindaklanjuti doa-doa yang terus menerus dari umat beriman, yang sejak lama dipanjatkan oleh pendahulu kami, Yohanes Paulus II dan setelah mendengar pandangan para Bapak Kardinal pada saat sidang konsistori tanggal 22 Maret 2006, serta merefleksikan secara mendalam terhadap semua aspek pertanyaan, dengan melibatkan Roh Kudus dan percaya dengan bantuan Allah, maka melalui surat apostolik ini kami menetapkan hal-hal sebagai berikut :

Pasal.1

Missal Romawi [buku yang memuat doa-doa dan tata cara ibadah romawi/misa romawi-red] yang diresmikan oleh Paus Paulus VI adalah ekspresi yang biasa dari “Lex Orandi” [Hukum Doa] Gereja Kalolik yang menggunakan ritus Latin. Meskipun demikan, Missal Romawi yang diresmikan oleh St. Paus Pius V dan diterbitkan kembali oleh Blessed Paus Yohanes XXIII akan dipertimbangkan sebagai ekspresi yang luar biasa pada hukum “Lex Orandi” yang sama, dan ini harus dihormati karena penggunaanya yang mulia dan kuno. Dua ekspresi dari “Lex Orandi” Gereja ini tidak akan menyebabkan perpecahan apa pun dalam sisi “Lex Credendi” Gereja [Hukum Iman]. Malahan kedua hukum tersebut menjadikan adanya dua jenis penggunaan Misa dalam satu Ritus Rowawi.

Oleh sebab itu, atas ijin yang digunakan untuk merayakan Kurban Misa mengikuti edisi khusus dari Missal Rowawi yang diresmikan oleh Blessed Paus Yohanes XXIII di tahun 1962 dan yang tidak pernah dicabut sebagai bentuk liturgi yang luar biasa dari Gereja. Kondisi yang diterapkan untuk penggunaan Misa ini seperti yang dijabarkan oleh dokumen-dokumen terdahulu seperti “Quattuor Abhinc Annis" dan "Ecclesia Dei", akan digantikan sebagai berikut :

Pasal 2.

Dalam Misa yang dirayakan tanpa umat, setiap imam Katolik yang berbasis ritus Latin apakah sekuler atau regular, boleh menggunakan Missal Romawi yang diterbitkan oleh Blessed Paus Yohanes XXIII di tahun 1962, atau Missal Romawi yang diresmikan oleh Paus Paulus VI di tahun 1970 dan juga diperkenankan melakukannya setiap hari dengan pengecualian pada Hari Trisuci Paskah [Triduum Easter]. Untuk perayaan seperti itu, baik itu Missal Romawi tahun 1962 maupun tahun 1970, maka imam tidak perlu meminta ijin dari Tahta Apostolik atau dari ordinari-nya.

Pasal.3

Komunitas institusi hidup tertahbis dan serikat hidup apostolik, baik itu yang memiliki hak pontifical atau diosesan, yang berkeinginan untuk merayakan Misa yang sesuai dengan edisi Missal Romawi yang diresmikan tahun 1962, baik untuk konventual atau perayaan “komunitas” dalam oratoris mereka, diperkenankan melaksanakannya. Apabila suatu komunitas individual atau seluruh institusi atau serikat yang berkeinginan untuk sesering mungkin melaksanakan perayaan Misa dimaksud baik secara habitual atau permanen maka keputusan tersebut harus diambil oleh superior utama, dengan mengikuti hukum Gereja dan dekrit serta status spesifik mereka.

Pasal 4.

Perayaan Misa yang disebutkan di atas dalam pasal 2 boleh – mentaati semua norma hukum – dan juga boleh dihadiri oleh umat beriman yang atas kehendak bebasnya, meminta untuk diterima.

Pasal 5.

ayat 1.

Dalam paroki-paroki, dimana terdapat kelompok umat beriman yang stabil yang menganut tradisi liturgis kuno, maka pastor seyogyanya berkemauan baik menerima permintaan mereka untuk merayakan Misa yang sesuai dengan ritus Missal Romawi yang diterbitkan tahun 1962 dan menjamin bahwa keselamatan umat beriman ini berharmonisasi dengan program kepedulian pastoral umum dari paroki tersebut, di bawah bimbingan Uskup yang sesuai dengan kanon 392, dan menghindari perselisihan dan mengutamakan kesatuan seluruh Gereja.

Ayat 2.

Perayaan yang sesuai dengan Misa yang diresmikan oleh Blessed Paus Yohanes XXIII boleh dilakukan di hari kerja, walaupun pada Hari Minggu dan hari-hari Perayaan lainnya, perayaan seperti ini bisa juga dilakukan.

Ayat 3.

Untuk umat beriman dan imam yang meminta perayaan Missal Romawi tahun 1962, maka pastor seyogyanya juga mengijinkan perayaan-perayaan tersebut dalam bentuk extra-ordinari [luar biasa] untuk kondisi tertentu seperti pernikahan, pemakaman atau perayaan-perayaan khusus lainnya seperti ziarah.

Ayat 4.

Imam yang menggunakan Missal Romawi dari Blessed Paus Yohanes XXIII harus memiliki kualifikasi untuk melaksanakannya dan secara juridis tidak terhalangi.

Ayat 5.

Dalam Gereja yang tidak memiliki paroki atau gereja-gereja konventual, maka adalah kewajiban dari rektor gereja tersebut untuk memberikan ijin di atas.

Pasal 6.

Dalam Misa yang dirayakan di tengah kehadiran umat yang sesuai dengan Misa dari Blessed Yohanes XXIII, para pembaca firman dapat menggunakan bahasa lokal, yakni memakai edisi Misa yang diakui oleh Tahta Apostolik.

Pasal 7.

Apabila suatu kelompok umat awam, seperti yang disebutkan dalam pasal 5 ayat.1 di atas, belum mendapatkan kepuasan terhadap permintaan mereka kepada pastor, maka mereka seyogyanya memberitahukan uskup diosesan. Uskup dimohonkan secara keras untuk memenuhi keinginan mereka. Apabila sang Uskup tersebut tidak dapat mengatur perayaan misa yang dimintakan maka permasalahan tersebut dirujuk kepada Komisi Kepausan untuk Gereja Allah [Pontifical Commission Ecclesia Dei].

Pasal 8.

Seorang Uskup yang berhasrat untuk memenuhi permohonan demikian, tetapi yang karena suatu alasan tidak dapat melaksanakannya, maka boleh merujuk problem ini kepada Komisi Kepausan untuk Gereja Allah untuk selanjutnya memperoleh petunjuk dan bantuan.

Pasal 9.

Ayat 1.

Pastor, setelah menguji semua aspek dengan penuh perhatian, juga boleh memberikan ijin untuk menggunakan ritual kuno untuk administrasi dari sakramen baptis, perkawinan, pertobatan, perminyakan, apabila dilakukan demi kebaikan jiwa-jiwa yang ingin mendapatkan sakramen tersebut.

Ayat 2.

Ordinaris diberikan hak untuk merayakan sakramen krisma menggunakan misa Kepausan kuno, apabila demi kebaikan jiwa-jiwa yang ingin mendapatkannya.

Ayat 3.

Klreus yang ditahbiskan secara “in sacris constitutes” boleh menggunakan Brevir Romawi yang diresmikan oleh Blessed Paus Yohanes XXIII tahun 1962.

Pasal 10.

Ordinari dari tempat khusus, apabila dia merasakannya tak pantas, boleh mengangkat seorang umat secara pribadi yang sesuai dengan Kanon 518 untuk perayaan yang mengikuti bentuk kuno dari ritus Romawi atau menunjuk chaplain, dengan tetap mentaati norma-norma hukum.

Pasal 11.

Komisi Kepausan untuk Gereja Allah, yang diangkat oleh Paus Yohanes II tahun 1988 [5] tetap melanjutkan kekuasaannya sesuai fungsinya. Komisi ini akan memiliki bentuk, kewajiban-kewajiban dan norma-norma dimana saja Uskup Roma berkeingian menugaskannya.

Pasal. 12.

Komisi ini, terpisah dari kekuasan yang ada padanya akan tetap menjalankan otoritas Tahta Suci, mengawasi ketaatan dan penerapan dari disposisi-disposisi ini.

Kami memerintahkan bahwa segala sesuatu yang kami tetapkan melalui surat apostolik yang diterbitkan ini sebagai “motu proprio” yang akan dipertimbangkan sebagaimana “ditetapkan dan dijadikan dekrit” dan akan ditaati dari tanggal 14 September tahun 2007, pada saat perayaan Pemuliaan Salib, apapun yang terjadi adalah sebaliknya.

Dari Roma, di St. Petrus, 7 Juli 2007, tahun ketiga dari Kepauasan kami.

[1] General Instruction of the Roman Missal, 3rd ed., 2002, No. 397.
[2] John Paul II, apostolic letter "Vicesimus Quintus Annus," Dec. 4, 1988, 3: AAS 81 (1989), 899.
[3] Ibid.
[4] St. Pius X, apostolic letter issued "motu propio data," "Abhinc Duos Annos," Oct. 23, 1913: AAS 5 (1913), 449-450; cf John Paul II, apostolic letter "Vicesimus Quintus Annus," No. 3: AAS 81 (1989), 899.
[5] Cf John Paul II, apostolic letter issued "motu proprio data," "Ecclesia Dei," July 2, 1988, 6: AAS 80 (1988), 1498.

Kamis, 02 Agustus 2007

Eksposisi Iman Orthodox dari St. Yohanes Damaskus


Eksposisi Iman Orthodox

Katakese dari St. Yohanes dari Damaskus

GEREJA ORTHODOX INDONESIA

PAROKI EPIPHANI SUCI JAKARTA

DIBAWAH KEUSKUPAN AGUNG HONGKONG DAN ASIA TENGGARA

JURIDIKSI KEPATRIARKHAN EKUMENIS KONSTANTINOPEL DI TURKI

Untuk Kalangan Sendiri

ALLAH

Bab 1

Tidak ada manusia yang pernah melihat Allah disepanjang segala waktu: Hanya Putera Tunggal Bapa Yang Ada di Pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan Dia (Yohanes 1:18). KeAllahan itu sendiri adalah Tak ter-utarakan serta Tak dapat dimengerti. Sebab tidak ada seorangpun yang mengenal Bapa selain Sang Putera: Juga tidak ada seorangpun yang mengenal Sang Putera selain Sang Bapa (Matius 11:27). Lebih jauh lagi, Sang Roh Kudus mengenal segala sesuatu tentang Allah, sebagaimana roh manusia mengenal apa yang ada dalam manusia. (bdk I Korintus 2: 11). Setelah Tatanan Kodrat yang Terberkati ini, tidak ada seorang pun yang pernah mengenal Allah kecuali jika Allah menyatakan diriNya kepadanya – hal ini berlaku bukan hanya bagi manusia tetapi juga bagi kuasa surgawi yang tertinggi, maksud saya para Kerubim dan Seraphim.

Tetapi Allah tidak hanya meninggalkan kita didalam ketidak-tahuan belaka, sebab melalui alam ini pengetahuan akan keberadaan Allah telah dinyatakan kepada manusia. Ciptaan-Ciptaan yang tercipta dalam keharmonisan serta keteraturan memproklamirkan keagungan dari Kodrat Ilahi ( Kebijaksanaan Salomo 13:5; Roma 1:20). Tentunya Ia telah memberikan kepada kita pengetahuan akan diriNya seturut akan kapasitas kemampuan kita, pertama-tama melalui Taurat dan kitab Para Nabi dan selanjutnya melalui Putera TunggalNya dan Tuhan dan Allah serta Juruselamat kita Yesus Kristus. Kita menerima segala sesuatu yang diturunkan kepada kita lewat Taurat dan Para Nabi dan Para Rasul serta Para penginjil, kita mengetahui ini semua serta menghormatinya, diatas dari segala yang telah diberikan kepada kita ini, kita tidak mencari hal-hal yang lain. Sebab Allah adalah baik, dan pencipta dari segala sesuatu yang baik dan tidak dapat ditundukan oleh suatu kejahatan ataupun juga rasa kasih yang berlebihan. Sebab dalam Kodrat Ilahi itu sama sekali tidak ada kejahatan, juga tidak dapat dipengaruhi oleh yang Jahat, hanya yang baik. Semenjak demikian Ia adalah mengetahui segala sesuatu dan menyediakan kita setiap apa yang kita butuhkan, Dia telah menyatakan kepada kita apa saja yang perlu dan dapat kita tanggung dan terima dan segala sesuatu yang tak dapat kita terima atau tanggung akan Ia tangguhkan. Oleh karenanya marilah kita menjadi cukup dan puas didalam segala sesuatu yang dinyatakanNya, marilah kita tinggal dan tidak melanggar batas-batas yang ditetapkanNya sejak masa lampau dan tidak melebihi dan melampaui dari Tradisi Ilahi.

Bab 2

Sekarang seseorang yang berbicara ataupun mendengar tentang Allah harus mengetahui diatas segala sesuatu yang diragukan dalam Theologia dan Inkarnasi bahwa tidak semua hal dapat diekspresikan dan tidak semua hal mampu berekspresi dan tidak semua hal tidak bisa diketahui dan tidak semua hal bisa diketahui. Segala hal yang dapat dimengerti adalah satu hal sedangkan hal yang dapat diutarakan adalah hal yang lain sebagaimana satu hal untuk diutarakan dan hal lain untuk dimengerti saja. Lebih jauh lagi banyak hal tentang Allah yang tak dapat dengan jelas diterima dan tidak dapat secara tepat dijelaskan sehingga kita wajib untuk mengekspresikannya dalam terminologi manusia hal-hal yang melampaui kemanusiaan. Sehingga ketika berbicara tentang Allah kita mengandaikannya secara manusiawi seperti Dia ‘tidur’, ‘marah’, ‘mempunyai tangan’, ‘kaki’ dst.

Sekarang kita mengaku bahwa Allah adalah tanpa awal dan akhir, kekal, abadi, tak diciptakan, tidak berubah, tidak dapat diganti, sederhana, dasar, tak bertubuh jasmani, tak dapat dilihat, takdapat disentuh, takterperi, tak terbatas, tak dapat dimengerti, tak tertempati, tak dapat terselami, maha baik, adil, pencipta dari segala sesuatu, mahakuasa, maha mengetahui, yang menyediakan, Raja yang berkuasa serta hakim dari segala, lebih itu kami mengaku bahwa Allah adalah Esa dan satu kodrat dan Dia dimengerti sebagai dan mempunyai tiga pribadi, maksud saya adalah Sang Bapa dan Sang Putera dan Sang Roh Kudus. Bapa, Putra dan Roh Kudus adalah satu dalam semua hal, menyelamatkan dalam diri Dia Yang Tidak Diperanakkan, Dia Yang Diperanakkan dan dalam Dia Yang Diturunkan. Kami juga mengetahui dan mengaku bahwa bagi keselamatan kita Sang Sabda Allah melalui belas kasih yang melimpah, melalui keinginan Sang Bapa dan melalui karya Roh Kudus telah dikandung tanpa benih laki-laki dan secara suci diperankan, dilahirkan oleh Sang Perawan Suci, Bunda Allah, Maria melaui Roh Kudus, juga melalui dia (Maria) ia menjadi Manusia Sempurna; dan Dia adalah juga Allah yang Sempurna dalam waktu yang sama Manusia Sempurna, dalam mempunyai dua kodrat: Ilahi dan Manusiawi, dan didalam dua kodrat intelektual dilengkapi dengan kehendak, kebebasan dalam berbuat yang sempurna (sebagai Allah dan Manusia-red), sempurna sebagaimana sesuai dengan prinsip dan definisi baik dalam keIlahianNya dan kemanusiaanNya tetapi utuh bersatu dalam satu hypostasis. Dan kita mengetahui dan mengaku bahwa Ia telah mengalami rasa lapar dan haus serta rasa letih, dan Ia telah disalibkan dan selama tiga hari Ia telah mengalami kematian dan penguburan dan Dia kembali kepada surga dimana darinya Ia telah datang dari sana Ia akan datang kembali kepada kita di hari-hari

terakhir. Hal-hal ini telah disaksikan oleh Kitab Suci dan segenap Para Kudus. Tetapi semacam apakah kodrat / substansi dari Allah, atau bagaimanakah Ia memenuhi segala sesuatunya, atau bagaimanakah Putera Tunggal Allah Yang adalah Allah mengosongkan diriNya sendiri dan menjadi seorang manusia dari darah seorang Perawan, atau bagaimanakah Ia dapat berjalan diatas air bak tanah kering?, kita tidak akan mengerti akan hal ini (Mazmur 13:1). Jadi adalah sesuatu hal yang mustahil untuk mengatakan atau secara utuh mengerti segala sesuatu tentang Allah diluar dari segala sesuatu yang secara ilahi telah dinyatakan kepada kita, baik itu adalah hal yang dikatakan ataupun diwahyukan oleh deklarasi suci dari Perjanjian Lama dan Baru.

Bab 3

Sekarang kenyataannya adalah Allah itu ada dan tidak diragukan oleh mereka yang menerima Kitab Suci, baik Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru, juga tidak diragukan oleh sebagian besar orang Yunani (filsuf) sebagaimana yang telah kami katakan dimana pengetahuan akan keberadaan Allah diwahyukan kepada kita melalui alam. Tetapi karena kejahatan Si Jahat telah sangat menguasai kodrat manusia bahkan sampai menyeret beberapa diantara mereka kedalam jurang kehancuran yang tak berdasar yang tak terkatakan itu sehingga mereka berani berkata bahwa Allah itu tidak ada (seperti orang bebal yang dikatakan oleh Nabi Daud: Orang bebal berkata dalam hatinya: “Tidak ada Allah” (Mazmur 13:1 LXX), setelah itu para murid dan rasul dari Tuhan yang dibuat bijaksana oleh Roh Maha Kudus, telah bertindak melalui kuasa dan rahmat-kurniaNya dengan berbuat mujizat dan tanda guna menarik orang-orang itu kedalam jala mujizat, mereka telah ditarik dari ketidak perdulian mereka yang dalam akan Allah kepada terang dari pengetahuan akan Dia. Demikan juga sama halnya dengan para gembala dan guru yang melalui Rahmat Sang Roh Kudus dan melalui Kuasa bermujizat serta melalui perkataan-perkataan penuh terang rahmat, telah berhasil dalam mempertobatkan mereka yang ada dalam kesesatan dan kegelapan. Sekarang biarlah kita yang belum menerima karunia untuk bermujizat dan mengajar yang diakibatkan oleh penyerahan diri kita kepada kenikmatan duniawi yang telah membuat kita tidak layak, marilah kita memanggil dan memohon pertolongan dari Sang Bapa dan Sang Roh Kudus guna mampu untuk mendiskusikan dan mejelaskan beberapa hal yang oleh rahmat telah diturunkan kepada kita.

Segala sesuatu adalah diciptakan atau tidak diciptakan. Sekarang apabila mereka itu diciptakan tentunya mereka itu secara pasti dapat berubah, sebab segala sesuatu yang dihasilkan dengan sebuah perubahan tentunya dapat berubah (tembikar dari tanah liat, tanah liat dapat diubah, tentunya tembikar dapat berubah), berubah baik oleh karena lapuk atau karena perubahan yang dilakukan secara sengaja. Jikalau mereka itu tidak diciptakan maka secara logika mereka tentunya secara pasti tidak dapat berubah. Sebab segala sesuatu yang keberadaan karakternya berlawanan dengan atributnya adalah sesuatu yang berlawanan (malaikat diciptakan untuk yang baik tetapi menjadi jahat, menyalahi/melawan kodrat). Jadi siapa yang tidak setuju bahwa semua mahkluk termasuk didalam kategori ini yaitu dapat berubah, bahkan malaikat sekalipun dapat berubah dan diubah dan dapt dipindahkan dalam berbagai cara. Mahkluk-mahkluk yang berintelek-maksud saya; malaikat, jiwa (manusia) dan roh-roh jahat dapat berubah seturut kehendak bebas mereka, bertumbuh dalam kebaikan atau menyusut kualitas mereka, menjadi buruk; dimana juga mereka berubah oleh karena regenerasi atau degradasi, meningkat atau menurun, berubah dalam kualitas atau berubah dalam posisi. Pendek kata segala sesuatu yang dapat berubah pasti tentunya adalah: diciptakan. Mahkluk-mahkluk ciptaan tentunya secara pasti diciptakan oleh sesuatu.

Tetapi Sang Pencipta haruslah Tidak Diciptakan, sebab kalau Ia diciptakan maka tentunya ada yang lain yang menciptakan Dia- dan setrusnya, dan seterusnya sampai kita tiba pada sesuatu yang Tidak Pernah Diciptakan. (Origin dari segala sesuatu, ini adalah hal yang masuk diakal).

Jadi tentunya Sang Pencipta adalah sesuatu/seseorang pribadi yang Tidak Diciptakan dan secara sepenuhnya adalah Pribadi yang tak dapat berubah. Dan Siapa lagi kalau bukan Allah?

Lebih-lebih lagi, keharmonisan dari ciptaan, penjagaan serta pemeliharaan dan pengaturan semesta alam telah mengajar kita tentang adanya Allah yang telah membuat dan mengatur segala sesuatu dan menjaganya serta penyediaannya (Penyelenggaraan Ilahi), lebih lagi, bagaimana mungkin kodrat-kodrat ciptaan yang berbeda-beda seperti: Api, Air, Tanah dan Udara, berkombinasi satu sama lainnya untuk membentuk bumi ini dan tetap tidak tercampur satu sama lainnya, tentunya hal ini hanya bisa dijaga dan terjadi jika ada seuah kekuatan yang Maha Kuasa yang membuat mereka bersatu tetapi tidak berbaur dan tetap seperti ini. (St. Athanasius: Contra Gentes no: 35-36).

Jadi apakah yang telah menyusun segala sesuatu yang dibumi dan disurga, segala sesuatu yang bergerak di udara, di air, lebih lagi tentang hal-hal yang di atas disebutkan; seperti surga, bumi juga kodrat dari api dan air, siapa yang menyusun dan mengatur mereka sedemikian rupa? Siapa yang mengatur pengaturan mereka sehingga mereka dapat teratur bergerak dalam jalannya masing masing, tanpa terhambat dan terhenti? Ataukah benda-benda ini tidak mempunyai seorang arsitek yang memberi prinsip pengaturan didalam keberadaan mereka yang dimana seluruh kosmos alam semesta ini bergerak dan teratur, atau bahkan mungkin diatur? Tetapi siapakah arsitek dari segala sesuatu ini? Adakah Ia juga yang berkuasa membuat segala sesuatu dari tidak ada menjadi ada? Tentunya kita tidak bisa dan tidak mungkin menganggap segala hal diatas serta kekuasaan yang mengatur alam semesta ini sebagai sebuah kebetulan dan mengaggapnya sekedar sebuah kespontanitasan saja. Jika diandaikan bahwa semuanya ini hanya sebuah spontanitas yang kebetulan saja maka bagaimana jadinya bahwa semesta kosmos ini menjadi sangat teratur sekali dalam pengaturannya atau bagaimana bisa terjadi bahwa kosmos menjadi seperti ini dalam pengaturannya? Juga siapa yang tetap memelihara pengaturan dasar yang mengatur kosmos ini? Tentunya pasti lebih dari hanya sekedar suatu kebetulan saja. Siapa lagi kalau bukan Allah! (St. Gregorius Naziansus, Homili 28:16).

Bab 4

Jadilah jelas bahwa Allah itu benar-benar ada tetapi apakah Dia didalam essensi dan kodratNya adalah tidak dapat diketahui, tidak dapat dimengerti dan sangat melampaui segala pemahaman. Bahwa dia tidak mempunyai tubuh adalah sudah jelas, sebab bagaimana tubuh mampu menampung sesuatu yang tak terbatas, tak berbentuk, tak dapat terjegal, tak berjasmani, tak terlihat, sederhana dan tak bermajemuk? Bagaimana sesuatu dapat menjadi sesuatu yang tak dapat berubah (Ilahi) jikalau sesuatu itu adalah sesuatu yang dapat berubah dan dapat di jelaskan (manusiawi)? Dapatkah sesuatu yang adalah terdiri atau terbuat dari elemen-elemen bumi (elemen ini dapat menjadi lapuk), dapatkah sesuatu ini menjadi sesuatu yang tak dapat berubah? Pengabungan (elemen kelapukan) adalah penyebab konflik, konflik adalah penyebab pemisahan, pemisahan adalah penyebab kehancuran, kehancuran adalah sesuatu yang asing bagi Allah (St. Gregorius Naziansus Homili 7).

Dan sekali lagi bagaimana prinsip berikut ini tetap dijaga yaitu: Allah menembus dan memenuhi segala sesuatu sebagaimana yang di tuliskan dalam Kitab Suci: Tidakkah Aku memenuhi langit dan bumi? Demikianlah Firman TUHAN (Yeremia 23:24). Sebab adalah adalah mustahil bagi sebuah tubuh untuk menembus sesuatu tanpa memecah atau membelah tanpa mengalami pemecahan dan pemisahan, atau memecah dan memisah tanpa mengalami pencampuran, sebagaimana jika dua jenis cairan digabungkan (St. Gregorius Naziansus Homili 28:8).

Sekarang apakah perlunya dibahas tentang tubuh tak berjasmani ini yang sering disebut oleh para filsuf Yunani sebagai tubuh kelima, hal ini adalah sesuatu yang mustahil, sebab hal ini menjadi hal yang bergerak, seperti Surga, yang sering mereka sebut sebagai tubuh kelima, tetapi karena sesuatu yang bergerak pasti ada yang menggerakannya jadi siapakah yang menggerakan hal ini? Sebagaimana kita mencari asalnya kita akan bertemu dengan sesuatu yang tak dapat digerakan (St. Gregorius Naziansus Homili 28:8). Sebab penggerak pertama adalah Dia Yang Tak Tergerakan yaitu Dia yang adalah Yang Ilahi. Jadi hanya Yang Ilahi saja yang tak tergerakkan dan dengan KetaktergerakkanNya Ia mengerakan seluruh dan segala sesuatu. Dan pada akhirnya sesorang akhirnya dapat mengambil kesimpulan bahwa KeIlahian itu tidaklah berjasmani.

Semua hal diatas tidaklah menunjukan karakteristik dari essensi kodrat dari Allah tetapi tidak lebih hanya sekedar menunjukan bahwa Dia tidaklah diperanakkan tanpa awal, tidak berubah, abadi atau segala sesuatu yang menegaskan tentang Allah. Hal-hal ini tidaklah menunjukkan apakah Allah itu tetapi lebih menerangkan apa-apa yang bukan Allah (St. Gregorius Naziansus Homili 28:8). Sesorang yang ingin menyatakan tentang kodrat dari sesuatu haruslah menerangkan apakah sesuatu tersebut bukan menerangkan apa-apa yang bukan dari sesuatu tersebut.

Tetapi jika sehubungan dengan Allah adalah hal yang mustahil untuk mengetahui seperti apakah Dia didalam kodratNya jadi adalah lebih baik (mudah) untuk menjelaskan tentang Allah dengan menerangkan segala sesuatu yang bukan Dia. Sebab Ia (Allah) tak dapat dihitung diantara segala ciptaan, bukan karena Dia tidak ada tetapi karena Dia melampaui segala mahkluk dan kemahklukan itu sendiri. Dan jikalau pengetahuan mengacu kepada kemahklukan maka sesuatu yang melampaui pengetahuan tentunya akan melampaui kodrat dan sebaliknya juga, sesuatu yang melampaui kodrat akan melampaui pengetahuan (St. Dionisius Aeropagitus, Theologia Mistika II)

Jadi KeIlahian itu tidak terbatas dan tidak termengerti dan KeTidakTerbatasanNya dan KeTidakTermengertianNya adalah satu-satunya yang dapat kita mengerti tentang Allah. Segala sesuatu yang telah kami nyatakan dengan tegas tentang Allah tidaklah menunjukan seperti apa Kodrat dari Allah itu tetapi hanya sekedar menjelaskan segala sesuatu yang berhubungan dengan Kodrat Allah. Jika kita akan berbicara tentang kebaikan, keadilan atau kebijaksanaan atau hal yang lain yang serupa itu maka kita tidak sedang berbicara tentang Kodrat dari Allah tetapi kita sedang berbicara apa-apa yang berhubungan dengan Kodrat Allah. Lebih jauh lagi ada hal-hal yang secara tegas dinyatakan tetapi yang lebih bersifat negatif yang ekstrim. Sebagai contoh ketika kita sedang berbicara tentang kegelapan didalam Tuhan kita bukan berbicara tentang sebuah kegelapan dalam arti gelap (St. Dionisius Aeropagitus, Theologia Mistika I ) yang dimaksud disini adalah Allah bukanlah terang tetapi Dia melampaui terang. Juga dalam hal yang sama ketika kita sedang berbicara mengenai terang yang kita maksud adalah bukan kegelapan.

Bab 5 (mengenai Allah dan para ilah)

Telah dengan cukup di demonstrasikan bahwa Allah itu ada dan KodratNya tidak dapat dimengerti. Lebih jauh lagi bagi mereka yang mempercayai Kitab Suci tidak akan mempunyai keraguan bahwa Allah itu Esa bukannya banyak. Sebab Tuhan telah bersabda sejak mulanya pada saat Ia memberikan hukum pada Musa: “Akulah TUHAN Allahmu yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir dari tempat perbudakan. Jangan ada padamu allah lain dihadapanKu” (Keluaran 20:2&3) dan lagi kataNya: “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita. TUHAN itu Esa! (Ulangan 6:4). Melalui perkataan Nabi Yesaya: “Sebelum Aku tidak ada Allah dibentuk dan sesudah Aku tidak akan ada. Aku Akulah TUHAN” (Yesaya 43:10). Didalam Kitab Injil Kudus, Tuhan berkata kepada Sang Bapa: “Inilah hidup kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar” (Yohanes 17:3). Bagi mereka yang tidak mempercayai Kitab Suci kita akan mendiskusikannya sebagai berikut ini.

KeIlahian itu sempurna dan tidak ada kekurangannya dalam kebaikan, kebijaksanaan atau kuasa. Dia tidaklah mempunyai awal, tidak mempunyai akhir, abadi, tidak terjelaskan, tidak terperi secara sederhana dapat dikatakan sebagai berikut ini, yaitu Ia adalah Sempurna dalam segala hal. Sekarang kalau kita mengatakan adanya banyak ilah (dewa) maka sudah tentunya ada banyak perbedaan satu sama lain dari dewa-dewa ini, sebab jika tidak ada perbedaan satu-sama lainnya maka tentunya tidak diperlukan banyak dewa tetapi satu Ilah saja.

Sekarang kalau adanya perbedaan-perbedaan ini maka dimana letak kesempurnaanNya? Sebab jikalau seorang Ilah kekurangan akan kebaikan, kebajikan atau kuasa, atau ruang, tempat dan waktu maka Ilah tersebut bukanlah Allah. Identitas dari Allah didalam segala sesuatunya menunjukan bahwa Ia adalah Esa bukannya banyak (St. Gregorius dari Nyssa, Uraian Katekesasi, bagian kata pengantar).

Dan lagi jikalau adanya banyak ilah, bagaimanakah seseorang dapat mendukung fakta bahwa Allah itu Tak Terperi? Sebab jikalau dimana ada yang Esa maka bagaimana mungkin ada yang lain?.

Dan jikalau dunia ini diperintah banyak ilah maka tentunya akan jelas terjadi konflik antar ilah-ilah tersebut, dan jikalau hal ini terjadi maka sejak semula bumi ini sudah hancur, rusak dan binasa. Bisa saja orang mengatakan bahwa setiap ilah mempunyai daerah kekuasaan, kalau demikian siapakah yang mengatur dan membagi wilayah kekuasaan ini? Kalaupun hal ini adalah benar maka Mahkluk terakhir yang membagi wilayah tersebut tak ada yang lain selain Allah. Allah adalah Dia yang Sempurna, tak terperi, pencipta semesta alam, pemelihara dari tata susunan dan pemerintah yang melebihi dan melampaui segala kesempurnaan.

Selain hal ini adalah hal yang alamiah dan perlu bahwa Pencipta asali dari hal hal yang mendua adalah dalam kesatuan (St. Dionisius Aeropagite, Nama-nama Ilahi 13:3).

Bab 6 (Mengenai Sang Sabda dan perkataan kita)

Sekarang Allah yang Esa itu tidaklah ada tanpa adanya Sabda, dan Jikalau Ia mempunyai Sabda maka Sabda ini tentunya mempunyai keberadaan sendiri dan tentunya Ia juga tidak mempunyai awal dan akhir sebagaimana mahkluk ciptaan. Sebab tidak ada sesaatpun dari waktu dimana Allah Sang Sabda itu tidak ada (Ia Maha Ada). Allah selalu mempunyai SabdaNya yang diperanakkan dari DiriNya sendiri -hal ini tidaklah seperti perkataan-perkataan yang keluar dari mulut kita yang tidak mempunyai keberadaan tersendiri dan hilang di udara begitu saja setelah keluar dari mulut kita, tetapi Sang Sabda mempunyai Keberadaan yang Tunggal (enupostaton-tersendiri), Ia Hidup, Sempurna dan tidak lepas daripada Allah tetapi selalu berada didalam diri Allah (St Gregorius dari Nyssa, Uraian Katekesasi bab 2). Sebab dimanakah Ia akan berada apabila Ia berada diluar Allah (Bapa)? Kodrat kita manusia adalah tidak kekal dan mudah lapuk oleh sebab itu perkataan-perkataan kita tidak mempunyai keberadaan tersendiri. Tetapi Allah selalu ada dan sempurna maka SabdaNya selalu ada, Hidup, Sempurna, Tunggal dalam keberadaanNya dan mempunyai Segala Sesuatu yang dipunyai oleh Dia (Bapa) yang memperanakkanNya!

Perkataan-perkataan yang keluar dari pikiran kita tidaklah terlepas dari pikiran kita, tetapi hal-hal yang keluar dari pikiran kita tentunya terlepas dari pikiran kita serta berbeda dari pikiran kita. Tetapi apabila keluar dalam bentuk perkataan dan perkataan tersebut itu menjelaskan apa yang ada dalam pikiran kita maka perkataan kita tak sepenuhnya tersendiri-tunggal-terlepas dari pikiran kita. Bahkan sebetulnya perkataan kita yang keluar dari pikiran kita adalah identik dengan pikiran kita itu sendiri dalam kodratnya. Hal ini mirip dengan Sang Sabda. Sang Sabda Allah sejauh sebagaimana Ia tinggal dalam DiriNya sendiri maka Ia akan terlepas daripada Dia (Bapa) yang olehNya (Bapa) Ia (Sabda) mempunyai kodratNya, Tetapi oleh karena Dia (Sang Sabda) menunjukan dalam DiriNya sendiri segala sesuatu yang dipikirkan didalam Allah (Bapa), maka didalam kodratNya Ia adalah Identik dengan Allah.

Sebagaimana segala kesempurnaan didalam segala sesuatu yang ditemukan didalam Sang Bapa, maka akan ditemukan juga didalam Diri Sang Sabda yang diperanakkan dari Sang Bapa.

Bab 7 (Mengenai Roh)

Adalah hal yang perlu dikatakan bahwa Sang Sabda mempunyai Roh. Lalu sebagaimana perkataan-perkataan kita yang keluar dari mulut kita selalu dibarengi oleh nafas walaupun dalam hal ini nafas tidakalah sekodrat dengan kita. Adalah menarik dan menghembuskan udara yang kita hirup adalah penting demi kelangsungan hidup. Tetapi dengan pengartikulasian dari nafas inilah menjadi ekspresi vokal dan membuat perkataan kita menjadi bermakna dan berkuasa (ST. Gregorius dari Nysaa, Uraian Katekesasi bab 2).

Sekarang didalam kesederhanaan dari Kodrat Ilahi keberadaan dari Sang Roh Allah diakui dengan iman, sebagaimana Sang Sabda diakui. Adalah bukan hal yang saleh untuk mengerti Sang Roh Kudus sebagai sesuatu yang asing dari Allah dan yang timbul belakangan. Sebaliknya sebagaimana ketika kita mendengar akan adanya Sang Sabda dan mengerti bahwa Ia (Sang Sabda) bukannya tidak Tunggal keberadaanNya (enupostaton-tersendiri) atau bahwa Ia bukan hanya sekedar ekspresi vokal yang keluar dari Sang Bapa serta merta hilang larut di udara. Tetapi kita mengerti akan Dia sebagai yang Tunggal KeberadaanNya penuh dengan Kehendak dan Perbuatan dan Maha Kuasa. Dengan cara yang sama kita belajar tentang keberadaan Sang Roh Kudus, kita mengerti akan Dia dan hubunganNya dengan Sang Sabda, Dialah yang membuat perbuatan dari Sang Sabda menjadi terlaksana. Kita tidak mengerti Sang Sabda sebagai sebuah tarikan nafas yang tak berpribadi, sebab dengan demikian kita telah merendahkan keagungan dari Kodrat Ilahi dengan menyekutukanNya dengan nafas manusia. Sebaliknya kita mengerti tentang Sang Roh Kudus sebagai kodrat kuasa yang berpribadi tersendiri, keluar dari Sang Bapa dan datang tinggal didalam Sang Sabda serta menyatakan Dia, tak terpisahkan dari Sang Bapa didalam KodratNya, ataupun juga tak terpisahkan dari Sang Sabda dimana denganNya Ia dihubungkan, mempunyai Kuasa, tidak terlarut kepada ketidak beradaan, melainkan secara Tunggal keberadaanNya seperti Sang Sabda- Ia Hidup, Mempunyai Kehendak, Bergerak Sendiri, Aktif, Sepanjang waktu Berkehendak Baik, Menggunakan KuasaNya untuk melaksanakan segala sesuatu yang sesuai dengan RencanaNya, tidak mempunyai awal dan tidak mempunyai akhir. Sebagaimana Sang Putera tidak kekurangan suatu apapun dari Sang Bapa maka Sang Roh Kudus tak kekurangan suatu apapun dari Sang Sabda.

Jadi di satu pihak, kesatuan dari Kodrat menunjukan kesalahan politeisme dari orang Yunani, dipihak lain pengajaran tentang Sang Sabda dan Sang Roh Kudus menghancurkan pengajaran dari orang Yahudi. Tetapi diwaktu yang bersamaan ada juga kebaikan yang ditimbulkan oleh dua heresi (kesesatan) ini: dari Agama Yahudi adalah pendapat mengenai keutuhan dan keEsaan dari Kodrat sedangkan dari Politeisme Yunani adalah pendapat mengenai keunikan serta perbedaan dari pribadi-pribadi (St. Gregorius dari Nyssa, Uraian Katekisasi, Bab 3).

Kalaupun Orang Yahudi mempertentangkan akan pengajaran mengenai Sang Sabda dan Sang Roh Kudus maka biarlah Kitab Suci sendiri yang melawan serta membungkam mereka.

Nabi Daud telah berkata mengenai Sang Sabda: “Untuk selama-lamanya, ya TUHAN, FirmanMu tetap teguh di sorga” (Mazmur 118:89 LXX), juga katanya lagi: “DisampaikanNya FirmanNya dan disembuhkanNya mereka” (Mazmur 106:20 LXX), perkataan/sabda yang hanya diucapkan tidaklah bisa berdiri selamanya ataupun dapat diutus. Mengenai Sang Roh Kudus Nabi Daud yang sama juga mengatakan: Oleh Firman Tuhan langit dijadikan, oleh Roh dari MulutNya segala tentaranya (Mazmur 32:6 LXX). Nabi Ayub juga mengatakan hal yang sama: “Roh Allah telah mebuatku dan nafas Yang Mahakuasa membuat aku hidup” (Ayub 33:4). Sekarang Sang Roh Kudus yang telah diutus dan berbuat sesuatu, menguatkan, memelihara bukanlah hanya sekedar sebagai nafas yang larut di udara sebagaimana mulut Allah menjadi sekedar anggota bagian tubuh. Roh Kudus disini haruslah sepatutnya dimengerti sebagai Allah (St. Basilius Agung, Tentang Roh Kudus, 18:46).

Bab 8 (Sang Bapa dan Sang Putera Pra-kekal serta Sang Roh Kudus)

Jadi kita percaya kepada Allah yang Esa, satu prinsip, tanpa awal, tak diciptakan, tidak dikandung, tidak dapat dimusnahkan, abadi, kekal, tak terbatasi, tak terperi, tak dapat dibelenggu/dibendung, Mahakuasa, sederhana, tidak majemuk, tak berjasad, tak berubah, tak dapat dipengaruhi, tak dapat ditambah-dikurangi-diganti, tak nampak oleh mata, sumber kebaikan dan keadilan, terang nurani tak dapat ditembus, tak dapat dimasuki, kuasa yang tak dapat diukur dengan nalar serta pemikiran apapun, tetapi terukur hanya oleh dengan KehendakNya, sebab Ia dapat dan mampu melakukan hal apa saja yang disukaiNya (Mazmur 134:6 LXX); khalik segala sesuatu baik yang kelihatan maupun yang tak kelihatan, yang mengikat serta menyatukan segala sesuatu serta memelihara mereka dengan PenyediaanNya, memerintah serta menguasai segalanya didalam suatu kepemerintahan yang tak kunjung selesai, abadi serta kekal; tanpa adanya suatu pertentangan, memenuhi segala sesuatu, tak tertampung oleh apapun, tetapi DiriNya sendiri menampung segala sesuatu, sebagai pemilik dan pemelihara segala sesuatu, menembus segala sesuatu tanpa tercemar dan terkotori, memisahkan segala sesuatu melampau segala sesuatu dan segala kodrat, sebagai Adi Hakekat yang melampaui segala sesuatu, keagungan ilahi yang yang tiada taranya, penuh dengan kemahakebaikan, menunjukkan serta mengatur semua tata susunan kepemerintahan serta kuasa, diatas semua kuasa dan seluruh tata susunan kuasa, diatas segala hakekat, kehidupan, konsep serta kata-kata; Adalah Sang Terang itu sendiri dan Sang Baik dan tidak mempunyai tubuh atau sumber lain tetapi adalah Sang Sumber itu sendiri, serta Sumber dari segala sesuatu, Sumber hidup dari seluruh kehidupan, Sumber dari kata-kata dari segala kepandaian, penyebab dari segala hal yang baik bagi semua; Maha mengetahui sebelum segala sesuatunya terjadi; Esa Hakekat, Esa KeAllahan, Esa Kebajikan, Esa Kehendak, Esa Pengkaryaan, Esa Pemerintahan, Esa Kuasa, Esa Dominasi, Esa Kerajaan, dikenal dalam Tiga Pribadi Yang Sempurna di puja dalam satu penyembahan, dipercaya dan disembah oleh setiap mahkluk rasional, Utuh Bersatu Tanpa Tercampur, Tersendiri Tanpa Terpisahkan, yang adalah melampaui segala pemahaman serta pengertian.

Kami percaya didalam Sang Bapa dan Sang Putera serta Sang Roh Kudus dimana didalamNya kita telah dibaptiskan. Sebab inilah yang diperintahkan oleh Tuhan kepada para Rasul: Baptiskan mereka didalam nama Sang Bapa dan Sang Putera dan Sang Roh Kudus (Matius 28:19).

Kami percaya didalam Satu Sang Bapa, Penguasa (Prinsip) dan Penyebab dari segala sesuatu, yang tidak diperanakkan oleh segala sesuatu, yang satu-satunya yang tidak disebabkan dan tak terperanakkan, khalik dari segala sesuatu dan oleh KodratNya adalah Bapa dari Putera TunggalNya, Tuhan dan Allah serta Juruselamat kita, Yesus Kristus, Sang Bapa adalah juga yang mengeluarkan Sang Roh Yang Mahakudus.

Kami juga percaya didalam Putera Allah yang Esa dan yang Tunggal, Tuhan kita Yesus Kristus, yang diperanakkan oleh Sang Bapa sebelum segala abad, terang dari terang, Allah Sejati dari Allah Sejati, Diperanakkan bukan diciptakan, sehakekat dengan Sang Bapa yang melaluiNya segala sesuatu diciptakan. Tentang Dia yang dikatakan, bahwa Ia ada sebelum segala zaman, yang kami maksudkan disini adalah Dia Diperanakkan adalah diluar zaman dan waktu dan tanpa ada awalnya, sebab Putera Allah tidak dijadikan dari ketiadaan menjadi ada; dialah terang sinar yang bercahaya dari kemuliaan dan bentuk dari hakekat dari Sang Bapa, Dialah kuasa dan kebijaksanaan yang hidup, Sang Sabda yang berhakekat dan suatu gambar yang sempurna dan hidup dari Allah yang tak nampak oleh mata (Ibrani 1:3; I Korintus 1:24; Kolose 1:15). Sesungguhnya Ia selalu bersama dengan Sang Bapa, diperanakkan daripadanya secara abadi tanpa awal. Sebab Sang Bapa tidak ada saat dimana Sang Putera tidak ada tetapi Sang Bapa dan Sang Putera berkeksistensi bersama secara bersamaan, Sebab Sang Bapa tidak dapat disebut Sang Bapa tanpa adanya Sang Putera.

Adalah sebuah hujatan yang sangat amat besar dan tak terperi untuk mengatakan bahwa jika Dia bukanlah Bapa ketika Ia belum mempunyai Putera dan kemudian menjadi Sang Bapa setelah memiliki Sang Putera dan sekarang menjadi Bapa setelah sebelumnya tidak menjadi seorang Bapa dikarenakan tidak mempunyai Putera. (Ini sama saja mengatakan bahwa Allah dapat berubah!)

Sebab adalah suatu hal yang mustahil untuk membicarakan tentang Allah sebagaimana layaknya manusia yang tak mempunyai kuasa kodrati dalam memperanakkan, dan kuasa memperanakkan adalah kuasa untuk memperanakkan diriNya sendiri yaitu hakekatNya sendiri, Keturunan yang sama denganNya didalam kodrat!.

Juga adalah hal yang tidak saleh dan tidak bijaksana untuk mengatakan bahwa waktu turut ikut campur serta dalam memperanakkan Sang Putera dan mengatakan bahwa Sang Putera ada dalam keberadaaanNya (bereksistensi) setelah Sang Bapa (St. Gregorius dari Nazian, Homili 20:7).

Sebab kita mengatakan diperanakkannya Sang Putera adalah dari Sang Bapa yaitu dari KodratNya; Jikalau kita tidak mengatakan bahwa Sang Putera yang diperanakkan dari Sang Bapa ada dalam keberadaanNya bersama dengan Sang Bapa dari sejak permulaannya maka akibatnya kita mengatakan bahwa ada perubahan didalam hakekat Sang Bapa, dengan kata lain: Bapa dulunya bukan Sang Bapa, tetapi menjadi Bapa dikemudian hari (setelah hadirnya Sang Putera).

Sekarang halnya dengan penciptaan; walaupun terjadi di waktu yang lampau (selampau dengan terjadinya waktu) tidaklah diperanakkan dari hakekat Sang Bapa tetapi terjadi dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada (creatio ex nihilo) oleh karena kehendak dan kuasaNya sendiri serta tak mempengaruhi atau memberi perubahan dalam kodratnya Allah.

Diperanakkan berarti diproduksi dari kodrat-hakekat dari yang memperanakkan, sebuah keturunan yang mempunyai hakekat/kodrat yang sama dengan yang memperanakkanNya (non creatio ex nihilo). Sedangkan penciptaan dilakukan dengan membuat sesuatu menjadi ada, sesuatu yang dari luar Sang Pencipta bukan dari/keluar dari kodrat Sang Pencipta itu sendiri.

Jadi baik perbuatan Memperanakkan dan Menciptakan tidak memberi efek-samping atau perubahan serta pengaruh kepada Dia yang tak terpengaruhi, tak tervariasi, tak berubah, Dia Allah Yang Kekal Selalu Sama! Oleh karena kesederhanaanNya serta ketidak majemukanNya serta akibatnya oleh karena kodratNya yang tak terpengaruhi dan tak berubah maka Dia dalam kodratNya tidaklah tunduk kepada perubahan (Passio-penderitaan oleh perubahan) yang diakibatkan oleh perbuatan memperanakkan atau dari perbuatan menciptakan juga Dia tidaklah memerlukan bantuan dan kerja-sama dari apapun ataupun siapapun. Sebaliknya, perbuatan memperanakkan adalah perbuatan yang dimiliki oleh KodratNya dan keluar dari hakekatNya sendiri, perbuatan ini adalah tanpa awal dan akhir, bersifat kekal, sehingga Dia yang memperanakkan tidaklah mengalami perubahan sehingga Ia tidak menjadi: pertama-tamanya adalah Allah lalu menjadi Allah yang lain, Dia tidak lah menerima tambahan apapun. Tetapi Penciptaan adalah Karya dari kehendak Allah sehingga tidaklah menjadi kekal seperti Allah itu sendiri – Penciptaan bukanlah berasal atau keluar dari kodratNya Allah sehingga bisa membuat kodrat dari ciptaan tersebut menjadi rekan se-kekal, tanpa awal dan selalu ada, ciptaan adalah keluar dari ketiadaan menjadi ada melalui kehendak Allah. Tentunya Allah dan manusia tidaklah berproduksi atau membuat sesuatu dengan cara yang sama (St. Gregorius dari Nazian, Homili 20:7).

Jadi manusia tidaklah membuat sesuatu ada menjadi ada dari ketiadaan. Apa yang dibuat oleh manusia adalah selalu dari materi dan bahan-bahan yang sudah ada bukan hanya sekedar dengan berkehendak tetapi dengan berpikir sebelumnya dan mempunyai ide tentang benda apa yang akan dibuatnya, lalu mulai bekerja dengan tangannya, berpeluh dan berusaha yang kadang kala mengalami kegagalan sebab hal-hal yang dinginkan kadangkala tak tercapai. Allah dilain pihak menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan hanya dengan sekedar berkehendak. Oleh karenanya juga maka Allah dan Manusia tidaklah memperanakkan dengan cara yang sama.

Allah yang tak mempunyai/tak tertunduk oleh waktu, tanpa awal, tak terpengaruh, tak berubah, tak bertubuh, unik dan tanpa akhir ini, Dia memperanakkan dengan tanpa mempunyai/tak tertunduki oleh waktu, tanpa awal, tanpa terpengaruhi, tanpa mengalami perubahan serta tanpa persetubuhan. PemeranakanNya yang tak terperi dan tak terpikirkan ini juga tak mempunyai awal dan akhir serta kekal adanya sebab Ia tak terpengaruhi dan tak bertubuh, adalah tanpa persetubuhan oleh karena Ia tidak mempunyai tubuh dan oleh karena Dialah satu-satunya Allah yang tak memerlukan pertolongan dari siapapun atau apapun, tak berakhir, tak berkesudahan sebab Ia tak mempunyai atau tunduk oleh waktu, tanpa akhir dan kekal sama selamanya. (St. Kirilus dari Alexandria, Thesaurus, bagian kelima)

Seyogyanya, Allah Yang Kekal adanya memperanakkan Sang Sabda secara tanpa awal dan tanpa akhir sebagai Dia Yang Sempurna, kalau tidak maka Allah yang secara kodrat dan eksistensi adalah diluar waktu harus memperanakkanNya didalam ruang lingkup waktu. Sekarang manusia memperanakkan dengan cara yang berbeda sebab ia tunduk harus dilahirkan, mengalami kematian, berubah dan mengalami pertumbuhan sebab ia bertubuh dan kodratnya adalah wanita dan pria dikarenakan pria memerlukan pertolongan dari wanita. Kiranya Allah berbelas kasihan kepada kita, Dia yang melampaui segalanya serta melampaui segala pengertian dan pemahaman.

Jadi Gereja yang Kudus Katolik dan Apostolik mengajarkan bahwa Sang Bapa eksis secara bersama-sama dengan Putera TunggalNya yang diperanakkan olehNya diluar waktu dan tanpa mengalami perubahan dengan cara yang melampaui segala pengertian dan hanya Allah dari segalanya yang mengatahui hal ini.

Mereka berada (bereksistensi) secara bersama-sama sebagaimana api dan terang yang keluar dari api tersebut, bukan apinya dulu baru terangnya datang kemudian tetapi ada secara bersama-sama. Dan sebagaimana terang diperanakkan oleh api, terang selalu ada dalam api dan tidak ada cara apapun yang dapat memisahkan mereka, demikian juga Sang Putera diperanakkan dari Sang Bapa tanpa adanya cara atau saatnya Ia terpisah dari Sang Bapa, Sang Putera selalu ada (eksis) didalam Sang Bapa. Tetapi terang yang secara tak terpisahkan diperanakkan dari api, selalu ada didalam api, terang tidak mepunyai keberadaan individual yang terpisah dari api, oleh karena hal ini adalah sebuah kualitas alamiah dari api. Tetapi Sang Putera Tunggal Allah yang tak terpisahkan dan tak terbagi-bagi diperanakkan dari Sang Bapa serta tinggal didalam Sang Bapa, Sang Putera ini mempunyai eksistensi individual (pribadi) yang terlepas dari eksistensi individual (pribadi) Sang Bapa!

Sekarang Sang Sabda juga disebut sebagai Cahaya (Ibrani 1:3) sebab Ia diperanakkan dari Sang Bapa tanpa persetubuhan, tanpa penderitaan, diluar waktu, tanpa berubah dan tanpa terpisah. Dia juga disebut sebagai Sang Putera dari hakekat Sang Bapa (St. Gregorius dari Nazian, Homili 30:20), sebab Ia sempurna, Unik, mempunyai eksistensi individual yang tersendiri dalam segalanya adalah sama dengan Sang Bapa kecuali didalam hal Sang Bapa yang tidaklah diperanakkan. Dan Ia disebut Putera Tunggal sebab Ia diperanakkan sendirian (sebagai yang tunggal) dari Bapa yang Tunggal dan Satu. Sebab tidak akan ada pernah yang akan diperanakkan seperti Sang Putera Allah, ataupun juga tidak akan ada Putera Allah yang lain. Jadi walaupun Roh Kudus sungguhlah keluar dari Sang Bapa, hal ini tidaklah sama dengan diperanakkan, sebab hal ini (Roh Kudus) bukanlah Diperanakkan tetapi Dikeluarkan (Prosesi), hal ini adalah cara lain dalam eksistensi yang juga sama tak terjangkaukan oleh akal dan melampaui segala pengertian serta pemahaman juga mustahil untuk diketahui sebagaimana juga Diperanakkannya Sang Putera. Karena Sang Putera memiliki segala sesuatu yang dimiliki Sang Bapa kecuali dalam hal Sang Bapa tidak diperanakkan, hal perbedaan ini tidaklah membuat adanya perbedaan didalam hakekat/kodrat dan kualitas dari Sang Bapa dan Sang Putera, perbedaannya hanya didalam cara bereksistensi yaitu Sang Bapa tidak diperanakkan, sedangkan Sang Putera diperanakkan (St. Basilius Agung, Perlawanan terhadap Eunomius, bab IV). Sama halnya Adam tidaklah diperanakkan sebab ia dibentuk oleh Allah sendiri dari tanah, sedangkan Zeth diperanakkan oleh sebab ia adalah anak dari Adam, demikan juga dengan Hawa, ia tidaklah diperanakkan oleh sebab ia dibentuk dari rusuk Adam, walaupun demikian mereka tidaklah berbeda didalam kodrat sebab mereka semua adalah manusia, perbedaannya adalah cara bereksistensi mereka: Adam dari tanah, Zeth dari Adam, Hawa dari rusuk Adam (St. Gregorius dari Nazian, Homili 31:11)

Sekarang tidak ada yang mengetahui mengapa kata agenhton ditulis dengan satu n saja, yang berarti: sebagai sesuatu yang tak diciptakan atau dengan kata lain: sebagai sesuatu yang tak berasal-usul (tak mempunyai origin); sedangkan kata agennhton yang ditulis dengan dua n berarti: sebagai sesuatu yang tidak diperanakkan. Jadi arti yang pertama menunjukan perbedaan didalam hakikat, sebab hal ini berarti sebagai satu hakikat yang tak diciptakan, atau agenhtoV dengan satu n sedangkan yang lain adalah diciptakan atau berasal-usul. Dilain pihak arti yang kedua tidaklah menunjukan adanya perbedaan didalam hakekat, sebab hakekat dari individu yang pertama dari setiap mahkluk hidup tidaklah diperanakkan tetapi tak berasal usul (i.e. Adam). Sebab mereka semuanya diciptakan oleh Sang Khalik, diciptakan kepada eksistensi mereka dari ketiadaan oleh Sang Sabda dari Sang Bapa. Tetapi mereka bukanlah bereksistensi oleh karena diperanakkan sebab tidak ada mahkluk lain yang eksis / ada sebelum mereka yang dari padanya mereka diperanakkan. (Mahkluk-mahkluk yang pertama ini walaupun bereksistensi tidak melalui diperanakkan tetapi langsung diciptakan oleh Allah melalui Sang Sabda dari ketiadaan, dalam hakekat/kodratnya mereka satu sama lainnya tidak ada bedanya, baik yang pertama yaitu yang diciptakan atau yang berikutnya yang muncul oleh karena diperanakkan, tetapi mereka tidak mungkin bahkan mustahil mempunyai hakekat yang sama dengan Allah dikarenakan mereka adalah dari ketiadaan bukan dari Hakekat Allah itu sendiri).

Jadi arti yang pertama menujukkan kepada Ketiga Pribadi Yang Supra-Ilahi dari KeAllahan yang Kudus sebab mereka tidaklah diciptakan dan mempunyai Hakekat yang Sama (St. Kirilus dari Alexandria; Thesaurus bagian 7). Sedangkan di pihak lain arti yang kedua tidaklah dikenakan kepada ketiga-tigaNya dikarenakan hanya Sang Bapa saja yang tidak diperanakkan dimana Dia tidak mendapatkan keberadaanNya dari pribadi yang lain. Dan hanya Sang Putera saja yang diperanakkan sebab Ia diperanakkan dari hakekat/kodrat sang Bapa tanpa awal dan diluar waktu. Dan hanya Sang Roh Kudus saja yang keluar dari Sang Bapa; Ia tidaklah diperanakkan melainkan dikeluarkan atau diprosesikan dari kodrat/hakekat dari Sang Bapa. Inilah pengajaran dari Kitab Suci, tetapi perihal mengenai diperanakkan dan dikeluarkan adalah sesuatu yang tak terjangkaukan oleh akal dan melampaui segala pengertian serta pemahaman.

Perlu diketahui bahwa istilah-istilah seperti: ‘Paternitas’ (KeBapaan), ‘KePuteraan’ dan ‘Prosesi’ sebagaimana dikenakan kepada Keilahian yang Suci dan terberkati tidaklah berasal dari kita, sebaliknya diturunkan kepada kita dari Kitab Suci sebagaimana yang dituliskan oleh St. Paulus Rasul: Itulah sebabnya aku bersujud kepada Bapa yang daripadaNya semua turunan (paternitas) yang ada di dalam surga dan di atas bumi menerima namanya (Efesus 3:14&15).

Jadi kalau kita mengatakan bahwa Bapa adalah sumber dari Sang Putera dan Ia lebih besar dari Sang Putera kita tidaklah sedang memberi pengertian bahwa Sang Bapa datang sebelum Sang Putera baik didalam waktu ataupun didalam kodrat, sebab melalui Dia-lah, Allah menciptakan dunia ini (Ibrani 1:2). Yang kita maksudkan adalah Sang Putera diperanakkan dari Sang Bapa bukan Sang Bapa dari Sang Putera dan bahwa Sang Bapa adalah secara kodrat adalah penyebab Sang Putera. Sama halnya kita tidak mengatakan bahwa api keluar dari terang sebaliknya terang keluar dari api, jadi ketika kita mendengar bahwa Sang Bapa adalah sumber dari Sang Putera dan bahwa Sang Bapa lebih besar dari Sang Putera, marilah kita mengerti bahwa Sang Bapa adalah sebagai Sang Penyebab. Dan sebagaimana kita tidaklah mengatakan bahwa api adalah sebuah substansi dan terang adalah substansi yang lain, maka tidaklah patut kita mengatakan bahwa Bapa adalah satu hakekat dan Putera adalah satu hakekat yang lain, sebab mereka adalah Satu Dzat dan Hakekat. Sang Bapa melakukan segala sesuatunya melalui Sang Putera TunggalNya bukan sebagai sebuah organ pengganti, sebagai melalui kuasa yang alamiah (di dalam diri Allah) dan yang unik tersendiri keberadaanNya. Sang Putera tidak dapat mengerjakan sesuatu dari DiriNya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Sang Bapa mengerjakannya (Yohanes 5:19), Sang Putera adalah seorang Individu yang Sempurna Sehakekat dan tak terpisahkan dari Sang Bapa sebagaimana telah dijelaskan diatas tadi. Adalah suatu hal yang Mustahil untuk menemukan di alam ciptaan ini suatu gambaran apapun yang secara tepat dan jelas mengambarkan cara dan karakter serta alam dari Sang Tritunggal Mahakudus itu sendiri. Sebab apa yang diciptakan adalah majemuk, bervariasi, dapat berubah, terpahami, terjelaskan, mempunyai bentuk, dapat binasa; jadi bagaimana bisa menggambarkan dengan kejelasan yang tepat mengenai Kodrat Ilahi yang supra-hakekat dimana diatas serta melampaui segala sesuatu? Adalah hal yang terbukti bahwa seluruh ciptaan tunduk kepada kondisi-kondisi yang disebutkan diatas tadi dan bahkan kodrat kita sendiri tunduk kepada kebinasaan.

Juga kita percaya kepada Sang Roh Kudus, Tuhan dan Sang Pemberi Hidup yang keluar dari Sang Bapa dan tinggal didalam Sang Putera yang disembah dan dimuliakan bersama Bapa dan Sang Putera juga Satu Dzat dan Hakekat serta Se-Abadi dan Kekal sama dengan Sang Bapa dan Sang Putera. Yang Adalah Roh Allah yang berotoritas serta sumber dari segala kebijaksanaan, hidup serta pengudusan dan penyucian, yang adalah Allah bersama dengan Sang Bapa dan Sang Putera sebagaimana telah dinyatakan; Yang adalah Yang Tidak Diciptakan, Lengkap, Sempurna, Kreatif, Mahakuasa, Mahaberkarya, Mahakuasa, kekal didalam kuasa, menguasai segala ciptaan tetapi tidak dikuasai, yang mengilahikan tetapi tidak dilahikan oleh siapapun atau apapun juga; yang memenuhi segala sesuatu tetapi tidak dipenuhi oleh apapun juga; yang menguduskan tetapi tidak dikuduskan oleh siapapun atau apapun juga; yang menerima semua permohonan dari semua, adalah penSyafaat; yang adalah sama seperti Sang Bapa dan Sang Putera didalam segala sesuatu; Yang keluar dari Sang Bapa dan dikomunikasikan melalui Sang Putera dan berpartisipasi dalam segala dan seluruh ciptaan; Yang melaluiNya sendiri menciptakan serta memberikan hakekat dan kodrat kepada segala sesuatu serta menyucikan serta memelihara mereka semua; Yang secara unik, tersendiri keberadaanNya, berkesistensi secara individu didalam PribadiNya sendiri, tak terbagi-bagi, tak terpisahkan dari Sang Bapa dan Sang Putera yang memiliki segala sesuatu yang dimiliki oleh Sang Bapa dan Sang Putera kecuali didalam hal Sang Bapa sebagai Yang tidak diperanakkan dan Sang Putera sebagai Yang diperanakkan. Sebab Sang Bapa adalah tidak disebabkan dan tidak diperanakkan sebab Ia tidak berasal dari suatu apapun, tetapi memiliki KeberadaanNya dari DiriNya sendiri dan tidak memiliki sesuatu yang berasal dari suatu atau siapapun.

Sebaliknya Dialah adalah Sumber dan Penyebab dari segala sesuatu yang secara alamiah dan kodrati ber-eksis sebagaimana adanya mereka. Dan Sang Putera diperanakkan dari Sang Bapa sementara Sang Roh Kudus juga berasal dari Sang Bapa walaupun tidak secara diperanakkan tetapi dikeluarkan. Sekarang kita telah melihat perbedaan antara diperanakan dan dikeluarkan, tetapi apa dan bagaimana dari perbedaan ini belumlah kita pelajari. Tetapi Diperanakannya Sang Putera dan DikeluarkanNya Sang Roh Kudus adalah secara bersama-sama.

Sebagaimana tentunya apapun yang dipunyai oleh Sang Putera yang dimilikiNya dari Sang Bapa, juga dimiliki oleh Sang Roh Kudus termasuk juga keberadaanNya. Dan apabila Sang Bapa tidaklah ada (eksis) maka Sang Putera dan Sang Roh tidaklah ada juga. Jikalau Sang Bapa tidak memiliki suatu apapun maka Sang Putera dan Sang Roh tidak memiliki apapun juga. Lebih jauh lagi oleh karena Sang Bapa ada maka Sang Putera ada demikian juga Sang Roh Kudus ada, dan Mereka memiliki segala sesuatunya yang dimiliki oleh ketiganya kecuali dalam hal tidak diperanakkan, diperanakkan dan dikeluarkan. Sebab adalah hanya dalam karakteristik-karakteristik pribadi inilah maka Ketiga Pribadi Ilahi ini berbeda satu sama lainnya, dengan tak terpisahkan menjadi unik tersendiri dalam setiap PribadiNya secara individual.

Kita mengatakan bahwa setiap dari Ketiganya mempunyai keberadaan Individu yang unik tersendiri dan sempurna, bukan dalam arti pemahaman sebagai satu kodrat sempurna yang majemuk dari tiga kodrat yang tak sempurna; sebaliknya adalah Dzat Hakekat yang Esa, Agung dan Kekal Sempurna didalam Tiga Pribadi (St. Basilius Agung; Dalam Melawan Bidat Sabelian, Arian dan Eunomian; Bab IV).

Sebab apapun juga merupakan kesatuan dari hal-hal yang tak sempurna pastilah menjadi majemuk dan mustahil menjadi kodrat individu yang sempurna. Maka akibatnya kita tidak mengatakan sifat-sifat kategori dari masing-masing Pribadi melainkan dialam Pribadi-Pribadi itu sendiri. Unsur unsur yang sifat kategori alamiahnya tak terjaga disebut sebagai hal-hal yang tak sempurna, jadi batu, kayu dan besi adalah sempurna didalam diri mereka masing-masing seturut dengan kodrat alamiah mereka masing-masing tetapi didalam membuat sebuah rumah yang dibangun dari unsur-unsur ini mereka adalah tidak sempurna dikarenakan tidak ada diantara unsur-unsur diatas adalah sebuah rumah dalam kodratnya (kalau digabung semuanya barulah membentuk sebuah rumah).

Dan kita kita berbicara mengenai Kodrat Individu yang Sempurna adalah untuk menghindari pemahaman tentang komposisi dari kodrat Ilahi. Sebab komposisi unsur-unsur adalah penyebab dari disintergrasi (perpecahan). Dan lagi kita mengatakan bahwa Ketiga Pribadi ada didalam satu sama lainnya agar supaya bukannya untuk memperkenalkan macam-macam dewa-dewi yang beraneka ragam (St. Gregorius dari Nazian; Homili 38:8).

Dengan Tiga Pribadi kita memahami bahwa Allah tidaklah majemuk, tidaklah tercampur-baur dan dengan ke se-Dzat dan ke-Sehakekatan dari ketiga pribadi dan eksistensi keberadaan mereka didalam satu sama lainnya dan oleh ketidak terpisahan dan ketidak terbagian dari identitas kehendak, aktifitas, kebijaksanaan, kuasa. Mereka kita mengerti bahwa Allah itu Esa. Sebab Allah dan SabdaNya dan RohNya adalah benar-benar Satu Allah.

Seseorang haruslah tahu bahwa adalah satu hal untuk mengobservasi dan satu hal yang lain untuk melihat melalui nalar dan akal. Jadi didalam segala ciptaan adalah perbedaan yang terlihat diantara hakekat pribadi. Petrus adalah terlihat sebenarnya berbeda dari Paulus. Tetapi apa yang dilihat secara umum yaitu hubungan dan keutuhannya terlihat oleh nalar dan akal. Jadi didalam pikiran, kita melihat Petrus dan Paulus mempunyai secara umum kodrat yang sama sebab keduanya adalah mahkluk rasional dan tubuh mereka dibuat hidup oleh rasio serta pemahaman jiwani. Oleh sebab itu secara umum kodrat mereka dilihat oleh akal dan nalar, (sebagai mahkluk nalar dan akal ). Sekarang setiap pribadi individu terpisah satu sama lainnya, tidak hidup berada didalam satu sama lainnya, terpisah serta dianggap sebagai satu pribadi, dikarenakan banyaknya hal yang membedakan mereka satu sama lainnya. Mereka terpisah didalam ruang, waktu, pemahaman, kekuatan, bentuk, kebiasaan, temperamen, martabat, gaya hidup dan hal-hal lainnya tetapi yang sangat membedakan adalah kenyataannya mereka tidak eksis berada didalam satu sama lainnya melainkan terpisah. Oleh sebab itu kita menyebutnya: satu, dua, tiga atau banyak orang.

Yang dikatakan diatas adalah benar dan berlaku untuk setiap ciptaan, tetapi adalah hal yang berbeda didalam hal Tritunggal yang Kudus, Tak terbagi-bagi, seDzat dan hakekat, serta melampaui segala sesuatunya serta melampaui Akal. Sebab disini yang secara umum adalah dianggap Esa didalam kenyataannya oleh nalar dari identitas serta rekan se-kekal-an dari hakekat, pengoperasian dan kehendak dan oleh nalar dari persetujuan didalam pemahaman dan identitas dari kuasa, kebajikan serta kebaikan (bukan persamaan tetapi identitas) dan oleh nalar dari aliran serta pergerakan yang Esa. Sebab hanya ada Satu hakekat, Satu kebaikan, Satu kebajikan, Satu tujuan, Satu Pengoperasian, Satu kuasa – Satu dan Sama bukan tiga yang mirip satu sama lainnya tetapi Satu dan pergerakan yang Sama dari Tiga Pribadi. Dan kesatuan dari setiapnya adalah tidak kurang dengan yang lain ataupun didalam diriNya sendiri, dengan kata lain Sang Bapa dan Sang Putera serta Sang Roh Kudus adalah satu didalam segala sesuatunya kecuali didalam: Ketidak diperanakkan, Diperanakkan serta Dikeluarkan. Adalah oleh pemikiran, perbedaan ini dapat dimengerti. Sebab kita tahu Allah yang Esa didalam Dia terdapat KeBapaan, Keputeraan, serta Prosesi. Perbedaanya kita dapat mengerti adalah bagaimana cara keberadaan dari Dia (St. Gregorius dari Nyssa, dalam Uraian: Ketigaan bukan Ketigaan allah-allah).

Sebab dengan KeAllahan yang tak terperi kita tidak dapat berbicara tentang perbedaan didalam hal tempat sebagaimana yang kita lakukan dengan diri kita karena ketiga Pribadi ini hidup keberadaanNya didalam satu sama lainnya, kita bukan dan tidak boleh jadi dibingungkan dengan hal ini tetapi hal ini dapat dimengerti secara mendalam dan lebih dekat dan telah diekspresikan didalam kata-kata Tuhan sendiri: Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku (Yohanes 14:20). Kita juga tidak dapat berbicara tentang perbedaan didalam kehendak, atau pemahaman atau pengoperasian, kebajikan, atau hal apapun juga yang akan menyebabkan kita berfikir tentang perbedaan yang nyata (namun maya).

Oleh sebab itu kita tidak menyebut Sang Bapa dan Sang Putera serta Sang Roh Kudus sebagai Tiga Allah, tetapi sebagai Satu Allah, Sang Tritunggal Mahakudus, dimana Sang Putera dan Sang Roh Kudus adalah berhubungan kepada Satu Sebab dan Sumber tanpa adanya pengkombinasian ataupun percampuran sebagaimana yang diutarakan oleh Sabelius. Sebab mereka adalah bersatu sebagaimana yang telah dijelaskan dan mereka mempunyai keberadaan mereka satu didalam yang lain tanpa adanya percampuran dan peradukan dan tanpa adanya perubahan atau perpisahan didalam hakekat sebagaimana yang diutarakan oleh Arius (St. Gregorius dari Naziansus, Homili 20:6).

Jadi secara tepat sesorang harus mengerti bahwa KeAllahan itu tidak terbagi bagi seperti tiga matahari yang bergabung bersama tanpa adanya interval yang ada hanyalah satu kesatuan cahaya (St. Gregorius dari Naziansus; Homili 31:14). Jadi kalau kita mengkontemplasikan KeAllahan dan Sang Sumber, Penyebab utama dan Sang Raja dan kesatuan serta identitas dari pergerakan dan juga kehendak dari KeAllahan dan identitas dari hakekat, kebajikan, pengoperasian serta kekuasaan maka yang akan nampak kepada kita adalah Esa. Tetapi ketika kita mengkontemplasikan hal-hal dimana didalam keberadaan Allah atau lebih tepat lagi bagi hal-hal yang adalah KeAllahan dan yang datang/keluar dari Sang Sumber Pertama secara diluar waktu dengan kemuliaan yang sejajar/sama, tak terpisahkan yaitu Pribadi Sang Putera dan Pribadi Sang Roh Kudus maka kita menyembah Yang Tiga. Satu Bapa, Sang Bapa yang tak berawal atau yang tak tersebabkan sebab Dia tidak berasal dari seorangpun. Satu Putera, Sang Putera yang tanpa awal, tetapi tanpa tak tersebabkan sebab Ia berasal dari Sang Bapa, kalau kita menganggap ‘awal’ dalam arti waktu maka Dia adalah tanpa awal sebab Sang Puteralah Pencipta Zaman dan tak tunduk oleh waktu. Satu Roh, Sang Roh Kudus yang datang dari Sang Bapa bukan melalui per-anak-an tetapi melalui prosesi (keluar). Dan sebagaimana tidak pernah berhenti dari Tidak Diperanakkan sebab Dia memperanakkan, juga Sang Putera tidak pernah berhenti dari Diperanakkan sebab Dia Diperanakkan dari Yang Tidak Diperanakkan, juga Sang Roh Kudus tidak akan pernah berubah menjadi Sang Bapa ataupun Sang Putera sebab Ia keluar dari Sang Bapa dan Dia adalah Allah. Atribut dari keberadaan ini tidaklah pernah dan akan berubah, bagaimana bisa tetap menjadi bagian atribut keberadaan Allah apabila hal-hal ini dapat berubah dan bertransformasi?

Jadi apabila Sang Putera adalah Sang Bapa maka Dia bukanlah Bapa yang benar sebab hanya ada satu Bapa yang adalah Bapa yang benar. Jikalau Sang Bapa adalah Sang Putera maka Ia bukanlah Sang Putera yang benar, sebab hanya ada satu Sang Putera saja yang benar dan juga hanya ada satu saja Sang Roh Kudus yang benar

Kita harus tahu bahwa kita tidak boleh mengatakan bahwa Sang Bapa adalah siapa saja, melainkan kita harus mengatakan bahwa Dia adalah Sang Bapa dari Sang Putera. Kita juga tidak boleh mengatakan bahwa Sang Putera adalah Sang Sumber atau Sang Penyebab tetapi kita mengatakan bahwa Sang Putera adalah berasal dari Sang Bapa dan Dialah Putera Sang Bapa. Dan kita juga mengatakan bahwa Sang Roh Kudus berasal dari Sang Bapa dan kita memanggilNya sebagai Roh dari Sang Bapa.

Juga kita mengatakan bahwa Sang Roh tidak berasal dari Sang Putera tetapi kita memanggilNya sebagai Roh Sang Putera sebagaimana yang diberitakan oleh St. Paulus: Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus (Roma 8:9) kita juga mengaku bahwa Dia di manifestasikan dan di komunikasikan kepada kita melalui Sang Putera sebab Ia mengembusi mereka, para Rasul dan berkata: "Terimalah Roh Kudus” (Yohanes 20:22). Sebagaimana terang dan sinar yang datang dari matahari sebab matahari adalah sumber dari terang dan sinar, terang dikomunikasikan kepada kita melalui cahaya dan itulah yang menerangi kita sehingga terang bisa kita nikmati.

Tidaklah bisa kita katakan bahwa Sang Putera adalah berasal dari Sang Roh dan juga Sang Roh berasal dari sang Putera.

Bab 9

Ke Allahan adalah sederhana dan tidak majemuk. Hal yang majemuk adalah terdiri dari banyak hal. Apakah dapat kita katakan bahwa (atribut): Tak Terciptakan, Tak Berawal, Tak Bertubuh, Tidak Dapat Binasa, Kekal, Baik, Kreatif, dan sebagainya adalah perbedaan-perbedaan yang hakiki di dalam Allah? Jika demikian maka Allah tidaklah sederhana melainkan majemuk. Pernyataan ini adalah penyataan yang paling rendah dan sesat. Jadi seseorang tidak boleh beranggapan bahwa hal-hal di atas, yang diakui sebagai atribut Allah, adalah jati diri Allah di dalam kodratNya. Sebaliknya atribut-atribut di atas menunjukkan hal-hal yang bukan Allah atau menunjukkan hubungan dari hal-hal yang diperbandingkan dengan Allah, atau hal-hal yang diakibatkan oleh kodrat dan perbuatan karya Allah.

Dari semua nama yang diberikan kepada Allah, nama yang tepat dari semuanya adalah: Dia Yang Ada (Own), sebagaimana dinyatakan ketika di dalam percakapan dengan Musa di gunung, Tuhan berkata, “Firman Allah kepada Musa: "AKU ADALAH AKU." Lagi firman-Nya: "Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu.” (Keluaran 3:14). Sebab sebagai Samudra Hakekat/ Kodrat yang Tak Terbatas dan Tak Terbendung, Ia Memenuhi segala sesuatu di dalam dirinya. Tetapi sebagaimana yang dikatakan oleh St. Dionysius: “Dia adalah Yang Baik sebab di dalam Allah, seseorang tidak boleh mengatakan bahwa kodrat datang pertama dan yang Baik datang kemudian.

Allah adalahQeoV” yang diambil dari ”Qeein” yang berarti berlari/ bergerak, dikarenakan Ia bergerak menembus melalui segala sesuatu dan memelihara segala sesuatu. Atau juga diambil dari kataaionyang berarti membakar; dikarenakan Allah adalah api yang menghanguskan segala kejahatan. Atau diambil dariqeasqaiyang berarti melihat segala sesuatu, sebab tidak ada suatu apapun yang lolos dari Dia, Dia yang mengawasi segala sesuatu dan oleh karena Dia telah melihat segala sesuatu sebelum terjadi.

Oleh karena Ia menciptakan semuanya secara tersendiri dan setiap yang terjadi selesai pada waktu yang sudah ditentukan sesuai dengan tujuan yang sudah ditentukan dan gambar serta jumlah yang ada di dalam kehendak dan desain dari kekekalanNya. Nama yang pertama adalah ekspresi dari ekisistensiNya dan HakekatNya, sementara nama yang berikutnya adalah ekspresi dari perbuatan/ karyaNya. Sedangkan nama seperti: Tanpa Awal, Tak Dapat Binasa, Tak Berasal-usul atau Tak Terciptakan, Tanpa Tubuh, Tak Terlihat, yang sebenarnya menunjukkan bahwa Ia tidak mempunyai awal sebagaimana adanya makhluk, bahwa Ia tidak bisa binasa, tidak diciptakan, bukan bertubuh dan tidak dapat dilihat. Nama-nama seperti: Maha Baik, Maha Adil, Maha Kudus dan semua nama yang seperti ini adalah akibat dari KodratNya, bukan semata-mata adalah jati diri dari Hakekat. Sedangkan “Tuhan”, “Raja”, dan segala nama yang seperti ini berhubungan dengan hal-hal yang diperbandingkan dengan Allah.

Jadi bagi mereka yang di bawah penguasaanNya, Ia disebut Tuhan; bagi mereka yang diciptakan oleh Tuhan, Ia disebut Pencipta; bagi mereka yang digembalakanNya, Ia disebut Gembala.

Bab 10

Nama-nama yang telah disebutkan di atas harus dianggap dan dikenakan secara umum, dengan cara yang sama, sederhana, tak terpisah-pisah dan bersatu, kepada seluruh ke-Allahan.

Tetapi nama “Bapa”, “Putra” dan “Roh Kudus”, “Sang Sumber”, “Yang Tersebabkan”, “Tak Diperanakkan” dan “Diperanakkan” serta “Yang Keluar” harus dimengerti secara berbeda sebab nama-nama ini tidak menyatakan Hakekat tetapi menunjukkan hubungan bersama dan cara ber-eksistensi dari setiap Pribadi. Walupun ketika kita mengerti akan nama-nama di atas dan olehnya kita telah dipimpin untuk mengenal Hakekat Ilahi, tetaplah kita tidak akan mengerti akan Hakekat Ilahi itu sendiri. Satu-satunya yang kita mengerti adalah hal-hal yang berhubungan dengan Hakekat Ilahi.

Sebagaimana walaupun kita mengetahui bahwa jiwa itu tidak mempunyai tubuh, tidak mempunyai kuantitas atau volume dan tidak mempunyai bentuk, kita tetap tidak mengetahui hakekat dari jiwa kita itu sendiri. Dan pada hal yang sama, jika kita mengetahui tubuh kita berkulit hitam atau putih, kita tidak akan mengerti hakekat dari tubuh; kita hanya mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan tubuh. Nalar sejati akan mengajarkan kita bahwa ke-Ilahian itu sederhana dan memiliki satu karya sederhana yang adalah baik serta mempengaruhi segala sesuatu –seperti sinar matahari yang menghangatkan segala sesuatu- serta di pihak lain, segala sesuatu yang berhubungan dengan Inkarnasi Sang Sabda Allah yang Ilahi dan Penuh Kemurahan adalah mempunyai peng-aplikasi-an yang istimewa serta berbeda.

Sebab baik Sang Bapa atau Sang Roh Kudus tidak dikomunikasikan sebagaimana Sang Sabda. Sebab ketika sebagai Allah Ia tidaklah berubah, dan Sang Putra Allah, Ia menjadi manusia seperti kita.

Bab 11

Karena didalam Kitab Suci kita menemukan begitu banyak hal yang menyatakan Allah seakan-akan Ia memiliki tubuh, kita harus mengerti bahwa karena kita manusia yang diselimuti oleh daging, kita mendapat kesulitan untuk memikirkan ataupun berkata-kata mengenai hal yang Ilahi, agung dan karya keAllahan yang tidak menggunakan tubuh jasmani, oleh sebab itu kita menggunakan: gambaran, tipe/lambang, simbol yang berhubungan dengan kodrat manusiawi kita (St. Gregorius Naziansus, Homili 34:10).

Akibatnya, segala sesuatu yang menerangkan Allah seakan-akan Ia memiliki tubuh diterangkan secara simbolis dengan arti yang lebih dalam. Jadi melalui mata dan kelopak mata serta penglihatan dari Allah kita mengerti KuasaNya yang melampaui serta menembus segala sesuatunya serta Hikmat PengetahuanNya yang tak tertandingi, melalui penglihatan, kita menjadi mengerti akan pengetahuan yang lebih lengkap. Melalui pendengaran serta telingaNya kita mengerti bahwa dengan kemurahanNya Ia telah menerima permohonan kita sebab melalui indra ini, kita juga menyesuaikan diri kita terhadap petisi permohonan kita dan lebih dengar-dengaran lagi. Melalui mulut dan BicaraNya kita menjadi mengerti akan ekspresi dari kehendakNya, sebab dengan dengan menggunakan mulut serta bicara kita sendiri, kita menjadi mengenal ekspresi dari hati nurani kita yang terdalam. Melalui makanan serta minumanNya kita mengerti akan persetujuan kita dengan kehendakNya, sebab melalui indera perasa, kita ini dapat memuaskan kodrat kita. Melalui penciumanNya marilah kita mengerti tentang penerimaanNya akan maksud baik dari hati kita kepadaNya sebab dengan indera ini kita mengenal presepsi pengertian. Melalui wajahNya marilah kita mengerti bahwa Ia sedang dinyatakan dan diproklamirkan melalui karyaNya sedemikian juga kita dikenal melalui wajah kita. Melalui tanganNya marilah kita mengerti eksekusi dari karyaNya sebab juga melalui tangan kita, kita secara sukses berhasil melakukan pekerjaan yang layak dan perlu dilakukan. Melalui tangan kananNya marilah kita mengerti akan pertolonganNya disaat kita memerlukannya, dengan tangan kanan kita, kita melakukan hal-hal yang sopan dan agung serta layak dan yang membutuhkan daya upaya dan perhatian. Melalui sentuhanNya marilah kita mengerti akan pengetahuanNya yang Maha tepat dalam membedakan sesuatu dan pengetahuanNya yang Maha tepat pada segala sesuatu yang maha tersembunyi sekalipun, sebab kepada mereka yang kita rasakan dihati kita tentunya tak dapat kita rahasiakan hal yang sekecil apapun. Melalui kaki dan perjalanNya marilah kita mengerti akan kedatanganNya untuk menolong mereka yang lemah dan memerlukan, atau untuk membalas musuh kita atau untuk hal-hal yang lain, dengan analogi: apapun yang dapat kita lakukan dengan kaki kita. Melalui janjiNya kita dapat mengerti akan Ketidak-berubahan dari kehendakNya, sebab melalui janji juga kita melakukan persetujuan dengan satu sama lainnya. Melalui kemurkaanNya dan kemarahanNya kita mengerti akan hal-hal yang mendukakanNya, akan kebencianNya terhadap kejahatan, sebab kita juga benci terhadap hal hal yang membuat kita marah (St.Gregorius Naziansus, Homili 31:22)

Melalui pelupaanNya serta tidurNya dan kantukNya kita mengerti bahwa Ia tidak membalaskan apa yang seharusnya diterima oleh manusia dan musuhNya dan penundaan akan pertolongan bagi milikNya sendiri.

Jadi secara sederhana, segala hal diatas yang seakan menegaskan bahwa Allah memiliki tubuh ternyata mempunyai arti yang tersembunyi, yang melalui hal-hal yang berhubungan dengan kodrat kita, telah mengajarkan kepada kita hal-hal yang diluar kodrat kita -kecuali terhadap hal-hal yang berhubungan dengan hadirat dari Sang Sabda Allah didalam daging.

Sebab bagi keselamatan kita, Dia telah mengambil rupa manusia secara utuh dan lengkap baik intelektualitas jiwa dan tubuh serta segala aspek khusus dan alamiah dari kodrat manusia kecuali segala hawa nafsu yang salah.

Bab 12

Didalam hal-hal ini kita telah di ajar oleh percakapan-percakapan suci, sebagaimana yang telah dikatakan oleh St. Dionisius Aeropagitus (St. Dionisius; Nama-Nama Ilahi 1:1), yaitu Allah adalah Sang Sumber dan yang utama dari segala sesuatu, essensi dari segala yang ada, Sang Hidup dari semua yang hidup, Sang Nalar dari segala sesuatu yang ber-rasio, Sang Faham dari segala sesuatu yang dapat berpikir, Sang Penghidup dan Dia yang membangkitkan mereka yang telah jatuh daripadaNya, Sang Pembentuk dan Sang Pembaharu dari mereka yang secara kodrat menjadi binasa, Sang Penopang Kudus dari mereka yang terhempas dan terhanyut didalam lautan kenajisan, Sang Sokoguru Penopang dari mereka yang berdiri teguh, Sang Jalan dan Sang Lengan kuat yang teracung serta membimbing mereka yang terpanggil kepadaNya, lebih lagi saya akan menambahkan bahwa Dialah Sang Bapa dari mereka yang diciptakan olehNya.

Sebab Allah kita yang telah menciptakan kita dari ketiadaan menjadi ada, secara tepat disebut sebagai Sang Bapa, lebih dari mereka yang telah memperanakkan kita, sebab daripadaNya, mereka (orang tua kita) telah menerima keberadaan mereka serta kuasa untuk memperanakkan. Dialah Gembala dari mereka yang mengikuti Dia dan dipimpin olehNya. Dialah Sang Terang dari mereka yang diterangi. Dialah Sang Saleh dari mereka semua yang saleh, Dialah Pendamai dari mereka yang berseteru. Dialah Kesederhanaan dari mereka yang memilih untuk hidup sederhana. Ialah Sang Pemersatu dari mereka yang mencari persatuan. Dialah Sang Utama dari segala sesuatu yang utama, Dialah Sang Prinsip Utama yang melampaui setiap prinsip utama. Dialah Sang Penyampai yang baik dari segala hal yang tersembunyi yaitu Himat PengetahuanNya, yang sejauh dizinkan dan mampu ditampung seturut kapasitas dari masing-masing individu.

Lebih tepat lagi tentang Nama-Nama Allah (Tambahan kecil dari bab 12 ini adalah bab tambahan yang hanya diketemukan dalam kodex-kodex terakhir dari Opera St. Ioannis Damascini, tetapi Tradisi Gereja Byzantin mengakui keabsahannya sebagai karya dari St. Yohanes Damaskus)

Oleh karena KeIlahian intu tak terselami maka Dia haruslah tetap tak bernama. Oleh karena kita tidak mengetahui Dzat-HakekatNya, maka marilah kita tidak mencari-cari sebuah nama bagi Dzat-HakekatNya, sebab nama adalah menunjukan benda/orang macam apakah itu. Tetapi walaupun Allah adalah baik dan telah menciptakan kita dari ketiadaan menjadi ada untuk menikmati kebaikanNya dan juga telah mengaruniakan kita hikmat pengetahuan, tetapi

juga sebagaimana Ia tidak mengkomunikasikan kepada kita akan Dzat-HakekatNya maka Ia tidak juga mengkomunikasikan kepada kita tentang hikmat pengetahuan akan Dzat-HakekatNya!

Adalah sesuatu yang mustahil bagi sebuah kodrat untuk mengetahui secara sempurna sebuah Kodrat yang sangat amat jauh dan Mahatinggi dari kodratnya sendiri. Tetapi kalau kita mempunyai hikmat untuk mengetahui hal-hal yang ada maka bagaimana kita dapat mengetahui hal yang Adi-Hakekat. Jadi oleh karena ke-MahabaikanNya yang melampaui segala sesuatu Ia memperbolehkan kita untuk menamai Dia dari segala sesuatu yang setaraf dengan kapasitas pengetahuan kodrat kita, sehingga kita tidak sama sekali kehilangan pengetahuan akan Dia, tetapi setidak-tidaknya kita mempunyai pengertian yang samar. Jadi sejauh akan ketakterselamiNya, Dia tetaplah Tak Ternamai.

Tetapi oleh karena Ia adalah sumber penyebab dari segala sesuatunya dan memiliki sebelumnya didalam diriNya segala alasan dan sebab dari segala sesuatu maka Ia dapat diberi nama dari segala sesuatunya bahkan nama-nama yang bertentangan seperti terang dan gelap, air dan api, sehingga kita mengetahui bahwa Ia TIDAK seperti ini dalam Dzat-HakekatNya, sebab Ia adalah Supra-Adi Hakekat dan Tak Ternamai. Jadi oleh karena Dia adalah penyebab dari segala sesuatu, maka Ia mendapatkan atau dinamakan dari segala sesuatu yang tersebabkan (mempunyai penyebab terjadinya).

Jadi beberapa nama-nama Ilahi disebutkan dalam benutk negasi untuk menunjukan supra-adi dzat-hakekatNya, nama-nama seperti: ‘Tak Berjasad’, ‘Diluar Zaman’, ‘Tanpa Awal’, ‘Tak Terlihat’- sama sekali bukan menunjukan infeoritas dari Allah, bahwa Ia kekurangan sesuatu, sebab segala sesuatunya adalah milikNya dan datang dari padaNya dan segala sesuatunya diciptakan olehNya, dan semuanya ada didalam Dia (Kolose 1:17), tetapi hal ini menunjukan KeagunganNya yang terpisahkan dari segala sesuatunya.

Nama-nama yang bersifat negasi ini dikenakan kepadaNya sebagai Yang menyebabkan segala sesuatunya. Sebab sejauh Ia adalah penyebab segala mahkluk dan setiap hakekat, Ia disebut sebagai ‘Dzat’ dan ‘Hakekat’. Sebagai Sang penyebab segala sesuatu dan Sang Hikmat dan pemberi hikmat kepada para bijaksana, Ia dipanggil Sang Hikmat dan Sang Bijaksana.

Dengan cara yang sama Ia disebut sebagai Sang Nalar dan Sang Pengertian, Sang Hidup dan Sang Kehidupan, Sang Kuat dan Sang Kuasa dan seterusnya. Tetapi secara khusus kiranya Ia menerima nama menurut hal-hal yang agung yang lebih mendekati Dia. Hal-hal yang tak nampak oleh mata adalah lebih agung dari hal yang nampak oleh mata, hal yang murni lebih baik daripada yang kotor, hal-hal yang suci adalah lebih baik daripada hal yang duniawi, hal hal ini lebih mendekat kepada Allah sebab mereka lebih berpartisipasi didalam Allah. Akibatnya Ia lebih sering disebut sebagai Terang dan Matahari dibandingkan dengan Kegelapan, Siang dari pada Malam, Kehidupan dari pada kematian, Api, Udara dan Air (karena unsur-unsur ini memberi kehidupan) dibandingkan dengan tanah, debu atau bumi.

Diatas segalanya Ia disebut dengan Sang Kebaikan dari pada Kejahatan, disebut sebagai Dzat dari pada Ketiadaan sebab kebaikan adalah keberadaan dan penyebab dari keberadaan. Kesemuanya adalah negasi dan affirmasi tetapi yang lebih memuaskan adalah kombinasi dari keduanya sebagai contoh: Supra Adi Hakekat, Supra Ilahi KeAllahan, Prinsip Utama dari segala yang utama dan seterusnya. Tetapi juga ada hal-hal yang menegaskan Allah secara postif tetapi memiliki kekuatan negasi yang amat kuat sebagai contoh: Kegelapan-bukan berarti Allah adalah kegelapan tetapi sebenarnya ingin menegaskan Allah adalah terang tetapi melebihi serta sangat melampaui terang.

Juga Allah disebut sebagai Nalar, Pikiran dan Roh serta Hikmat karena Dia adalah penyebab dari hal-hal ini tetapi juga karena Ia adalah tidak bertubuh dan oleh karena Ia Mahaberkarya dan Mahakuasa (St. Dionisius Aeropagitus; Nama-Nama Ilahi Bab 7).

Nama-nama ini yang menunjukan baik negasi maupun afirmasi adalah diaplikasikan secara bersama-sama kepada KeAllahan secara keseluruhan. Dan nama-nama ini diaplikasikan secara identik tanpa kecuali kepada setiap Pribadi dari Sang Tritunggal Mahakudus. Jadi ketika saya berkontemplasi akan Ketiga Pribadi tersebut saya sadar dan mengetahui bahwa Dia adalah Allah yang sempurna, Hakekat yang sempurna tetapi ketika saya menggabungkanNya semua, saya mengetahui Esanya Allah yang Sempurna. Sebab KeAllahan tidaklah majemuk tetapi Esa Sempurna, Tak Terbagi, dan Tak Termajemukkan didalam tiga mahkluk yang sempurna.

Tetapi ketika saya berpikir tentang negasi dari satu Pribadi kepada Pribadi lainnya, saya mengetahui bahwa Sang Bapa adalah Sang Matahari Adi Hakekat, Sumur mata air kebaikan, sebuah Jurang yang tak berdasar dari Hakekat, Nalar, Hikmat, Kuasa, Terang, Keilahian, Memperanakkan dan Mengeluarkan, Mata Air kebaikan yang tersembunyi didalam DiriNya. Jadi Dialah Sang Nalar, Jurang yang tak berdasar dari Hakekat, Yang Memperanakkan Sang Sabda dan Yang Mengeluarkan Sang Roh yang menyatakan.

Dan tanpa panjang lebar, Sang Bapa tidak mempunyai nalar, hikmat, kebijaksanaan selain Sang Putera yang adalah kekuatan Sang Bapa dan adalah kekuatan hakiki dari Penciptaan segala sesuatu. Sang Sabda adalah Hipostasis yang Sempurna yang diperanakkan dari Hipostasis yang Sempurna, didalam cara yang hanya diketahui olehNya saja, Dialah Sang Putera sebagaimana Ia disebut.

Lalu Sang Roh Kudus, Kuasa dari Sang Bapa yang menyatakan hal-hal yang tersembunyi didalam keAllahan, Dia yang keluar dari Sang Bapa melalui Sang Putera bukan dengan diperanakkan melainkan dengan cara yang hanya Dia yang mengetahuinya saja. Jadi Sang Roh Kudus adalah Sang Penyempurna dari Penciptaan segala sesuatunya.

Akibatnya segala sesuatu yang berhubungan dengan Sang Bapa sebagai Sang Sumber dan Sang Penyebab haruslah diatributkan hanya kepada Sang Bapa saja. Sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan Sang Putera sebagai: Yang Disebabkan, Putera Yang Diperanakkan, Sang Sabda, Kuasa yang Hakiki, Sang Kehendak dan Sang Hikmat (Sophia) haruslah diatributkan hanya kepada Sang Putera saja. Dan hal apapun yang berhubungan dengan: Yang Disebabkan, Yang Keluar, Yang Menyatakan, dan Kuasa Yang Menyempurnakan haruslah diatributkan kepada Sang Roh Kudus.

Sang Bapa adalah Sang Mata Air, Penyebab dari Sang Putera dan Sang Roh Kudus- Dialah Bapa dari Sang Putera Tunggal dan yang satu-satunya Yang Mengeluarkan Sang Roh Kudus.

Sang Putera adalah Sang Anak, Sang Sabda, Sang Kuasa, Sang Gambar, Sang Terang dan Gambaran dari Sang Bapa dan Dia memang berasal dari Sang Bapa.

Dan Sang Roh Kudus bukanlah putera Sang Bapa tetapi Dialah Roh dari Sang Bapa sebagaimana Ia keluar dari Sang Bapa. Dan Roh Kudus adalah Roh Sang Putera, bukan berarti bahwa berasal dari Sang Putera tetapi Ia keluar melalui Sang Putera DARI Sang Bapa sebab Sang Bapa adalah Sang Penyebab, dan Sang Sumber.

Bab 13

Tempat adalah sesuatu yang jasmaniah, berada didalam sebuah keterbatasan bagi hal yang ada didalamnya. Tetapi ada juga tempat yang bersifat intelektual (non jasmani) dimana hanya mahkluk yang tak berjasmani dan bernalar diperkirakan berada. Mereka memang benar-benar ada dan bergerak dan bertindak dan tak terbatasi secara fisik tetapi secara rohani sebab mereka tidak mempunyai bentuk yang mengijinkan mereka untuk dibatasi secara fisik.

Sekarang Allah adalah tidak berjasad jasmani dan tak terpikirkan bukanlah sebuah tempat. Sebab Ia memenuhi segala sesuatu dan melampaui segala sesuatu dan pada diriNya sendiri segala sesuatu berpusat, Ia adalah tempat bagi diriNya sendiri (St. Gregoarius Naziansus, Homili 28:8-10). Tetapi Allah juga dikatakan ada disebuah tempat; dan disanalah karyaNya nyata secara jelas. Sekarang Ia menembus dan memenuhi segala sesuatunya tanpa menjadi tercampur dengan segala sesuatunya, dan kepada segala sesuatunya Ia mengkomunikasikan karyaNya seturut kemampuan setiap ciptaan menerimanya, seturut juga kemurnian dari kodrat dan kehendak mereka. Sebab mereka yang tak berjasad adalah lebih murni dari mereka yang mempunyai tubuh dan mereka yang lebih bajik tentunya lebih murni daripada mereka yang jahat. Jadi tempat dimana Allah dikatakan berada adalah tempat dimana mereka yang murni mengalami karya-karya RahmatNya yang lebih besar. Oleh sebab inilah surga adalah TahktaNya (Yesaya 66:1) sebab adalah di surga para malaikat yang melakukan kehendakNya dan memuliakan serta memuji Dia tanpa henti. Sebab surga adalah tempat perhentianNya dan bumi adalah tempat pijakanNya sebab di bumi Ia bersekutu didalam daging dengan manusia (Barukh 3:38). Dan tubuh jasmani dari Allah yang suci disebut sebagai pijakanNya. Gereja juga disebut sebagai tempatnya Allah karena kita telah memisahkannya bagi pemuliaanNya, sebagai tempat yang disucikan dimana kita memanjatkan segala permohonan kita. Dengan jalan yang sama juga, ditempat-tempat dimana KaryaNya nyata dan jelas, baik tempat tersebut jasmani atau bukan, tempat-tempat ini adalah milik Allah.

Lebih lagi kita harus mengetahui bahwa keIlahian adalah tidak sebagian-sebagian ataupun terbagan-bagan tetapi secara utuh dan lengkap serta penuh hadir dimana-mana didalam segala kepenuhanNya, tidak secara jasmani terbagikan tetapi secara utuh dan penuh ada memenuhi seluruh alam semesta (kosmos).

Tempat dari Malaikat dan masalah terperi dan tak terperi (tambahan dari manuskrip)

Walaupun malaikat tidak mempunyai tempat secara fisik dan tak terbatasi oleh tempat sebagaimana mereka tidak mepunyai tubuh dan bentuk, malaikat juga dikatakan mempunyai tempat sebab dikatakan secara rohani mereka hadir dan berkarya seturut dengan kodratnya. Dan keberadaannya tidak ada dimana-mana tetapi secara rohani mereka tetap sebagai mahkluk yang terperi dan hanya dapat hadir dan berkarya dimana mereka berada. Malaikat tidak dapat hadir dan berkarya di beberapa tempat yang berbeda pada waktu yang sama, sebab hanya Allah saja yang dapat berkarya dimana-mana pada waktu yang sama.

Sebab malaikat berkarya dibeberapa tempat oleh karena kodratnya yang mampu untuk melakukan ini, dimana mereka dapat menembus waktu tanpa terhalang, dari satu tempat ke tempat yang lain dengan cepat; tetapi hanya yang Ilahi saja yang ada dimana saja dan melampaui segala tempat dan berkarya disegala tempat pada waktu yang sama dengan sebuah karya tunggal.

Menjadi terperi berarti menjadi ditentukan oleh tempat, waktu dan terjelaskan oleh akal, tetapi jikalau sesuatu tidak berada dibawa pengaturan hal-hal diatas maka akan disebut sebagai tak terperi. Jadi keIlahian sendiri adalah tak terperi, sebab Yang Ilahi adalah tanpa awal dan tanpa akhir, yang memeluk segala sesuatunya dan dikenal sebagai yang tak terjelaskan oleh segala sesuatunya. Sebab Dialah satu-satuNya yang tak terperi, tak terjelaskan dan takterketahui oleh siapapun; dan hanya Dialah yang satu-satunya mengerti dan mengenal diriNya sendiri.

Para malaikat terperi oleh waktu sebab para malaikat mempunyai awal dari keberadaannya; terperi oleh tempat walaupun secar rohani, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya dan terperi secara akali sebab kodrat mereka sampai pada batas-batas tertentu diketahui dan juga oleh sebab mereka diterangkan odan dijadikan oleh Sang Pencipta itu sendiri. Manusia juga adalah mahkluk terperi oleh sebab mempunyai awal, akhir, tempat jasmani dan dapat dijelaskan secara akali.

Tentang Allah, Sang Bapa dan Sang Putera dan Sang Roh Kudus dan tentang Sang Sabda dan Sang Roh Kudus (tambahan dari manuskrip)

KeIlahian jadi secara nyata dan absolut tdiak dapat berubah dan diubah. Sebab segala sesuatu yang tidak ada didalam jangkauan kekuasaan kita telah ditentukan sebelumnya oleh Hikmat KekalNya, pada masa dan tempat yang sudah ditentukan bagi setiap ciptaanNya. Oleh karena ini ada tertulis: “Bapa tidak menghakimi siapa pun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak” (Yohanes 5:22). Sebab tentunya Sang Bapa mempunyai kuasa untuk menghakimi sebagaimana Sang Putera dan juga Sang Roh Suci. Tetapi sebagai manusia, Sang Putera sendiri akan turun didalam kemanusiaanNya dan akan duduk bertahkta diatas tahkta kemuliaan, didalam tubuhNya yang terperi dan Ia akan menghakimi seluruh isi dunia didalam keadilan (Kisah Para Rasul 17:31).

Segala sesuatunya adalah jauh dari Allah: bukan secara tempat tetapi secara kodrat. Dengan kita manusia: kasih kita serta hikmat dan budi pekerti sering kali timbul tenggelam, tetapi tidak demikian dengan Allah. Dengan Allah tidak ada sesuatu apapun yang menjadi ada atau menjadi tidak ada tanpa ada campur tangan Allah, sebab Ia tidak berubah maupun dapat diubah. Segala yang baik adalah selalu disertai dengan keAllahan. Kita harus selalu melihat Allah dan merindukan Allah sebab segala sesuatunya bergantung pada Dia, dimana tanpa Dia tidak ada sesuatu apapun yang mampu berada, jikalau tidak dengan Dia. Tentunya Dialah yang menopang segala kodrat yang ada. Allah Sang Sabda secara hipostasis bersatu kepada tubuh jasmaninya yang suci dan disatukan dengan kemanusiaan kita tanpa harus menjadi tercampur baur.

Tak ada seseorangpun yang dapat melihat Sang Bapa kecuali Sang Putra sendiri (Yohanes 6:46), Sang Putera adalah sang Penasihat Ajaib, Sang Hikmat dan Kuasa dari Sang Bapa. Kita tidak boleh berbicara tentang kualitas dari Allah sehingga kita tidak mendapatkan diri kita sedang membicarakan tentang Dzat dan Hakekat dari Allah.

Sang Putera adalah dari Sang Bapa dan apapun yang Ia punyai Ia mendapatkanNya dari Sang Bapa. Oleh sebab inilah Ia tak dapat melakukan apapun daripada diriNya sendiri (Yohanes 5:30), oleh sebab itu Ia tak mempunyai karya apapun terlepas dari Sang Bapa.

Sang Bapa walaupun tak nampak oleh mata akan menjadi nampak melalui karya-karyaNya serta kepemerintahanNya. Sang Putera adalah gambaran dari Sang Bapa, dan Gambaran dari Sang Putera adalah Sang Roh Kudus yang darimanaNya Kristus sekarang tinggal didalam manusia dan memberikan manusia sebuah gambaran rupa Allah bagi manusia itu sendiri.

Sang Roh Kudus adalah Allah. Ia dalah pengantara dari Yang Diperanakkan dan Yang Memperanakkan, Dia disatukan dengan Sang Bapa melalui Sang Putera. Ia dipanggil sebagai Roh Allah, Roh Kristus, Pikiran Kristus, Roh Tuhan, Tuhan Sejati, Roh Pengadopsian, Kemerdekaan serta Hikmat. Sebab Dialah penyebab dari segala hal ini. Ia memenuhi segala sesuatunya dengan hakekatNya dang menopang segala sesuatunya. Didalam kodratNya ia memenuhi dunia tetapi didalam kodratNya dunia tidak memenuhi Dia.

Allah adalah abadi, tak berubah, kreatif dan harus dipuji dan disembah dengan penuh kearifan. Sang Bapa adalah Allah. Adalah Dia yang tak pernah diperanakkan tetapi Ia telah memperanakkan Sang Putera. Sang Putera Adalah Allah, adalah Dia yang secara kekal selalu bersama dengan Sang Bapa, Dia yang diperanakkan diluar sepanjang segala zaman, tanpa berubah tanpa hawa nafsu dan tanpa kunjung henti. Sang Roh Kudus adalah Allah, Ia yang menyucikan segala sesuatuNya yang hanya keluar dari Sang Bapa dan tinggal didalam Sang Putera dan mempunyai Dzat dan Hakekat yang sama dengan Sang Bapa dan Sang Putera.

Sebutan ‘roh’ haruslah dimengerti dalam beberapa cara. Roh Kudus adalah Sang Roh, kuasa dari Sang Roh Kudus kadang juga dipanggil sebagai ‘roh-roh’. Malaikat yang baik juga adalah roh-roh demikian juga dengan roh-jahat dan juga jiwa kita sendiri. Ada beberapa saat dimana pikiran kita juga disebut roh, juga angin serta udara.

Bab 14

Yang tak terciptakan, Yang Tak Berasal, Yang Abad Yang Kekal, Yang Tak Terbatas, Yang Abadi, Yang Tak Berjasad, Yang Baik, Yang Mencipta, Yang Adil, Yang Menerangi, Yang Tak dapat Berubah, Yang Tak Tergerak, Yang Tak Terwadahi, Yang Tak Terkekangi, Yang Tak Dapat Dijelaskan, Yang Tak dapat Dilihat, Yang Tak Dapat Dimengerti, Yang Mempunyai Kuasa Yang Absolut, serta Yang Berotoritas, Yang Memberikan Kehidupan, Yang Mahakuasa, Yang Kekuasaannya Tak Terbatas, Yang Menguduskan, Yang Berfirman, Yang Mewadahi dan Menopang segala sesuatu, Yang Memelihara segala- Hal semua inilah yang dimiliki oleh kodratNya.

Hal-hal tersebut diatas tidak diterimanya dari sumber lain, sebaliknya adalah kodratNya bahwa Ia memancarkan segala yang baik kepada ciptaanNya sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Tinggalnya dari setiap masing-masing Pribadi (dalam Tritunggal Mahakudus) tidaklah dalam sebuah cara yang mengakibatkan Mereka menjadi bercampur aduk tak karuan tetapi dalam sebuah cara yang membuat Mereka bersatu didalam kasih dalam Satu sama lainnya tanpa ada perpisahaan dan saat diantara mereka dan membuat mereka tidak terpisah, dan beksistensi mereka yang bersama sama tidaklah bercampur baur. Sebab Sang Putera ada didalam Sang Bapa dan Sang Roh, Sang Roh ada didalam Sang Bapa dan Sang Putera dan juga Sang Bapa ada didalam Sang Putera dan Sang Roh, tidak ada yang bercampur baur ataupun bergabung. Hanyalah ada satu gelora dan satu gerakan dari Satu Pribadi. Hal ini sangatlah mustahil untuk ditemukan didalam mahkluk ciptaan apapun.

Adalah satu fakta bahwa Pewahyuan dan Karya Ilahi adalah Esa, sederhana dan tak terbagi-bagi, dan walaupun terlihat dan termanifestasikan dalam hal-hal yang bersifat dapat terbagi-bagi, Ia memberikan kepada segenap mahkluk ciptaan bagian bagian dari kompononen kodratnya, dan Ia tetaplah sederhana. Sebab kepada Dialah segenap ciptaan berlindung dan didalam Dialah segenap mahkluk mempunyai keberadaanya masing-masing, kepada segenap mahkluk Ia memberikan keberadaan mereka masing-masing seturut dengan kodrat masing-masing dari mereka, hidup dari segenap mahkluk hidup, akal budi dari setiap mahkluk yang berakal budi, pikiran dari setiap mahkluk yang dapat berpikir. Ia melampaui segala Akal Budi, Pikiran, Kehidupan dan Hakikat.

Ia menembus segala sesuatu tanpa dirinya menjadi cemar dan tanpa membuat diriNya dapat ditembusi oleh sesuatu apapun. Ia Mahatahu dengan cara yang sangat sederhana Ia mengetahui segalanya. Dengan seketika, dengan Mata IlahiNya yang tak berjasad Ia melihat segala sesuatunya baik yang dahulu kala, yang sekarang dan yang akan datang sebelum segala sesuatunya terjadi (Daniel 13:42). Ia juga tidak berdosa tetapi mengampuni serta menyelamatkan pendosa. Walaupun Ia mampu melakukan segala sesuatunya, ada yang tidak Ia mau lakukan sebab Ia mampu menghancurkan dunia tetapi Ia tidak berkehendak melakukannya.

♥ HATIMU MUNGKIN HANCUR, NAMUN BEGITU JUGA HATIKU

 ♥ *HATIMU MUNGKIN HANCUR, NAMUN BEGITU JUGA HATIKU* sumber: https://ww3.tlig.org/en/messages/1202/ *Amanat Yesus 12 April 2020* Tuhan! Ini ...