Tampilkan postingan dengan label Agama Non Kristen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Agama Non Kristen. Tampilkan semua postingan

Selasa, 22 Desember 2009

Selamat Natal

Sebagai seorang Muslim, penulis mengucapkan selamat hari raya Natal kepada saudara-saudari Kristiani di mana pun berada.

Bagi seorang Muslim, mengucapkan selamat hari raya Natal bukan hanya menjadi kesadaran persaudaraan, melainkan tuntunan keimanan yang sangat mendasar. Karena Nabi Isa atau Yesus menegaskan (sebagaimana disampaikan Al Quran), keselamatan atas diriku ketika dilahirkan, ketika meninggal dunia, dan ketika (nanti) dihidupkan kembali, Qs 19: 22.

Dalam konteks negara majemuk seperti Indonesia, ucapan selamat hari raya Natal merupakan salah satu bentuk kesadaran kebangsaan yang harus senantiasa dijaga dan dipelihara; bahwa Indonesia adalah negara bagi semua agama yang ada di haribaan Bumi Pertiwi; bahwa setiap pemeluk agama memiliki kebebasan untuk merayakan dan menjalankan keyakinannya; dan bahwa penganut satu agama di Indonesia harus menghormati penganut agama lain.

Kerukunan

Bagi agamawan, mengucapkan selamat kepada umat agama lain dalam merayakan hari besar keagamaan, seperti Natal, mempunyai makna yang sangat penting. Selain tuntunan agama, ucapan selamat bagi seorang agamawan bisa juga karena menjadi langkah awal untuk menciptakan kerukunan dan kebersamaan dalam kehidupan umat beragama, terutama dalam kehidupan bangsa majemuk seperti Indonesia.

Apa yang dilakukan oleh agamawan di Mesir bisa dijadikan sebagai contoh oleh para agamawan di Tanah Air. Dalam persoalan hari raya Natal, contohnya, sejumlah agamawan terkemuka di Mesir, seperti Grand Syeikh Al-Azhar Kairo, Sayyid Muhammad Thanthawi, tak hanya membolehkan seorang Muslim turut merayakan hari raya Natal. Lebih daripada itu, mereka memberikan keteladanan baik dengan menghadiri undangan perayaan Natal umat Kristen (Koptik) di sana. Momen-momen damai seperti ini digunakan oleh sejumlah agamawan di Mesir untuk mengukuhkan tali persaudaraan kebangsaan, mengukuhkan bangunan perdamaian, dan menghormati segala jenis perbedaan.

Begitu pun sebaliknya, sejumlah pemimpin Kristen (Koptik) di Mesir turut merayakan dan mengucapkan selamat ketika hari raya keagamaan umat Islam tiba. Suasana damai, kondusif, dan penuh persaudaraan menyelimuti kehidupan masyarakat di sana, dimulai dari kalangan agamawan kemudian diikuti oleh segenap umat dan pengikutnya.

Peran agamawan seperti di Mesir memberikan sumbangsih cukup besar bagi terjaganya hubungan damai dalam kehidupan masyarakat Mesir, terlepas apa pun agama ataupun kelompoknya. Setidak-tidaknya masyarakat Muslim di sana tidak diharamkan bila turut merayakan Natal bersama sahabat atau kerabat yang beragama Koptik.

Pengalaman Mesir seperti di atas sangat patut dipertimbangkan. Sejauh ini, konflik berbau agama jarang terjadi di Negeri Piramida itu.

Melahirkan ketegangan

Hal inilah yang jarang terjadi dalam kehidupan umat beragama di Tanar Air. Peran agamawan sangatlah terbatas dalam mendorong bangsa ini terbebas dari konflik agama. Sebaliknya, peran dan keterlibatan agamawan yang cukup masif terjadi dalam kehidupan politik, apalagi pada saat menjelang pemilu.

Hingga hari ini, konflik antaragama masih terus membayang, bahkan juga konflik intraagama. Umat beragama tidak disuguhi pemandangan damai dari kalangan agamawan yang mengucapkan selamat kepada umat agama lain dalam merayakan hari besarnya, termasuk hari raya Natal. Dan hingga hari ini masih terdapat sejumlah pihak yang mengharamkan hadir pada perayaan Natal bagi seorang Muslim atau hari raya agama lainnya.

Pengharaman seperti di atas tidak melahirkan apa pun, kecuali ketegangan dalam kehidupan umat yang berbeda agama. Pihak paling diuntungkan oleh fatwa seperti ini adalah mereka yang ”bersyahwat” politik. Bangsa, masyarakat, dan agama adalah pihak yang paling dirugikan oleh pengharaman seperti di atas yang merupakan akibat tak langsung keterlibatan kaum agamawan dalam dunia politik pragmatis yang cukup masif, baik perpolitikan nasional maupun lokal.

Dikatakan akibat tidak langsung karena tidak semua dan tidak setiap saat agamawan melakukan ”politisasi agama” dalam bentuk fatwa-fatwa politis atau lainnya. Harus jujur diakui, masih terdapat sekian agamawan yang turun ke kancah politik dengan niat tulus-ikhlas dan membawa tujuan perjuangan murni. Namun, agamawan seperti ini tampak sangat terbatas.

Natal adalah momen penting yang bisa digunakan oleh kaum agamawan untuk menyampaikan sabda perdamaian, kasih sayang, dan menghormati perbedaan keagamaan. Silaturahim antaragamawan dapat dilakukan dalam momen-momen keagamaan seperti Natal ini. Hingga umat beragama terbiasa dalam menghormati perbedaan dan perayaan hari besar agama lain.

Penulis: Hasibullah Satrawi Alumnus Al-Azhar Kairo, Mesir; Aktivis Moderate Muslim Society, Jakarta
Sabtu, 19 Desember 2009 | 02:58 WIB

Source:http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/19/02582247/selamat.natal

Minggu, 20 Desember 2009

Gereja St. Albertus Bekasi Dihujani Lemparan Batu dan Nyaris Dibumihanguskan

Peristiwa pelemparan batu dan pembakaran gereja terjadi di kawasan Perumahan Harapan Indah, Kota Bekasi, Kamis (17/12/2009) malam. Massa yang terdiri dari ratusan orang mulai dari anak-anak hingga orangtua termasuk ibu-ibu mendatangi Gereja Katolik Santo Albertus yang terletak di Jalan Boulevard untuk merusak serta membakar fasilitas gereja.

Ketua Umum Pembangunan Gereja Santo Albertus, Kristina Maria R, dalam keterangan per telepon kepada Kompas.com, menjelaskan, massa yang menumpangi beberapa mobil dan motor sempat melempari gereja yang tengah dalam tahap akhir pembangunan itu sebelum akhirnya dibubarkan oleh polisi dari Polsek Harapan Indah dan Polres Bekasi. Selain melempari gereja, massa membakar pos satpam, 1 motor satpam, dan kontainer yang dijadikan sebagai kantor kontraktor pembangunan gereja.

Kristina Maria R yang juga menjabat sebagai Staf Ahli Menko Polhukam menguraikan, massa juga membuang sejumlah marmer dan keramik yang akan digunakan untuk pembangunan gereja ke jalan sekitarnya. Massa tampak melengkapi diri dengan minyak tanah untuk melancarkan aksinya dan ini terbukti dari 1 jeriken berisi minyak tanah yang ditemukan di lokasi.      

"Satu komputer dari kantor kontraktor diinjak-injak massa dan ditemukan di got depan gereja," jelas Kristina yang tidak mengira apabila massa yang berpapasan dengannya saat ia akan pulang ke rumahnya tadi malam melakukan aksi perusakan gereja.

"Gereja ini sudah mendapatkan izin pembangunan dan tiang pancang pertamanya sudah sejak 11 Mei 2008," tambah Kristina. Menurut Kristina, aparat mulai dari Danrem hingga Kapolres Bekasi telah menjamin keamanan bagi kegiatan ibadah ataupun acara penyambutan Natal di gereja ini.

Polisi yang mendapatkan laporan massa berasal wilayah utara Kabupaten Bekasi sempat memasang police line di sekitar gereja pada malam hari sebelum mencabutnya kembali Jumat pagi. Massa dapat dibubarkan aparat menjelang pukul 24.00 tadi malam dan beberapa orang yang dicurigai sebagai otak aksi perusakan gereja juga telah diringkus.

Jumat, 18 Desember 2009 | 12:20 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com —http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/12/18/12204719/gereja.dihujani.lemparan.batu.dan.nyaris.dibumihanguskan

Senin, 06 Juli 2009

Hidup Di Tengah Budaya Dekristenisasi

Britain’s Leaders Warn of the Loss of Common Values


By Father John Flynn, LC

ROME, JULY 5, 2009 (Zenit.org).- The decline of Christianity and moral values in general is reaching new lows in Britain. While the number of faithful has been decreasing for some time now, warnings about the situation are starting to come from all quarters.

Britain is no longer a Christian nation, affirmed Anglican bishop, Paul Richardson, in an article published Jun. 27 in the Sunday Telegraph newspaper.

The Anglican prelate was also critical of his fellow bishops for not understanding just how serious the change is in contemporary culture, and for their lack of action in dealing with this serious crisis of faith.

Only around 1% of Anglicans attend Sunday services on average, according to Richardson. "At this rate it is hard to see the church surviving for more than 30 years though few of its leaders are prepared to face that possibility," he warned.

He also noted that out of every 1,000 live births in England and Wales in the period 2006-07 only 128 were baptized as Anglicans. This compares to 609 per thousand in 1900.

Just the day before, in the Times newspaper, Rabbi Sir Jonathan Sacks, chief rabbi of the United Hebrew Congregations of the Commonwealth, deplored the lack of a shared moral code in Britain.

Reflecting on the current financial crisis and the recent revelations of scandals over Parliamentarians' expenses, he commented that these and other problems have resulted in a loss of trust in society.

There is an underlying problem, however, that is much more serious, he said: the loss of the traditional sense of morality.

We are very moral in some things, such as world poverty and global warming, the rabbi contended, but these are remote and global. Sacks declared that when it comes to matters closer to our own lives we have lost our sense of right and wrong regarding our personal behavior.

"Instead, there are choices. The market facilitates those choices. The state handles the consequences, picking up the pieces when they go wrong," the Jewish leader observed.

It's no use just treating the symptoms with more laws and surveillance systems. "Without a shared moral code there can be no free society," Sacks argued.

Who's that?

While opinion polls have limitations, a couple recent surveys provided confirmation of the warnings by religious leaders. A study carried out by Penguin books, albeit in conjunction with a promotion of a recent book on the topic, said that nearly two-thirds of teenagers do not believe in God.

According to the Jun. 22 report in the Telegraph newspaper the study of 1,000 teens showed that 59% thought religion has a negative influence on the world.

The survey also revealed that half of those questioned have never prayed and 16% have never been to church.

A week later the Independent newspaper published the results of a survey about Bible knowledge. The Jun. 29 article reported that many are ignorant of the stories and the people who are fundamental to the history of Christianity.

According to preliminary results of the National Biblical Literacy Survey, carried out by St. John's College Durham, as few as 10% of people understood the main characters in the Bible and their relevance.

About 60% were unaware of the story of the Good Samaritan and figures such as Abraham and Joseph were also foreign to many.

According to the Independent's article, Anglican priest David Wilkinson from St John's, said the consequences of such ignorance go well beyond just being unaware of the Bible. Knowledge of these stories and persons in the Bible is essential in order to understand our history and culture, and not least art, music and literature, so much of which is bound up with religious themes, he observed.

This is an ignorance that the well-known proponent of atheism, Richard Dawkins, is trying to promote. A Jun. 28 article published in the Guardian newspaper reported that he is organizing an atheist summer camp this year in England.

Camp Quest UK, will be "free of religious dogma," the article added. Apparently the five-day camp, subsidized by a grant from the Richard Dawkins Foundation, is fully booked

Drifting

The recent warnings from religious leaders followed on the heels of similar expressions of concern. On April 5, Anglican bishop Michael Nazir-Ali published an article in the Telegraph newspaper on the occasion of his resignation as bishop of Rochester.

In his nearly 15 years there he said: "I have watched the nation drift further and further away from its Christian moorings."

This has led, he continued, to a loosening of the ties of law, customs and values, and also to a loss of identity and cohesiveness. Similar to Rabbi Sacks, he commented that society needs a "social capital of common values and the recognition of certain virtues which contribute to personal and social flourishing."

"Our ideas about the sacredness of the human person at every stage of life, of equality and natural rights and, therefore, of freedom, have demonstrably arisen from the tradition rooted in the Bible," he added.

Bishop Nazir-Ali observed that the Anglican church is growing rapidly in places such as Africa. Perhaps they have a lot to teach the Western churches, he concluded.

Selling its soul

The new Catholic leader of England and Wales, Archbishop Vincent Nichols addressed the same topic shortly before becoming the archbishop of Westminster.

In an article published by the Telegraph newspaper on Mar. 29 he affirmed that Britain has sold its soul b y pursuing a purely secular reason over religion.

As a result, faith is now confined to a purely private pursuit and values are drawn from secular and material sources.

Not only do Britain's politicians live in a purely secular and material world, but they also do not allow for a mature consideration of the key role of religious belief in society, he contended.

The affirmations by Archbishop Nichols were published in a recent book of essays titled "The Nation That Forgot God."

In common with the other religious leaders Archbishop Nichols also pointed out the lack of social cohesion that results when there are no shared moral principles and values. The secular, liberal view of the human person is mistaken and simply won't work, he argued.

Unfriendly

His predecessor, Cardinal Cormac Murphy-O'Connor, was of similar views. In a report last Dec. 6 by the Telegraph newspaper he commented that Britain has become an "unfriendly" p lace for religious people to live in.

His comments also came from a contribution to a book of essays, "Faith in the Nation."

The rise of secularism has resulted in a society hostile to Christianity, and in general, religious belief is looked upon as "a private eccentricity."

Cardinal Murphy-O'Connor also noted that atheism is now more aggressive and that there is now a vocal minority who argue that religion has no place in modern society.

Statistical evidence backs up his concerns. The number of marriages being celebrated in Catholic churches in England and Wales has fallen by a quarter over the last decade, the Telegraph reported, Jan. 8.

In the year 2000 there were 13,029 Catholic marriages, compared to 9,950 last year. Only one in three marriages in England and Wales are now in the form of a religious ceremony, according to the Telegraph.

Evidence abounds of the severe decline in religion in Britain, and the repeated declarations by church leaders point to a growing awareness of the urgency of the situation. What is more elusive is identifying how to turn the trend around.

Senin, 22 Juni 2009

Kebebasan Beragama di India Jauh Panggang dari Api

Cardinal: Gandhi Wanted More for India

Says Anti-Christian Persecution Is Part of Bigger Struggle


KKOTTONGNAE, South Korea, JUNE 16, 2009 (Zenit.org).- If Gandhi would have lived longer, India would not be facing some of the human rights abuses it still confronts, according to the president of the Indian episcopal conference.

Cardinal Telesphore Toppo, archbishop of Ranchi, spoke with ZENIT about India's Christian population and the challenges facing the nation, when he attended an international conference organized this month in Korea by the Catholic Charismatic Renewal.

India was the site of a wave of anti-Christian persecution last year, but the cardinal affirmed that Christians in India are still particularly committed to their faith.

India is a very religious nation, he said, where "Christianity is as old as Christianity itself." And, he added, the work of the Charismatic Renewal there has brought the "faithful to love the Word of God, which before had not been greatly appreciated by Catholics."

The cardinal explained that the faith in India dates back to the Apostle Thomas, but it is difficult to count the number of Catholics there today.

"In my state, when Belgian missionary Constant Lievens arrived in 1885, there were only 56 Catholics in all," the cardinal recounted. "Seven years later, however, when Lievens was forced to leave because of ill health, he left 80,000 baptized Catholics and over 20,000 catechumens. It was an incredible explosion of faith known as 'the miracle of Chotanagpur.'"

Fighting a cancer

Asked about May's elections, which brought a surprisingly marked majority to the Congress party, Cardinal Toppo told ZENIT that the vote was "a fantastic success because it marked the defeat of the fundamentalists."

"The new government is made up of people who follow the principles of Mahatma Gandhi, the best part of Hinduism," he contended. "If India today can boast the biggest democracy of the world, it is because of the religiosity of the people of India: a very diverse population whose different components have in common their faith in God and in their fellow humans."

But, the cardinal was less hopeful about an immediate halt to anti-Christian persecution.

"Persecution is difficult to contain," he said. "It is like a cancer."

In fact, the cardinal noted his fear that persecution might grow worse precisely because "fundamentalists are no longer in power and can no longer infiltrate the bureaucracy and put their people in key positions."

He recalled: "When I was appointed cardinal in 2003, the leader of one of these fundamentalist groups said, 'Why do we have to accept this foreign decree? Christians must leave India.' I come from a tribal country, Jharkhand, so I answered 'Let him leave first. I come from one of the first tribes of India, so I am more Indian than he is.'"

Struggle for freedom

Persecution is particularly aimed at Christians, the cardinal added, precisely because if tribal groups convert to Christianity, they could form an imposing middle class.

He explained: "In the eyes of the fundamentalists, the Muslims are also enemies of India, but Muslims retaliate so they are leaving them alone. The Christians they see as a threat they can eliminate.

"Their focus is particularly on tribe members, because the highest number of conversions takes place among them, as among the dalit, or 'untouchables.' Despite having undergone many persecutions throughout history, the tribal groups have maintained their own language and social system, so if they convert, they can form a middle class, which can be a catalyst between the dalit and the higher castes.

"Obviously, if the 100 million dalits and the 70 million tribals were to convert, this would amount to an immense political and social shift."

Cardinal Toppo said Hindu fundamentalists are a small number in India, making up only 11% of the population, and their ideas are far from the religion's traditional association with tolerance and peace.

"Can there be peace with the caste system," he asked. "Can there be peace when you do not recognize your brother as your equal? Mahatma Gandhi freed India from British imperialism, but that liberation has not been completed yet. Gandhi represented universality, an absolutely Christian idea. If he had lived longer he would have abolished the castes, child marriage, the dowry system, bride burning. … India must free itself of all these evils, as well as from fundamentalists.

"Fundamentalists are a very small part of the population […] but they have the same ideas as Hitler and Mussolini. Persecution must be viewed in this context. It comes within the sphere of the struggle for freedom: freedom of conscience. We still have a long way to go; the struggle for freedom, initiated by Gandhi, goes on."

Kamis, 21 Mei 2009

Menjawab Kontroversi Novel (Film) Angels & Demons

33 Pertanyaan tentang Fakta dan Fiksi dari Novel (Film) Angels and Demons (Malaikat dan Iblis)

Oleh Mark Shea - www.AnsweringAngelsAndDemons.com

Diterjemahkan oleh Leonard T. Panjaitan

1. Apakah Angels and Demons itu?

Angels and Demons adalah sebuah novel fiksi karya Dan Brown yang bercerita tentang penelusuran misteri dan ancaman Illuminati terhadap Gereja Katolik dengan cara menghancurkan Kota Vatikan dengan menggunakan bahan anti-materi. Pencarian misteri ini melibatkan seorang ahli simbologi dari Universitas Harvard yang bernama Robert Langdon. Novel ini menggunakan berbagai macam kebohongan umum tentang konflik yang terjadi antara ilmu pengetahuan dan agama, dengan penekanan khusus pada kebencian dan ketakutan Gereja Katolik terhadap sains.


Novel ini merupakan pendahulu dari novel sebelumnya The Da Vinci Code, dan memperkenalkan kepada khalayak pembaca sosok seorang Robert Langdon, yang berperan sebagai protagonis dalam novel ini. Novel Angels and Demons ini berbagi banyak kesamaan dengan The Da Vinci Code, seperti adanya konspirasi, komunitas rahasia, dan banyak lagi kebencian terhadap Gereja Katolik. Berpura-pura mengarah kepada dunia ilmu pengetahuan dan penelitian sejarah kuno dan arsitektur, maka dalam novel ini simbolisme lah yang mendominasi alur cerita. Sebuah film adaptasi di AS dijadwalkan akan dirilis pada 15 Mei 2009.

2. Tentang apakah sesungguhnya Angels and Demons itu?

Ini merupakan misteri pembunuhan di mana Gereja Katolik sengaja dijebak oleh Dan Brown untuk membenci sains dan sekaligus berencana membunuh para ilmuwan yang melakukan penelitian terhadap fisika partikel. Berlagak sebagai novelis yang ingin bercerita tentang hal yang sangat menarik, Dan Brown, malah sebaliknya menggambarkan sebuah kisah tentang seorang wali Gereja Katolik yang kejam dan takut terhadap kajian ilmiah tentang asal-muasal dan struktur suatu materi yang nantinya dikhawatirkan akan menyangkal keberadaan Tuhan dan membuat dunia sains menggantikan iman Kristen.

Imam Katolik ini, yang menjadi asisten paus yang akhirnya meninggal (dibunuh) bernama Carlo Ventresca, tidak memberikan apa-apa kecuali tumpukan jasad-jasad di sekitar kota Roma (jasad dari empat Kardinal atau disebut preferiti, yang keempatnya adalah kandidat kuat pengganti paus yang meninggal tersebut) dan menggantungkan seluruh permasalahan pada suatu kelompok yang justru tidak eksis yang bernama Illuminati – kelompok rahasia dari kalangan ilmuwan, dengan pikiran-pikiran yang tercerahkan, rasional, dan kaum pemikir- dimana mereka bermaksud untuk terpilih sebagai seorang paus yang nantinya akan menekan Gereja Katolik untuk terlibat dalam bidang sains.

Sepanjang kisah tersebut, Novel (Film) Angels & Demons menyeruakkan bahwa Carlo Ventresca juga seorang pembunuh paus yang sebelumnya, yang mana Ventresca menganggap layak untuk dibunuh karena menghasilkan seorang anak dari proses inseminasi – dan itu sebabnya anak ini ternyata tidak lain adalah Ventresca sendiri. Dia direncanakan akan dipilih sebagai seorang paus oleh para Kardinal yang percaya tahayul yang menganggap Ventresca memiliki "visi" dan nampaknya dia beruntung mencegah bom meledak yang dia sendiri skenariokan sebagai tanda persetujuan ilahi dan petunjuk tetapi bom itu akhirnya meledak sebagai suatu tipuan-pengalihan (dan begitu mengerikannya untuk diketahui bahwa dia adalah anak seorang paus), maka akhirnya dia bunuh diri dengan cara membakar diri sendiri dan pada bagian akhirnya seorang paus terpilih.

3. Bukankah buku ini hanyalah fiksi? Lalu apa yang membahayakan orang-orang dengan membaca novel thriller ini?

Seperti The Da Vinci Code, Angels and Demons mengeksploitasi orang-orang karena kurangnya pengetahuan tentang iman Katolik dan adanya "fakta-fakta" yang bisa menyesatkan mereka dengan cara yang merugikan.

Pertama, novel ini berisi kebohongan yang sebesar-besarnya, memberikan amunisi - yang kelihatannya meyakinkan - untuk orang-orang sudah menaruh dendam terhadap Kekristenan. Dengan kata lain, orang-orang yang sudah ragu-ragu (dan bahkan benci) dengan Gereja Katolik dan agama Kristen tradisional akan cenderung melihat atau membaca dalam buku-buku seperti Angels and Demons dan The Da Vinci Code bahwa ada banyak "bukti" untuk membenarkan penentangan mereka terhadap Gereja dan pada akhirnya mendukung pandangan mereka yang negatif terhadap sosok Kristus.

Kedua, Angels and Demons memberikan orang-orang Kristen - yang sedang berada di ujung tanduk iman mereka - adanya alasan untuk tidak lagi menjadi pengikut Yesus Kristus secara terang-terangan. Orang-orang ini, misalnya yang lahir secara Kristen namun tidak mengadakan hubungan yang baik dengan Yesus dalam kehidupan pribadinya akan didorong oleh Novel (Film) Angels and Demons untuk tetap hidup secara suam-suam kuku dalam gaya hidup mereka.

Ketiga, dan Angels and Demons menarik semua pembacanya - bahkan orang Kristen taat sekalipun – secara emosional dan intelektual ke dalam berbagai tingkatan teori konspirasi palsu dengan cara yang tidak sehat. Kita harus bertanya pada diri sendiri: Apakah kita ingin sikap semacam ini dalam hati kita? Kristus tidak ingin kita untuk memiliki sikap semacam ini bukan? Apakah kita ingin melakukan pendekatan kepada Kristus dan GerejaNya dengan kepercayaan yang lemah ? Mari kita taruh dalam pikiran kita siapa yang pertama kali yang disebut pencipta teori konspirasi itu? Jawabannya adalah orang yang dari awal menabur benih keraguan tentang kebaikan Allah di dalam hati manusia.

Orang yang menginginkan kita untuk ragu-ragu terhadap Kitab Suci Allah, GerejaNya, HukumNya, dan bahkan Allah sendiri – adalah dia yang disebut Iblis atau Setan. Iblislah yang mengarahkan Adam dan Hawa untuk meragukan cinta Allah dan maksud baikNya: "Apakah Allah berkata, 'Kalian tidak boleh makan dari setiap pohon di taman? ... Anda tidak akan mati! Karena Allah mengetahui bahwa ketika Anda makan buah itu maka matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah "(Kejadian 3:1, 4-5). Jadi ya, berbagai teori konspirasi yang terbungkus dalam The Da Vinci Code bisa sangat berbahaya bagi jiwa.

4. Bukankah Umat Kristen takut terhadap Angels and Demons karena mereka tahu bahwa Dan Brown telah menemukan kebenaran tentang adanya penipuan dalam iman mereka? Buku ini kelihatannya berakar dalam penelitian dan fakta-fakta sejarah.


Salah satu dari ironi karya Dan Brown adalah adalah caranya yang menarik perhatian orang dimana banyak pembelanya berkata, "tenanglah, itu hanya novel! Dan lagian – itu benar adanya!” Kami akan berikan kepadamu untuk menunjukkan kontradiksinya dalam novel ini. Sementara itu, kami akan melawan klaim novel ini dengan mudah melalui fakta yang jelas: Apa yang disampaikan dalam novel ini adalah tidak benar.


Benar, Angels and Demons hanyalah sebuah novel, tetapi kesan dari novel ini adalah bahwa isinya berdasarkan penelitian yang serius. Ini adalah trik pertama dari propaganda seorang seniman, dan biasanya isu ini berhasil ketika menyangkut propaganda anti-Katolik. Secara rata-rata orang-orang (misalnya, seseorang yang tidak tahu banyak tentang Alkitab, sejarah Kristen, atau simbolisme keagamaan) mungkin tertarik dalam ide yang aneh dalam novel Angels and Demons ini karena ia tidak memiliki latar belakang untuk memisahkan antara kebenaran dengan banyaknya kepalsuan yang ditemukan dalam halaman-halaman novel tersebut.


Lagipula, berapa banyak orang yang ahli dalam kelompok komunitas rahasia, pemilihan paus, budaya dan seni Roma, sejarah hubungan antara Gereja Katolik dan ilmu pengetahuan, perbedaan antara keadaan tak dapat berbuat cela (infallibility) dan keadaan tanpa cela (impeccability) dan banyak rincian lainnya yang diperlukan untuk mengungkapkan perbedaan antara kebenaran dan kebohongan seperti yang disajikan dalam cerita ini? Jadi, saat seorang "ahli" profesional dalam karakter di novel Angels and Demons memulai teori "ilmiah" yang menakjubkan atau beberapa komplotan yang kejam di Vatikan mulai mengatakan bahwa "pengajaran Katolik" melarang penelitian fisika tentang asal-muasal materi dan energi, maka reaksi dari pembaca yang terintimidasi adalah "Apa yang saya tahu? Mungkin Angels and Demon benar! "Proses ini dibantu dengan mudah oleh fakta, bahwa tentu saja gereja termasuk para pejabat tingginya memiliki dosa-dosa berat - termasuk paus yang memiliki anak-anak biologis (walaupun tanpa bantuan inseminasi buatan) dan bahkan melakukan pembunuhan.

Banyak pembaca yang tidak berpendidikan cukup pada bidang-bidang ini dengan mudah ditunggangi untuk menyangka bahwa mereka akan memperoleh "pandangan orang dalam" tentang apa yang benar-benar Gereja pikirkan tentang ilmu pengetahuan dan apa yang benar-benar terjadi di Roma.


Mereka mulai bertanya-tanya apakah mungkin, mungkin saja, beberapa poin yang dibuat Brown dalam Angels and Demons bisa benar semuanya. Terutama ketika Brown membela klaimnya dengan menggunakan istilah "ilmiah", "sejarahwan," dan "orang Kristen yang berpendidikan" sehingga semua orang tahu akan hal ini. Rata-rata orang awam tidak merasa terinformasi dengan cukup untuk membuat bantahan yang menyakinkan. Begitu banyak orang percaya akan propaganda dan agitasi kotor dari Angels and Demons ini.

5. Bukankah suatu fakta bahwa buku yang dijual jutaan kopi merupakan suatu kesaksian (pertanda) adanya kebenaran dan kredibilitas?


Buku Adolf Hitler yang berjudul Mein Kampf berhasil dijual jutaan kopi. Lalu apa? Popularitas suatu buku atau film atau pertunjukan TV atau apapun namanya untuk masalah ini, tidak berhubungan dengan nilai atau kebenarannya.

6. Siapakah Dan Brown itu?

Dan Brown adalah penulis beberapa cerita detektif yang menegangkan (thriller) yang umumnya menguraikan kumpulan kebohongan dan intrik yang rumit dalam suatu proses pencarian kebenaran, yang oleh sutradara Alfred Hitchcock hal ini disebut maguffin: objek yang merupakan tujuan dari pengejaran sepanjang kisah tersebut. Dalam The Da Vinci Code, maguffin adalah Rahasia Cawan Suci serta identitas pembunuh dan atasannya. Dalam Angels and Demons, maguffin-nya adalah bahan anti-materi yang dicuri itu serta identitas pembunuh dan atasannya.

Dan Brown lulusan tahun 1986 dari Amherst College, Brown belajar bahasa Inggris di Phillips Exeter Academy (dimana dia adalah alumninya dan ini juga tempat dimana ayahnya mengajar matematika). Setelah suatu ketika membaca novel pulp fiction, Brown dilaporkan berujar, "Saya bisa melakukan itu." Jadi, ia memulai karirnya sebagai penulis penuh waktu, menulis secara rutin sejumlah novel yang menurutnya menarik dalam ide-ide tentang kode-kode, kunci-kunci, dan informasi rahasia. Walaupun pada kenyataannya Brown tidak memiliki pelatihan dalam bidang sejarah, seni, teologi, filsafat, atau bahkan kriptografi, namun ia membuat klaim khusus terhadap penelitian yang dibuatnya cermat sekali: suatu klaim yang telah berulang kali diragukan orang-orang dan menuntun keingintahuan mereka.

Sebagai contoh, novelnya yang berjudul Digital Fortress menerima cibiran dari para ahli karena penggambaran kriptografinya yang keliru – ini suatu kesalahan yang cukup krusial karena buku ini berbicara tentang kriptografi. Demikian pula, Brown telah dikritik atas kepercayaan dirinya (dan seluruhnya ditemukan) terhadap klaim dalam novel Digital Fortress, bahwa di Spanyol "rumah sakit itu berbau air seni," lalu di sana ia juga mengatakan bahwa polisi "dapat dengan mudah disuap," serta beranggapan bahwa "mengadakan percakapan telepon internasional tergantung bagaimana beruntungnya Anda”. Dia menulis hal ini dari salah satu karakternya yang terluka bahwa “penyakit paru-paru dapat dengan mudah diobati secara medis di negara maju, tetapi ini adalah Spanyol”. Sebagai konsekuensinya, Walikota Seville (suatu kota di Spanyol di mana novel ini dibuat sebagian) mengundang Brown untuk mengunjungi kota tersebut sehingga ia mungkin tahu apa yang ia bicarakan.

Demikian pula, kecenderungan Brown untuk membuat klaim yang sangat meragukan dengan kepercayaan diri yang besar terlihat pada karyanya The Da Vinci Code. Seluruh bidang area mulai dari seni ke sejarah lalu ke teologi hingga ke arsitektur, Brown membuat sejumlah pernyataan yang layak diragukan bukan hanya menyangkut "asal-muasal penipuan" dari iman Kristen, tetapi juga tentang sejarah dan seni. Klaim ini sepenuhnya ditolak dalam The Da Vinci Deception (Ascension, 2006).

7. Jadi apa yang merupakan inti masalah dalam Novel Angels and Demons?

Inti masalah pada Angels and Demons adalah penggambaran dari ajaran Gereja tentang hubungan antara iman dan sains.

8. Apa? Saya pikir anda akan mengatakan bahwa masalah utama novel tersebut adalah pernyataan bahwa paus bisa aktif secara seksual atau pejabat tinggi Gereja dapat membunuh seorang paus! Tidakkah berdosa besar dalam pandangan Katolik bahwa Dan Brown berani sekali menyarankan bahwa paus “yang tak bisa salah (infallible)” itu adalah orang berdosa?


Tidak, tidak sama sekali. Paus “yang tak bisa salah (infallible)” itu adalah orang berdosa. Itulah sebabnya kenapa ia harus melakukan pengakuan dosa sama seperti orang Katolik lainnya. Beberapa paus telah berdosa, bahkan sangat buruknya, menjadi ayah dari beberapa anak di luar perkawinan dan bahkan merancang pembunuhan. Suatu novel yang dibangun di sekitar kisah yang kejam, paus yang pintar merayu wanita, atau wali Gereja yang licik, atau bahkan semacam cerita fiksi ilmiah yang melibatkan hirarki untuk melakukan pencurian bahan anti-materi, adalah tidak dengan sendirinya, bahwa sesuatu itu dapat menimbulkan keberatan dari orang Katolik - sepanjang kisah itu tidak menyatakan kebohongan dengan maksud membuat plot cerita. Sayangnya novel Angels and Demons berbuat demikian dan ini adalah isu utama.

9. Tunggu dulu. "Paus yang tidak bisa salah (infallible) itu adalah orang berdosa"? Bagaimana Anda yakin bahwa paus kedua-duanya adalah tidak bisa salah dan juga orang berdosa?


Keadaan tak dapat bisa salah (infallible) tidak ada hubungannya dengan karakter moral, kepintaran, atau kebaikan dari seorang paus. Kata "tidak dapat berbuat salah” bukanlah tidak bisa salah (infallibility), tetapi impeccability. Gereja secara tegas menyangkal bahwa paus menerima anugerah seperti itu (tidak dapat berbuat salah). Jika ada orang Katolik yang cukup bodoh untuk berpikir bahwa paus tidak dapat berbuat dosa, maka sejarah Gereja memberikan bukti yang banyak yang menyatakan sebaliknya. Itulah sebabnya kenapa Paulus dapat menegur paus pertama, Petrus, karena menjadi orang yang suka membanggakan diri dan penakut. Itulah sebabnya mengapa orang yang menggeluti sejarah Gereja dapat menunjukkan ke sejumlah paus yang telah melakukan hal-hal seperti menjadi penakut karena adanya penganiayaan, atau berkomplot untuk membunuh pendahulu mereka, atau membuat keputusan politik yang bodoh, atau mempunyai anak dari selir mereka, atau melakukan sejumlah kejahatan dan hal-hal bodoh lainnya.

10. Jadi, jika ke-tidak-bisa-an berbuat salah (infallibility) tidak berarti "ke-tidak-berdosa-an (tidak punya dosa)," maka apa artinya itu?


Di bawah ini adalah penjabaran Gereja ketika berbicara tentang keadaan tak dapat berbuat kesalahan (dari Katekismus Gereja Katolik, nomor. 889-892):

889 Untuk memelihara Gereja dalam kemurnian iman yang diwariskan oleh para Rasul, maka Kristus yang adalah kebenaran itu sendiri, menghendaki agar Gereja-Nya mengambil bagian dalam sifat-Nya sendiri yang tidak dapat keliru. Dengan "cita rasa iman yang adikodrati", Umat Allah memegang teguh iman dan tidak menghilangkannya di bawah bimbingan Wewenang Mengajar Gereja yang hidup.

890 Perutusan Wewenang Mengajar berkaitan dengan sifat definitif perjanjian, yang Allah adakan di dalam Kristus dengan Umat-Nya. Wewenang Mengajar itu harus melindungi umat terhadap kekeliruan dan kelemahan iman dan menjamin baginya kemungkinan obyektif, untuk mengakui iman asli, bebas dari kekeliruan. Tugas pastoral Wewenang Mengajar ialah menjaga agar Umat Allah tetap bertahan dalam kebenaran yang membebaskan. Untuk memenuhi pelayanan ini Kristus telah menganugerahkan kepada para gembala karisma "tidak dapat sesat" [infallibilitas] dalam masalah-masalah iman dan susila. Karisma ini dapat dilaksanakan dengan berbagai macam cara:

891 "Ciri tidak dapat sesat itu ada pada Imam Agung di Roma, kepala dewan para Uskup, berdasarkan tugas beliau, bila selaku gembala dan guru tertinggi segenap umat beriman, yang meneguhkan saudara-saudara beliau dalam iman, menetapkan ajaran tentang iman atau kesusilaan dengan tindakan definitif... Sifat tidak dapat sesat, yang dijanjikan kepada Gereja, ada pula pada Badan para Uskup, bila melaksanakan wewenang tertinggi untuk mengajar bersama dengan pengganti Petrus" (LG 25) terutama dalam konsili ekumenis. Apabila Gereja melalui Wewenang Mengajar tertingginya "menyampaikan sesuatu untuk diimani sebagai diwahyukan oleh Allah" (DV 10) dan sebagai ajaran Kristus, maka umat beriman harus "menerima ketetapan-ketetapan itu dengan ketaatan iman" (LG 25). Infallibilitas ini sama luasnya seperti warisan wahyu ilahi.

892 Bantuan ilahi juga dianugerahkan kepada pengganti-pengganti para Rasul, yang mengajarkan dalam persekutuan dengan pengganti Petrus, dan terutama kepada.Uskup Roma, gembala seluruh Gereja, apabila mereka, walaupun tidak memberikan ketetapan-ketetapan kebal salah dan tidak menyatakannya secara definitif, tetapi dalam pelaksanaan Wewenang Mengajarnya yang biasa mengemukakan satu ajaran, yang dapat memberi pengertian yang lebih baik mengenai wahyu dalam masalah-masalah iman dan susila. Umat beriman harus mematuhi ajaran-ajaran otentik ini dengan: "kepatuhan kehendak dan akal budi yang suci" (LG 25), yang walaupun berbeda dengan persetujuan iman, namun mendukungnya,

11. OK, tapi bisakah anda terjemahkan itu ke dalam bahasa Inggris yang sederhana?


Sederhananya begini: ini berarti bahwa Gereja tidak menganggap uskupnya atau pausnya adalah seorang superhero, yang tidak mampu berbuat dosa atau kesalahan. Satu-satunya alasan Gereja tidak segera kehilangan jejak Injil Kristus sepuluh menit setelah kenaikan-Nya ke dalam surga adalah karena apa yang dijanjikan Kristus (Matius 28:20), Dia tetap bersama dengan GerejaNya melalui Roh Kudus yang membimbing Gereja ke dalam seluruh kebenaran (Yohanes 16:13).

Memang, keadaan tak dapat berbuat salah adalah sebuah anugerah yang diberikan oleh Allah kepada Gereja dalam kelemahannya, yang mana anugerah itu sendiri tidak diberikan karena kepandaiannya atau kekuatannya. Itulah bagaimana Gereja melihat anugerahnya sebagai ketidakbisaan dalam berbuat salah (dosa). Sebab Gereja berpendapat dengan rasa syukur kepada Kristus yang telah memberikan janji itu, bahwa Dia akan membawa GerejaNya (sering kali oleh dorongan) ke dalam seluruh kebenaran; jadi bukan karena Gereja mampu mengetahui kebenaran karena kecerdasannya.

12. Saya masih tidak paham. Jika Gereja atau paus tidak bisa berbuat salah, bagaimana mereka melakukan hal-hal yang demikian bodohnya dengan mengajarkan bahwa bumi itu datar seperti pada abad pertengahan lalu?


Sebenarnya, gereja tidak pernah mengajarkan bahwa bumi itu datar. Sesungguhnya, semua orang yang dididik selama abad pertengahan mengetahui juga bahwa bumi itu bulat. Jika anda memerlukan bukti, lihatlah dari puisi yang dianggap sebagai karya sastra terbesar dari abad pertengahan: yakni the Divine Comedy (Komedi Ilahi) dari Dante Alighieri.


Seluruh puisi yang dihasilkan adalah atas kesadaran bahwa bumi adalah sebuah bola raksasa. Pada rangkaian puisi itu, Dante melakukan perjalanan mengelilingi bumi (sebuah perjalanan imajinatif melalui neraka) dan kemudian muncul pada sisi lain dan lantas memanjat tebing imajinernya yakni Gunung Purgatori (Api Penyucian).

13. OK. Gereja tidak mengajarkan bahwa bumi itu datar. Tetapi para Paus telah mengajarkan hal-hal yang ternyata salah seperti ide bahwa matahari berputar mengelilingi bumi.

Ya. Hal ini sangat benar bahwa individu-individu dalam Gereja - termasuk beberapa Paus - mempunyai berbagai ide dan pendapatnya tentang segala hal yang terbukti salah atau hanya sebagian yang akurat. Namun, hal ini tidak ada hubungannya dengan keadaan tak dapat berbuat salah. Keadaan tak dapat berbuat salah (infallibility) sebenarnya adalah klaim yang sangat terbatas sekali. Apa menjadi dasarnya adalah sbb: bila paus mengajar masalah iman dan moral tertentu yang mana suatu doktrin adalah masalah yang penting bagi Iman, maka dia akan dilindungi oleh karisma (rahmat) khusus dari munculnya kesalahan pengajaran. Jadi, misalnya, ketika Gereja mendefinisikan secara dogmatis bahwa Yesus Kristus adalah pribadi kedua Allah, maka Paus dalam hal ini berbicara secara tidak bisa salah (infallibly). Namun, jika paus menyatakan bahwa sepertinya akan turun hujan hari ini atau memberikan pendapat tentang perlunya subsidi pertanian atau mengomentari musik Bob Dylan, maka pendapat-pendapat paus tersebut jelas tidak dilindungi oleh keadaan tak dapat salah (infallibility).

Pada kenyataannya, kuasa gereja terhadap keadaan tak dapat berbuat salah adalah hal yang langka (jarang terjadi). Sebagai contoh, pada masa Galileo, paus adalah seorang penggemar astronomi, dan ia sendiri memiliki teori mengenai pergerakan tubuh surgawi, yang mana ia berbagi ide ini bersama Galileo dalam suatu korespondensi pribadi. Tetapi teori-teori astronomi paus ini terbukti salah. Tetapi yang perlu diingat adalah ketika ia berbicara astronomi maka ia berbicara bukan sebagai seorang paus, ia hanya berbicara sebagai orang yang kebetulan menikmati astronomi sebagai hobinya.

14. Huh? Saya pikir Gereja dalam Abad Kegelapan takut terhadap sains dan itulah sebabnya mereka menganiaya Galileo. Bagaimana paus dapat tertarik pada astronomi?


Ini cerita yang lain. Jika kita berbicara tentang sejarah, adalah hal yang bagus untuk mempelajari beberapa istilah yang digunakan oleh para sejarawan. "The Dark Ages" adalah istilah yang tidak memiliki arti yang mana istilah ini sendiri telah ditolak oleh para sejarawan yang sejati. Periode di mana Galileo (1564-1642) hidup secara umum disebut sebagai Late Renaissance (Pencerahan Akhir). Ini ditandai dengan memperbaharui minat dalam bidang sains dan seni, dan ternyata patron (pelindung) besarnya adalah Gereja Katolik. Memang, seperti yang dicatat oleh Dr Thomas Woods dalam karyanya
How the Catholic Church Built Western Civilization (Bagaimana Gereja Katolik Membangun Peradaban Barat): "Selama lima puluh tahun, hampir semua sejarawan yang meneliti masalah sains - termasuk AC Crombie, David Lindberg, Edward Grant, Stanley Jaki, Thomas Goldstein, dan JL Heilbron -- menyimpulkan bahwa Revolusi Ilmu Pengetahuan berhutang budi kepada Gereja Katolik. "

15. Tapi saya pikir Gereja selalu menganiaya kaum ilmuwan dan pemikir rasional. Novel Angels and Demons mengatakan bahwa Copernicus dibunuh karena mengajarkan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari.

Ya, itu benar. Dan yang harus menjadi petunjuk pertama anda adalah bahwa novel Angels and Demons dan ditulis oleh orang yang baik mampu atau tidak mungkin berbicara tentang kebenaran fakta sejarah.

Dalam kenyataannya, Copernicus (1473-1543) adalah seorang imam Katolik Polandia yang memiliki teori heliosentris yang justru tidak menimbulkan reaksi tertentu dari otoritas Gereja selama masa hidupnya hingga dia meninggal akibat penyakit stroke pada usia tujuh puluh tahun. Benar-benar tidak ada bukti sama sekali yang menunjukkan klaim Dan Brown bahwa Copernicus itu dianiaya dan dibunuh karena pandangan heliosentrisnya.

16. OK, mungkin Copernicus tidak dibunuh. Tapi bukankah dia masih bersitegang dengan otoritas Gereja karena beranggapan bahwa Iluminati itu memiliki pemikiran yang bebas tentang sains dan rasionalitas?


Maaf, tidak demikian yang terjadi. Pada saat Illuminati dikenal sebagai komunitas rahasia yang mendedikasikan dirinya pada prinsip Pencerahan (Enlightenment), maka yang terjadi adalah bahwa Pencerahan adalah gerakan abad kedelapanbelas dan Illuminati itu sendiri didirikan pada tahun 1776, berabad-abad setelah tokoh-tokoh seperti Copernicus, Galileo, dan Bernini (Brown mengklaim mereka menjadi anggotanya) berada di alam kubur karena berbagai penyebab alamiah, dengan demikian mereka mati bukan karena dibunuh.

17. Tapi saya pikir Brown secara cermat melakukan penelitian dalam novelnya?


Belajarlah hidup dengan kekecewaan. Klaim Brown tentang ”penelitian yang cermat” itu dipenuhi sampah yang bermaksud untuk ditampilkan pada pertunjukkan khusus ketika ia tetap memegang teguh "sejarah Illuminati" yang seharusnya terjadi – maka itulah yang memotivasi dia menulis novel Angels and Demons, hal ini nampak pada plot cerita sbb:

Saya di ada bawah terowongan wisata Kota Vatikan yang disebut il passetto - jalan lintasan sembunyi yang digunakan oleh para Paus jaman dulu untuk melarikan diri dari serangan musuh. Menurut para sarjana yang mengadakan tour wisata ini, salah satu hal yang paling dikhawatirkan Vatikan adalah musuh lamanya yang adalah persaudaraan rahasia yang lantas dikenal sebagai Illuminati - yakni "kaum yang mendapatkan pencerahan" – sekte kaum ilmuwan jaman dulu yang menaruh dendam terhadap Vatikan karena perbuatannya terhadap kaum ilmuwan seperti Galileo dan Copernicus. Saya tertarik oleh penggambaran karakter ini, persaudaraan anti-agama yang bersembunyi di katakombe Roma (ruang bawah tanah). Kemudian, ketika sarjana modern menambahkan bahwa banyak sejarahwan yakin Illuminati masih aktif dan salah satu kekuatan hebatnya yang tak kelihatan itu muncul di dunia politik, saya semakin tertarik saja ... oleh sebab itu saya harus menulis sebuah thriller Illuminati.

Ya, inilah masalahnya: Passetto di Borgo sebenarnya adalah jalan lintasan yang ditinggikan, bukan suatu "terowongan" yang tersembunyi “di bawah Kota Vatikan”. Hal seperti ini dan banyak klaim Dan Brown lainnya, seperti catatannya bahwa setiap Gereja di Roma adalah Katedral (ini sama sekali tidak benar, hanya Gereja yang menjadi kediaman Uskuplah yang disebut Katedral); lalu ia juga salah menyebutkan Musei Vaticani; gagal menangkap sejarah berbagai macam kuburan dan sebagainya, menyuguhkan fakta bahwa Dan Brown benar-benar tidak tahu apa yang ia bicarakan. Ini sama halnya apabila orang Italia menulis, "Saya lagi berada di Monumen Washington, sambil memandang keluar kota Philadelphia, lalu muncul inspirasi untuk menulis tentang buku Perjuangan Lincoln dalam menyusun Deklarasi Kemerdekaan”.

Dan Brown jelas tidak tahu apa yang dia bicarakan ketika dia masih saja memegang teguh kesalahannya tentang keahliannya di bidang seni, sejarah, dan arsitektur kota Roma (dan khususnya tentang sejarah Gereja dan hubungannya dengan sains), dan lucunya Dan Brown sangat terampil membuat anda nyaman menjadi seorang badut yang tak berpendidikan apabila anda berani menantang pendapatnya. Efek ini menjadi dua kali lipatnya (apalagi bila Anda yang benar-benar tahu sejarah), ketika dia berbicara tentang “sosok seorang sarjana tak dikenal” yang menggambarkan Illuminati "bersumpah untuk membalas" untuk kejahatan yang dilakukan kepada kaum ilmuwan seperti Galileo dan Copernicus.

Sejak era Copernicus, yang kenyataannya dianggap cukup baik oleh otoritas Gereja (karya Copernicus sebenarnya dikutip oleh Pope Leo X dalam pembahasan tentang reformasi kalender), orang pasti akan bertanya apa yang sebenarnya dituntut dalam novel Angels and Demons itu?

18. OK. Lupakan Copernicus, tetapi Anda masih harus mengakui bahwa Galileo mendapatkan perlakuan buruk di tangan Gereja karena ia membela ilmu pengetahuan dan rasionalitas.

Memang benar bahwa Galileo diperlakukan tidak adil oleh otoritas Gereja – tetapi bukan karena dia berdiri di sisi sains. Kontroversi Galileo adalah masalah yang cukup kompleks: jauh lebih kompleks daripada narasi kartun "Kaum Pemikir vs Gereja yang samar-samar", suatu cerita yang dikarang lama sekali setelah kematian tokohnya. Jika Anda ingin bisa mendapatkan detail informasi tentang kisah Galileo silahkan klik http://www.catholic.com/library/Galileo_Controversy.asp.

Di atas masalah ini semua, ada eksekusi Giordano Bruno (oleh otoritas sipil), bukan karena karyanya dalam bidang sains, tetapi karena pendapatnya yang sesat (heretik) tentang hal-hal sebagaimana yang ada dalam doktrin Trinitas. Apa yang salah dan tidak adil itu sampai saat ini tidak benar-benar ditemukan adanya bukti kongkrit – adanya abad yang panjang dalam "perang melawan dunia sains" oleh Gereja Katolik, terutama sejak adanya perlakukan ketidakadilan yang terjadi, ilmu pengetahuan malah dapat melanjutkan usahanya secara antusias atas dukungan Gereja di seluruh Eropa. Penemuan-penemuan Katolik yang disebut sebagai "universitas" malah mendukung kaum ilmuwan Katolik untuk melakukan penelitian di berbagai bidang ilmu pengetahuan yang sedang naik daun ketika itu sementara Roma sendiri sibuk mendukung pembangunan fasilitas penelitian ilmiah seperti pusat observasi.

19. Lalu bagaimana saya bisa mendengar adanya penganiayaan terhadap Galileo begitu seringnya sebagai suatu permusuhan Gereja Katolik terhadap Sains?

Pertanyaan penting untuk diri anda adalah begini, "Jika Galileo adalah suatu contoh yang kelihatannya buruk dan tipikal Katolik karena adanya kebencian terhadap dunia ilmu pengetahuan dan akal (rasionalitas), bagaimana saya hanya bisa mengambil satu contoh yakni Galileo sendiri?" Alasannya sederhana: Galileo adalah sebuah perkecualian yang ditinggi-tinggikan sebagai suatu simbol oleh orang-orang yang hidup berabad-abad lamanya setelah kontroversi itu terjadi, sehingga mereka dapat mengklaim Gereja membenci ilmu pengetahuan dan akal. Sementara itu, kalangan ilmuwan Katolik seperti Louis Pasteur, Gregor Mendel, Pierre dan Marie Curie, dan Fr. Georges Lemaitre tetap melanjutkan penelitiannya di bidang sains dengan dukungan dan persetujuan dari Gereja. Dan hasil karya mereka ini memberikan kontribusi yang besar di bidang genetika, kedokteran, fisika, kosmologi, dan bidang lainnya. Sains, akal, dan Iman adalah kawan lama.

Salah satu dari orang kudus terbesar Gereja adalah tokoh yang tidak melakukan sesuatu apapun namun ia berpikir sepanjang waktu dengan cara-cara yang menantang dunia modern dengan terang rasionalitasnya. Ia adalah adalah Santo Thomas Aquinas, dan dia dipandang sebagai salah satu filsuf terbesar yang pernah hidup, bahkan oleh kalangan non-Katolik sekalipun. Gurunya adalah Santo Albertus Agung, yang juga penulis sejumlah risalah ilmiah dan ia juga diangkat menjadi orang kudus oleh Gereja.

20. Saya tidak tahu apa-apa tentang mereka. Tetapi saya mengetahui bahwa pada tahun 1668, Gereja melakukan pembantaian yang besar terhadap beberapa pikiran ilmiah yang terbaik di masa itu dalam suatu tindakan kejahatan yang dikenal dalam sejarah sebagai La Purga. Novel Angel and Demons mengatakan bahwa Gereja menculik empat ilmuwan Illuminati dan mereka lantas dicap pada dada dengan simbol salib dengan maksud untuk membersihkan dosa-dosa mereka. Lalu Gereja mengeksekusi mereka dan melemparkan tubuh mereka di jalan sebagai peringatan kepada orang lain untuk menghentikan pertanyaan mereka terhadap ajaran Gereja khususnya pada hal-hal ilmiah.

Seperti yang telah kita bahas tadi, Anda akan disarankan tidak mendapatkan informasi faktual dari Dan Brown, Anda bertanggung jawab untuk mengulang fitnah, seperti yang baru saja Anda lakukan. Dalam fakta yang sebenarnya, tidak ada kejahatan yang dikenal sebagai sejarah La Purga. Tidak seorang pun telah diculik, dicap, dibunuh karena menjadi seorang ilmuwan, dan tidak juga jasad mereka dilemparkan ke jalanan sebagai peringatan kepada orang lain. Memang, seperti yang kita catat, Illuminati tidak akan eksis lebih dari satu abad, sehingga tidak masuk akal bagi mereka untuk dihukum mati di tahun 1668. Itu bahayanya dari karya sastra semacam ini.


Orang menjadi sangat bingung dimana fiksi ini berakhir dan dimana "penelitian yang tidak bercacat ini" diawali dan sering kali kisah ini ditiup-tiupkan sehingga orang-orang menjadi percaya bahwa kepalsuan semacam ini terjadi dalam sejarah.

21. Mari kita kembali ke cerita tersebut. Anda dapat mengatakan apapun tentang hal lainnya tetapi Anda tidak menyangkal bahwa Illuminati itu eksis dan mereka bertentangan dengan Gereja, bukan?

Tidak, tidak sama sekali. Jadi apa maksudnya ? Illuminati sesungguhnya adalah sebuah Pencerahan - era komunitas rahasia yang tujuan utamanya adalah politik. Mereka bersikap bermusuhan dengan Gereja (seperti halnya beberapa komunitas rahasia lainnya di abad kedelapanbelas) bukan karena mereka peduli dengan tokoh-tokoh seperti Copernicus, Galileo, atau Bernini, dan bukan juga karena adanya informasi palsu tentang pembantaian kalangan ilmuwan di tahun 1668, tetapi karena mereka memiliki semangat revolusioner yang tinggi yang berasal dari kalangan intelektual Eropa waktu itu. Pandangan mereka adalah bagian dari ide matang yang akan menemukan ekspresinya, bukan dalam kebangkitan ilmu pengetahuan, tetapi pada Revolusi Perancis dan gerakan politik sejenis di akhir abad kedelapanbelas dan awal abad kesembilanbelas. Sesungguhnya, Illuminati bukanlah kreator dari revolusi ilmu pengetahuan itu namun mereka adalah gerakan politik yang terinspirasi oleh revolusi saintifik tersebut. Keberhasilan metode ilmiah telah menimbulkan kepercayaan diri di antara orang-orang yang dangkal ilmunya sehingga sains dapat menjadi "Teori Yang Dapat Menjelaskan Segala Sesuatu". Ini adalah kelemahan manusia untuk mengangkat karya mereka ke hadapan orang-orang yang bodoh. Tetapi hal ini tidak berarti karya mereka buruk. Ini hanya berarti bahwa mereka membuat semacam allah yang jelek. Dunia sains adalah satu diantara banyak hal yang menghasilkan alat yang canggih tetapi menghasilkan allah yang sangat buruk.


Sementara itu, pencipta dari Revolusi Ilmiah itu sendiri biasanya adalah orang-orang Katolik. Karena pandangan Kristen lah yang membuat Revolusi Ilmu Pengetahuan menjadi sesuatu yang mungkin terjadi dengan pengertian tidak ada satu budaya pun dalam sejarah dunia yang mengadakannya.

22. Apa yang anda maksudkan?

Diantara yang hal-hal lain, budaya Katolik didirikan atas keyakinan bahwa alam semesta, walau kelihatannya rumit namun masuk akal. Fakta yang kita anggap selama ini hanya menunjukkan berapa banyak kesalahan yang kita buat bahwa kekayaan (modal) Katolik diwariskan oleh leluhur kita selama berabad-abad hanya secara otomatis nampaknya benar untuk semua orang di setiap waktu. Kenyataannya, iman dalam aspek alam semesta-nya yang abstrak bukanlah merupakan bukti nyata sekali, dengan mengambil contoh, orang-orang Sumerian kuno (dan banyak budaya pagan lainnya).

Dalam budaya pagan pra-Kekristenan, iman sama sekali bukan hal yang harus jelas bahwa alam semesta harus masuk akal. Bahkan dalam pandangan berbagai agama, anda dapat melihat bahwa allah itu plin-plan, keras kepala, dan bahkan kontradiktif – atau bahkan mereka sendiri akhirnya tunduk pada kuasa-kuasa seperti keberuntungan, kepasrahan atau takdir – dengan demikian hal ini tidak menunjukkan adanya dasar untuk menyatakan bahwa anda memahami mengapa dunia ini bekerja dengan caranya sendiri.


Oleh karena itu, tidak ada dasar metafisik untuk mencoba memahami dunia ini melalui sains. Jadi, seluruh peradaban pagan dapat bangkit dan jatuh tanpa pernah mencoba sesuatu seperti sains, kecuali menemukan, katakanlah, ilmu matematika yang belum sempurna yang diperlukan untuk membangun pyramid, atau menghitung gerhana yang akan datang atau banjir yang datang dari sungai Nil. Menurut istilah sejarawan Fr. Stanley Jaki, "Revolusi Saintifik gagal dalam setiap peradaban."

23. Bagaimana dengan Kekaisaran Romawi? Secara ilmiah kerajaan terus sangat maju di jamannya, bukan?

Tidak juga. Roma memang unggul dalam beberapa aspek rekayasa mesin dan matematika terapan. Tetapi kemajuannya terhambat, sepertinya halnya yang menimpa dunia pra-Kekristenan lainnya dengan melihat fakta bahwa tidak ada catatan mengenai martabat manusia yang inheren, yang berarti kemajuan tersebut dibangun atas budak-budak seperti peradaban manusia lainnya sejak permulaan waktu. Akibat dari praktek perbudakan ini adalah bahwa rata-rata orang Romawi, seperti sisa peradaban pra-Kekristenan lainnya, merasa tidak perlu secara khusus mendorong penelitian dan kemajuan teknologi, yang antara lain adalah teknologi mesin yang dapat menggantikan tenaga manusia.

24. Jadi perbedaan apakah yang dibuat oleh dunia Kekristenan?

Peradaban Kristen berdasarkan pemahaman yang berbeda tentang Tuhan dan manusia perlahan-lahan mulai menggunakan tekanan pada budaya, suatu tekanan yang membangkitkan Revolusi Saintifik. Misalnya, keyakinan Kristen adalah bahwa Allah tidak sewenang-wenang, berubah-ubah, dan irasional tetapi sebaliknya secara akal manusia, Dia dapat diketahui (karena Dia menyatakan dirinya kepada kita melalui pribadi Yesus Kristus). Oleh karena itu sejalan dengan hal ini maka seperti halnya juga dengan Pencipta, begitu pulalah ciptaanNya; alam semesta harus dapat dipahami, dan pikiran manusia adalah untuk memuliakan Allah ketika kita mencoba memahami bagaimana alam semesta ini bekerja. Seperti dalam mazmur yang berbunyi, "Langit menyatakan kemuliaan Allah" (Mazmur 19:1).

Kepercayaan Gereja ini lambat-laun bekerja sebagai racun dalam tubuh peradaban pagan yang menjalankan perbudakan, yang tidak ada penawarnya dan lantas termakan oleh racunnya (walaupun, dengan perasaan sedih sejarah Kristen juga mengambil bagian dalam perdagangan budak). Tetapi kenyataan yang terekam bahwa dengan kemajuan peradaban Kristen seperti yang kita lihat, untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia, perbudakan itu mulai ditinggalkan. Pada saat perbudakan ini ditinggalkan, ada banyak dorongan untuk mencoba ilmu pengetahuan sebagai cara melakukan pekerjaan yang dulu dilakukan oleh kaum budak belian. Memang, berabad-abad sebelum Renaissance melihat kepentingan dalam sains dan perlunya menggunakan akal sehat di seluruh Eropa pada abad pertengahan, seperti yang ditunjukkan oleh esai gembira ini http://faculty.ugf.edu/jgretch/syllabi/psy450DeRevolutione.pdf. (ditulis dalam bentuk dialektik abad pertengahan seperti yang pernah ditulis juga oleh St Thomas Aquinas).

Omong-omong, karena begitu banyak orang menikmati informasi sejarah melalui fiksi, maka izinkanlah kami merekomendasikan beberapa cerita fiksi yang bagus (lihat http://www.analogsf.com/nebulas09/QUaestionares.shtml) yang dibuat oleh pengarang esei di atas (fiksi ilmiah karya Michael F. Flynn) yang telah melalui penelitian yang baik, di mana dalam bukunya kita bisa mendapatkan cita rasa yang aktual, bernilai intelektual tinggi dari masyarakat Eropa Katolik pada abad pertengahan lampau. Tentunya, kisah tersebut merupakan suatu narasi. Namun inti kisah tersebut (tidak seperti novel Angels and Demons tentunya) adalah bahwa Eropa Katolik begitu terpesona oleh ilmu pengetahuan dan ini merupakan hasil dari Katolisisme Eropa Katolik.

25. Ya, hal ini mungkin telah menjadi kebenaran beberapa abad yang lalu, tetapi bukankah sikap dari Gereja modern saat ini sangat berbeda? Sepertinya ada kekhawatiran bahwa jika manusia mengembangkan teknologi untuk berdiri di dua kakinya (seperti energi anti-materi dalam novel (film) Angels and Demons) maka dia akan cukup dewasa dan bisa menghidupi dirinya sendiri sehingga tidak perlu sikap fantasi kanak-kanak seperti Allah lagi.

Berbicara tentang fantasi anak-anak, tidak layak disebutkan bahwa Dan Brown tidak hanya mendapatkan fakta-fakta mengenai Gereja Katolik secara kebablasan - dia juga membuat para ahli fisika tergila-gila dengan klaimnya yang bombastis yang diyakini oleh orang-orang dengan iman kanak-kanak dalam gayanya sebagai seorang "peneliti yang cermat”. Sebagai contoh, dalam Q dan A pada situsnya (tertulis ia memberikan "fakta di balik fiksi"), Dan Brown mengenakan samarannya sebagai seorang yang pandai membaca dan menjawab pertanyaan bahwa “Apakah anti-materi nyata?” Dia jawab : Pasti.

Anti-materi adalah sumber segala energi. Anti-materi melepas energi dengan efisiensi 100% (fisi nuklir adalah 1,5% efisien.) Anti-materi adalah 100.000 kali lebih kuat dibandingkan dengan ahan bakar roket. Satu gram anti-materi mengandung energi sebesar dua puluh kiloton bom atom - ukuran bom yang jatuh di Hiroshima. Selain menjadi sangat eksplosif, anti-materi sangat tidak stabil dan akan menyatu ketika datang kontak dengan sesuatu……bahkan udara. Ia hanya dapat disimpan dengan cara menangguhkannya dalam dalam bidang elektromagnetik dalam sebuh kaleng vakum yang kecil. Jika bidang elektromagnetiknya gagal dan anti-materinya jatuh maka hasilnya adalah konversi materi/anti-materi secara "sempurna" yang oleh ahli fisika disebut “pembinasaan”.

CERN secara teratur sedang memproduksi dalam jumlah kecil anti-materi dalam penelitian mereka untuk sumber energi masa depan. Anti-materi sangat menjanjikan sekali, yang mana ia tidak menciptakan polusi atau radiasi, dan satu titik kecil anti-materi dapat membangkitkan daya listrik di kota New York selama sehari penuh. Dengan bahan bakar fosil yang hampir habis, potensi yang dapat dimanfaatkan oleh anti-materi menjadi sebuah lompatan besar untuk masa depan planet ini. Tentu saja, menguasai teknologi anti-materi membawa dilema yang mengerikan. Apakah teknologi yang sangat canggih ini akan menyelamatkan dunia, atau akan digunakan untuk menciptakan senjata yang paling mematikan yang pernah dibuat?

Hanya disini masalahnya. Kisah ini semuanya sampah – dan sampahlah pula itu diyakini oleh banyak orang kalau CERN (Organisasi Eropa untuk Riset Nuklir) telah benar-benar memasang sebuah halaman web untuk membantu mendidik orang yang dibuat bodoh oleh Dan Brown. Sebab kenyataannya bahwa anti-materi tidak menjanjikan sebagai sumber energi. Mengapa? CERN memberitahukan kita sbb:


Tidak ada kemungkinan untuk menggunakan energi anti-materi sebagai 'sumber'. Tidak seperti energi matahari, batubara atau minyak, anti-materi tidak terjadi di alam; pertama kita harus membuat setiap anti-partikel, dan kita harus menginvestasikan lebih (banyak) energi daripada yang kita dapatkan selama terjadinya pembinasaan. Anda bisa bayangkan anti-materi sebagai media penyimpanan energi, seperti kebanyakan dari kita menyimpan listrik pada baterai yang dapat diisi-ulang. Proses pengisian baterai dapat dibatalkan dengan kerugian relatif kecil. Meski demikian, dibutuhkan lebih banyak energi untuk mengisi baterai daripada apa yang akan Anda dapatkan kembali.


Ketidakefisienan dari produksi anti-materi adalah sangat besar sekali: Anda hanya mendapatkan sepuluh per satu triliun (10/1 triliun) dari energi yang diinvestasikan untuk kembali. Jika kita dapat mengumpulkan semua anti-materi yang pernah kita buat di CERN dan menghapuskannya dengan materi, maka kita akan memiliki cukup energi untuk satu cahaya bola lampu listrik selama beberapa menit.

26. OK, jadi Dan Brown tidak memahami secara benar ilmu pengetahuannya. Tetapi ia masih mengetengahkan suatu poin bagaimana ilmu pengetahuan modern secara konstan menunjukkan bahwa iman Gereja adalah tahayul, bukan?

Apakah Anda punya bukti untuk klaim ini? Klaim kusut ini terletak di bagian belakang dari aksi-aksi dalam novel (film) Angel and Demons. Pemeran penjahatnya takut akan percobaan fisika yang entah bagaimana membasmi iman dalam Tuhan. Tetapi itu tidak mungkin. Ilmu pengetahuan adalah alat untuk mempertanyakan hal-hal yang menyangkut masalah waktu, ruang, materi dan energi. Adalah hal yang sia-sia sekali untuk membuktikan atau menolak di luar realita waktu, ruang, materi dan energi, seperti halnya ketidakberadaan Allah yang transenden yang mendiami seluruh benda-benda ini dan yang menjadi Pencipta dari benda-benda tersebut. Tidak ada penemuan ilmiah yang mungkin bisa dihasilkan yang menyangkal keberadaan Allah, atau menyuguhkan kepada kita pengetahuan pribadi akan Allah yang dengan demikian pewahyuan Kristus dapat digantikan oleh sains. Dan Brown adalah orang yang tidak peduli terhadap dasar teologi dan seolah-olah dia adalah dasar pengetahuan.

27. Bagaimana dengan Darwin? Bukankah ia sendiri menyangkal bahwa Tuhanlah yang menciptakan manusia?

Ia tidak menyangkal sama sekali. Teori Darwin tentang Seleksi Alam memiliki kekuatan untuk memberikan penjelasan tentang sejumlah aspek perkembangan biologis mahluk hidup. Pada suatu hari, apa yang Darwin katakan, sama seperti yang dikatakan ilmuwan lainnya, adalah, "Karena adanya atribut (properti) inheren dalam waktu, ruang, materi, dan energi, maka kami dapat mengkonstruksikan gambaran yang wajar bagaimana dunia fisik itu bekerja". Dalam kasus darwin, aspek dunia fisik yang perlu dijelaskan adalah bagaimana organisme yang hidup itu telah mengalami perubahan dalam jangka waktu yang lama dan panjang dan mungkin ini sekaligus bisa menjelaskan bagaimana mereka itu eksis. Tapi apa yang Darwin katakan, sama seperti ilmuwan lainnya, mereka tidak bisa menggambarkan "Mengapa waktu, ruang, materi, dan energi memiliki atribut (properti) dalam diri mereka?" Atau lebih spesifik lagi, "Mengapa di dunia ada sesuatu (contohnya mahluk hidup) dibandingkan dunia itu tidak memiliki apa-apa (kosong) ?"

Cepat atau lambat, ketidakberdayaan dunia Sains untuk menjawab pertanyaaan seperti itu akan membuat kita kembali kepada filosofi dan akhirnya ke teologi sebagai jawaban mutakhir. Agama Kristen tidaklah membahayakan Sains, bahkan agama itu sebenarnya dapat dipahami.

28. Tidakkah Sains bertentangan dengan Kitab Kejadian?

Tidak lebih dari apel yang berbeda dengan jeruk. Kitab Kejadian tidak ditulis sebagai buku pelajaran biologi. Kitab Kejadian ditulis untuk mengajarkan sebuah kebenaran rohani: bahwa manusia adalah ’hewan’ rasional "setengah malaikat dan setengah sesat," seperti memiliki dua sayap, satu untuk dirinya sendiri dan satu untuk menyembah Penciptanya. Kami adalah hewan, tetapi hewan "yang dibuat dalam gambar dan rupa Allah." Alkitab menjelaskan rupa ini seperti: Allah membuat tubuh manusia dari debu bumi (Ibrani: adamah) dan kemudian menghembuskan nafas ke dalam debu tersebut untuk menciptakan kehidupan manusia pertama (Adam). Jadi dalam namanya itu, manusia diingatkan bahwa ia adalah produk dari barang-barang sekunder seperti tanah. Semua teori evolusi benar-benar memberitahu kita bahwa Allah menggunakan banyak sekali penyebab sekunder dan Allah perlu waktu yang lama sekali untuk membuat model manusia dari debu di bumi. Ia tidak memberitahu kita mengenai asal usul dari jiwa manusia. Oleh sebab itu kita membutuhkan wahyu dari Allah. Dan wahyu memberitahu kita bahwa jiwa itu diciptakan langsung oleh Tuhan.

Yang menarik tentang semua hal ini adalah bahwa St. Agustinus pada dasarnya berhasil memetakan cara yang apik untuk membaca kembali Kitab Kejadian seperti di abad keempat lalu, dan Gereja masih memegang sikapnya sampai saat ini: Memang tidak jarang terjadi bahwa Kitab Kejadian mengandung sesuatu tentang bumi, langit, dan tentang elemen lainnya dari dunia ini. Juga ditemukan pada Kitab Kejadian adanya gerakan dan rotasi atau bahkan posisi dan jarak dari bintang-bintang, tentang gerhana matahari dan bulan, tentang perjalanan tahun dan musim, tentang sifat binatang, buah-buahan, batu, dan hal-hal lainnya, dimana hal-hal tersebut mungkin lebih mudah dipahami melalui pemikiran atau pengalaman, atau bahkan oleh orang yang bukan Kristen sekali pun.

Rasanya memalukan dan sangat perlu untuk dihindari bahwa orang non-Kristen harus mendengarkan orang Kristen yang berbicara begitu bodohnya mengenai masalah Penciptaan, seakan-akan bicaranya cocok dengan tulisan-tulisan Kristen, bahwa ia hampir tidak mungkin menghindari adanya ketidakcocokan (yang menimbulkan tertawaan) ketika ia melihat bagaimana sesungguhnya kesalahan tersebut ada dalam Kitab Suci. Dalam pandangan ini dan supaya tetap ada dalam pikiran kita sambil terus berhubungan dengan kitab Kejadian, saya tegaskan, sejauh yang saya mampu, agar Kitab Kejadian itu dijelaskan secara rinci dan digunakan untuk menjawab ayat-ayat yang kabur dengan tujuan bukan untuk menyatakan secara tergesa-gesa syakwangska kepada orang non Kristen tersebut dan dengan demikian cara ini bisa menjelaskan orang lain secara lebih baik (The Literal Interpretation of Genesis 1:19-20 [A.D. 408]).

Kitab suci adalah buku mengenai iman. Oleh karena itu, seperti yang saya telah catat berulang-ulang, jika ada orang yang tidak memahami maksud dari pesan ilahi tersebut, dan menemukan sesuatu (terutama tentang dunia fisik universal) di buku-buku kami, atau mendengar dari berbagai macam buku, tentang masalah Penciptaan yang kelihatannya sangat bervariasi dan memiliki persepsi yang berbeda-beda secara akal sehat, maka hendaklah ia yakin bahwa hal-hal lain tersebut tidak berhubungan sama sekali dengan peringatan atau catatan, atau bahkan prediksi Kitab Suci.

Singkatnya, bahwa penulis Kitab Suci mengetahui kebenaran dari sifat atau peristiwa di langit, tetapi hal ini tidak berhubungan dengan kehendak Roh Allah, yang berbicara melalui para penulis Kitab Suci bahwa seyogyanya mereka tidak perlu mengajar manusia sesuatu yang tidak akan berguna bagi keselamatan mereka (ibid., 2:9).


♥ HATIMU MUNGKIN HANCUR, NAMUN BEGITU JUGA HATIKU

 ♥ *HATIMU MUNGKIN HANCUR, NAMUN BEGITU JUGA HATIKU* sumber: https://ww3.tlig.org/en/messages/1202/ *Amanat Yesus 12 April 2020* Tuhan! Ini ...