Rabu, 17 Oktober 2007

Keberadaan Allah [St. Thomas Aquinas]

Santo Thomas Aquinas adalah teolog dan filsuf terkemuka selama jaman emas skolastisisme di abad ke-13. Bagian berikut ini diambil dari bukunya Summa Theologica [Ikhitsar Theologi] yang menyediakan sebuah informasi yang bagus dari metode skolastik, dimulai dengan sebuah pertanyaan kemudian argumen-argumen tentang pertanyaan yang akhirnya disatukan. Aquinas menarik informasi diskusinya dari banyak otoritas, mulai dari Filsuf Yunani Kuno Aristoteles di abad ke-4 B.C sampai ke teolog Kristen St. Agustinus (354-430 AD).

Dari Summa Theologica *

Bagian I (1266-1268)

By Saint Thomas Aquinas

Pertanyaan.2 Keberadaan Allah

3. Apakah Allah itu ada ?



Keberatan.1. Kelihatannya Allah itu tidak ada. Karena apabila satu dari dua entitas [maksudnya Allah vs. Iblis red] berlawanan itu hidup tanpa pembatasan maka yang lainnya akan dihancurkan secara total. Namun Firman itu, yakni Allah, berarti adalah sesuatu yang baik dan bersifat tak terbatas. Dengan demikian apabila ada suatu Allah, iblis tidak akan ada. Tetapi kita justru menemukan iblis di dunia ini. Oleh sebab itu maka tidak ada Allah.


Keb.2. Lebih lanjut apa yang dapat dijelaskan oleh sedikit penyebab maka tidak boleh dijelaskan oleh banyak penyebab. Tetapi nampaknya bahwa segala sesuatu yang kita lihat di dalam dunia ini dapat dijelaskan oleh penyebab-penyebab lain tanpa berasumsi bahwa Allah itu ada, karena benda-benda natural dijelaskan oleh penyebab natural, sementara penyebab-penyebab yang dijelaskan untuk sebuah tujuan tadi merupakan produk-produk dari akal dan kehendak manusia.


Sebaliknya, Allah berkata dalam Kitab Suci, “Aku adalah aku yang ada”.


Aku menjawab bahwa keberadaan Allah dapat dibuktikan dalam lima cara :


1. Cara yang pertama dan paling jelas adalah dengan menggunakan argumen dari suatu gerakan [motion]. Adalah hal yang pasti dan terbukti dalam akal kita bahwa benda-benda ada dalam suatu gerakan di dunia ini. Segala sesuatu yang bergerak akan digerakkan oleh sesuatu yang lainnya, karena tidak ada suatu benda pun dapat bergerak kecuali benda itu memiliki pontensialitas untuk mendapatkan kesempurnaan terhadap benda yang menggerakkannya. Menggerakkan sesuatu adalah melakukan aksi, karena bergerak adalah membuat aktual dari apa yang bersifat potensial. Maka tidak ada sesuatu yang dapat diubah dari kondisi potensialitas ke aktualitas kecuali oleh sesuatu dari kondisinya itu sendiri ada dalam kondisi aktual. Sebagai contoh : Api yang secara actual panas membuat kayu yang bersifat potensial panas menjadi bersifat actual panas dan dengan demikian api itu menggerakkan dan mengubah kayu tersebut.


Adalah hal yang tidak mungkin untuk benda yang sama untuk kedua-duanya ada dalam aktualitas dan potensialitas pada saat yang bersamaan dan dalam kondisi yang sama-justru yang terjadi hanya dalam kondisi yang berbeda. Apa yang secara actual panas tidak dapat pada saat yang bersamaan bersifat potensial panas, meskipun benda tersebut berpontensial dingin. Oleh sebab itu adalah hal yang tidak mungkin bagi suatu benda untuk kedua-duanya menjadi penggerak dan benda yang digerakkan dengan cara yang sama atau benda itu menggerakkan dirinya sendiri. Dengan demikian segala sesuatu yang bergerak harus digerakkan oleh sesuatu yang lainnya. Apabila suatu benda digerakkan juga bergerak, maka benda itu sendiri digerakkan oleh sesuatu yang lain dan sesuatu yang lainnya ini juga digerakkan oleh sesuatu yang lainnya lagi. Tetapi benda-benda tidak dapat bergerak selamanya karena dengan demikian tidak akan ada penggerak pertama dan konsekuensinya tidak ada penggerak yang berikutnya [subsequent] karena benda-benda lanjutan [intermediate] hanya bergerak dari gerakan yang mereka terima dari penggerak pertama – sama halnya seperti sebuah tongkat bergerak hanya karena digerakkan oleh sebuah tangan. Dengan demikian adalah perlu kembali ke penggerak pertama yang tidak digerakkan oleh siapa pun juga, dan orang-orang mengenalnya sebagai Allah.


2. Cara kedua adalah dengan menggunakan sifat dasar dari sebuah penyebab tepat guna [efficient cause]. Dalam dunia intelektualitas kita menemukan bahwa terdapat sebuah rangkaian penyebab-penyebab tepat guna namun kita tidak pernah menemukan sesuatu yang menyebabkan dirinya sendiri dan adalah hal yang tidak mungkin untuk melakukannya karena akan mendahului dirinya sendiri-yang mana adalah tidak mungkin. Sekarang rangkaian penyebab-penyebab terbatas [finite causes] tidak dapat beralih ke penyebab tak terbatas karena dalam setiap rangkaian sebab, penyebab pertama adalah sebab dari penyebab lanjutan dan penyebab lanjutan menyebabkan sebab terakhir, apakah penyebab lanjutan itu berjumlah banyak atau hanya satu. Tetapi apabila kamu menghilangkan sebuah sebab maka kamu juga akan mengabaikan akibatnya [effect]. Apabila tidak ada penyebab pertama diantara penyebab-penyebab tepat guna maka tidak akan ada penyebab lanjutan atau terakhir. Tetapi apabila kita hanya mengalihkan ke sifat kekekalan dalam rangkaian sebab maka tidak ada penyebab pertama dan karenanya tidak ada akibat lanjutan atau akibat final yang akan ada - yang tak pelak lagi ini adalah hal yang tidak benar. Dengan demikian adalah suatu yang perlu untuk menempatkan beberapa penyebab tepat guna pertama yang oleh seluruh manusia disebut Allah.


3. Cara ketiga adalah berdasarkan atas apa yang dapat hidup (kemungkinan) dan apa yang harus hidup (kebutuhan). Hal ini ditunjukkan sebagai berikut : Kita temukan benda-benda di alam yang dapat hidup atau tidak hidup, karena benda-benda tersebut ditemukan keberadaannya (dibangkitkan) dan berhenti hidup (dirusakkan) dan oleh karenanya adalah mungkin bagi mereka untuk hidup atau tidak hidup. Sekarang adalah suatu yang tidak mungkin bagi benda-benda demikian untuk selalu terus hidup karena apabila suatu yang mungkin bagi sesuatu untuk tidak hidup, maka pada saat yang bersamaan benda tersebut tidak hidup. Tetapi apabila ini benar maka tidak tidak ada sesuatu yang akan hidup bahkan saat ini, karena apa yang tidak dapat hidup hanya mulai hidup melalui sesuatu yang lain yang ada dalam keberadaannya. Tetapi apabila tidak ada sesuatu pun dalam keberadaannya maka adalah hal yang tidak mungkin bagi sesuatu itu mulai hidup, dan juga tidak ada sesuatu yang akan hidup bahkan saat ini- yang tak pelak lagi hal ini tidak benar. Segala sesuatu tidak dapat [hanya] memiliki kemungkinan namun akan ada beberapa benda/mahluk yang perlu untuk hidup/ada. Sesuatu itu merupakan sebuah keberadaan yang penting [necessary being] atau sebagai hasil dari aksi yang lainnya atau tidak. Tetapi adalah hal yang tidak mungkin untuk beralih ke sifat kekekalan dalam [rangkaian] keberadaannya yang diperlukan [necessary being] yang harus hidup karena keberadaannya tersebut disebabkan oleh yang lain, seperti yang telah kita buktikan di atas dalam kasus penyebab tepat guna. Dengan demikian kita harus menempatkan suatu keberadaan [yang perlu/penting] yang harus hidup dalam dirinya sendiri dan tidak bergantung hidupnya kepada sesuatu yang lain, tapi itu adalah sebab dari sesuatu yang lain yang harus ada. Inilah yang kita sebut sebagai Allah.


4. Cara keempat adalah berdasarkan atas gradasi [rangkaian tingkatan-red] yang hidup dalam benda-benda. Kita temukan di dunia bahwa beberapa benda/hal lebih benar atau kurang benar atau baik atau mulia dan sebagainya. Deskripsi dari “lebih” atau “kurang” itu dinyatakan ke benda-benda sampai ke tingkat bahwa mereka mendekati tingkat superlatif [perbandingan] dalam cara-cara yang bervariasi. Sebagai contoh suatu benda dikatakan lebih panas sebagaimana benda itu lebih mendekati ke tingkat dari apa yang paling panas. Oleh karena itu, terdapat sesuatu yang adalah yang paling benar, dan paling baik, dan paling mulia dan konsekuensinya adalah secara penuh dalam keberadaannya, karena benda-benda yang adalah terbesar dalam kebenarannya adalah terbesar juga dalam keberadaannya, seperti yang dikatakan dalam Metafisik. Sekarang tingkat superlatif dalam setiap klasifikasi (genus) adalah sebab dari segala sesuatu dalam klasifikasi tersebut. Sebagai contoh, api yang paling panas dari segala sesuatu adalah sebab dari sesuatu yang menjadi panas, seperti dikatakan di buku yang sama tadi. Oleh sebab itu terdapat sesuatu yang adalah sebab keberadaan dan kebaikan dan apapun kesempurnaan yang dimiliki oleh segala sesuatu tersebut, dan ini kita sebut sebagai Allah.


5. Cara kelima adalah berdasarkan atas tata-urutan (gobernatio) dalam alam semesta. Kita melihat bahwa benda-benda yang kekurangan kesadarannya seperti halnya tubuh dalam fungsi alamiahnya. Ini adalah bukti dari fakta bahwa benda-benda tersebut selalu atau mendekati selalu, berfungsi dalam cara yang sama sehingga dapat mencapai apa yang terbaik. Dengan demikian adalah hal yang sangat jelas bahwa benda-benda tersebut mencapai tujuan akhirnya bukan secara kebetulan namun oleh sebuah disain. Tetapi benda-benda yang tidak memiliki kesadaran cenderung menuju ke sebuah akhir hanya karena mereka digerakkan oleh suatu keberadaan yang memiliki kesadaran dan intelegensia, yang dalam cara yang sama bahwa sebuah anak panah harus diarahkan oleh seorang pemanah. Dengan demikian terdapat mahluk/keberadaan intelegensia yang mengarahkan segala sesuatu kepada tujuan mereka, dan kita katakan bahwa ini adalah Allah.


Jawaban terhadap Keb.1. Agustinus berkata, “Karena Allah adalah kebaikan tertinggi dan terutama maka Dia tidak akan mengijinkan iblis untuk hidup dalam ciptaanNya kecuali kalau Dia itu begitu kuatnya dan baik sehingga Dia dapat membuat hal yang baik yang berasal dari si iblis”. Demikian hal ini adalah bagian dari kebaikan Allah yang tak terbatas yang mana Dia ijinkan iblis untuk hidup sehingga Dia dapat menghasilkan yang baik dari mereka.


Jawaban terhadap Keb.2. Karena aksi-aksi alam untuk sebuah tujuan akhir ada pada bimbingan sebuah agen yang lebih tinggi maka benda-benda yang terjadi dalam alam ini akan kembali kepada Allah sebagai sebab pertama mereka. Serupa halnya dengan apa yang dilakukan untuk sebuah tujuan harus kembali kepada beberapa penyebab yang lebih tinggi yang bukan akal dan kehendak manusia karena keduanya dapat berubah dan dapat berhenti untuk hidup. Segala sesuatu yang dapat berubah dan musnah harus kembali kepada penyebab pertama yang tak dapat berubah dan bersifat penting/perlu yakni sebuah sifat eksistensi diri sendiri yang tak bisa berubah (per se necessarium).

* Diterjemahkan oleh Leonard T. Panjaitan

Sumber: St. Thomas Aquinas on Politics and Ethics, ed. Paul Sigmund. New York: W.W. Norton & Co., 1988.

Microsoft ® Encarta ® 2008. © 1993-2007 Microsoft Corporation. All rights reserved.

Rabu, 10 Oktober 2007

Antara Agama Kristen dan Agama-agama Non Kristen

Antara Agama Kristen dan Agama-agama Lainnya

by Leonard T. Panjaitan

Membandingkan agama Budha, Hindu atau Tridharma dengan agama Kristen yang menurut beberapa orang mengandung beberapa persamaan kisah/ajaran maka ini hanya sebuah pararelisme yang bersifat kebetulan saja. Bukan suatu rangkaian pesan ilahi atau pewahyuan yang berurutan/berkronologis. Di sini dapat ku sampaikan bahwa banyak elemen-elemen kisah atau ajaran Kristen yang ditemukan di agama timur jauh tersebut, bahkan agama kafir kuno sekalipun.

Sederhana saja, perbedaan antara ajaran Kristen dan agama-agama non Kristen [khusus di sini : agama-agama timur jauh : Budha, Hindu, Konghucu, Tridharma] adalah masalah wahyu. Proses pewahyuan di Kristen adalah top down, Sang Logos [Firman Allah] menjadi manusia. Allah mendekati manusia, turun ke dalam sejarah ras manusia untuk menyelamatkan kita. Allah bahkan membuat perjanjian kekal dengan Manusia. CiptaanNya bahkan diangkat sebagai anak-anakNya dan kita dapat menyebutNya sebagai Bapa. Why would it be like that ? Adalah karena Cinta. Manusia adalah citra Allah. Dan Allah lah yang pertama kali mencintai manusia [God love first mankind]. Jadi agama Kristen adalah agama unik, dimana Allahnya mau disalib demi menebus umat manusia. Taruhannya tak terbandingkan. Allahnya begitu pro-aktif menawarkan keselamatan bagi bangsa manusia. Bukankah begitu eksotiknya agama Kristen ???


Kembali ke Budha, Hindu yang sebagian dewa-dewanya secara historis pernah ada [it was said...] seperti Dewi Kwan Im dsb. Meski mereka ini dijadikan dewa oleh pengikutnya namun mereka tidak ilahi. Darimana kita tahu ?? Jawab : karena mereka tidak ber-transenden, pengkultusannya secara bottom up, yakni oleh para pengikutnya, kemudian tidak ada mujizat otentik seperti halnya dalam fakta historis Yesus, mujizatnya disaksikan ribuan orang, bahkan bisa membangkitkan orang mati - Lazarus, begitu juga dengan pengikutnya Petrus cs, melakukan mujizat dimana-mana termasuk membangkitkan Dorkas, dsb. Mujizat adalah sarana visibel untuk membuktikan bahwa dia adalah utusan/pengikut sejati dari Sang Pencipta Langit dan Bumi. Kedua, allah atau sesembahan orang2 Budha/Hindu adalah allah yang mati karena mereka tidak bisa dipanggil. Coba saja panggil mereka, apakah mereka datang ?? Sementara Allah kita adalah Allah yang hidup bahkan jadi daging. Dia BUKAN Allah imajinasi, BUKAN Allah di awang-awang. Allah kita bila dipanggil pasti datang bahkan dapat dirasakan di hati kita pada saat kita berdoa, bermeditasi dan berkontemplasi.


Lalu mengapa Allah memilih bangsa Yahudi bukan bangsa lain ? Jawabannya sederhana : Pertama, bukan manusia yang memilih Allah, namun Allah yang memilih manusia. Sama halnya kenapa saya dipilih [dilahirkan] oleh Allah sebagai orang Batak, dan bukan sebagai orang Jawa, Manado, Cina dsb. Kedua, Israel dipilih Allah terkait dengan rantai sejarah keselamatan dimana Allah mau berpartner atau bekerjasama dengan bangsa manusia demi keselamatan mereka. Oleh sebab itu Allah menciptakan Adam dan Hawa serta nabi-nabi kuno berikutnya [PL] hingga ke Israel yang diangkat sebagai bangsa terpilih sebagai personifikasi anak-anakNya/partner/sahabat yang dikasihiNya. Allah mau membuat perjanjian kekal dengan bangsa manusia. Tapi karena Allah ingin semua orang dari semua ras, suku bangsa diselamatkan maka keterpilihan Israel tidak mutlak berlaku lagi karena mereka menolak Mesias sebagai Juru Selamat. Dan seperti yang dielaborasi dalam PB, tidak ada lagi orang Yahudi dan Yunani, semuanya dapat diselamatkan asalkan menerima Yesus seutuhnya dan hidup benar dalam Roh dan Kebenaran. Bahkan identitas eksklusif Israel sebagai bangsa terpilih sudah dicabut dan diberikan ke bangsa-bangsa lain yang percaya kepada Nya.
Dengan demikian agama Kristen adalah agama eksklusif dalam hal esensi dan inti ajarannya. Ini jelas TIDAK bisa disandingkan dengan agama-agama lain di dunia. Tetapi dalam hal praksis/praktek kerukunan beragama maka semua agama dianggap setara dan tanpa diskriminatif.

Kembali ke paralelisme antara Maria dengan agama Babylon sebagai Dewi Isis atau Dewi Kwan Im di Tiongkok sana . Apakah semuanya itu nanti kita anggap berasal dari agama kafir ? Bukankah Tritunggal itu paralel dengan Trimurti ? Bukankah penjelmaan Yesus pribadi yang kedua dari Tritunggal itu paralel dengan penjelmaan Wishnu pribadi kedua dari Trimurti sebagai Krishna ? Bukankah kematian dan kebangkitanNya paralel dengan kematian dan kebangkitan Dewa Adonis dan Mitra dari agama Mesir kuno ? Bukankah Perjamuan Kudus dan Baptisan juga dipraktekkan dalam agama Mesir yang kafir itu ? Bukankah banyak kehidupan Sang Kristus yang kisahnya hampir paralel dengan Sang Budha ? Bukankah ajaran Budha mengenai kelepasan dan kasih itu paralel dengan ajaran Kristus ? Bukankah kenaikan Kristus ke sorga itu paralel dengan kisah Zoroaster dari agama Parsi?


Nah dari semua contoh di atas, apakah lalu kita mengambil kesimpulan bahwa agama Kristen itu semuanya mengambil dari agama kafir, seperti banyak dilakukan oleh mereka yang menyerang Iman Katolik. Juga hari Natal yang dirayakan setiap tanggal 25 Desember dengan pohon Natalnya, bukankah itu jelas tanggal lahir Dewa Sol Invictus dan pohon itu sendiri simbol dari Dewa tersebut ?


Di sini kearifan dan semangat kita sebagai kaum Kristus untuk memberikan apologetika yang baik. Selain terdapatnya persamaan kejadian, kisah bahkan ajaran di atas sebenarnya membuktikan bahwa Roh Kudus juga berkarya buat mereka yang masih disebut kafir atau pagan. Cuma kegenapan Sang Firman dan Kebenaran Sejati hanya terdapat di agama Kristen, lebih tepatnya lagi kepenuhan dan kelengkapan sarana keselamatan hanya ada pada agama Katolik. Perlu kita ketahui bahwa Allah kadang-kadang [tidak selalu] memakai unsur-unsur kafir untuk memuluskan jalan bagi lahirnya Kebenaran Sejati dalam Kristus. Namun setelah terabsorpsi dengan ajaran Kristen maka unsur-unsur atau elemen-elemen kafir/pagan tadi menjadi lenyap dan lahirlah ajaran Kristen yang otentik dan benar. Sebagai contoh adalah Filosopi atau Filsafat Plato dan Aristoteles. Ilmu filsafat Yunani Kuno ini dipadukan oleh Bapa-bapa Gereja Latin seperti Agustinus, Thomas Aquinas menjadi teologi skolastik Aristotelian yang sangat bersifat legalistik. Sementara di Gereja Timur sangat berakar pada filsafat Platonik dan mencerminkan sifat pneumatik [Roh].


Paus Yohanes Paulus II pernah menyebut agama Budha dalam bukunya Crossing the Treshold of Hope [Melewati ambang batas harapan] sebagai agama yang mendekati ateisme dan Kardinal Ratzinger pernah menyebut agama Budha adalah sebagai auto-erotic religion. Lihat http://www.nationalcatholicreporter.org/update/conclave/pt041905g.htm. Ini terjadi di tahun 1997, ketika edisi bulan Maret majalah Perancis L’Express membuat laporannya. Budhisme bahkan dikatakan lebih berbahaya daripada Marxisme. Maksudnya adalah bahwa agama Budha tidak memiliki kebenaran definitive dan keselamatan hanya karya manusia.

Pendapat kedua Pastor Universal ini menuai kritik keras terutama dari kaum Budhis dan relativist. Namun pernyataan-pernyataan Gembala kita perlu kita dukung secara arif karena dalam ajaran Kristen keselamatan itu semata-mata anugerah dari Yesus bukan semata-mata upaya manusia secara an sich.

Oleh sebab itu kita mulai saat ini harus waspada terhadap penyesatan-penyesatan halus terutama oleh semaraknya ajaran New Age, Reiki, Prana, Feng Shui dsb. Asap setan sudah masuk ke dalam Gereja namun jangan takut namanya asap tidak akan bertahan lama. Dengan sekali hembusan napas Yesus maka asap setan itu lenyap. Tapi terkutuklah penyesat-penyesat itu.

Contoh ayat-ayat dimana dewa-dewi asing, ilah-ilah, berhala-berhala adalah HARAM bagi agama Kristen.

I Korintus 1
1:22 Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat,

I Korintus 1
1:24 tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah.

Kisah Para Rasul
17:23 Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu.

Yohanes 3
3:2 Ia datang pada waktu malam kepada Yesus dan berkata: "Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorang pun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya."

Yohanes 6
6:26 Yesus menjawab mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang.

Matius 24
24:24 Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga.

Kisah Para Rasul 17
17:18 Dan juga beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa bersoal jawab dengan dia dan ada yang berkata: "Apakah yang hendak dikatakan si peleter ini?" Tetapi yang lain berkata: "Rupa-rupanya ia adalah pemberita ajaran dewa-dewa asing." Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan tentang kebangkitan-Nya.

Yeremia 8
8:19 Dengar! seruan puteri bangsaku minta tolong dari negeri yang jauh: "Tidak adakah TUHAN di Sion? Tidak adakah Rajanya di dalamnya?" -- Mengapakah mereka menimbulkan sakit hati-Ku dengan patung-patung mereka, dengan dewa-dewa asing yang sia-sia? --

Daniel 11
11:39 Dan ia akan bertindak terhadap benteng-benteng yang diperkuat dengan pertolongan dewa asing itu. Siapa yang mengakui dewa ini akan dilimpahi kehormatan; ia akan membuat mereka menjadi berkuasa atas banyak orang dan kepada mereka akan dibagikannya tanah sebagai upah.

Selasa, 09 Oktober 2007

BAPTISAN BAYI - SEBUAH TINJAUAN ALKITABIAH DAN PENDAPAT BAPA-BAPA GEREJA PERDANA

http://www.goarch.org/en/ourfaith/articles/article7067.asp

Diterjemahkan oleh Leonard T. Panjaitan


TENTANG BAPTISAN BAYI

Simbol-simbol Keselamatan dan Baptisan termasuk Bayi dalam Perjanjian Lama :

  1. Sunat, tanda perjanjian Allah antara umat Abraham dengan DiriNya sendiri, hanya dilakukan pada setiap anak laki-laki yang telah berumur 8 hari [Kejadian 17:12]. Banyak orang melihat hubungan pararel langsung antara sunat dan baptisan umat Kristen dalam Kitab Suci seperti yang ditunjukkan dalam Kol 2:11,12 : “Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa; karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati”. Apabila baptisan adalah “sunat dalam Perjanjian Baru” maka dapat dinyatakan bahwa tidak ada keberatan apa pun untuk membuat semacam “perisai” bagi bayi-bayi dalam keluarga-keluarga yang telah menjadi Kristen untuk dipersembahkan ke dalam Kristus Perjanjian Baru.

  2. Tindakan Musa memimpin umat Israel menyeberangi Laut Merah dapat dilihat sebagai sebuah bayangan baptisan umat Kristen dalam Perjanjian Lama. Ayat Perjanjian Baru dengan jelas menunjukkan hal ini : “Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut. Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut. Mereka semua makan makanan rohani yang sama dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus”. [1 Kor 10:1-4]. Adalah hal yang sangat patut untuk diketahui bahwa “semua telah dibaptis” melalui kepemimpinan Musa dalam menyeberangi Laut Merah. Musa tidak meninggalkan bayi-bayi atau anak-anak di lepas pantai Mesir untuk menjadi mangsa dari pasukan Firaun yang kesal karena mereka toh tidak cukup tua untuk percaya pada janji Perjanjian Lama. Namun lebih dari itu, bayi-bayi atau anak-anak tersebut dipercayakan kepada iman orang-orang tua mereka, bahwa mereka dibawa serta melalui “baptisan Musa”.

  3. Selamatnya seluruh keluarga Nuh di dalam bahtera dapat pula dilihat sebagai pra-figurasi dari baptisan yang melibatkan bayi. Semua yang harus dikatakan, seperti dalam kasus Musa melintasi Laut Merah, adalah bahwa seluruh keluarga tersebut adalah berada dalam bahtera. Mengapa kita kita harus meninggalkan bayi-bayi kita dalam bahtera baptisan itu ?

SEJARAH GEREJA
  • Polycarpus mengatakan di saat kemartirannya (167/8 A.D ) bahwa dia telah melakukan “Pelayanan” Kristus selama 86 tahun. Sumber lain mencatat bahwa masa hidup Polycarpus ini kemungkinan dihitung dari usia sejak dia lahir. Joachim Jeremias, dalam “asal usul baptisan bayi” membuat kesimpulan sbb : “Ini menunjukkan di setiap tingkatan bahwa orangtuanya sudah menjadi kristen atau setidak-tidaknya masuk menjadi Kristen sesaat setelah kelahiran Polycarpus. Orangtuanya adalah kaum pagan pada saat kelahiran Polycarpus, maka dia sudah akan dibaptis bersama dengan “rumah”nya pada saat bertobat jadi Kristen. Bahkan apabila orangtuanya sudah Kristen pun, kata “pelayanan Kristus selama 86 tahun mendukung adanya pembaptisan setelah kelahirannya daripada ketika dia dibaptis pada saat usia matang”....karena tidak ada bukti sama sekali yang menunjukkan hal ini”.

  • Jeremias mengambil contoh yang sama yang terjadi pada Polycrates dari Ephesus. Di tahun 190/91, ketika dia menulis surat ke Roma tentang perselisihan Paskah, Polycrates menyatakan bahwa dia “telah ada dalam Tuhan selama 65 tahun”. Karena rujukan terhadap usianya ini maka dinyatakan “sebab oleh kepeduliannya yang lama sekali terhadap ajaran/posisi Kristen yang tak dapat dijatuhkan”, Jeremias membuat postulat bahwa baptisan Polycrates “terjadi sejak saat kelahirannya, daripada sejak adanya pembatasan usia pembaptsian”.

  • Justin Martir memberikan testimoni yang lain terhadap praktek baptisan bayi dengan menyatakan bahwa orang tua baik laki-laki dan perempuan dan orang yang berumur 70 an tahun telah menjadi murid Kristus sejak saat masa kanak-kanak mereka.

  • Tak ada insinden yang tercatat dalam sejarah umat Kristen perdana yang menghasilkan bukti bahwa baptisan dilarang kepada setiap orang atas dasar batasan umur atau bahwa hak orangtua Kristen agar anak-anaknya dibaptis telah ditolak atau dipertanyakan.

  • Meskipun beberapa contoh telah ada sejak abad ketiga bahwa anak-anak Kristen telah dibaptis sejak saat masih bayi, dan juga dalam semua literatur dan kumpulan inskripsi dari abad ketiga tersebut, maka tidak ditemukan satu pun contoh bahwa orang-orang tua menunda bayi mereka untuk dibaptis.

  • Tidak juga kaum Ebion, Novatian, Arianus, Donatis, Montanis, atau tidak juga kaum bidat lainnya pada masa-masa gereja perdana yang menolak baptisan bayi, bahkan banyak dari antara mereka yang mempraktekkan baptisan bayi.

  • Bukti pararel yang signifikan terjadi antara baptisan orang bertobat yang masuk Yahudi [ketika kaum pagan bertobat menjadi agama Yahudi] dan baptisan orang Kristen perdana. Hubungan antara baptisan umat Kristen perdana dan orang pagan yang masuk Yahudi tersebut, dengan kesamaan pada terminologi, interpretasi, simbolisme dan ritus itu sendiri, maka terdapat hal-hal yang secara khusus layak untuk dicatat. Tetapi apa yang menjadi kepentingan terbesar adalah baptisan Gereja perdana mengikuti baptisan orang bertobat masuk agama Yahudi tadi, dimana anak-anak kecil dan bayi dibaptis bersama dengan keluarga mereka yang juga telah bertobat.

  • Tidak ada bukti di masa Gereja perdana bahwa setiap orang menolak baptisan bayi dengan alasan bahwa pertama-tama kamu harus “percaya” dulu dan baru kemudian dibaptis”. Tertulian [160-230 A.D], satu-satunya orang yang mempertanyakan baptisan bayi. Namun keberatan Tertulian terhadap baptisan bayi adalah berkaitan dengan kesesatannya bahwa dosa setelah baptisan hampir tak dapat diampuni.

  • St. Cypiran [St. Siprian-indo], adalah seorang uskup terkemuka dari Afrika utara, beliau mengumpulkan sinode uskup yang berjumlah 66 orang di Kartago untuk mendiskusikan apakah mereka [para uskup] merasakan atau tidak bahwa baptisan bayi seharusnya ditunda sampai hari kedelapan setelah kelahirannya menggantikan hari kedua atau ketiga sesuai kelazimannya saat itu.


BAPA-BAPA GEREJA PERDANA

  • Seorang guru di masa Umat Kristen perdana, Irenaeus [120-202 A.D], menulis sebagai berikut :


“Dia datang untuk menyelamatkan semua manusia melalui DiriNya – yang dapat kukatakan, siapa pun yang melalui Dia akan dilahirkan kembali baik dalam rupa bayi-Allah, anak-anak, orang muda, maupun orang tua. Demikian Dia melintasi segenap usia, menjadi seorang bayi untuk para bayi, menguduskan para bayi tersebut; menjadi seorang anak bagi anak-anak kecil, menguduskan mereka oleh karena usia itu dan di waktu yang bersamaan Dia memberikan mereka sebuah teladan kesalehan, kebaikan, dan kepatuhan; menjadi seorang anak muda bagi orang-orang muda, memberikan teladan bagi orang-orang muda tersebut dan menguduskan mereka bagi Tuhan”.
Disini kita mendengar bahwa Yesus Kristus datang agar semua orang dilahirkan kembali dalam Allah. “Bagaimana seorang bayi dapat dilahirkan kembali kalau dia tidak percaya ?”, kata orang yang bertanya hal ini. Maka aku jawab, “Bagaimana seorang bayi dapat dilahirkan kembali apabila orangtuanya yang Kristen itu menghalangi bayi tersebut untuk dibaptis ?”. Apakah seorang anak yang tidak mencapai “usia yang dikategorikan bertanggungjawab/memiliki akal” tidak dapat lahir kembali sampai dia mencapai umur tigabelas tahun baru pada saat itu dia perlu dilahirkan kembali ?
  • Pandangan Origen [185-254 A.D] terhadap baptisan bersifat langsung dan transparan :

“Apa itu dosa ? Dapatkah seorang anak kecil yang baru saja dilahirkan melakukan dosa ? Dan apabila si bayi memiliki dosa lalu apakah lantas dia diperintahkan menyediakan kurban, sebagaimana ditunjukkan dalam Ayub 14:4 [Siapa dapat mendatangkan yang tahir dari yang najis? Seorangpun tidak!] dan Mazmur 51:5-7 [Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku. Sesungguhnya, Engkau berkenan akan kebenaran dalam batin, dan dengan diam-diam Engkau memberitahukan hikmat kepadaku. Bersihkanlah aku dari pada dosaku dengan hisop, maka aku menjadi tahir, basuhlah aku, maka aku menjadi lebih putih dari salju!]. Karena untuk alasan inilah Gereja menerima dari Para Rasul tradisi untuk melayani baptisan bagi anak-anak pula. Karena orang-orang yang kepadanya rahasia dari misteri ilahi dipercayakan mengetahui bahwa dalam setiap orang terdapat kenajisan yang harus dicuci bersih dengan air dan roh”.

Dalam homilinya tentang Lukas, sekali lagi dia menyatakan kepercayaannya terhadap baptisan bayi :
“Bayi-bayi dibaptis karena untuk penghapusan dosa. Dosa-dosa apa ? Kapan mereka berdosa ? Faktanya, tentu tidak pernah. Dan lagi : “tidak seorangpun bersih dari kenajisan” (Ayub 14:4). Tetapi kenajisan hanya dapat dibersihkan melalui misteri baptisan. Itulah sebabnya mengapa para bayi juga perlu dibaptis”.
  • Persepsi Hippolytus [170-236 A.D] tentang baptisan bayi cukup jelas dan langsung mengena, yakni sbb :

“Dan pertama-tama baptislah anak-anak kecil; dan apabila mereka dapat berbicara, mereka sebaiknya dibaptis, tapi apabila tidak, orangtua mereka atau walinya yang berbicara atas nama mereka”.
  • Tidak ada satu pun Bapa Gereja yang menyangkal atau mempertanyakan validitas baptisan bayi. Hal ini bukan suatu lokalitas atau tidak ada periode mana pun masalah baptisan bayi ini dipandang sebagai sesuatu yang diciptakan setelah masa Perjanjian Baru.




♥ HATIMU MUNGKIN HANCUR, NAMUN BEGITU JUGA HATIKU

 ♥ *HATIMU MUNGKIN HANCUR, NAMUN BEGITU JUGA HATIKU* sumber: https://ww3.tlig.org/en/messages/1202/ *Amanat Yesus 12 April 2020* Tuhan! Ini ...