Senin, 15 Februari 2010

Jasad Santo Antonius dari Padua Dipamerkan

Kerangka tubuh dari Fernando Martins de Bulhoes atau yang lebih dikenal sebagai Santo Antonius dari Padua sejak Minggu (14/2/2010) dipamerkan di Basilika Santo Antonius, Padua, di Utara Italia. Ket.Foto: AFP PHOTO / POOL / ANDREA MEROLA
Sejumlah biarawan Fransiskan memanggul peti kaca berisi jasad Santo Antonius dari Padua ke dalam sebuah ruang di Basilika Santo Antonius, Minggu (14/2/2010) waktu setempat.

Sisa jenazah yang diletakkan di dalam peti kaca tersebut akan dipamerkan kepada publik hingga Sabtu (20/2/2010). Terakhir kali jenazah Santo Antonius dari Padua dipamerkan pada tahun 1981. Kala itu peziarah dari penjuru dunia datang dan berdoa di sisi sisa tubuh orang suci itu.

Santo adalah sebutan untuk orang suci dalam tradisi Gereja Katolik. Proses pengukuhannya sebagai santo oleh otoritas Gereja Katolik tercatat paling cepat, yaitu 352 hari setelah kematiannya. Antonius dari Padua lahir pada 15 Agustus 1195 di Lisabon, Portugal, dan wafat pada 23 Juni 1231. Selanjutnya, pada Hari Raya Pentakosta, 30 Mei 1232, Paus Gregorius IX menetapkannya sebagai santo.

Semasa hidupnya, Antonius yang bergabung sebagai biarawan Fransiskan (pengikut Santo Fransiskus dari Asisi) dikenal sebagai pengkhotbah ulung. Menurut legenda, ikan-ikan di danau pun bersembulan keluar untuk mendengar khotbahnya. Sebagai orang suci, Gereja Katolik juga menetapkannya sebagai pelindung barang-barang yang hilang.

PADUA, KOMPAS.com —  15 Februari 2010
Source:http://internasional.kompas.com/read/2010/02/15/09023195/Jasad.Santo.Antonius.dari.Padua.Dipamerkan.

Rabu, 13 Januari 2010

Penyerangan terhadap Gereja di Malaysia Masih Terus Terjadi

Pemerintah Malaysia, Senin (11/1), mempertahankan keputusannya melarang warga non-Muslim menggunakan kata ”Allah”. Kontroversi mengenai penggunaan kata itu terus menyulut konflik berbau agama, dengan dibakarnya lagi sebuah gereja di Negeri Sembilan.

Selama empat hari pecahnya kontroversi mengenai penggunaan kata ”Allah” itu, sembilan gereja telah dibakar di Malaysia.

Pemimpin oposisi Malaysia, Anwar Ibrahim, Senin (11/1), mengecam penyerangan terhadap gereja-gereja dan warga Kristen di negerinya. Dia menegaskan, penyerangan terhadap gereja tertua di Malaysia, Gereja All Saints di Taiping, merupakan serangan terhadap warisan budaya bangsa Malaysia secara keseluruhan.

Anwar mengingatkan, Malaysia harus bersatu melawan mereka yang mengeksploitasi ras dan agama untuk membakar kebencian demi keuntungan politik. ”Kita harus memperbarui komitmen terhadap pemahaman keagamaan dan kebebasan beragama,” katanya.

Gereja Sidang Injil Borneo di Negara Bagian Negeri Sembilan, di pusat Malaysia, merupakan korban serangan terbaru dari kemarahan sekelompok warga negara itu atas keputusan sebuah pengadilan yang membatalkan pelarangan pemerintah terhadap minoritas Kristen untuk menggunakan kata ”Allah” sebagai terjemahan dari ”God”.

Penyerangan terhadap gereja yang mulai meletus hari Jumat (8/1) menjalarkan ketegangan kepada warga Kristen Malaysia. Warga Kristen Malaysia mengatakan, mereka telah menggunakan kata itu tanpa masalah selama berabad-abad.

Dikatakan bahwa penggunaan kata ”Allah” oleh umat Kristen bisa mengakibatkan kebingungan di kalangan Muslim dan mendorong perpindahan agama yang ilegal di Malaysia.

Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Malaysia Mahmood Adam secara khusus memberikan penjelasan kepada diplomat-diplomat asing mengenai krisis berbau agama itu. Para diplomat itu mempertanyakan mengapa kata itu dilarang, padahal kata yang sama digunakan secara meluas oleh umat Kristen di Indonesia dan Timur Tengah.

”Mereka tidak memahami situasi di sini. Mereka hanya ingin tahu kenapa itu bisa diizinkan di negara-negara lain dan tidak di sini,” tuturnya kepada wartawan, sambil menambahkan bahwa Muslim di Malaysia berbeda dengan di negara-negara lain.

Ketegangan rasial di Malaysia ini merupakan pukulan besar bagi persatuan yang didorong Perdana Menteri Najib Razak dengan slogan ”Satu Malaysia”.(AP/AFP/OKI)

Kuala Lumpur, Senin -  http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/12/03280718/penyerangan.terhadap.gereja.masih.terus.terjadi
Selasa, 12 Januari 2010 | 03:28 WIB

Senin, 11 Januari 2010

Gara-gara Nama "Allah" Beberapa Gereja di Malaysia Terus Diserang


PM Najib: Merusak Keharmonisan Malaysia

Beberapa orang yang merupakan bagian dari kelompok radikal Malaysia memperluas aksi terornya. Minggu (10/1), mereka menyerang Gereja All Saints, gereja Anglikan tertua di Taiping, Perak. Sudah delapan bangunan gereja dirusak sejak kerusuhan pertama Jumat (7/1). Ket.Foto: Petugas polisi Diraja Malaysia memeriksa kerusakan di Gereja All Saints di Taiping, Negara Bagian Perak, yang menjadi sasaran perusakan oleh kelompok ekstrem, Minggu (10/1). Setidaknya delapan gereja dan sebuah biara dilempari bom molotov, menyusul protes atas sengketa peradilan seputar pemakaian kata Allah di kalangan umat Kristen dan Katolik Malaysia.

Selain menjadikan bangunan gereja sasaran teror bom molotov, hari Minggu mereka juga melampiaskan aksinya ke sebuah biara Katolik di Taiping. Sekelompok kecil orang itu melempari biara dengan bom molotov dan mengumpat umat Kristen di Malaysia. Aksi itu membuat para biarawan khawatir.

Aksi kelompok ini sebenarnya sebagai reaksi atas putusan Pengadilan Tinggi (PT) Malaysia pada 31 Desember 2009 yang mengizinkan Kristen dan bukan Islam memakai kata ”Allah” untuk merujuk kepada Allah (God). Pengadilan menetapkan kata ”Allah” bukan monopoli Islam karena sudah muncul sebelum Islam lahir dan bahkan sudah lebih dulu digunakan Kristen di Timur Tengah.

Kelompok radikal itu dipelopori, antara lain, oleh Gerakan Pemuda Muslim Abim. Mereka bersikukuh kata ”Allah” hanya boleh digunakan Islam. Jika agama lain, termasuk Kristen menggunakan kata itu, sama artinya menghasut pemeluk Islam untuk meninggalkan agamanya.

Keputusan PT Malaysia tersebut sekaligus membatalkan larangan pemerintah kepada umat Kristen untuk menggunakan kata ”Allah” menyusul unjuk rasa tahun lalu setelah adanya publikasi kata ”Allah” dalam majalah Katolik, The Herald, edisi Melayu. Pemerintah berpendapat, kata ”Allah” membingungkan dan menyesatkan umat Islam.

Atas larangan pemerintah, pihak gereja Katolik pun menggugat ke pengadilan. Ketika muncul kerusuhan yang cenderung meluas, kalangan pemerintah sepakat untuk mencegah tindakan anarki terhadap kalangan minoritas di Malaysia.

Tidak terpengaruh

Beberapa organisasi massa Islam, termasuk partai oposisi PAS yang bergaris keras, juga sepakat dengan keputusan pengadilan. Mereka menyatakan setuju, semua agama Samawi, di mana saja di seluruh dunia, termasuk Kristen dan Yahudi, berhak menggunakan kata ”Allah”. Mereka mengecam keras aksi itu. Islam tidak menyarankan umatnya menyerang rumah ibadah, termasuk gereja dan pengikutnya. Aksi kekerasan itu, menurut PAS, tak mewakili Islam.

Meski aksi teror terus dilancarkan sekelompok kecil orang itu, umat Kristen di Malaysia tetap membanjiri gereja di seluruh negeri pada hari Minggu. Tak terkecuali di delapan gereja yang telah dirusak atau terbakar oleh bom molotov, antara lain di Gereja God Shepherd Lutheran di Petaling Jaya, Selangor, atau gereja Protestan, Metro Tabernakel, di Kuala Lumpur.

Dalam berbagai khotbah di gereja, pendeta dan pastor menyerukan perdamaian di seluruh Malaysia, negeri yang dihuni oleh multi-etnis itu. Sebanyak 60 persen penduduk Malaysia yang mayoritas dari etnis Melayu memeluk Islam. Selebihnya adalah kelompok minoritas China, India, dan pemeluk bukan Islam.

Khusus untuk umat Kristen di Malaysia, kata pemimpin gereja, mereka sudah menggunakan kata ”Allah” sejak berpuluh-puluh tahun bersamaan dengan masuknya Kristen ke negeri itu. Di pedalaman Serawak dan Sabah misalnya, kata ”Allah” sejak awal digunakan setiap kelompok doa.

Perdana Menteri Malaysia Najib Razak mengecam tindakan sekelompok orang itu. Pemerintah akan mengambil tindakan tegas karena aksi itu merusak keharmonisan masyarakat multi-etnis Malaysia. Najib bahkan sempat mengunjungi gereja yang menjadi sasaran perusakan, gereja Kemah Suci Metro. Dia menyumbang sebesar 500.000 ringgit atau sekitar 147.000 dollar AS. (AP/AFP/REUTERS/CAL)

Senin, 11 Januari 2010 | 04:18 WIB

Kuala Lumpur, Minggu -  http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/11/04183339/gereja.terus.diserang

Minggu, 10 Januari 2010

Umat Nasrani Malaysia Akhirnya Bebas Gunakan Kata "Allah"

Pengadilan Malaysia memutuskan bahwa umat Nasrani di negara tersebut akhirnya secara konstitusional bisa memakai kata "Allah" sebagai referensi pada Tuhan. Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur juga menyatakan larangan pemerintah terhadap non-muslim untuk menggunakan kata tersebut adalah ilegal.

Umat Nasrani di negara tersebut menyambut putusan itu, Kamis (31/12/2009), sebagai kemenangan bagi kebebasan beragama di negara mayoritas muslim itu. Sebelumnya, isu ini telah menjadi momok bagi kelompok-kelompok minoritas.

Pengadilan mengeluarkan putusan ini sebagai tanggapan atas pengaduan dari Gereja Katolik Roma di Malaysia di akhir 2007 setelah pemerintah Malaysia melarang non-muslim untuk menerjemahkan Tuhan sebagai "Allah" dalam literaturnya. Pihak berwajib dahulu bersikeras bahwa "Allah" adalah kata Islam yang seharusnya khusus untuk kaum muslim saja untuk memanggil Tuhannya, dan bahwa penggunaan oleh agama lainnya bisa menimbulkan kerancuan.

Kamis, 31 Desember 2009 | 16:21 WIB
http://internasional.kompas.com/read/2009/12/31/16213534/Umat.Nasrani.Malaysia.Akhirnya.Bebas.Gunakan.Kata.Allah

Pemerintah Malaysia, Gereja Katolik Bertempur di Pengadilan Terkait Kata “Allah”

Pengadilan tinggi Malaysia mulai menggelar dengar pendapat secara resmi, Senin, mengenai penggunaan kata “Allah” oleh Kristiani sebagai terjemahan untuk Tuhan.

Sementara itu, Gereja Katolik di Malaysia tetap bersikeras bahwa kata “Allah” tidak eksklusif hanya untuk Islam dan telah dipakai oleh Kristiani dan Muslim di negara yang menggunakan bahasa Arab sejak berabad-abad lamanya, sebagai bantahan terhadap pendapat Senior Federal Counsel Datuk Kamaluddin yang mengatakan bahwa, kata tersebut eksklusif hanya digunakan untuk agama Islam dan kesuciannya harus dilindungi.

"Di negara kami, jika sesuatu merujuk pada Allah atau sebutan kalimat Allah, itu akan membuat orang berpikir tentang Tuhan bagi Muslim. Kalimat Allah adalah sakral bagi Muslim dan menempati posisi yang tinggi, dan kesuciannya harus dilindungi,” ujarnya pada Senin, menurut sumber lokal.

Lebih lanjut, Kamaluddin menambahkan, Gereja tidak dapat menentang keputusan menteri dalam negeri untuk memaksakan sebuh kondisi atas izin yang diminta oleh surat kabar mingguan Gereja, The Herald.

“Anda hanya bisa menentangnya jika menteri menolak untuk memberi surat izin,” tukasnya.

The Herald telah melayangkan gugatan terhadap pemerintah Malaysia pada Desember 2007 setelah pemerintah mengancam mencabut surat izin percetakan jika surat kabar tersebut tidak menghentikan pengunaan kata “Allah” dalam sesi koran berbahasa Melayu.

Menurut Printing Presses and Publication Act tahun 1984, menteri dalam negeri Malaysia berhak untuk memaksakan larangan dalam kondisi tertentu, dan dalam kasus The Herald, Menteri dalam negeri Datuk Seri Syed Hamid Albar menurut laporan telah melarang penggunaan kata "Allah" dengan alasan keamanan nasional dan untuk menghindari salah pengertian dan kebingungan di antara umat Muslim.

"Penggunaan kata ‘Allah’ oleh agama lain kemungkinan dapat mengusik sensistifitas dan membuat bingung diantara umat Muslim,” jelas Abdullah Zin, selaku menteri urusan agama Islam, kepada media lokal tahun lalu.

Meskipun begitu, The Herald, tetap mengklaim larangan tersebut inkonstitusional dan melanggar kebebasan beragama.

Pimpinan redaksi surat kabar, Porres Royan, mengatakan pada Senin, bahwa kata “Allah” memiliki peran penting untuk penyembahan dan sebutan iman dalam Komunitas Katolik di negara yang menggunakan Bahasa Melayu.

Royan juga bersikeras bahwa menteri juga telah melakukan tindakan di luar Printing Presses and Publications Act.

“The Act tidak dimaksudkan untuk mengatur kelompok taat beragama manapun dalam memperaktikkan kebiasaan dan mengenalkan kepercayaan mereka termasuk penggunaannya dalam mempublikasikan kepercayaannya,” ujarnya kepada Hakim Pengadilan Tinggi Lau Bee Lan, menurut The Malaysia Star.

"The Herald adalah sebuah surat kabar mingguan Katolik yang dimaksudkan untuk menyebarkan berita dan informasi tentang Gereja Katolik di Malaysia dan tidak diperuntukkan bagi publik, khususnya bagi orang yang beragama Islam,” tambahnya, menurut Sun Daily.

Royan juga menyatakan bahwa dalam penerbitannya tidak berisi materi yang dapat menyebabkan ketakutan atau mengusik sensitifitas bagi agama Islam.

Dengar pendapat dijadwalkan akan dimulai kembal pada Selasa hari ini, tiga bulan setelah pihak berwenang Malaysia menyita 10.000 Alkitab yang diimpor dari Indonesia yang di dalamnnya menggunakan kata “Allah” untuk merujuk pada Tuhan.

Bulan lalu, Federasi Kristiani Malaysia (CFM), sebuah badan perwakilan Kristiani di Malaysia, mendesak agar segera melepaskan Alkitab yang disita tersebut dan juga sebanyak 5.000 Alkitab yang telah disita pada Maret lalu.

Jaringan gereja dan organisasi tersebut juga mengeluarkan kembali sebuah pernyataan yang menguatkan komitmen mereka bahwa Bahasa Melayu sebagai bahasa nasional, yang mana mereka berhak dan akan terus menggunakan “sepenuhnya” dalam kehidupan dan dalam kesaksian di gereja dan organisasi mereka.

“Dan kami menyerukan kepada Gereja-Gereja untuk waspada dan terus berdoa tanpa henti memohon hikmat atas penyelesaian persoalan ini agar dapat selesai dengan damai demi menjaga persatuan dan kesatuan, keharmonisan serta kedamaian negara dan agar keadilan, Hak Asasi Manusia serta martabat manusia tetap ditegakkan terus,” ungkap pemimpin CFM dalam deklarasi tersebut, yang dikeluarkan pertama kali pada September 1989.

Menurut CIA World Factbook, 60,4 persen dari 25,7 juta penduduk Malaysia adalah Muslim. Sementara itu, sekitar 19,2 persen adalah Budha, dan 9,1 persen adalah Kristiani.

Secara umum, agama Islam memperoleh hak istimewa di Malaysia sebagai agama yang dominan.

Aaron J. Leichman

Koresponden Kristiani Pos

Posted: Dec. 16, 2009 17:44:49 WIB
Sumber: http://www.christianpost.co.id/missions/persecution/20091216/5084/pemerintah-malaysia-gereja-katolik-bertempur-di-pengadilan-terkait-kata-allah/index.html

Soekarno Loves Jesus Christ


*) Indonesia pernah berwajah cantik memperagakan kehidupan beragama yang indah. Entah mengapa, paras menawan itu meluntur dan memburuk dilihat banyak orang.

BULAN Mei, Vatikan sedang disiram sengatan matahari terik sepanjang hari di musim panas tahun 1959. Cuaca cukup menyengat untuk ukuran kota Vatikan yang mungil itu. Hari Kamis pagi pada 14 Mei 1959, Vatikan kedatangan seorang tamu jauh. Dia datang disambut dengan upacara megah oleh para prajurit berseragam kebesaran a la Eropa abad pertengahan. Bahkan beberapa prajurit senior berpakaian besi seperti serdadu Romawi, karena ini menyambut sebuah kunjungan resmi seorang presiden negara besar ke negara terkecil di dunia.

Bagai seorang pangeran dari “somewhere from the East” dengan gaya berpakaian khas bertopi hitam yang menjadi cirinya di kepala. Dia datang dengan rombongan besar. Mereka tiba dengan 9 mobil yang mengantar mereka untuk beraudiensi dengan Paus Johannes XXIII, pemimpin spiritual umat Katolik sejagat yang bertubuh tambun.

Tepat pukul 7.50, sang tamu dengan berpakaian jas lengkap putih-putih, datang sambil mengempit tongkat kesayangannya di lengan atas tangan kiri. Di lehernya tergantung medali ukiran beruntai kuning emas. Dia tampak seperti sudah biasa datang Ruang Clementine atau Clement VIII Pax V, sebuah ruangan kecil dalam kompleks negara seluas lapangan golf itu, tempat pemimpin Gereja Katolik itu menerima tamu-tamu resminya. Ini kunjungannya kedua ke tempat pusat rohani umat Katolik sebumi setelah 3 tahun.

Tamu itu seorang pemimpin negara berpenduduk umat Islam terbesar sejagat, sowan ke pemimpin umat Katolik juga sejagat. Presiden Soekarno bertamu kepada Paus Johannes XXIII. Sang pemimpin umat Katolik yang bernama Kardinal Angelo Giuseppe Roncalli itu, agak senang mendapat tamu jauh dari sebuah negeri muslim, meski ia belum setahun menduduki tahta suci di Vatikan. Ia memberi penghargaan tinggi kepada tamunya dan juga anggota rombongannya, berupa kotak kecil yang diterima secara bergiliran satu per satu.

3 PAUS 8 TAHUN

Mengapa Soekarno sering berkunjung ke pusat agama Katolik sedunia itu? Sering?

Ya, untuk ukuran dan skala seorang Soekarno, bertandang ke Vatikan dan menemui paus, bisa dibilang sering. Pertemuannya dengan Johannes XXIII adalah yang kedua baginya menemui seorang paus. Sebelumnya pada Rabu 13 Juni 1956, dalam rangka tur keliling dunianya, dia pertama kalinya menginjakkan kaki di Vatikan dan menemui Paus Pius XII, yang juga bangga didatangi seorang pemimpin sebuah negeri muslim dari jauh berantah. Sang tamupun mendapat pujian dan kehormatan atas kedatangannya itu.

Hanya 10 tahun baru memimpin bangsa baru, Soekarno ingin menunjukkan bahwa takdirnya memimpin bangsa sangat majemuk ia jalankan dengan baik. Dia bukan bagai seorang raja atau pangeran yang memimpin negeri homogen dalam budaya dan agama, seperti raja, sultan atau emir di Timur Tengah atau Semenanjung Melayu. Ia ingin berdiri di semua pihak, golongan, agama, budaya dan kepentingan.

“Kami menyambut dengan hangat kedatangan Yang Mulia, dengan mengingatkan kembali kedatangan Yang Mulia menemui pendahulu kami, Paus Pius XII dan Paus Johannes XXIII”, sambutan Paus Paulus VI ketika menerima kedatangan ketiga kalinya Presiden Soekarno ke Vatikan (dan juga menjadi yang terakhir), pada Senin, 12 Oktober 1964.

Soekarno dipuji amat sangat oleh Vatikan, karena memberi sikap yang baik dan bersahabat dengan umat Katolik di Indonesia, seperti yang dikatakan Paus Paulus VI ketika menyambutnya. Setiap dia datang ke Vatikan, dia selalu diberi penghargaan oleh paus. Prestasi ini tak pernah terjadi kepada pemimpin dari negeri muslim manapun di dunia. Ini yang selalu membanggakan seorang tokoh budayawan, rohaniawan Katolik yang juga arsitek markas ABRI di Cilangkap, Romo Mangunwijaya. Ia selalu memuja penghargaan Soekarno sebagai pemimpin negeri muslim dari Vatikan, sebagai hal pertama dalam 2000 tahun sejarah Gereja Roma Katolik.

“Aku orang Islam yang hingga sekarang telah memperoleh tiga buah medali yang tertinggi dari Vatikan”, katanya dalam otobiografi yang ditulis ratu gosip AS Cindy Adams. Perhargaan ini membuat iri Presiden Irlandia Eamon de Valera, yang negerinya punya 88% umat Katolik. “Saya saja punya satu penghargaan”, katanya saat berjumpa dengan Soekarno.

API BUKAN ABU


Bagi Soekarno, umat Katolik dan kristiani umumnya, bukan hal yang asing baginya. Jauh sebelum dia menjadi pemimpin, persinggungan dengan orang-orang Katolik sudah terjadi. Ketika dipenjara di Sukamiskin, Bandung, dia banyak membaca tulisan-tulisan van Lith, seorang tokoh Katolik yang meletakkan dasar ajaran Katolik di tanah Jawa. Van Lith punya dua murid kesayangan, yang juga menjadi lebih dari sahabat bagi Soekarno, yaitu Mgr. Soegijapranata dan IJ Kasimo.

Ketika dia dibuang ke Ende, Flores, Soekarno banyak memuji cara kerja dan sistem manajemen orang-orang Katolik di pulau itu, yang memang menjadi mayoritas. Ia kadang mengkritik keras cara berpikir orang-orang Islam masa itu, yang terlalu mengurusi asesoris daripada esensi ajaran Islam, yang makin menjauhkan umat Islam dari modernitas. “Ambil apinya dari Islam, bukan abunya”, katanya mengkritik. Soekarno saat itu menggagumi buku ‘Spirit of Islam’ karya Syed Amir dari London, yang isinya ingin membangunkan umat Islam dari tidur panjang.

Pada jaman kemerdekaan, keluarga Soekarno ternyata bersahabat baik dengan Soegijapranata, murid van Lith, tokoh yang dikaguminya. Sewaktu Belanda menyerang ibukota negara di Jogjakarta, 18 Desember 1948, istrinya disembunyikan oleh Soegijapranata di rumahnya di tepi barat Kali Code, dari kejaran militer Belanda. Sedangkan Soekarno diibuang ke Prapat, Sumatera Utara. Saat ketakutan itu, istrinya punya batita dan bayi yang belum setahun, Megawati.

Ketika Soegijapranata wafat, Soekarno menjadikannya pahlawan nasional dan mengirim pesawat khusus untuk menjemput jenazahnya di Belanda. Setelah itu, istrinya Fatmawati meratapi kepergian paderi Katolik pribumi pertama itu dengan tangisan tiada henti.

HAMPA 28 TAHUN

Intensitas kunjungan Soekarno ke Vatikan sangat unik. Jarang ada seorang pemimpin dunia, apalagi dari negeri Islam, menemui tiga paus yang berbeda dalam kurun singkat, 8 tahun! Namun itu tidak diimbangi dengan kedatangan paus ke negerinya selama ia menjadi presiden. Ini sangat wajar, karena belum menjadi trend seorang paus pergi ke keliling dunia pada masa itu, seperti yang ditunjukkan Paus Johannes Paulus II.


Setelah dia tak berkuasa, baru pada 3 Desember 1970, Indonesia dikunjungi seorang paus pertama kalinya. Kedatangan Paus Paulus VI yang menjadi tamu Presiden Soeharto adalah untuk membalas kunjungan berkali-kali Soekarno ke Vatikan. Dan sejak itu, ada semacam tradisi setiap presiden Indonesia ‘harus’ beraudiensi dengan paus.

Selama berkuasa 32 tahun, Soeharto hanya sekali ke Vatikan bersama istrinya pada Sabtu 25 November 1972 menemui Paus Paulus VI. Dia enggan datang mampir bertemu Paus Johannes Paulus II ketika ada di Roma pada November 1985 untuk menerima penghargaan FAO karena prestasinya dalam ketahanan pangan. Menjadi kebiasaan, bila seorang kepala negara datang ke Roma, pasti menyempatkan ke Vatikan yang letaknya di dalam biota Italia.

Masalah gereja Katolik di Timor Timur yang langsung di bawah kendali Vatikan, menjadi isu kurang menarik baginya bila didiskusikan dengan paus. Ia menginginkan umat Katolik di Timor Timur langsung dibawa kendali Jakarta, tapi hal itu ditolak hingga propinsi kesayangan tersebut lepas menjadi negara merdeka. Namun beruntung Paus Johannes Paulus II tidak mencium bumi Timor Timur, ketika dia datang ke Indonesia pada 9 Oktober 1989, ketika menjadi tamu Soeharto. Kalau itu terjadi, sama saja mengakui propinsi itu sebagai negara terpisah dari Jakarta.

Sejak 1972, hampir 28 tahun lamanya, tidak ada seorang presiden Indonesia pun yang datang Vatikan. Barulah kebekuan itu mencair ketika Presiden Abdurrahman Wahid menemui Paus Johannes Paulus II pada Sabtu 5 Februari 2000, yang kondisinya sudah agak sakit-sakitan. Pada pertemuan bersejarah itu, ada kejadian janggal. Biasanya seorang wanita yang bertemu paus ‘wajib’ mengenakan gaun hitam. Namun Ibu Shinta Wahid memakai gaun putih cerah.


Kedatangan Wahid diikuti oleh penggantinya, Presiden Megawati Soekarnoputri menemui tuan rumah yang sama pada Senin 10 Juni 2002. Inilah terakhir kali seorang presiden Indonesia datang ke Vatikan. “God Bless Indonesia”, kata paus kepada Megawati sebelum pamit.


DISAYANG GEREJA DICINTAI MUSLIM

Meski Soekarno sangat disayangi oleh Vatikan, tidak menjauhi dia dari dunia Islam. Justru sebaliknya, dia dianggap pahlawan Islam oleh komunitas muslim dunia. Organisasi internasional, seperti Konferensi Islam Asia Afrika menjulukinya Amirulmukminin. (pemimpin umat Islam). Anehnya, julukkan itu bukan untuk raja-raja Islam di Timur Tengah yang sangat kental dengan keislamannya.

Dia hanya ingin menunjukkan sebuah contoh kepada dunia, bahwa Indonesia adalah landskap indah sebuah negara majemuk, yang menjadi tempat damai bagi semua golongan apapun. Para penggantinya, berusaha sebaik mungkin menunjukkan kepada dunia upaya seperti itu, meski tidak sesempurnya dia. Tetapi citra Indonesia sebagai negara yang damai bagi semua golongan terawat rapi selama pemerintahan Soeharto, yang selalu memakai Pancasila untuk melegalkan segala tindakannya demi menjaga kerukunan hidup beragama.

Kehebatannya itu pernah dipuji oleh Paus Johannes Paulus II di depan Soeharto. “Falsafah Pancasila telah menjadi nakhoda bagi negeri ini untuk mengakui bahwa hanya satu landasan utama bagi persatuan nasional yang menghormati perbedaan apapun yang ada pada masyarakat majemuk Indonesia”.

Soeharto merawat kerukunan hidup beragama itu dengan cara mencampur pemerintahan bergaya Jawa yang sulit ditebak dan otot kekerasan militer. Resep terakhir diperuntukkan bagi pihak yang “coba-coba” merusak SARA (suku, agama, ras dan antara golongan) di negeri ini.

Saya agak geram, mengapa Saudi Arabia menjadi sponsor konferensi dialog Islam dan barat pada akhir 2007? Padahal negeri itu sangat tidak ramah bagi pemeluk non-Islam dan hak wanita serta minoritas. Mungkin saja karena Raja Abdullah yang menjadi sponsor utama dialog itu, punya ‘minyak pelet’ pada dunia barat, yaitu cadangan minyaknya. Sedangkan Indonesia, tak ada yang bisa dibanggakan untuk itu. Seharusnya, peran itu dijalankan oleh Indonesia. Kita pernah punya pemimpin yang bisa membuktikan peran tersebut.

Memang agak aneh, setelah Soeharto turun dari kekuasaan, kerukunan beragama sedikit terganggu yang dipicu oleh pihak tertentu. Mulailah subur tumbuh pertikaian horisontal antara masyarakat beragama yang menodai wajah Indonesia di mata dunia. Sebagian umat beragama minoritas mengalami kesulitan dalam banyak hal dalam menjalankan ibadah mereka. Mengapa ini bisa terjadi? Dan mengapa pada saat Indonesia hidup dalam tirani, kerukunan justru terjaga meski terkesan seperti “menyimpan abu dibalik karpet”?

Ada yang salah dengan demokrasi?

Yang bisa jawab hanya ‘anak ideologi’ Soekarno, Abdurrahman Wahid. (*)



SUMBER FOTO:

  • Paus Johannes XXIII - Presiden Soekarno (AP/Kompas), Presiden Soeharto - Paus Paulus VI (Jejak Langkah Pak Harto), Paus Johannes Paulus II - Presiden Wahid (Reuters/Kompas) dan Paus Johannes Paulus II - Presiden Megawati (AP).
Penulis: Iwan Satyanegara Kamah - Jakarta
sumber: http://kolomkita.detik.com/baca/artikel/3/1157/soekarno_loves_jesus_christ

Selasa, 22 Desember 2009

Selamat Natal

Sebagai seorang Muslim, penulis mengucapkan selamat hari raya Natal kepada saudara-saudari Kristiani di mana pun berada.

Bagi seorang Muslim, mengucapkan selamat hari raya Natal bukan hanya menjadi kesadaran persaudaraan, melainkan tuntunan keimanan yang sangat mendasar. Karena Nabi Isa atau Yesus menegaskan (sebagaimana disampaikan Al Quran), keselamatan atas diriku ketika dilahirkan, ketika meninggal dunia, dan ketika (nanti) dihidupkan kembali, Qs 19: 22.

Dalam konteks negara majemuk seperti Indonesia, ucapan selamat hari raya Natal merupakan salah satu bentuk kesadaran kebangsaan yang harus senantiasa dijaga dan dipelihara; bahwa Indonesia adalah negara bagi semua agama yang ada di haribaan Bumi Pertiwi; bahwa setiap pemeluk agama memiliki kebebasan untuk merayakan dan menjalankan keyakinannya; dan bahwa penganut satu agama di Indonesia harus menghormati penganut agama lain.

Kerukunan

Bagi agamawan, mengucapkan selamat kepada umat agama lain dalam merayakan hari besar keagamaan, seperti Natal, mempunyai makna yang sangat penting. Selain tuntunan agama, ucapan selamat bagi seorang agamawan bisa juga karena menjadi langkah awal untuk menciptakan kerukunan dan kebersamaan dalam kehidupan umat beragama, terutama dalam kehidupan bangsa majemuk seperti Indonesia.

Apa yang dilakukan oleh agamawan di Mesir bisa dijadikan sebagai contoh oleh para agamawan di Tanah Air. Dalam persoalan hari raya Natal, contohnya, sejumlah agamawan terkemuka di Mesir, seperti Grand Syeikh Al-Azhar Kairo, Sayyid Muhammad Thanthawi, tak hanya membolehkan seorang Muslim turut merayakan hari raya Natal. Lebih daripada itu, mereka memberikan keteladanan baik dengan menghadiri undangan perayaan Natal umat Kristen (Koptik) di sana. Momen-momen damai seperti ini digunakan oleh sejumlah agamawan di Mesir untuk mengukuhkan tali persaudaraan kebangsaan, mengukuhkan bangunan perdamaian, dan menghormati segala jenis perbedaan.

Begitu pun sebaliknya, sejumlah pemimpin Kristen (Koptik) di Mesir turut merayakan dan mengucapkan selamat ketika hari raya keagamaan umat Islam tiba. Suasana damai, kondusif, dan penuh persaudaraan menyelimuti kehidupan masyarakat di sana, dimulai dari kalangan agamawan kemudian diikuti oleh segenap umat dan pengikutnya.

Peran agamawan seperti di Mesir memberikan sumbangsih cukup besar bagi terjaganya hubungan damai dalam kehidupan masyarakat Mesir, terlepas apa pun agama ataupun kelompoknya. Setidak-tidaknya masyarakat Muslim di sana tidak diharamkan bila turut merayakan Natal bersama sahabat atau kerabat yang beragama Koptik.

Pengalaman Mesir seperti di atas sangat patut dipertimbangkan. Sejauh ini, konflik berbau agama jarang terjadi di Negeri Piramida itu.

Melahirkan ketegangan

Hal inilah yang jarang terjadi dalam kehidupan umat beragama di Tanar Air. Peran agamawan sangatlah terbatas dalam mendorong bangsa ini terbebas dari konflik agama. Sebaliknya, peran dan keterlibatan agamawan yang cukup masif terjadi dalam kehidupan politik, apalagi pada saat menjelang pemilu.

Hingga hari ini, konflik antaragama masih terus membayang, bahkan juga konflik intraagama. Umat beragama tidak disuguhi pemandangan damai dari kalangan agamawan yang mengucapkan selamat kepada umat agama lain dalam merayakan hari besarnya, termasuk hari raya Natal. Dan hingga hari ini masih terdapat sejumlah pihak yang mengharamkan hadir pada perayaan Natal bagi seorang Muslim atau hari raya agama lainnya.

Pengharaman seperti di atas tidak melahirkan apa pun, kecuali ketegangan dalam kehidupan umat yang berbeda agama. Pihak paling diuntungkan oleh fatwa seperti ini adalah mereka yang ”bersyahwat” politik. Bangsa, masyarakat, dan agama adalah pihak yang paling dirugikan oleh pengharaman seperti di atas yang merupakan akibat tak langsung keterlibatan kaum agamawan dalam dunia politik pragmatis yang cukup masif, baik perpolitikan nasional maupun lokal.

Dikatakan akibat tidak langsung karena tidak semua dan tidak setiap saat agamawan melakukan ”politisasi agama” dalam bentuk fatwa-fatwa politis atau lainnya. Harus jujur diakui, masih terdapat sekian agamawan yang turun ke kancah politik dengan niat tulus-ikhlas dan membawa tujuan perjuangan murni. Namun, agamawan seperti ini tampak sangat terbatas.

Natal adalah momen penting yang bisa digunakan oleh kaum agamawan untuk menyampaikan sabda perdamaian, kasih sayang, dan menghormati perbedaan keagamaan. Silaturahim antaragamawan dapat dilakukan dalam momen-momen keagamaan seperti Natal ini. Hingga umat beragama terbiasa dalam menghormati perbedaan dan perayaan hari besar agama lain.

Penulis: Hasibullah Satrawi Alumnus Al-Azhar Kairo, Mesir; Aktivis Moderate Muslim Society, Jakarta
Sabtu, 19 Desember 2009 | 02:58 WIB

Source:http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/19/02582247/selamat.natal

Minggu, 20 Desember 2009

Gereja St. Albertus Bekasi Dihujani Lemparan Batu dan Nyaris Dibumihanguskan

Peristiwa pelemparan batu dan pembakaran gereja terjadi di kawasan Perumahan Harapan Indah, Kota Bekasi, Kamis (17/12/2009) malam. Massa yang terdiri dari ratusan orang mulai dari anak-anak hingga orangtua termasuk ibu-ibu mendatangi Gereja Katolik Santo Albertus yang terletak di Jalan Boulevard untuk merusak serta membakar fasilitas gereja.

Ketua Umum Pembangunan Gereja Santo Albertus, Kristina Maria R, dalam keterangan per telepon kepada Kompas.com, menjelaskan, massa yang menumpangi beberapa mobil dan motor sempat melempari gereja yang tengah dalam tahap akhir pembangunan itu sebelum akhirnya dibubarkan oleh polisi dari Polsek Harapan Indah dan Polres Bekasi. Selain melempari gereja, massa membakar pos satpam, 1 motor satpam, dan kontainer yang dijadikan sebagai kantor kontraktor pembangunan gereja.

Kristina Maria R yang juga menjabat sebagai Staf Ahli Menko Polhukam menguraikan, massa juga membuang sejumlah marmer dan keramik yang akan digunakan untuk pembangunan gereja ke jalan sekitarnya. Massa tampak melengkapi diri dengan minyak tanah untuk melancarkan aksinya dan ini terbukti dari 1 jeriken berisi minyak tanah yang ditemukan di lokasi.      

"Satu komputer dari kantor kontraktor diinjak-injak massa dan ditemukan di got depan gereja," jelas Kristina yang tidak mengira apabila massa yang berpapasan dengannya saat ia akan pulang ke rumahnya tadi malam melakukan aksi perusakan gereja.

"Gereja ini sudah mendapatkan izin pembangunan dan tiang pancang pertamanya sudah sejak 11 Mei 2008," tambah Kristina. Menurut Kristina, aparat mulai dari Danrem hingga Kapolres Bekasi telah menjamin keamanan bagi kegiatan ibadah ataupun acara penyambutan Natal di gereja ini.

Polisi yang mendapatkan laporan massa berasal wilayah utara Kabupaten Bekasi sempat memasang police line di sekitar gereja pada malam hari sebelum mencabutnya kembali Jumat pagi. Massa dapat dibubarkan aparat menjelang pukul 24.00 tadi malam dan beberapa orang yang dicurigai sebagai otak aksi perusakan gereja juga telah diringkus.

Jumat, 18 Desember 2009 | 12:20 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com —http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/12/18/12204719/gereja.dihujani.lemparan.batu.dan.nyaris.dibumihanguskan

Jumat, 18 Desember 2009

Pesan Yesus Tanggal 13 Desember 2009

Urgent Severe Message of God December 13, 2009!!

December 14, 2009
Vassula writes:

This past Saturday here in Rhodes we have our prayer meeting. Not everyone was present that day but some only. Towards the end we took up the prayer I have given you, that one of the 25th November and we all prayed it. After that we opened the Greek bible (that was brand new) and I opened it. My finger went on Ezekiel  ch. 7,  verses 1-14. While reading it we all felt that it was like we were reading again the prayer!  A continuation. When I opened the English bible so that I read it as my Greek is not that perfect, I had a book mark just there. What we understood from this is that the Lord was trying to emphasize the seriousness and urgency of His previous message which is the prayer.

(This was the prayer, sent out on November 28: )

"Address Me Vassula in this way:

Tender Father, lash not Your wrath on this generation, lest they perish altogether;
Lash not on Your flock distress and anguish,
for the waters will run dry and nature will wither;
all will succumb at Your wrath leaving no trace behind them;

The heat of Your Breath will put aflame the earth turning it into a waste!
From the horizon a star will be seen;
The night will be ravaged and ashes will fall as snow in winter,
covering Your people like ghosts;

Take Mercy on us, God, and do not assess us harshly;
Remember the hearts that rejoice in You and You in them!
Remember Your faithful and let not Your Hand fall on us with force,
But, rather in Your Mercy lift us and place Your precepts in every heart. Amen”


The next day on Sunday, as I sat at Church, after 5 minutes or so, I heard the Lord call me and speak to me. My worry was that I would not remember to write what He said. Our Lady in the end said just a few words. But, our Lord made me understand that I do not have to worry because He will remind me when I will write His words, in fact He will lead my hand again. So this is what Jesus Christ said yesterday and today, Monday 14 December His Words were written.

Testify my child on My behalf and in My Name, and speak and tell this generation:

do not listen anymore to false prophets who keep stroking you with caresses telling you that all is well and that you have improved when you, at the same time who call yourself a Christian do not behave like one, for you hardly act on My Words in the Gospel; for I tell you, if your virtue in being a Christian goes no deeper than the godless ones, My Father, not recognizing Me in you will never allow you to enter in Our Kingdom! My Father’s wrath will unleash on you; have you not learnt that My severity is as great as My Mercy? You who sell yourself to your surrounding as a good Christian, giving them this false image of Christianity, when you are just the opposite, you will be uncovered and your sin as well; and you, you whose tongue never stopped judging unjustly, your sin will recoil on your own head; My anger rages against your sort and I will judge you for your conduct as it deserves;

you who cannot forgive and forget as I forgive and forget, My Father too will hold that sin against you! Yahweh is near, coming with all speed, so tell Me, where will you hide? To lead a sinful life is to belong to the devil; you have learnt in which manner you will be judged when you are unwilling to reconcile with the one you still hold a grudge against him; I tell you, this sin of unwillingness to come to terms with the one you hold responsible, will be bitterly paid by you till the last penny; have I not said: you must love your neighbour as yourself and even more that you must learn to love your enemies? Well, what have My Eyes been witnessing?  I have been witnessing a meager lot who truly follow My ways, but the majority are in sin and doing Satan’s work; do not deceive yourselves, for in these coming days you are bound for destruction because you are not following My Word*1; if anyone refuses to this day to obey My principles My Father too will refuse him an abode in heaven; and you who have taken My Name*2, yet act in violence, anger and pride, that same scourge your sharp tongue used on your brothers, you will receive likewise and your sin will condemn you; and you who still sleep in your apathy and lethargy do not think that I have not noticed you, you will be ranked among the pagans and you will be reaping what you have sown;

as for the apostates, they will taste the fire of hell! My Father’s wrath is lit up with this evil and pervert generation; how can I hold back His Arm furthermore from lashing on you? Turn back from your evil ways was Our constant theme, but good and bad have been refusing to abandon their ways of life; the good for not taking My Words seriously in these messages and acting on them, the bad for refusing to be saved, refusing My Mercy, refusing My Hand; tell Me what will you do when you realize that Day that you are mere clay and that clay without My Presence within you, you are nothing but dust?

disaster is just around the corner and the foliage will turn dry; amend all of you your conduct and actions, let not destruction overtake you; take the right course and stop your abominations and your perversions; set your heart on Me your Lord, if not  you will crumble down in ashes like a burnt city;

now, even if I distressed you, even for a mere moment, it was out of the greatness of the love I have for you; I want to lead you to repentance and save you; I want lips that are clean to invoke My Holy Name, especially in these days where My Holy Name will be profaned and mean nothing to many while they celebrate My birth without honour and praise; repent all of you and focus on Me; and pray that this generation’s guilt will not be the cause of your destruction; otherwise the Father’s wrath will lead Him to cry out: enough! And His fiery rage will cover many nations and the world will disintegrate; happy the man who listens to Me now and purifies himself; I will support him;

I am Jesus Christ and am the Author of these Messages and I am known to govern you with lenience; I am known to flower you if you are willing and if need I water you with My Tears; I am known as the Good Shepherd who never abandons His sheep; I lead you into green pastures, but when treaties are broken, witnesses that I am sending despised and rejected, could I keep silent? When I know you are heading to a fatal destruction, would I not react? On that Day of the Father’s wrath those who had forgotten Me, will remember Me; and they will be treated accordingly;

Many indeed ask, what sins? sins that I have mentioned and sins of your blasphemy against My Holy Spirit, sins of your rebellion and of your division, sins of perversion that are an abomination in My Eyes, sins of prejudice, sins of contempt, of corruption, of haughtiness, of pride, sins of degradation and of lethargy, the world is polluted with sin; understand now how My Sacred Heart is offended and is in pain; master your thoughts and sin no more;   never forget Me, Vassula, and let My people know of My warnings; I am here; ic

*1 Holy Bible
*2 Christians

Then our Lady said:

Follow and write down all that My Son has given you, never fear;

Kamis, 22 Oktober 2009

Uskup Agung Anglikan Menyambut Baik Solusi Benediktus XVI

Anglican Archbishop: Our Prayers Have Been Answered
Welcomes Pope's Offer of Personal Ordinariates

BLACKWOOD, South Australia, OCT. 20, 2009 (Zenit.org).- The prayers of Anglicans wishing to enter into full communion with the Catholic Church have been more than answered today, according to the primate of the Traditional Anglican Communion.

Archbishop John Hepworth said this today in a statement that responded to the Vatican announcement that Benedict XVI would allow Anglicans to enter full communion with the Catholic Church while preserving elements of the Anglican spiritual and liturgical tradition.

This policy has been established in a forthcoming apostolic constitution, and it responds to requests from Anglicans who have expressed wishes to become Catholic, particularly as the Anglican Tradition continues to take steps toward opening their priesthood and episcopate to women and active homosexuals, and blessing same-sex unions.

Between 20 and 30 Anglican bishops have made such a request.

The constitution was announced at a press conference at the Vatican today, offered by Cardinal William Levada, prefect of the Congregation for the Doctrine of the Faith.

Hepworth, who also heads the Diocese of Australia in the Anglican Catholic Church in Australia, said that the Traditional Anglican Communion is "profoundly moved by the generosity of the Holy Father, Pope Benedict XVI."

Dedicated to unity

"He offers in this Apostolic Constitution the means for 'former Anglicans to enter into the fullness of communion with the Catholic Church,'" Hepworth explains. "He hopes that we can 'find in this canonical structure the opportunity to preserve those Anglican traditions precious to us and consistent with the Catholic faith.'

"He then warmly states 'we are happy that these men and women bring with them their particular contributions to our common life of faith.'"

"May I firstly state that this is an act of great goodness on the part of the Holy Father," continued Hepworth. "He has dedicated his pontificate to the cause of unity."

"It more than matches the dreams we dared to include in our petition of two years ago," he added. "It more than matches our prayers.

"In those two years, we have become very conscious of the prayers of our friends in the Catholic Church. Perhaps their prayers dared to ask even more than ours."

The archbishop said he would take the offer of the Holy See to each of the national synods of the Traditional Anglican Communion.

"Now the Holy See challenges us to seek in the specific structures that are now available the "full, visible unity, especially Eucharistic communion," for which we have long prayed and about which we have long dreamed. That process will begin at once," he affirmed.

Noting that the Anglican Office of Morning Prayer included the Hymn of Thanksgiving, the Te Deum, Hepworth added: "It is with heartfelt thanks to Almighty God, the Lord and Source of all peace and unity, that the hymn is on our lips today.

"This is a moment of grace, perhaps even a moment of history, not because the past is undone, but because the past is transformed."

Benediktus XVI Buka Jalan Bagi Anglikan Masuk ke Gereja Katolik

Pope Paves Way for Anglicans to Enter Church
Apostolic Constitution to Establish "Personal Ordinariates"

VATICAN CITY, OCT. 20, 2009 (Zenit.org).- Groups of Anglicans will now be able to enter full communion with the Catholic Church while preserving elements of the Anglican spiritual and liturgical tradition.

This policy has been established in a forthcoming apostolic constitution the Vatican announced today.

It responds to requests from Anglicans who have expressed wishes to become Catholic, particularly as the Anglican Tradition continues to take steps toward opening their priesthood and episcopate to women and active homosexuals, and blessing same-sex unions.

Between 20 and 30 Anglican bishops have made such a request.

The constitution was announced at a press conference at the Vatican today, offered by Cardinal William Levada, prefect of the Congregation for the Doctrine of the Faith.

A statement from the congregation explained that with the apostolic constitution, "the Holy Father has introduced a canonical structure that provides for such corporate reunion by establishing Personal Ordinariates, which will allow former Anglicans to enter full communion with the Catholic Church while preserving elements of the distinctive Anglican spiritual and liturgical patrimony."

These groups of Anglicans will be overseen and guided through the personal ordinariate, the leader of which will normally be chosen from among former Anglican clergy.

Married priests

The statement from the Vatican explained that the constitution "provides for the ordination as Catholic priests of married former Anglican clergy."

It clarified that "historical and ecumenical reasons preclude the ordination of married men as bishops in both the Catholic and Orthodox Churches."

Thus, the apostolic constitution stipulates that the leader of the personal ordinariate be "either a priest or an unmarried bishop."

As to future priests, the statement explained: "The seminarians in the ordinariate are to be prepared alongside other Catholic seminarians, though the ordinariate may establish a house of formation to address the particular needs of formation in the Anglican patrimony. In this way, the apostolic constitution seeks to balance on the one hand the concern to preserve the worthy Anglican liturgical and spiritual patrimony and, on the other hand, the concern that these groups and their clergy will be integrated into the Catholic Church."

Worldwide

The Vatican statement said the apostolic constitution provides a "reasonable and even necessary response" to what it called a "worldwide phenomenon."

It offers a "single canonical model for the universal Church which is adaptable to various local situations and equitable to former Anglicans in its universal application."

The profile of a "personal ordinariate" is similar in some ways to that of a personal prelature (Opus Dei is the only personal prelature right now) or the military ordinates, wherein a bishop has ecclesiastical authority over people of the armed forces and their families, regardless of their geographical location.

Many individual Anglicans have already entered into full communion with the Catholic Church.

Sometimes there have been groups of Anglicans who have entered while preserving some "corporate" structure, the Vatican statement noted, offering the example of an Anglican diocese in India and some parishes in the United States.

"In these cases, the Catholic Church has frequently dispensed from the requirement of celibacy to allow those married Anglican clergy who desire to continue ministerial service as Catholic priests to be ordained in the Catholic Church," the statement explained.

Enriched

According to Cardinal Levada: "It is the hope of the Holy Father, Pope Benedict XVI, that the Anglican clergy and faithful who desire union with the Catholic Church will find in this canonical structure the opportunity to preserve those Anglican traditions precious to them and consistent with the Catholic faith.

"Insofar as these traditions express in a distinctive way the faith that is held in common, they are a gift to be shared in the wider Church. The unity of the Church does not require a uniformity that ignores cultural diversity, as the history of Christianity shows. [...]

"Our communion is therefore strengthened by such legitimate diversity, and so we are happy that these men and women bring with them their particular contributions to our common life of faith."

--- --- ---

On ZENIT's Web page:

Full text of Vatican statement: www.zenit.org/article-27268?l=english

Minggu, 11 Oktober 2009

Bapanya Penderita Kusta Jadi Orang Kudus


Paus Benediktus XVI mengukuhkan lima orang Kudus baru, termasuk seorang pastor Belgia, Josef De Veuster, yang hidup bersama dengan para pasien kusta di kepuluan terpencil di Hawaii pada abad 19.

Para umat Katolik asal Hawai memenuhi Lapangan Santo Petrus saat pengukuhkan itu diumumkan, Minggu (11/10) pagi. Termasuk mereka yang datang adalah seorang warga Hawaii, Audrey Toguchi, yang sembuh dari penyakit kanker paru-paru. Vatikan menyebut itu adalah sebuah keajaiban. Toguchi mengaku sembuh setelah berdoa untuk Josef De Veuster atau dikenal dengan sebutan Bapa Damienus. Bapa Damienus dikenal sebagai bapanya penderita kusta yang akhirnya meninggal dunia karena kusta di pulau Molokai.

Empat orang Kudus lainnya, dua asal Spanyol, satu lagi seorang pastor Polandia serta seorang biarawati asal Perancis. Paus mengatakan kelima orang Kudus itu memperoleh kesucian dan kesempurnaan karena berani "menentang arus" masyarakat.


MINGGU, 11 OKTOBER 2009 | 17:42 WIB



KOTA VATIKAN, KOMPAS.com


Selasa, 06 Oktober 2009

Without God We are Nothing

Cardinal Pell Shares "Dangerous Ideas"
Says to Atheists: Without God We're Nothing

SYDNEY, Australia, OCT. 5, 2009 (Zenit.org).- In a packed Sydney Opera House studio Sunday evening, Cardinal George Pell confronted the myth of modern atheism in the first ever Festival of Dangerous Ideas.

The archbishop of Sydney gave a conference titled "Without God We Are Nothing," shortly after one of the most prominent exponents of modern atheism, British journalist Christopher Hitchens, presented the claim that "Religion Poisons Everything."

The cardinal stated that although there are many people, including anti-theists and provocateurs, who regard God as an enemy, recent developments in physics and biology have strengthened the case for God, reported the Archdiocese of Sydney in a press statement.

He noted, however, that despite the affirmations of science, God cannot be contained within that field's framework since he is outside space and time.
The prelate affirmed that "the God for which we are arguing is not a God of the gaps, not a God who is brought in to paste over the gaps in our present scientific knowledge, which might be filled later as science progresses."

Rather, he said, this God explains "the whole of the universe, which is not self-explanatory, including the infrastructure and elements we understand scientifically."

Cardinal Pell made reference to Antony Flew, a philosopher who converted from atheism, who affirmed, "How can a universe of mindless matter produce beings with intrinsic ends, self replication capabilities and 'coded chemistry?'"

The cardinal pointed out that science involves the study of physical bodies such as sub-atomic particles, but to answer the question of why these particles exist, the inquirer must move from physics to metaphysics, and find the solution in philosophy.

Only 17% of people do not accept the existence of God, the prelate affirmed, striking down the claim that "most Australians are godless."

The reason God is not spoken of in society, he said, is the current secularist hostility to Christianity.

Culture wars

"Often God gets caught up in the secular hostility to the Christian defense of human life, especially at the beginning and end, the Christian defense of marriage, family and the linking of sexuality to love and life," Cardinal Pell affirmed.

He added: "Here in these culture wars lies the origin for most of the hatred of God and religion, while the new violence of a minority of Islamist terrorists has given Western secularists new grounds to attack all religions.

"However it is much safer to attack Christians!"

Nonetheless, the cardinal affirmed, God has "international popularity," which can be seen in some current trends. For example, he said, some statistics show that China, despite its religious freedom issues, could have measured the largest Christian population worldwide at the end of the 21st century.

In conclusion, the prelate stated that he is personally intrigued at the fact that there are so many people in the Western world today who are "unable to believe," especially those with a Christian or Jewish cultural background.

He said, "For me the issue is too important" to be subjected to self-indulgence or left on the level of polemics.

"I will continue to believe in the one true God of love because I maintain that no atheist can explain the smile of a child," Cardinal Pell affirmed.

He noted that in this light, current natural disasters such as the recent tsunami "also reminds us brutally of the problem of innocent suffering."

"But such suffering is worse if there is no afterlife to balance the scales of misfortune and injustice," he asserted, "and worse again if there is no innocence or guilt, no good or evil, if everything has the moral significance of froth on a wave."

The cardinal affirmed once again, "Without God we are nothing."

♥ HATIMU MUNGKIN HANCUR, NAMUN BEGITU JUGA HATIKU

 ♥ *HATIMU MUNGKIN HANCUR, NAMUN BEGITU JUGA HATIKU* sumber: https://ww3.tlig.org/en/messages/1202/ *Amanat Yesus 12 April 2020* Tuhan! Ini ...