Kamis, 25 September 2008

Vladimir Soloviev dalam "Gereja Rusia dan Kepausan Roma"

The Russian Church and the Papacy
(Gereja Rusia dan Kepausan Roma)

by Vladimir Soloviev
Edited by Fr. Ray Ryland
Publisher - Catholic Answers, 2001.

Diterjemahkan oleh Leonard T. Panjaitan dari :
http://credo.stormloader.com/Reviews/russchur.htm

Lembaga Catholic Answers telah menerbitkan kembali karya besar Vladimir Soloviev yang berjudul “Rusia dan Gereja Universal”. Ini sebuah masterpiece dari seorang filsuf besar Rusia, yang pernah hidup dari tahun 1853 -1900. Maha karya Soloviev ini ditulis dalam bahasa Perancis untuk menghindari sensor dari Tsar Rusia pada saat itu, dan kemudian volume bukunya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Herbert Rees tahun 1948, dan telah diterbitkan kembali dengan judul di atas. Buku cetak ulang ini kemudian diedit oleh Fr.Ray Ryland. Beberapa bagian buku tersebut dipotong karena tidak berhubungan langsung dengan konsep Vladimir Soloviev tentang doktrin Katolik, yang mana Soloviev menekankan perlunya sosok Kepausan untuk persatuan visible [kasat mata] dari GerejaNya. Selanjutnya Soloviev menekankan perlunya independensi Gereja dari pengaruh penguasa negara. Maha karya “Gereja Rusia dan Kepausan Roma” memperjelas mengapa Soloviev, seorang pemikir dan filsuf yang jenius, dinobatkan sebagai “nabi persatuan Katolik-Orthodoks”.

Dalam pengantarnya, Dr.Scott Hahn menyatakan bahwa Paus Yohanes Paulus II memperkenalkan Soloviev dalam Ensikliknya “Fides et Ratio” [Iman dan Akal] sebagai seorang pemikir Kristen yang termasyur dan menyatakan karyanya sebagai karya “profetik”. Di kata pendahuluannya, Fr.Ryland secara mengagumkan menangkap pesan sentral karya Soloviev yang mengguncangkan dasar kaum Orthodoksi Rusia yang anti Katolik.

Warisan luar biasa dari Vladimier Soloviev terdiri 3 [tiga] dalil sederhana yakni sbb :

1. Yesus Kristus mendirikan jurisdiksi universal disertai sebuah otoritas atau ajaran Paus yang tak bisa salah [infallible] sebagai sebuah karunia bagi GerejaNya.
2. Terpisah dari kepausan, maka Gereja-gereja Timur akan selalu tetap seperti apa adanya : bersifat etnis, merupakan gereja-gereja nasional, independen secara total dan terpecah-pecah.
3. Hanya dalam persatuan dengan Roma maka Gereja-gereja Timur yang terpisah ini menjadi benar-benar Katolik.

Jarang sekali, kalapun ada, doktrin Katolik tentang Gereja dinyatakan lebih komprehensif dan lebih persuasif dalam sebuah konteks apologetik kecuali oleh Vladimir Soloviev.

Dalam kata pengantarnya, Kardinal Austria Christophe Schonborn menekankan keyakinan mendalam dari Soloviev bahwa dalam mendirikan Gereja di atas Petrus si Batu Karang, maka Kristus mendirikan Primacy [hak keutamaan] agar menjadi sebuah ekspresi sebagai “institusi unik dari sifat kebapaan universal dalam Gereja”.

Perjalanan spiritual Soloviev dari seorang materialis tingkat bawah di usia 13, lalu menuju pembaharu iman dalam Allah dan Kristus, disertai dengan misi mistik untuk merestorasi persatuan antara Gereja Katolik dan Gereja Orthodoks Bizantin, merupakan sesuatu yang mempesonakan. Dalam otobiografi singkatnya tahun 1887, Soloviev mengakui bahwa tujuan hidupnya adalah untuk persatuan Gereja dan rekonsiliasi antara Judaisme dan Kekristenan. Dalam karya apologetik klasiknya, “Rusia dan Gereja Universal” ini, yang ditulis tahun 1889, Soloviev secara penuh mengembangkan tema yang akan membawanya menjadi seorang “the Russian Newman” [Newman dari Rusia – mengambil sosok Kardinal John Henry Newman, seorang convert dari Anglikan – red].

Soloviev mencela adanya “keadaan agama yang menyedihkan” di Rusia, dimana Gereja diperbudak oleh despotisme Tsar, selain itu negaranya berada dalam isolasi dari masyarakat Eropa Barat, dan kendornya Gereja Orthodoks Bizantin dalam skisma dari Tahta Petrus, yang merupakan pusat persatuan Gereja Universal.

Defisiensi [kurang gizi-red] dari kaum “Orthodoksi yang anti-Katolik”, mengakibatkan dalam “Gereja Timur saat ini menjadi cacat dan terpecah-pecah”, maka dia melihatnya seperti berada dalam “pelemahan umum organisasi Gereja yang kasat mata di bumi ini”. Soloviev tanpa ampun mengekspos kesalahan-kesalahan [errors] dari kaum anti Katolik kontroversialis, seperti Slavophile Alexei Khomiakov. Penyangkalan mereka terhadap beberapa doktrin Katolik menurutnya :

“tidak terdapat pada otoritas gerejawi apapun yang diterima oleh segenap Gereja Orthodox sebagaimana mengikat dan tidak bisa salah. Tidak ada konsili ekumenis yang telah mengutuk atau memberikan penghakiman atas doktrin-doktrin Katolik yang di-anatema-kan oleh kaum kontroversialis tersebut” [hal.60].

Terhadap tuntutan yang tiada akhirnya dari para penentangnya bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya Kepala Gereja, maka Soloviev menjawab :

“Apabila Yesus bagi mereka merupakan Kepala yang berkuasa, maka tentunya mereka akan mematuhi kata-kataNya. Namun yang terjadi, apakah ini sebuah kepatuhan kepada Sang Baginda [dhi Yesus] yang membuat mereka memberontak melawan penjaga yang kepadanya Yesus telah menunjuk ?” [hal.200].

Meditasi yang mendalam terhadap teks-teks Injil yang berkaitan dengan Petrus, bersama dengan evaluasi yang teliti dari berbagai fakta sejarah Gereja sampai kepada tinjauan hubungan antara St. Paus Leo Agung dengan Gereja Timur, membawa Soloviev pada kesimpulan :

“Sampai saat ini Kepausan Roma bukanlah sebuah perampasan kuasa yang sewenang-wenang namun sebuah perkembangan prinsip yang legal dan bersifat penuh sebelum adanya perpecahan Gereja, dan terhadap masalah ini Gereja tidak pernah protes….Dalam masa-masa itu, Gereja Orthodox Yunani menyadari bahwa dirinya adalah bagian hidup dari Gereja Universal, yang dengan jelas terikat kepada pusat persatuan, yakni Gereja apostolik Petrus” [hal.90].

Vatican Larang Penggunaan Nama "Yahweh"

Petunjuk Vatikan : “Yahweh” Tidak Tepat Digunakan Dalam Liturgi

Diterjemahkan oleh Leonard T. Panjaitan dari : http://www.catholicculture.org/news/features/index.cfm?recnum=60153

13 Agustus 2008 (CWNews.com) - Vatikan telah memutuskan bahwa Nama Allah, yang umumnya dimaksud sebagai “Yahweh”, tidak boleh diucapkan dalam liturgi Katolik.
Petunjuk Vatikan tidak mewajibkan adanya perubahan apa pun dalam bahasa liturgi, karena Nama Allah tidak dicantumkan dalam terjemahan resmi Misa Romawi. Tetapi sebagian lagu mungkin dianggap tidak tepat dalam penggunanannya dalam liturgi.

Konggregasi Ibadat Suci, dalam mengeluarkan petunjuk baru ini, mengingatkan para uskup bahwa dalam tradisi Yahudi, dimana umat Kristen perdana mengadopsinya, bahwa ketika itu umat beriman menghindari pengucapan Nama Allah. Petunjuk Vatikan juga menjelaskan bahwa “sebagai sebuah ungkapan kebesaran dan keagungan Allah yang tak terbatas, maka nama tersebut tetap dipertahankan untuk tidak boleh diucapkan”.

Dalam hal Nama Allah, orang-orang Yahudi yang saleh menggunakan empat tetragammaton YHWH, atau menggantikannya dengan istilah “Adonai” atau “Tuhan”. Umat Kristen pertama melanjutkan praktek ini, kutip Vatikan.

Konggregasi Ibadat Suci mengamati bahwa penyebutan “Tuhan” dalam teks Kitab Suci mengikuti praktek tersebut. Jadi ketika St. Paulus berdoa agar “setiap lidah mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan,” maka surat Vatikan mengatakan bahwa pernyataan St. Paulus itu “berkaitan dengan tepat kepada pernyataan ke-ilahian [Kristus]”.

Kitab Suci merefleksikan tradisi Yahudi dan Nama Allah tidak dicantumkan dalam terjemahan resmi Katolik. Instruksi Vatikan ini menyatakan bahwa bahasa liturgis harus dengan teliti mengikuti teks-teks Kitab Suci, sehingga Firman Allah “diperbincangkan dan disebarluaskan dalam sikap yang taat dan utuh”.

Tetapi, instruksi ini mencatat, bahwa “dalam tahun-tahun terakhir praktek ini telah masuk secara sembunyi-sembunyi”, dalam hal penggunaan Nama Allah dan pencantuman tetragammaton. Dengan demikian, menurut Vatikan, praktek tersebut harus dihindari dalam liturgi Katolik.

Efek dari petunjuk Vatikan ini harus menjadi jelas dalam pemilihan lagu-lagu, karena beberapa musik liturgi kontemporer menyalahgunakan kebijakan Vatikan dengan menyebutkan Nama Allah. Kebijakan Vatikan ini juga mencakup perhatian dalam rangka persiapan elemen-elemen variabel liturgi, seperti Doa Umat Beriman.

Surat dari Konggregasi Ibadat Suci, bertanggal 29 Juni 2008, ditandatangani oleh Kardinal Francis Arinze dan Uskup Agung Malcom Ranjith, masing-masing sebagai prefek dan sekretaris konggregasi tersebut.

Dalam surat bertanggal 8 Agustus 2008 kepada uskup-uskup dalam hirarki AS, yang disiarkan dalam petunjuk Vatikan ini, Uskup Arthur Serratelli – Ketua Komite Liturgi Konferensi Uskup AS – menyambut baik instruksi Vatikan ini, dengan mengatakan bawah “petunjuk tersebut membantu menekankan pada akurasi teologis dari sisi bahasa dan merupakan suatu penghormatan yang tepat bagi Nama Allah”.

Senin, 22 September 2008

Contra Haereses Kristen Tauhid

Contra Haereses Kristen Tauhid
[Melawan Kesesatan Kristen Tauhid]
Ket : dhi = dalam hal ini

By Leonard T. Panjaitan

Jawaban buat Jestia – Pengikut Ajaran Frans Donald

Pertama-tama terima kasih anda telah memberikan komentar yang menarik tentang keragu-keraguan anda dalam menilai keilahian Yesus. Kebingungan anda dalam menilai apakah Yesus adalah Allah atau Mesias disebabkan anda menggunakan teknik idiosinkratik yang ketat dalam menafsirkan kitab suci. Ketidakteraturan atau kejanggalan beberapa ayat dalam Perjanjian baru tidak menafikan pesan sentral Injil bahwa Yesus sesungguhnya adalah Allah. Hal ini menunjukkan kejujuran setiap penulis atas setiap peristiwa dalam Perjanjian Baru secara alamiah. Penggambaran para penulis terhadap peristiwa yang dilakukan oleh Yesus sebenarnya tidak merupakan suatu rekayasa atau skenario para murid-muridNya seakan-akan Yesus adalah Allah sebagaimana yang dituduhkan oleh para penghujat Yesus. Dengan demikian apabila terdapat beberapa ayat yang kelihatannya “berisiko” atau “mudah” untuk diputarbalikkan maka sesungguhnya hal ini tidak serta-merta meruntuhkan tembok iman. Pada akhirnya yang harus diuji adalah karya keselamatan Yesus termasuk semua mujizat-mujizatNya. Pada akhirnya pula objektivitas ribuan orang yang bertobat memeluk iman Kristen karena mereka mendambakan keselamatan yang diwujudkan oleh Sang Mesias sendiri.

Maka dari itu, orang-orang semacam Frans Donald pada akhirnya akan terjebak sendiri dalam mengukur Misi dan Karya Yesus dalam menyebarkan kerajaanNya atas dasar cinta tanpa batas di muka bumi ini. Frans Donald cs atau pun mereka yang “murtad” dari ajaran Trinitas Maha Kudus sangat menitikberatkan pada tafsiran individu yang kaku, egoistik dan rasional. Padahal orang-orang semacam ini bukanlah saksi peristiwa dari kehidupan Yesus 2.000 tahun lalu. Mereka adalah segerombolan orang yang terpikat oleh inspirasi Injil-injil palsu sehingga berniat menguras samudera kekayaan Injil. Mereka rupanya bosan mempertimbangkan sumber-sumber utama saksi sejarah Yesus yang valid dan solid. Mustahil !

Teologi Frans Donald cs hanya mendasarkan pada hal-hal kecil yang dibesar-besarkan. Sementara hal-hal besar dikecil-kecilkan. Makanya Frans Donald tak mau mengutip ayat-ayat yang justru memainkan porsi yang sangat besar dalam misi dan karya Yesus di bumi. Bahwa Yesus ditangkap, difitnah dan dianiaya secara tak terperikan oleh imam-imam Yahudi [melalui kolaborasi dengan Romawi] oleh karena Dia menjelaskan diriNya sendiri sebagai Mesias, Anak Allah yang hidup. Dalam tradisi Yahudi, Yesus dianggap sebagai penghujat karena menyetarakan DiriNya dengan Yahweh, sebagaimana diakui Yesus sebagai BapaNya sendiri. Dan memang itulah yang sebenarnya terjadi. Hal ini tergambar dalam Injil Yohanes, sbb :

26:59 Imam-imam kepala, malah seluruh Mahkamah Agama mencari kesaksian palsu terhadap Yesus, supaya Ia dapat dihukum mati,
26:60 tetapi mereka tidak memperolehnya, walaupun tampil banyak saksi dusta. Tetapi akhirnya tampillah dua orang,
26:61 yang mengatakan: "Orang ini berkata: Aku dapat merubuhkan Bait Allah dan membangunnya kembali dalam tiga hari."
26:62 Lalu Imam Besar itu berdiri dan berkata kepada-Nya: "Tidakkah Engkau memberi jawab atas tuduhan-tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?"
26:63 Tetapi Yesus tetap diam. Lalu kata Imam Besar itu kepada-Nya: "Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak."
26:64 Jawab Yesus: "Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit."
26:65 Maka Imam Besar itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: "Ia menghujat Allah. Untuk apa kita perlu saksi lagi? Sekarang telah kamu dengar hujat-Nya.
26:66 Bagaimana pendapat kamu?" Mereka menjawab dan berkata: "Ia harus dihukum mati!

Kalau Yesus hanya sebagai malaikat khusus/eksklusif dibandingkan dengan mahluk malaikat yang lain, atau Yesus sebagai ciptaan khusus Allah yang pertama, atau Yesus sebagai nabi khusus tanpa melihat jati diri ke-ilahian-Nya maka Yesus tentunya tidak akan dihukum mati. Selain itu, dalam praktek pengajaranNya, Yesus memberikan moralitas baru terhadap hukum-hukum Yahudi yang kemudian menjadi batu sandungan bagi kaum Farisi dan Saduki, sebagai contoh masalah hari Sabath, makan dengan orang-orang najis dsb. Selain itu sungguh aneh bahwa Frans Donald di bukunya itu banyak mempertautkan tafsir Injil dengan ayat-ayat Al-Quran. Hal ini sungguh membingungkan ! Ibaratkan saya yang dengan mata berminus tiga, disuruh memakai kacamata orang lain yang berminus enam. Jadi pola inter-linearis tafsiran Frans Donald sungguh melenceng dari standard tafsiran yang baku. Selain itu, dia mengklaim tafsirannya pada sandaran sola scriptura, yang mana sola scriptura sendiri sebenarnya sama sekali tidak alkitabiah. Di bagian mana Alkitab mengajarkan bahwa HANYA dengan Alkitab kita dapat diselamatkan ? Baca baik-baik bung ! Sungguh memalukan ! Anda mabuk dalam semangat yang berlebihan.


Anda tidak mau melihat catatan-catatan atau kesaksian langsung para Rasul dan murid-muridnya sebagai sumber pertama dalam menilai Yesus secara objektif. Dengan demikian sejarah atau historitas Yesus sebagai pembawa keselamatan atau pembawa air hidup tidak dapat anda lihat dalam bingkai yang utuh. Anda menilai Yesus dalam bingkai pemahaman sejarah kontemporer yang menitikberatkan pada kebebasan berpikir tanpa dasar iman yang kokoh. Hal ini dapat dimaklumi karena anda dan mereka itu adalah buah-buah dari perpecahan Gereja yang sangat fatal. Mereka yang hidup dalam kerajaan tanpa akar juga pada akhirnya akan goyah apabila mendapatkan serangan-serangan seperti ini. Ya, mereka hidup dalam kerajaan mengapung akibat disunitas Gereja. Oleh sebab itu maka tafsiran anda tentang Yesus sebagai seorang humanis belaka atau nabi terhormat tanpa embel Mesianik membawa anda dalam sebuah ideologi iman yang korup. Hal ini dapat dianalogikan sbb :

1. Anda tidak menyetujui bahwa presiden pertama RI adalah Soekarno. Anda menafsirkan sendiri konstitusi [UUD 45] atau catatan sejarah resmi RI [Arsip Nasional] sebagai sesuatu yang tidak berdasar [non historis]. Anda menuduh Soekarno hanya sebagai salah satu pemimpin rakyat yang menggelorakan kemerdekaan. Anda tidak percaya pada pelaku sejarah lainnya seperti M.Hatta, Syahrir, Agus Salim atau tokoh-tokoh pergerakan nasional ketika itu bahkan Sidang BPUPKI/PPKI. Mereka inilah yang mengesahkan Soekarno sebagai Presiden Pertama RI. Soekarno tidak harus mengklaim dirinya sendiri sebagai presiden pertama RI karena jabatan tersebut memang sudah diamanatkan kepadanya secara sah melalui proses yang demokratis pada saat itu.

2. Di-ibaratkan UUD atau konsitusi Negara sinonim dengan Alkitab maka alih-alih kebebasan berpikir maka setiap warga Negara berhak menafsirkan pasal-pasal dalam UUD tersebut. Padahal ada lembaga resmi yang memiliki otoritas konstitusional yang berhak menafsirkan UUD yakni : MPR/DPR selaku lembaga legislatif yang membuat UU. Hal ini sama saja dengan Alkitab. Pertanyaannya apakah setiap warga Negara berhak menafsirkan UUD sekalipun dia memiliki kebebasan berpikir ? Jawabannya adalah TIDAK. Karena setiap pemikiran yang berbeda-beda akan menghasilkan kekacauan yang massif dan menganggu stabilitas Negara. Kalau ini terjadi tentu tentara akan terlibat untuk menangkap dan menghukum ybs.

3. Sebaliknya, tafsiran-tafsiran Alkitab yang beranekaragam itu telah menimbulkan perpecahan Gereja yang dasyat. Ribuan denominasi gereja mengklaim diri sebagai yang paling benar, termasuk Anda dan mereka itu. Jadi siapa yang memiliki otoritas menafsirkan isi Kitab Suci ? Sama seperti MPR/DPR maka lembaga resmi yang berotoritas menafsirkan Ajaran-ajaran Tuhan Yesus adalah Gereja. Lalu Gereja yang mana ? Jawab : Gereja yang didirikan Yesus di atas batu karang [dhi. St.Petrus] dan rasul-rasul lainnya. Jadi spesifiknya Gereja yang mana ? Gereja Roma Katolik dan gereja-gereja Orthodox dalam kesatuan dengan Gereja Roma. Maka bayangkanlah kalau Gereja yang diberi mandat oleh Yesus itu memiliki sebuah kekuatan militer untuk menangkapi dan menghukum mereka yang mengujat ke-ilahian Yesus. Dapatkah anda lari dari kejaran aparat hukumnya ? Tetapi bersyukurlah atas tebusan kurban Yesus yang berbelas kasih, karena demikianlah engkau masih bisa menghirup udara segar secara gratis hingga saat ini.

4. Sekarang apabila saya balik pertanyaan Frans Donald cs, atas OTORITAS apakah kalian menyatakan bahwa Yesus bukanlah Allah atau Mesias sesembahan kaum Kristen [yang taat dalam Roh dan Kebenaran] ?? Apakah pantas Kitab Suci Kristen [dhi. PL dan PB] ditafsirkan melalui otoritas lain selain Gereja ?? Hal ini sama saja dengan menafsirkan Konstitusi RI UUD 1945 melalui otoritas kongres Amerika. Sangat tidak masuk akal bukan ! Dengan kata lain, Alkitab harus ditafsirkan melalui terang imanNya atau terang iman Gereja, dan BUKAN oleh terang iman orang lain apalagi orang sesat. Dengan demikian Alkitab memiliki wibawanya sendiri dari sumber-sumber original yang bersifat kanonik seperti yang telah ditetapkan oleh Bapa-bapa Gereja perdana dan Sidang-sidang Konsili kudus ketika memproses kanonisasi Kitab Suci.

5. Baiklah, saya mencoba menjawab pemutarbalikkan anda berkaitan dengan Matius 28:18. Frase “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi” ini menyatakan bahwa Yesus sebagai Mesias yang memiliki kuasa penuh baik di surga maupun di bumi. Penggambaran figure Mesias harus bersifat menerima kuasa dari Allah Yang Maha Tinggi. Dia harus diurapi oleh Allah sendiri. Tetapi istilah “Kepadaku….dst” bukan berarti Yesus pasif dan merupakan objek penerima kuasa dari Allah sehingga Dia bukanlah Allah yang harus disembah. Hal ini hanya menegaskan pola hubungan mesianik karena Yesus berbicara dalam bahasa manusia. Syarat hubungan mesianik adalah pola hubungan subjek-objek; si pemberi-penerima; pengutus-utusan; bapa-anak. Namun hal ini bersifat dualitas yang tunggal yang BUKAN menggambarkan adanya hubungan atasan-bawahan; majikan-hamba atau pencipta-ciptaan. Dengan kata lain si pemberi dan si penerima kuasa berada dalam SATU KUALITAS yang sama atau sederajat. Tentu kualitas yang sama ini tidak dapat dicapai oleh seorang nabi tanpa status yang unik dan derajat yang tinggi. Oleh sebab itu maka dalam pengurapan Mesias tadi, Yesus harus memiliki satu kesatuan hubungan secara Roh atau satu esensi dengan BapaNya. Maka dari itu, Yesus tidak berbicara dirinya seperti ini : “Kepada-Ku telah diberikan kuasa oleh diriKu sendiri”. Ini akan menjadi rancu karena Logos masih tinggal dalam daging. Atas dasar hal-hal tersebut maka justru Matius 28:18 bersifat jujur dan manusiawi. Karena kalau tidak, maka tidak ada istilah “Mesias” atau Mesias bukanlah “Mesias”. Oleh sebab itu maka sebaiknya anda tidak mencomot ayat sana-sini tanpa mempertimbangkan konteks ayat-ayat lainnya khususnya dalam perjanjian lama. Penggambaran “Kepada-Ku….dst” dapat diperbandingkan dengan Yesaya 42 : 1 – 4, sebagaimana berbunyi : “Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa dst…” Begitu juga dengan Maleakhi 3:1-5, berbunyi : “Lihat, Aku menyuruh Utusan-Ku, supaya ia mempersiapkan jalan di hadapan-Ku ! Dengan mendadak Tuhan yang kamu cari itu akan masuk ke bait-Nya ! Malakait Perjanjian yang kamu kehendaki itu, sesungguhnya, Ia datang, firman Tuhan semesta Alam…dst”. Dari perikop-perikop tersebut di atas maka menyembah Yesus adalah setara dengan menyembah Bapa yang mengutusNya. Karena Firman Allah telah melekat pada pribadi [hypostasis] Yesus sebagai Sang Firman itu sendiri. Di samping itu, Yesus adalah manusia yang sangat rendah hati. Dia tidak perlu meminta hormat dari manusia untuk menyembahNya. Dia mencukupkan diriNya sendiri. Dia bahkan rela mengosongkan diriNya sendiri agar kita mau menerima rencana keselamatanNya. Keputusan untuk menyembah Yesus adalah karena kita memang patut menyembahNya karena Dia adalah Sang Logos atau kepenuhan dari Sang Firman itu sendiri. Dia adalah Kalimahtullah, alias Sabda Allah. Dan begitulah seharusnya !

6. Menjawab Wahyu 13, bahwa Yesus berkali-kali berbicara mengenai “Allah”-nya ketika Dia berada di Surga. Maka jawabannya : Wahyu 13 dan secara umum keseluruhan Kitab Wahyu sebenarnya telah digenapi dalam Liturgi Ekaristi kudus. Segala lambang-lambang, angka-angka, bilangan-bilangan, termasuk binatang-binatang adalah penggambaran hikmat dari Liturgi itu sendiri atau Misa Kudus. Oleh sebab itu, saya tidak mau mengulasnya panjang lebar di sini. Silahkan baca artikel di http://ourunity.blogspot.com/search/label/Biblika tentang penafsiran Kitab Wahyu secara komprehensif. Artikel tersebut diambil dari tulisan Scott Hahn yang mereaktualisasikan pemikiran Bapa-bapa Gereja perdana dan ajaran Gereja Katolik/Orthodox. Ringkasnya, Kitab Wahyu sebenarnya berbicara hal yang sangat sederhana yakni Yerusalem Surgawi yang adalah Gereja itu sendiri beserta perangkat-perangkat liturgisnya. Dengan kata lain, Gereja adalah kerajaan Allah di bumi ini dengan sentral kerajaan adalah perjamuan Anak Domba Allah dalam Liturgi Ekaristi Kudus [Komuni Pertama].

7. Perlu diketahui bahwa St. Yohanes penulis kitab ini harus banyak menggunakan bahasa symbol dan kode karena situasi pada jamannya saat itu harus memaksanya demikian. Hal ini kemungkinan karena masa penganiyaan kaisar Nero sehingga surat-surat St.Yohanes Rasul kepada tujuh Gereja/Jemaat harus disamarkan pesan-pesannya sehingga dapat sampai kepada tujuan. Dalam kitab wahyu Yerusalem lama telah mati dan ia hanyalah bait Allah di jaman dulu dan sekarang menjelma sebagai sinagoga Yahudi di kota Yerusalem – Palestina saat ini. Yerusalem baru adalah Gereja yang diwariskan oleh para Rasul kepada generasi pertama dan seterusnya [dhi. secara tradisi-apostolik] hingga saat ini dan saat yang akan datang sampai Dia datang kembali yang kedua kalinya.

8. Di lain pihak, kalau anda konsisten dengan kitab Wahyu dan tidak hanya mencongkel ayat per ayat maka anda sendiri akan kerepotan. Lanjutan dari perikop Wahyu 13 adalah Wahyu 14 dimana Anak Domba Allah dan pengikutNya akan mendapatkan kehormatan dan kemuliaan surgawi. Sebagai perumpaan : apakah anak domba Allah itu bukan Allah ? Apakah seekor anak domba itu bukan seekor domba ?? Apakah embrio manusia [dhi. bayi] itu bukan manusia ?? Jadi apakah Anak Allah bukan Allah ? Jadi intinya, Kitab Wahyu juga menegaskan sosok Yesus sebagai Anak Domba Allah yang kurbanNya menjadi santapan rohani untuk syarat mendapatkan keselamatan. Hal ini telah dipraktekkan secara konsisten oleh umat Roma Katolik/Orthodox selama lebih dari 2.000 tahun. Dan aku melihat : sesungguhnya, Anak Domba berdiri di bukit Sion dan bersama-sama dengan Dia seratus empat puluh empat ribu orang dan di dahi mereka tertulis nama-Nya dan nama Bapa-Nya [Kitab Wahyu 14 : 1]. Pertanyaannya adalah : apakah anda menyadari bahwa di dahi anda namamu telah tertulis nama-Nya sementara anda menyangkal Dia sebagai Tuhan atas segala-galanya ?

9. Dari pertanyaan-pertanyaan Sdr. Jestia dan pemikiran Sdr.Frans Donald saya semakin heran. Apakah inti persoalannya selama ini adalah pada “penyembahan Yesus” - yang mana kalian menganggapnya keliru ??? Lalu mengapa persoalan “Siapa yang harus disembah Yesus atau Allah [dhi. Bapa]”menjadi pokok persoalan teologis ?? Jawabannya adalah : teologi kalian sangat dangkal dan bodoh. Jawaban kami adalah Dua-duanya harus disembah bahkan Tiga-tiganya harus disembah yakni : Sang Bapa, Sang Anak, Sang Roh Kudus dalam Satu Kesatuan Allah Yang Maha Esa atau lebih lengkapnya Allah Tritunggal Maha Kudus. Selain itu, kalau kata “menyembah” saya turunkan level-nya sedikit menjadi kata “menghormati secara mendalam” maka kini pertanyaannya adalah : siapa yang harus kita hormati di keluarga, Ayah atau Ibu ?? Tentu jawabannya adalah dua-duanya. Karena merekalah adalah orang tua kita yang membesarkan dan merawat kita, apalagi sang ibu yang telah melahirkan dan menyusui kita.

10. Selanjutnya, kalau persoalan siapa yang lebih besar : Bapa atau Anak; atau siapa yang harus disembah : Bapa atau Anak; maka hal tersebut akan membawa anda kepada lorong tanpa ujung. Ibaratnya anda menanyakan kepada saya : manakah yang diciptakan lebih dulu : Tubuh, Jiwa atau Roh dalam satu kesatuan mahluk yang namanya manusia. Dari perumpamaan ini maka dapat saya katakan bahwa manusia diciptakan sekaligus dalam trinitasnya. Prosesnya adalah pada saat pembuahan maka jiwa langsung tercipta dan langsung mendapatkan roh. Hal ini dapat dibuktikan bahwa zigot, atau embrio adalah mahluk manusia yang bergerak. Pergerakannya dalam rahim seorang ibu itu pasti digerakkan oleh Roh Allah. Makanya dia tetap hidup dan bernapas. Zigot tersebut juga memiliki entitas tubuh karena terdiri dari sel-sel muda. Tetapi karena kita berbicara mengenai Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Misteri maka ketiga pribadi dalam Kesatuan Trinitas tersebut dapat menjadi salah satu elemen ciptaanNya, yakni : mahluk mulia, namanya manusia. Proses pemanusiaanNya datang dari Sang Firman Allah yang dibuahi oleh Roh Kudus dalam rahim St. Perawan Maria, yakni : menjadi [bukan istilah “menjelma”] Manusia-Allah yang dinamakan Yesus.

11. Masalah Doa Bapa Kami [Our Father], mengapa anda mempersoalkan seakan-akan Yesus tidak sederajat dengan BapaNya ? Justru Yesus mau menegaskan bahwa Bapa Kami adalah benar-benar Allah Yang Esa, yang mana sehakekat dengan PutraNya sendiri. Dengan kata lain, apabila Yesus mengajarkan Bapa Ku [My Father] akan menjadi tidak masuk akal dan terkesan egoistik. Yesus yang bersifat sangat rendah hati mau mengangkat seluruh manusia ke level tinggi dengan menjadikan ciptaanNya menjadi anak-anak dalam sistem Trinitas Maha Kudus, yakni pemutraan [sonship] secara ilahi. Dengan demikian kini manusia memiliki Bapa yang sehakekat dengan PutraNya sendiri, yakni Bapa Kami dan bukan Bapa Ku. Jadi doa Bapa Kami bukan alasan yang tepat dan logis untuk mendeskripsikan bahwa Yesus lebih rendah daripada BapaNya.

12. Sebagai penutup, maka saya ingin menyampaikan sebuah gagasan segar bahwa Trinitas itu sesuatu yang realistis, mudah dipahami asalkan kita menerimanya sebagaimana Dia adanya. Prinsip trinitaris dapat dilihat dari elemen-elemen ciptaan Allah. Mengapa manusia diciptakan dengan dua kaki, dua tangan, dua mata, dan dua telinga dalam satu tubuh ? Mengapa manusia tidak diciptakan dalam satu kaki, satu tangan, satu mata dan satu telinga ? Tentunya Allah Tritunggal Maha Kudus menghendakinya demikian sama seperti Dia menghendaki DiriNya sendiri sebagai Trinitas Maha Kudus. Begitu pun dengan dunia fisika, cahaya mengandung tiga unsur : partikel, gelombang dan sinar [terang]. Mahluk binatang pun tidak terlepas dari prinsip trinitaris, seperti amuba [binatang bersel satu] yang berkembang biak dengan membelah diri. Ini hampir serupa dengan mekanisme Ke-Allah-an, dimana Allah diperanakkan menjadi Putra Allah. Bahkan prinsip keluarga pun tidak lepas dari paham trinitaris, yakni : Ayah, Ibu dan Anak. Mereka ini diikat melalui darah [melahirkan anak-anaknya] dan janji pernikahan seumur hidup [sakramen perkawinan suami-istri]. Menurut Paus Yohanes Paulus II, Trinitas Maha Kudus dalam MisteriNya yang terdalam adalah SEBUAH KELUARGA. Inilah prinsip pembentukan keluarga kristen sejati yang dipancarkan dari cahaya Trinitas Maha Kudus. Dalam ranah sistem politik, kita juga mengenal sistem Trias Politica, yakni : Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Ketiga lembaga ini saling menjaga kekuasan secara berimbang dan bersifat setara dalam struktur tata negara. Lalu apakah semua contoh di atas pasti berpaham trinitaris ?? Realitasnya demikian meskipun tidak mencakup semua aspek kehidupan.

13. Namun demikian prinsip-prinsip trinitaris tadi tidak memiliki aspek ke-Misteri-an seperti halnya Allah. Allah Yang Maha Misteri dan Maha Kuasa memiliki Otoritas dan Otonomi dalam memperkenalkan diriNya sendiri sebagai Tiga dalam Satu atau Satu dalam Tiga. Karena Allah sendiri ikut turut serta dalam sejarah keselamatan sebagai pelaku FirmanNya sendiri, dengan menjadi Immanuel secara nyata, riil dan bukan sekedar pada level perasaan manusia. Oleh sebab itu konsep atau paham Ketunggalan Allah seperti yang diusulkan oleh kaum Frans Donald dan sejenisnya terlalu memaksakan diri tanpa mau melihat rencana keselamatan serta realitas kehidupan di alam semesta ini. Uniformitas konsep ketuhanan sebagai Satu-satunya Yang Esa atau Yang Tunggal sangat bersifat sepihak dan terbelunggu oleh paham judaisme. Ke-Tunggal-an Allah atau Ke-Esa-an Allah bukanlah doktrin yang salah, malahan suatu doktrin yang kami imani sejak dibaptis. Namun dalam nubuat-nubuat para nabi serta pesan-pesan Injil justru konsep Trinitas Maha Kudus menjadi doktrin yang relevan bagi konsep beragama di dunia ini. Dimana dalam Trinitas Maha Kudus, pribadi Sang Bapa, pribadi Sang Putra dan pribadi Sang Roh Kudus bertindak dalam SATU ACTUS PURUS [latin- tindakan murni] yang tidak terjangkau akal manusia.


Demikian disampaikan. Semoga anda dan teman-teman anda kembali ke jalan yang lurus dan benar. God bless you.

♥ HATIMU MUNGKIN HANCUR, NAMUN BEGITU JUGA HATIKU

 ♥ *HATIMU MUNGKIN HANCUR, NAMUN BEGITU JUGA HATIKU* sumber: https://ww3.tlig.org/en/messages/1202/ *Amanat Yesus 12 April 2020* Tuhan! Ini ...