Kajian Singkat Aksi Adven Pembangunan (AAP) 2025 Keuskupan Bogor: Implementasi di Paroki St. Faustina Kowalska, Tonjong, Tajur Halang, Bogor
*)
Prolog
Kajian ini merupakan analisis teologis-pastoral yang bersifat
personal termasuk rekomendasi implementatif untuk Aksi Adven Pembangunan (AAP)
2025 Keuskupan Bogor, yang mengusung tema besar “Memberdayakan Orang Lanjut
Usia dengan Reksa Pastoral yang Menyertakan”.1 Fokus kajian ini adalah kontekstualisasi materi AAP
2025 ke dalam realitas pastoral spesifik di Paroki St. Faustina Kowalska,
Tonjong, yang dikenal sebagai Pusat Kerahiman Ilahi Keuskupan Bogor.2
Analisis ini mengidentifikasi tiga temuan utama:
1.
Paradoks Pastoral di Pusat Kerahiman: Paroki St. Faustina, sebagai pusat ziarah yang ramai 3, menghadapi risiko pastoral unik: potensi
terisolasinya lansia paroki (“Simbah H” 1 dan “Raja Daud” 1) di tengah fokus pelayanan terhadap peziarah eksternal. AAP
2025 menjadi panggilan otentik untuk mempraktikkan kerahiman ilahi secara
internal.
2.
Keselarasan Teologis Aset Pastoral: Terdapat keselarasan teologis yang luar biasa antara materi AAP
2025 dengan aset pastoral yang telah ada di Paroki St. Faustina. Materi AAP
(Pertemuan II dan Kerangka Dasar) secara eksplisit mengangkat teladan Zakharia,
Elisabet, Simeon, dan Hana.1 Secara paralel, Paroki St. Faustina telah memiliki Paguyuban
Lansia “Simeon Hanna”.5 Ini menunjukkan bahwa model pemberdayaan lansia di paroki ini
tidak perlu diciptakan dari nol, melainkan dengan mengaktivasi identitas
teologis paguyuban yang sudah ada.6
3.
Model Aksi Antargenerasi “Rut-Naomi”: Materi Pertemuan III 1 menyediakan cetak biru implementasi yang jelas melalui model “WARSEN
SSMART” dan kisah “Rut-Naomi”. Ini sangat selaras dengan fokus ganda Keuskupan
Bogor pada Orang Muda Katolik (OMK) dan Lansia.1
Berdasarkan temuan ini, kajian ini merekomendasikan pergeseran
fokus pemberdayaan lansia di Paroki St. Faustina: dari obyek pastoral (yang dilayani) menjadi subyek pastoral (yang melayani). Rekomendasi strategis mencakup (1)
Mengukuhkan Paguyuban Simeon Hanna sebagai “Pendoa Kerahiman” dalam Misa
Kerahiman Ilahi 4, dan (2) Pembentukan tim
visitasi antargenerasi (OMK-Relawan) “Sahabat Lansia” yang terinspirasi model
Rut 1 dan praktik pastoral di
Hungaria dan Australia.7
Bagian 1:
Pertemuan Pertama dan
Hubungannya dengan Kehidupan Bergereja
di Paroki St. Faustina Kowalska
Analisis Materi Pertemuan I: Problematika Orang
Lanjut Usia
Pertemuan Pertama AAP 2025 1 dirancang sebagai fondasi kesadaran pastoral. Tujuannya adalah
agar umat “dapat melihat dan memahami problematika yang dihadapi orang lanjut
usia”.1 Materi ini menyajikan dua
arketipe problematika lansia yang berbeda namun saling melengkapi:
1.
Arketipe “Simbah H” (Kerapuhan Sosio-Ekonomi): Kisah Kehidupan “Penanganan Darurat Lansia Terlantar” 1 menyoroti kasus Simbah H (70 tahun). Ia adalah
representasi lansia yang menghadapi isolasi sosial (“sebatang kara,” “tidak
memiliki sanak saudara”), keterbatasan fisik (“kondisi sakit,” “hanya bisa
terbaring”), dan kerapuhan ekonomi (“kurang mampu”). Ini adalah gambaran klasik
lansia yang membutuhkan intervensi karitatif.
2.
Arketipe “Raja Daud” (Kerapuhan Psikologis-Politis): Bacaan Kitab Suci (1 Raja-raja 1:1-21) menghadirkan
problematika yang lebih subtil.1 Raja Daud “telah tua dan lanjut usia” (1:1), namun ia bukanlah
lansia miskin. Problematikanya adalah:
1)
Kerapuhan Fisik: “Biarpun diselimuti, ia tidak
merasa hangat” (1:1). Ini adalah metafora kuat untuk vitalitas yang memudar.9
2)
Kerapuhan Relevansi: Kelemahannya memicu intrik
politik dan perebutan kekuasaan oleh Adonia (1:5). Daud, sang raja perkasa,
kini rentan dan menjadi obyek manuver politik. Ini adalah gambaran alkitabiah
presisi dari apa yang diidentifikasi oleh Kerangka Dasar AAP sebagai post power syndrome.1
Kontekstualisasi Pastoral di Paroki St. Faustina
Kowalska
Penerapan Pertemuan I di Paroki St. Faustina Kowalska harus bergulat
dengan identitas unik paroki tersebut. Sebagai “Pusat Kerahiman Ilahi Keuskupan
Bogor” 2 dan pusat ziarah yang
dilengkapi berbagai fasilitas rohani (Jalan Salib Kerahiman, Rumah Abu, Misa
Kerahiman Ilahi) 3, paroki ini menarik vitalitas
spiritual yang besar dari luar.
Kondisi ini menciptakan sebuah paradoks pastoral. Di satu sisi,
paroki adalah mercusuar Kerahiman Ilahi.
Di sisi lain, fokus dan energi pastoral (imam, dewan, relawan) dapat secara
tidak sengaja terserap untuk melayani keramaian peziarah eksternal. Dalam
konteks ini, ironi terbesar adalah kemungkinan bahwa “Simbah H” - lansia paroki
lokal di Lingkungan Tonjong atau Tajur Halang yang terisolasi, sakit, dan
sebatang kara - justru menjadi figur yang paling tidak terlihat di “Pusat
Kerahiman Ilahi”.
Lebih jauh lagi, Pertemuan I tidak hanya menantang paroki untuk
menemukan “Simbah H” (yang membutuhkan belas kasih karitatif), tetapi juga
untuk mengidentifikasi “Raja Daud” (yang membutuhkan pemulihan martabat). Di
setiap paroki, termasuk St. Faustina, terdapat para lansia yang merupakan
mantan pengurus inti - mantan prodiakon, ketua lingkungan, atau aktivis dewan -
yang kini “lanjut usia” dan tidak lagi aktif.
Mereka ini mungkin mengalami “kedinginan” spiritual (seperti
Daud, 1 Raj 1:1) karena merasa tidak lagi relevan, tidak didengar, atau
tersingkir oleh generasi pengurus yang lebih muda (fenomena post-power syndrome).1 Oleh karena itu, implementasi Pertemuan I di St.
Faustina harus berupa Aksi Pemetaan
Pastoral ganda: (1) Pemetaan “Simbah H” untuk intervensi karitatif dan
sakramental (PSE/SSV), dan (2) Pemetaan “Raja Daud” untuk intervensi pemulihan
martabat dan pelibatan kembali (Dewan Paroki).
Bagian 2:
Pertemuan Kedua dan Hubungannya
dengan Kehidupan Bergereja
di Paroki St. Faustina Kowalska
Analisis Materi Pertemuan II: Hidup yang Bermakna di
Usia Lanjut
Setelah memotret problematika, Pertemuan II 1 menggeser narasi dari masalah menjadi potensi.
Tujuannya adalah agar umat “dapat memahami hidup di usia lanjut tetap bermakna”.1
1.
Kisah “Ponijah” (Makna dalam Karya): Kisah “Tetap Berkarya di Usia Lanjut” 1 dari Paroki Cilincing menunjukkan lansia yang
proaktif. Mereka tidak hanya berkumpul untuk sharing iman, tetapi juga berkarya
dan berprestasi (misalnya, Ponijah
yang menjuarai Lomba Mazmur). Pesannya adalah usia lanjut bukan halangan untuk
berkontribusi.1
2.
Kisah “Zakharia & Elisabet” (Makna dalam Kesetiaan): Inti teologis Pertemuan II terletak pada Bacaan Lukas 1:5-25.1 Zakharia dan Elisabet adalah lansia yang “lanjut
umurnya” (1:7) dan menanggung stigma sosial (“mandul” [1:7], “aibku”).
Kehidupan mereka tampak “tidak bermakna” dalam ukuran duniawi. Namun, Kitab
Suci memberi kesaksian bahwa mereka “hidup benar di hadapan Allah” (1:6) dan
Zakharia tetap setia “melakukan tugas
sebagai imam di hadapan Tuhan” (1:8). Makna hidup mereka tidak ditemukan dalam
prestasi, melainkan dalam kesetiaan pada
tugas rutin di Bait Allah, yang justru menjadi panggung intervensi Ilahi.10
Kontekstualisasi Pastoral di Paroki St. Faustina
Kowalska
Pada titik inilah analisis kontekstual Paroki St. Faustina
menemukan temuan yang paling signifikan. Terdapat keselarasan teologis yang
sempurna antara materi AAP 2025 dengan aset pastoral yang sudah hidup di
paroki.
Kerangka Dasar AAP 2025 secara eksplisit mengangkat teladan
lansia di Bait Allah, yaitu “Simeon yang berusia lanjut” dan “Hana, janda
berusia delapan puluh empat tahun”.1 Secara paralel, Pertemuan II menggunakan kisah Zakharia dan
Elisabet, figur lansia yang juga melayani di Bait Allah.1
Faktanya, Paroki St. Faustina Kowalska telah memiliki Paguyuban
Lansia yang bernama “Simeon Hanna”.5 Ini bukan sekadar kebetulan nama, melainkan sebuah
penegasan spiritual. Makna teologis dari “Simeon Hanna,” seperti yang
dijelaskan dalam perayaan pesta nama mereka, adalah teladan “ketenangan di
dalam batin” dan “kesalehan terhadap Allah”.6 Mereka adalah para pendoa yang setia menantikan penggenapan
janji Allah di Bait Suci.6
Implikasinya sangat mendalam. Paroki St. Faustina tidak perlu “menciptakan”
program pemberdayaan baru. Mereka hanya perlu mengaktivasi makna teologis dari paguyuban mereka sendiri. Gereja
Paroki St. Faustina, sebagai Pusat Kerahiman Ilahi, berfungsi sebagai “Bait Allah”
spiritual bagi keuskupan. Paguyuban “Simeon Hanna” 5 adalah “Zakharia” dan “Hana” modern yang dipanggil
untuk setia “melakukan tugas” di Bait Allah tersebut.1
Data menunjukkan bahwa Paguyuban Simeon Hanna saat ini aktif
dalam “Rampak Sekar” (paduan suara).5 Ini adalah bentuk pemberdayaan “karya” yang sangat baik, serupa
dengan kisah “Ponijah”.1 Namun, spiritualitas inti Simeon, Hana, dan Zakharia melampaui
karya; spiritualitas mereka adalah doa,
adorasi, dan nubuatan.
Oleh karena itu, implementasi Pertemuan II di St. Faustina
adalah Transformasi Peran. Lansia
tidak hanya diberdayakan sebagai pelaku
(koor), tetapi dikukuhkan sebagai pendoa
(subyek spiritual). Paroki St. Faustina memiliki Misa Kerahiman Ilahi dan
Adorasi.4 Paguyuban Simeon Hanna dapat
diberdayakan untuk mengambil peran liturgis utama dalam ibadat-ibadat ini,
misalnya memimpin Doa Koronka Kerahiman Ilahi, mendoakan intensi paroki, atau
mendoakan para peziarah yang sakit. Ini adalah wujud “hidup yang bermakna” 1 yang paling otentik, selaras dengan identitas
paroki (Kerahiman Ilahi) dan identitas paguyuban (Simeon Hanna).
Bagian 3:
Pertemuan Ketiga dan Hubungannya
dengan Kehidupan Bergereja
di Paroki St. Faustina Kowalska
Analisis Materi Pertemuan III: Reksa Pastoral yang
Memberdayakan Orang Lanjut Usia
Pertemuan Ketiga 1 adalah puncak aksi, yang bertujuan “menggagas dan melaksanakan”
reksa pastoral yang menyertakan.1
1.
Model “WARSEN SSMART” (Kolaborasi Holistik): Kisah Kehidupan dari Paroki Sukasari 1 menyajikan model “WARSEN SSMART” (Warga Senior
Sehat, Sukacita, Mandiri, Aktif, Religius, Tangguh).1 Ini adalah model pemberdayaan holistik yang
mencakup kesehatan fisik, mental, finansial, dan spiritual. Dua elemen kunci
dari model ini adalah (1) Kolaborasi lintas-seksi (melibatkan PUKAT/profesional
dan SSV/karitatif) dan (2) Kolaborasi lintas-generasi (“orang muda paroki turut
dilibatkan untuk membantu kegiatan ini”).1
2.
Model “Rut-Naomi” (Kolaborasi Teologis): Bacaan Kitab Suci (Rut 1:1-22) memberikan fondasi teologis yang
sempurna untuk kolaborasi lintas-generasi. Naomi adalah arketipe lansia yang
putus asa; ia kehilangan segalanya dan meminta dipanggil “Mara” (pahit), karena
ia merasa “tangan TUHAN dilayangkan” padanya. Rut adalah arketipe orang muda
yang melakukan komitmen radikal (“Bangsamulah bangsaku dan Allahmu Allahku”)
untuk menyertai lansia tersebut.
Dalam kisah ini, pemberdayaan
(pemulihan hidup Naomi) terjadi karena
solidaritas (kesetiaan Rut).
Kontekstualisasi Pastoral di Paroki St. Faustina
Kowalska
Materi Pertemuan III menyediakan cetak biru yang presisi untuk
Aksi Nyata di Paroki St. Faustina. Surat Gembala Uskup Bogor menyerukan “sinodalitas”
antara “orang muda Katolik yang berbangga dan para lanjut usia yang ceria”.1 Fokus ganda Keuskupan Bogor (APP untuk OMK, AAP
untuk Lansia) 1 menemukan jembatan teologisnya
dalam Pertemuan III ini.
Model “WARSEN SSMART” 1 dan kisah “Rut-Naomi” 1 secara eksplisit menunjukkan bahwa pemberdayaan lansia (tujuan
AAP) adalah tugas yang harus melibatkan OMK (subyek APP).
Oleh karena itu, implementasi Pertemuan III di Paroki St.
Faustina harus berupa Aksi Kolaboratif
Antargenerasi antara OMK Paroki 3 dan Paguyuban Lansia Simeon Hanna.5 Tema AAP, “Reksa Pastoral yang Menyertakan” 1, harus diterjemahkan secara konkret sebagai: OMK
St. Faustina (sebagai “Rut”) yang secara aktif menyertai Paguyuban Simeon Hanna (sebagai “Naomi” yang bijak) dan
para lansia yang terisolasi (sebagai “Naomi” yang “Mara”/pahit).
Aksi nyata yang dapat digagas adalah:
1.
Adopsi Model “WARSEN Kerahiman Ilahi”: Paguyuban Simeon Hanna mengadopsi pilar-pilar WARSEN SSMART
(Sehat, Sukacita, Mandiri, Aktif, Religius, Tangguh).1
2.
Pembentukan Tim “Sahabat Lansia” (OMK “Rut”): OMK paroki membentuk tim khusus (seperti di Sukasari 1) yang bertugas:
1) Menyertai (Logistik): Membantu pelaksanaan kegiatan Paguyuban Simeon Hanna (konsumsi,
transportasi, dokumentasi).
2) Menyertai (Visitasi): Bekerja sama dengan SSV (seperti di Sukasari 1) untuk melakukan kunjungan rutin ke “Simbah H”
(lansia housebound), mendengarkan
kisah mereka (memulihkan martabat “Raja Daud”), dan bersama Pelayan Luar Biasa
(PLB) membawakan Komuni Kudus.
3) Menyertai (Digital): Membantu lansia agar “melek digital” (misalnya, mendaftarkan pada
aplikasi e-Katolik, pendaftaran kegiatan lingkungan dengan google form, dan
lain-lain), sebuah model yang terbukti efektif di beberapa negara seperti di
Slovenia.8
Bagian 4:
Tinjauan Patristik Bapa-Bapa
Gereja Perdana Mengenai Tema dan Ayat Utama
Pendalaman teologis materi AAP 2025 diperkaya dengan meninjau
cara Bapa-Bapa Gereja Perdana (Patristik) menafsirkan teks-teks kunci yang
digunakan.
1 Raja-raja 1:1-21 (Kerapuhan Daud)
Bagi Bapa Gereja, kerapuhan fisik Daud 9 adalah memento
mori (pengingat akan kefanaan). Kedinginan fisik Daud (“tidak merasa hangat”
[1:1]) 9 ditafsirkan sebagai simbol
spiritual. St. Gregorius Agung, misalnya, sering mengkontraskan calor (kehangatan) iman dan amal kasih
dengan frigus (kedinginan) dosa atau
kelalaian. Usia tua Daud yang “dingin” menjadi alegori bahwa kekuasaan,
kekayaan, dan prestasi duniawi tidak mampu memberikan kehangatan sejati di
akhir hayat. Ini memperkuat pesan sentral AAP yang menggemakan Mazmur 71:9, “Janganlah
membuang aku pada masa tuaku” 1, karena isolasi sosial akan menjerumuskan lansia ke dalam “kedinginan”
spiritual.
Berikut kutipan Bapa-bapa Gereja perdana yang lain:
1. St. Yohanes Krisostomus
(349–407)
Tentang menghormati orang tua:
“Hormatilah
usia lanjut, sebab panjang umur adalah berkat Tuhan. Jangan abaikan mereka yang
telah melewati perjalanan yang panjang dalam kehidupan.”
Homilia pada
Surat 1 Timotius 5:1–2
(PG 62, 535)
2. St. Agustinus dari Hippo
(354–430)
Tentang Kristus hadir dalam
mereka yang lemah:
“Apa yang
kamu lakukan kepada yang paling kecil dan paling rapuh dari saudara-saudaramu,
engkau melakukan itu kepada Kristus. Karena Kristus hadir dalam diri mereka
yang membutuhkan pertolongan dan kelembutan.”
Sermon 389,
4
(PL 39, 1711)
3. St. Gregorius Nazianzen
(329–390)
Tentang kewajiban moral merawat
orang tua:
“Janganlah
melupakan mereka yang telah mendahului engkau dalam usia. Sebab engkau
menikmati buah kerja dan kesetiaan mereka. Kasihilah mereka sebagaimana engkau
sendiri ingin dikasihi di masa tuamu.”
Orationes
14, De Pauperum Amore
(PG 35, 865)
Lukas 1:5-25 (Kesetiaan Zakharia dan Elisabet)
Kisah ini sangat disukai Bapa-Bapa Gereja. St. Beda Venerabilis
dan St. Ambrosius membaca kisah ini secara tipologis.
1.
Paralel Abraham-Sarah: Dalam tradisi patristik 13,
kemandulan dan usia lanjut Zakharia -Elisabet dibaca sebagai paralel dengan
kisah Abraham - Sarah dan para leluhur mandul (Ribka, Rahel), sehingga
kelahiran Yohanes tampil sebagai tanda pembaharuan Allah menjelang kedatangan
Mesias. Kemandulan mereka 14 melambangkan kemandulan spiritual Israel (dan umat
manusia) yang menantikan Mesias.
2.
Kesetiaan sebagai Syarat: Bapa-Bapa Gereja memuji
Zakharia dan Elisabet sebagai teladan kesetiaan (faithfulness).10 Kesetiaan mereka dalam menjalankan tugas harian di Bait Allah
[1:8] adalah syarat perlu bagi
penggenapan Janji Allah.
3.
Kebisuan yang Bermakna: St. Ambrosius secara khusus
menafsirkan kebisuan Zakharia sebagai
simbol Perjanjian Lama (Hukum Taurat) yang harus “diam” agar Sang Sabda (Injil, yang dikandung Maria)
dapat berbicara.15
Bagi lansia di Paroki St. Faustina, tafsir ini memberikan
peneguhan agung. Pelayanan mereka di Paguyuban “Simeon Hanna” - meskipun tampak
“sunyi” atau “rutin” seperti pelayanan Zakharia - adalah pelayanan esensial
yang mempersiapkan kedatangan Tuhan di tengah umat.
Berikut catatan Bapa-bapa Gereja Perdana yang lain:
1. St. Ambrosius dari Milan
(339–397)
Saat menjelaskan kisah Elisabet
mandul dan telah tua, ia menulis:
“Kemandulan
itu bukanlah kekurangan nature, melainkan rahasia iman: sehingga apa
yang tampak mustahil bagi manusia, dianugerahkan oleh Allah.”
Ambrosius,
Expositio Evangelii secundum Lucam I, 23
(PL 15, 1554)
Artinya:
Usia lanjut tidak menghalangi
karya Tuhan. Bukan usia yang menentukan berbuah atau tidak — tetapi rahmat.
2. St. Agustinus dari Hippo
(354–430)
Berbicara tentang doa Zakaria
yang tampaknya lama tidak dijawab:
“Tuhan
menunda, bukan menolak; supaya kerinduan kita bertumbuh, dan kasih kita menjadi
lebih besar.”
“Tardat
Dominus, non negat; ut crescat desiderium, crescat amor.”
Sermon 61, 4
(PL 38, 409)
Artinya:
Keterlambatan bukan suatu penolakan
(seperti pepatah: cepat ada yang dikejar, lambat ada yang ditunggu).
Tuhan bekerja dengan ritme-Nya,
bukan ritme kita.
3. Paus St. Gregorius Agung
(540–604)
Mengomentari kebisuan Zakaria:
“Ketika
seseorang memasuki misteri Allah, ia belajar untuk diam, sebab ada
hal-hal yang hanya dapat dipahami dalam kesunyian.”
Homiliae in
Evangelia VI, 1.
(PL 76, 1097)
Artinya:
Masa tua dapat menjadi masa
keheningan yang subur - tempat Tuhan berbicara lebih dalam.
Rut 1:1-22 (Solidaritas Rut dan Naomi)
Tafsir patristik atas Kitab Rut memiliki implikasi eklesiologis
(tentang Gereja) yang mendalam. Rut, seorang perempuan Moab (bangsa
non-Yahudi), dipandang oleh Bapa Gereja (seperti St. Hieronimus dan St.
Agustinus) sebagai alegori Ecclesia ex
Gentibus - Gereja yang lahir dari bangsa-bangsa kafir.16
Pertanyaannya menjadi soteriologis (menyangkut keselamatan):
Bagaimana Rut (bangsa kafir) dapat masuk ke dalam garis silsilah Kristus?
Jawabannya: Melalui tindakan iman radikal dan solidaritas antargenerasi. Rut “diselamatkan”
dengan cara “melekat” (dabaq) pada
Naomi (lansia yang pahit/”Mara”) dan mengadopsi Allahnya.
Implikasi pastoralnya jelas: relasi antara OMK (Rut) dan Lansia
(Naomi) bukan sekadar aksi sosial karitatif. Ia adalah aksi soteriologis. OMK (“Rut”) menemukan identitas, panggilan, dan
bahkan “keselamatan” mereka justru
ketika mereka berkomitmen untuk merawat, menghidupi, dan menyertai generasi lansia (“Naomi”) yang mungkin telah putus asa.
Ini adalah argumen teologis terkuat untuk program antargenerasi di Paroki St.
Faustina.
Terakhir, Ketika Naomi
memutuskan pulang ke Betlehem dan menyuruh kedua menantunya kembali ke keluarga
masing-masing, Rut menolak
berpisah dan mengucapkan kata yang menjadi salah satu deklarasi
kesetiaan terbesar dalam Alkitab:
“Ke mana
engkau pergi, aku pun akan pergi;
di mana
engkau tinggal, aku pun akan tinggal;
bangsamu
akan menjadi bangsaku
dan Allahmu
akan menjadi Allahku.”
(Rut 1:16)
Berikut catatan Bapa-bapa Gereja Perdana yang lain:
1. St. Hieronimus (Jerome)
(347–420)
Dalam komentarnya tentang Kitab
Rut:
“Rut bukan
hanya mengikuti Naomi, tetapi memulihkan martabatnya, sebab kasih
yang setia memiliki kekuatan untuk membangkitkan yang rapuh.”
Commentarius
in Librum Ruth, Prologus
(PL 25, 1093)
Artinya:
Pendampingan sejati bukan karena
rasa kasihan semata, tetapi pemulihan martabat.
2. Origenes (185–253)
Dalam homili awal tentang Rut:
“Rut
memanggul usia Naomi, bukan dengan tangan, tetapi dengan kasih. Kasih
seperti ini membuat dua jiwa menjadi satu dalam Tuhan.”
Homilia in
Ruth I, 6
(PG 12, 485)
Artinya:
Relasi yang baik adalah penopang
kehidupan, bukan hanya bantuan materi.
3. St. Basilius Agung
(329–379)
Tentang kasih yang menyertai yang
lemah:
“Jangan
abaikan mereka yang kekuatannya telah pudar, sebab mereka
telah mengajarkan kita bagaimana hidup.”
Homilia de
Caritate, VI
(PG 31, 328)
ADDITIONAL
Bagian 5:
Contoh Aktual Reksa Pastoral
Lansia Katolik di Luar Negeri
Analisis komparatif terhadap praktik pastoral lansia di Gereja
Katolik global memberikan model konkret yang dapat diadaptasi oleh Paroki St.
Faustina Kowalska untuk mewujudkan tema AAP 2025.
Studi Kasus 1: Model Jaringan Dukungan Lokal (Eropa
Tengah)
Negara-negara Eropa yang mengalami penuaan populasi lebih cepat
telah mengembangkan model yang fokus pada struktur dan kualitas.
1.
Hungaria: Meluncurkan “program pelatihan
khusus untuk relawan” yang bekerja dengan lansia. Tujuannya adalah membangun “jaringan
dukungan lokal” yang terampil.8
2.
Jerman: Konferensi Waligereja Jerman
menekankan perlunya “kehadiran pastoral yang konstan dan berkualitas” di
panti-panti wreda (nursing homes).8
Adaptasi: Paroki St. Faustina dapat menggabungkan kedua model ini.
Menggunakan model Hungaria untuk melatih tim OMK/”Sahabat Lansia” agar memiliki
keterampilan dasar pastoral (mendengar aktif, penanganan darurat, pelayanan
sakramental). Kemudian, menerapkan prinsip Jerman dengan memastikan visitasi ke
lansia housebound bersifat “konstan
dan berkualitas”, bukan hanya seremonial setahun sekali.
Studi Kasus 2: Model Integrasi Antargenerasi
(Irlandia dan Australia)
Model ini fokus pada pemutusan silo antargenerasi.
1.
Irlandia: Secara strategis
mengintegrasikan pastoral lansia dengan pendidikan, di mana “Hari Kakek-Nenek
Sedunia” dirayakan secara aktif di sekolah-sekolah
Katolik untuk memperkuat ikatan “Rut-Naomi” sejak dini.8
2.
Australia (Keuskupan Broken Bay): Menyediakan panduan praktis untuk paroki dalam mendirikan “Seniors
Ministry”.7 Prosesnya dimulai dengan
asesmen sederhana (“Apa yang diinginkan lansia kita?”) dan dilanjutkan dengan
aksi konkret seperti merayakan ulang tahun dan ulang tahun pernikahan lansia,
serta mengorganisir kunjungan Komuni dan visitasi sosial secara teratur.7
Adaptasi: Model Keuskupan Broken Bay 7 adalah cetak biru yang paling praktis dan dapat segera direplikasi
oleh Paroki St. Faustina sebagai tindak lanjut Pertemuan III. Model Irlandia
memberikan visi jangka panjang untuk menjalin kemitraan antara Paguyuban Simeon
Hanna dengan sekolah-sekolah Katolik di wilayah Tajur Halang/Bojonggede.
Studi Kasus 3: Visi Global Martabat Lansia (Vatikan)
Visi global Gereja ditegaskan melalui inisiatif seperti “The
Anna Trust” (2025), sebuah kolaborasi antara Vatikan dan Conrad N. Hilton
Foundation.17 Program ini berfokus pada “penuaan
yang sehat dan bermartabat” (dignified
aging) bagi para religius lansia. Paus Fransiskus, yang menginspirasi
proyek ini, dikutip menekankan pentingnya menghormati “kebijaksanaan orang
lanjut usia” (wisdom of elderly people).17
Adaptasi: Ini menegaskan kembali filosofi inti AAP 2025: lansia bukanlah “masalah”
yang harus diselesaikan (Pertemuan I), melainkan “sumber kebijaksanaan” dan “sumber
daya iman” (seperti Zakharia, Simeon, dan Hana) yang harus diberdayakan dan
disertakan (Pertemuan II dan III).1
Referensi:
1.
AAP-2025-Keuskupan-Bogor-Lembar-Dewasa-Pertemuan-1.pdf
2.
About Us - PAROKI SANTA FAUSTINA KOWALSKA, https://ikogiggs.andrainternational.com/about-us/
3.
Profil Gereja Paroki Santa Faustina Kowalska Tajur Halang, Ada
Jalan Salib Kerahiman dan Rumah Abu - Katolik Indonesia, https://katolikindonesia.org/?p=48135
4.
PAROKI SANTA FAUSTINA KOWALSKA,
https://ikogiggs.andrainternational.com/
5.
Rampak Sekar 75 Tahun Keuskupan Bogor | Sabtu 25 Mei 2024 pk
..., https://www.youtube.com/watch?v=CKlXUKHrnio
6.
Perayaan Pesta Nama Paguyuban Lansia Simeon Hanna Dekanat
..., https://keuskupanbogor.org/2024/02/03/perayaan-pesta-nama-paguyuban-lansia-simeon-hanna-dekanat-utara/
7.
Seniors Ministry - Catholic Diocese of Broken Bay, https://www.bbcatholic.org.au/mission/life-marriage-and-family/life-issues/seniors-ministry
8.
Pastoral care of the elderly: in dialogue with the Churches in
Asia ..., https://www.laityfamilylife.va/content/laityfamilylife/en/news/2025/pastorale-degli-anziani--in-dialogo-con-le-chiese-di-asia--ocean.html
9.
1 Kings 1:1 Study Bible: Now king David was old and advanced in
years; and they covered him with clothes, but he couldn't keep warm. - Bible
Hub, https://biblehub.com/study/1_kings/1-1.htm
11.
Luke 1:5-25, Sabda.org, https://alkitab.sabda.org/passage.php?passage=luk%201:5-25
12.
1 Kings 1 Commentary - Precept Austin, https://www.preceptaustin.org/1-kings-1-commentary
13.
Thomas Aquinas, THE CATENA AUREA, GOSPEL OF SAINT LUKE, https://isidore.co/aquinas/english/CALuke.htm
14.
St. Ambrosius, Expositio Evangelii secundum Lucam
15.
Ambrose of Milan on Luke 1:26 - Catena Bible &
Commentaries, https://catenabible.com/com/585b6d619ac03ecd4b8e729a
16.
Ruth shows family to be at the center of God's plan - Catholic
Culture, https://www.catholicculture.org/commentary/ruth-shows-family-to-be-at-center-gods-plan/
17.
The Conrad N. Hilton Foundation Announces The Anna Trust for
Elderly Catholic Sisters, https://www.hiltonfoundation.org/news/the-conrad-n-hilton-foundation-announces-the-anna-trust-for-elderly-catholic-sisters/
Komentar