Selasa, 05 Februari 2008

St. Agustinus dalam Tradisi Orthodox Yunani

Santo Agustinus dalam Tradisi Orthodox Yunani

By Rev. Dr. George C. Papademetriou

Dalam beberapa dekade akhir, bukan hanya teologinya bahkan sosok Agustinus itu sendiri dianggap sebagai heretik (bidat-penerj) oleh beberapa teolog dalam Gereja Orthodox. Suatu serangan pada pribadinya menjadikan segelintir teolog, mengeluarkannya dari daftar para suci. Sementara itu, yang lain menyerukan teologi Orthodox untuk mengevaluasi dan menyusun kembali pribadi Agustinus bagi tempatnya yang sesungguhnya sebagai seorang teolog­-filsuf agung dari Gereja semesta.

Dalam tatanan untuk menjernihkan keberadaan Agustinus berkenaan kepada ke­Orthodoxi-an Yunani-nya, tesis saya dalam artikel ini menyatakan dia sebagai seorang "suci" dari Gereja dan tidak akan pernah menghapusnya dari daftar para suci. Adalah benar bahwa beberapa pengajarannya begitu tingginya dikritik dan dicap sebagai heretik, namun ini terjadi setelah kematiannya. Kontroversi doktrinal yang teramat sangat penting yang berkisar di sekitar namanya adalah filioque. Doktrin lain yang tidak diterima oleh Gereja adalah pandangannya tentang dosa asal, doktrin rahmat, dan predestinasi. Penekananku dalam artikel ini adalah untuk menghadirkan tulisan-tulisan Orthodox, baik itu yang kuno maupun modern, mengenai pribadi dan teologi Agustinus.

SANTO PHOTIOS

Teolog utama-pertama dari Gereja Orthodox yang mendekat untuk mencengkeram filioque adalah Santo Photius yang juga berurusan dengan pribadi Santo Agustinus. Dia membuat argumen yang menyatakan bahwa seorang suci yang keliru mengenai suatu doktrin yang disusun sesudah dia mati adalah tidak layak dianggap bersalah sebagai heretik dan bahwa kekudusan dari pribadi itu tidaklah berkurang. Dalam kasus Agustinus ini, Santo Photius menduga bahwa tulisan-tulisannya di-distorsif-kan. Photius bertanya, "Bagaimana bisa seseorang yang terpercaya, yang setelah selang beberapa tahun, tulisan-tulisannya tidaklah distorsif ?"[1] Santo Photius bersikeras bahwa sekalipun tulisan-tulisan itu otentik dan orang Latin mengutip tulisan-tulisan tersebut untuk mendukung pengajaran-pengajaran palsu mereka, mereka melakukan sebuah tindakan yang merugikan bagi bapa-bapa Gereja ini. Photius menyatakan, "Bacalah Ambrosius atau Agustinus atau bapa gereja mana saja yang engkau pilih : yang manakah dari mereka yang berkeinginan mengiyakan apapun yang berlawanan dengan suara sang Guru ?" Lebih jauh, dia berkata : “Jika para bapa yang mengajarkan pendapat-pendapat yang sedemikian tidak mengurangi atau mengubah pernyataan-pernyataan yang benar itu, lalu engkau mengajarkan kata-katamu sebagai sebuah dogma juga, ini adalah fitnah lainnya yang melawan bapa-bapamu, menambahkan pendapat ke-egoan-mu ke dalam pengajaran dari para bapa ini”. [12]

Photius berargumen bahwa meskipun para bapa ini diberkahi dengan kekudusan, mereka di saat yang sama adalah manusia dan tidak lepas dari kesalahan. Dan juga Photius menasihali orang-orang Latin untuk “membiarkan” Ambrosius dan Agustinus apa adanya. Dia menyatakan: "Meskipun mereka dihiasi dengan bayangan kemuliaan, mereka adalah manusia. Jika mereka tergelincir dan jatuh dalam kesalahan, oleh beberapa kelalaian atau kekeliruan, baiklah kita tidak melawannya atau memperdebatkan mereka. Karena, apakah untungnya bagimu ?" [3]

Walaupun Agustinus dan Ambrosius memakai filioque, mereka tidaklah bermaksud untuk memasukkannya ke dalam Kredo. Penambahan filioque kepada Kredo adalah menyakitkan bagi Orthodox Yunani. Photius membuat ini nyata dalam pemyataan berikut :

"Karena mereka tidak, bahkan dalam tingkatan yang paling rendah, ikut serta dalam segala sesuatu itu, yang membuat engkau bertumbuh. Mereka yang lebih dihiasi dengan banyak teladan-teladan kebajikan dan kesalehan kemudian memasyurkan tiap pengajaranmu melalui kelalaian atau kekeliruan tidak akan pernah ditentukan sebagai dogma”. [14]

Photius berpendapat bahwa para bapa, termasuk Ambrosius dan Agustinus, tidak mengajarkan kesalahan, namun jika mereka melakukannya, mereka adalah manusia, dan tak seorangpun manusia terbebas dan kesalahan. Dia berkata, "karena mereka adalah manusia seutuhnya (anthropoi) dan diciptakan, dan tak ada seorangpun yang disusun dari debu dan kodrat yang sementara saja dapat terhindar dari beberapa langkah dari kecemaran”. [5]

Photius bersikeras bahwa meskipun orang suci tersebut, Ambrosius dan Agustinus, mungkin saja mengajarkan doktrin yang keliru mengenai filioque, tetapi mereka itu adalah

bagian terkecil. Mayoritas dari para bapa gereja, consensus partum, berada pada sisi doktrin yang benar dan yang harus kita ikuti. Photius menyatakan: "Jikalau Ambrosius, Agustinus dan Jerome yang agung serta beberapa lainnya yang adalah berpendapat sama dan pada tingkatan yang sama dan di saat yang sama memiliki reputasi besar akan kebajikan dan kehidupan yang masyur, mengajar diantara yang lain, bahwa sang Roh Kudus juga keluar dari sang Putera, hal ini tidaklah mengurangi pentingnya mereka bagi Gereja”. [6]

Photius melanjutkan dalam paragrap yang sama, berargumen bahwa, adalah yang jelas dan utama untuk mengatakan pada mereka (Latin) bahwa, jika sepuluh atau bahkan duapuluh dari bapa gereja yang berbicara dalam hal yang sama itu, ribuan (myrion) dari bapa gereja tidak mengatakan hal-hal yang seperti itu. Dia berkata, "Siapakah kemudian yang mencerca bapa-bapa itu?" Dan, "Bukankah mereka yang terbatas kesalehannya dari bapa-bapa yang sedikit dalam kata-kata mereka yang diucapkan dan menaruhnya dalam pertentangan kepada sinode dan melebihkan yang sedikit kepada para bapa yang jumlahnya lebih besar yang mempertahankan doktrin sejati ?" Dia melanjutkan untuk bertanya pada orang Latin demikian, "Siapakah yang menjadi pelanggar (huvristes) dari Agustinus dan Jerome serta Ambrosius yang suci (ieron)? Bukankah dia yang memaksakan mereka untuk datang ke dalam pertentangan dengan majelis para Guru dan Pengajar? Atau apakah dia yang tidak melakukan apapun, namun meminta (axion) untuk mengikuti statuta dari para Guru ?" [7]

Santo Photius menyarankan untuk membiarkan para bapa gereja Latin tersebut apa adanya, yang mana doktrin-doktrinnya berada dalam konflik dengan keputusan dari Kitab Suci dan Konsili-Konsili Ekumenis, karena dengan menggunakan mereka untuk mendukung kesalahan­-kesalahan dari orang-orang Latin, mereka membuka kesalahan-kesalahan dari orang-orang saleh ini. Respek yang pantas bagi orang-orang suci ini adalah mendiamkan kelemahan-kelemahan mereka.[8]

Lebih lanjut lagi, Photius menyarankan bahwa seseorang harusnya simpatik dengan bapa-bapa ini karena teologi mereka pada masa dari kebingungan kesejarahan yang mengarahkan mereka dari kesalahan­-kesalahan beberapa doktrin. Jadi, Photius mempertahankan bahwa dia yang mati, tidaklah hadir untuk membela dirinya sendiri dan tak seorangpun yang lain dapat mengerjakan pembelaannya. Dan karena alasan itu, tak seorang pun menduga akan membuat suatu dakwaan melawan dia (kategoros). [9]

Photius beralasan bahwa pada Konsili bersama tahun 879-880, utusan dari Roma Lama (Vatikan-penerj.) setuju dengan teologi dari Roma Baru (Konstantinopel-penerj.), bahwa sang Roh Kudus dikeluarkan hanya dari sang Bapa. Pada konsili itu semua setuju mengenai Kredo Kudus dan Konsili-Konsili Ekumenis menyegelnya dengan tanda tangan iman mereka bahwa sang Roh Kudus dikeluarkan hanya dari sang Bapa; dan bahwa Roma Lama dalam pribadi dari Paus Yohanes melalui wakil­-wakilnya (topoteritai) berada dalam komuni dengan Photius dan Gereja Konstantinopel karena mereka berada dalam kesesuaian dalam teologi mereka. [10]

lnilah bukti nyata yang jelas dari awalnya bahwa Photius tidak meniadakan Agustinus dari daftar para suci dan bapa-bapa Gereja, walaupun dia menerima bahwa Agustinus, sebagai seorang manusia, keliru dalam beberapa masalah-masalah doktrinal. Ini adalah penjelajahanku dari beberapa referensi yang berkenaan pada Agustinus dalam tulisan dari Santo Photius. Kekudusan dan kebajikan adalah permanen dalam kedengkian dari kelemahan manusia yang jatuh ke dalam kegagalan. Agustinus, di mata Santo Photius dan orang-orang Byzantin, tetap tinggal sebagai salah seorang dari para bapa Gereja Barat-Latin.

HESIKASME DAN AGUSTINUS

Agustinus pada dirinya sendiri tidaklah secara pribadi diserang oleh para Hesikasme (pelaku perenungan diri mendalam­ - penerj) dari abad ke empat belas namun teologi Agustinus dihukum dalam pribadi Barlaam, yang menyebabkan kontroversi. Hasil akhir ini menuai penghukuman pada para pengikut Agustinian barat yang dihadirkan di Timur oleh rahib Salabrian, Barlaam, dalam Konsili-Konsili dari abad ke empat belas.

Palamas, sang protagonist (penyokong-penerj.) Orthodox, menulis banyak risalah-risalah melawan filioque dan dasar presuposisi (asumsi-asumsi-penerj.) teologikal filsafat dari teologi Latin. Santo Gregorius Palamas mengikuti presuposisi teologikal para Bapa Kappadokia dan mempertahankan bahwa esensi Allah sepenuhnya transenden dan mendukung bukti akan partisipasi pribadi dalam energi-energi yang tak terciptakan. Bahwa adalah, dia menentang identitas dari esensi yang dipertalikan dalam Allah. Konflik dari teologi pewahyuan ini didasarkan pada Agustinian, yang berasal dari Barat melalui Barlaam, yang menimbulkan reaksi penentangan. Pewahyuan bagi Palamas adalah secara langsung dialami dalam energi-energi ilahi dan adalah menolak untuk meng-konseptualisasi-kan pewahyuan. Pandangan para Agustinian akan pewahyuan melalui penciptaan simbol-simbol dan penerangan visi, ditolak. Bagi Agustinian, visi Allah adalah sebuah pengalaman intelektual. lni tidak diterima oleh Palamas. Penekanan Palamas adalah bahwa sang ciptaan, termasuk manusia dan para malaikat, tidak dapat mengetahui atau memahami esensi Allah. [11]

Dalam pribadi Barlaam, Timur menolak teologi Agustinus. Timur menduga bahwa Agustinian menerima presuposisi neo-Platonik, bahwa yang suci mampu untuk memperoleh visi dari esensi ilahi sebagaimana pola dasar dari segenap yang ada. Barlaam berpendapat dibawah pengaruh neo-Platonis yang melalui ekstasis, penyebab keluarnya jiwa dari tubuh ketika dipergunakan dalam cara yang murni, seseorang yang memiliki visi dari pola dasar yang ilahi. Palamas menyebut ini kegagalan berhala Yunani dan mempertahankan bahwa manusia mencapai theosis melalui partisipasi dalam energi-energi ilahi. [12]

Belakangan, karena alasan politis, para kaisar Byzantin berusaha bersatu dengan Roma untuk menyelamatan kekaisaran. Sang Kaisar, Patriarkh dan sebuah delegasi datang ke Ferrara pada tahun 1438 untuk ikut serta pada sebuah konsili dengan sang Paus dan membawa penyatuan di antara orang-orang Yunani dan orang-orang Latin.

Dalam perdebatan antara orang-orang Yunani dan Latin, berkali-­kali kewenangan dari Agustinian mengemuka. Teolog Orthodox Yunani yang tidak mau menyerah, Mark Eugenikos, menggunakan karya Agustinus untuk mendukung pandangan-pandangannya. Dalam memandang pada kesalahan-kesalahan Agustinus, dia mencoba menempatkannya dalam terang terbaik yang paling mumpuni, mengikuti teladan Santo Photius. Dia membuat referensi pada Santo Gregorius Nyssa yang setuju dengan doktrin-doktrin Origenes. Dia berkata, "adalah akan lebih baik untuk memberikan mereka kebungkaman, dan tidak sepenuhnya memaksa kita, karena demi pembelaan kita, untuk membawa mereka keluar melalui pintu terbuka”. [13]

SANTO GENNADIUS SCHOLARIUS

Juga hadir pada Konsili di Ferrara-Florence, seorang teolog yang hebat, Gennadius Scholarius. Dia memahami bangsa Latin dan teologi Latin. Dia menterjemahkan beberapa risalah-risalah dari Thomas Aquinas ke dalam bahasa Yunani demi untuk kemudahan-kemudahan dari rekan-rekannya. Dia menghabiskan begitu banyak waktu mempelajari dan menulis mengenai Agustinus dalam debat tentang filioque. Scholarius mendekati Santo Agustinus dan semua bapa-bapa gereja yang lain sebagai individu-individu yang harus disesuaikan dengan dogma-­dogma dan pengajaran Gereja. Dia berkata, "kita percaya dalam Gereja; mereka (orang Latin) dalam Agustinus dan Jerome." Gereja memegang teguh kepada dogma dan pengajaran Tuhan kita yang secara menyeluruh telah diberikan melalui para rasul dan konsili-konsili. [14]

Gennadius mengekspresikan pendapatnya bahwa tiada individu pribadi yang adalah "santo" dalam pengasingan. Dalam mana kasus bahwa Gereja akan patuh kepada para pengajar dan berubah menurut kepada pola tingkah personalitas yang kuat.

Gereja memiliki ukuran-ukurannya dan hukumnya sendiri untuk menyucikan seorang pribadi. Para suci dibimbing dan diarahkan melalui sang Roh Kudus, secara khusus mereka yang memiliki keutamaan dalam kebajikan dan kekudusan. Bimbingan sang Roh Kudus bagi para suci ini bukan berarti bahwa mereka adalah satu. Para suci memiliki pikiran-pikiran mereka sendiri yang dapat saja bertolak belakang dengan pengajaran Allah, demikian juga tindakan-tindakan mereka, karena tiada seorangpun yang tanpa kesalahan atau dosa (hamartema). [l5]

Pada titik ini, bahwa para suci dapat salah, Scholarius memperkuat argumennya melawan orang-orang Latin yang mendasarkan doktrin palsu mereka dari filioque mengenai validitas dan kekudusan Agustinus. Scholarius mengkonstruksi kasusnya sebagai berikut: ‘’Namun mereka menyatakan bahwa yang terberkati Agustinus mengatakan hal­-hal ini. Namun kita percaya tiada satu pun baik dalam Agustinus maupun dalam Damaskinos tetapi dalam Gereja yang mana Kitab Suci yang kanonikal tegaskan dan Sinode-Sinode menyeluruh dari umat beriman percayai, Gereja Kristus’’. [16]

Contoh lain yang dia berikan adalah Gregorius Nyssa yang keliru mengenai doktrin eskatologi dan juga adalah seorang santo dari Gereja [17]. Dalam semua diskusi ini mengenai "Agustinus yang terberkati," Scholarius tidak menolak kekudusan dan nilai pengajaran Agustinus. Dalam kenyataannya dia mengutuk mereka yang menolak kekurangsuciannya. Dia berkata: "barangsiapa yang tidak percaya dan tidak menyebut Agustinus suci dan terberkati, dia dikutuk." [l8]

Dalam menjelaskan permasalahan ini, Scholarius beralasan bahwa doktrin-doktrin dari teolog barat harusnya dinilai menurut pada standar Kristen Orthodox Timur. lni karena kejelasan dari bahasa Yunani. Dia memberikan tiga argumen dalam mempertahankan posisi Kekristenan Timur sebagai yang unggul : bahwa bahasa Yunani lebih luas dan fleksibel daripada bahasa Latin demikian juga lebih jelas dalam arti. Dan, tentu saja, bahasa Yunani adalah sumber dan bahasa Latin. Dia memberi rujukan pada Agustinus, Athanasius, dan Gregorius sang Teolog yang menyatakan bahwa bahasa Latin sangat terbatas dan penyebab dan skisma antara Timur dan Barat.

Alasan kedua adalah rumusan dogma jelas dinyatakan dalam bahasa Yunani.[19] Bapa-bapa dan pengajar Timur merumuskan dogma­-dogma itu dengan amat sangat teliti karena mereka berjuang melawan doktrin-doktrin heretik. Karena alasan ini, rumusan dogma sangat mereka butuhkan untuk mengartikulasikan iman dengan ketelitian tinggi dalam tataran tidak untuk memberi para heretik kesempatan untuk menyerang mereka karena ketidak-akuratan dan ketidakjelasan mereka. [20]

Alasan ketiga yang dia berikan adalah bahwa dogma diberlakukan dalam bahasa Latin untuk mengekspresikan dirinya sendiri dalam terma-­terma universal dan umum (katholikoterais kai genidoterais lexesi), sebaliknya di Timur, para Bapa Gereja menggunakan nama-nama spesifik dan tepat (idikoterois onomasi) dalam mengartikulasikan doktrin-doktrin Kekristenan. [21]

Scholarius mengemukakan bahwa Agustinus menerima dan mengembangkan fllioque atas dasar empat presuposisi sbb :

1. Agustinus berada dibawah pengaruh Hilarius yang diikutinya dan gurunya, Ambrosius. Dia menunjuk pada Jerome, yang memperoleh pendidikan di Timur dalam bahasa Yunani, terhindar dari bahasa filioque. Perbedaan antara Hilarius dan Ambrosius pada satu sisi dan Agustinus pada sisi yang lain adalah bahwa dua bapa Gereja yang pertama mengekspresikan sebuah pendapat pribadi sebaliknya Agustinus berjuang melawan segenap mereka yang mengekspresikan pandangan-pandangan berlawanan dengannya.[22]

2. Mengenai dasar Kitab Suci yang menyatakan bahwa sang Roh sebagai kuasa yang dikeluarkan dari sang Putera untuk menyembuhkan segenap yang sakit, demikian halnya sang Putera yang mengirim dan menghembuskan sang Roh pada para Rasul, Agustinus mentafsirkan bagian tersebut pada dasar dari pendapat Hilarius dan Ambrosius. [23]

3. Agustinus menggunakan model-model kemanusiaan yang melampaui batas-batas untuk menggambarkan Tritunggal Mahakudus dan karena alasan itulah dia jatuh dalam kesalahan.[24]

4. Agustinus mengikuti posisi Platonik bahwa Allah pada dasarnya adalah sang Baik (Agathon). Sang Baik secara kekal menurunkan (Aidios) sang Akal (Nous). Sang Akal adalah penyebab dari segala sesuatu dan adalah juga disebut penyebab kedua, dan menunjuk pada "idea" dan "logos”. Dari akal, jiwa dunia memperoleh vitalitas bagi segenap mahluk yang hidup. Jadi, Scholarius menganggap bahwa Agustinus mentransfer pandangan ini ke dalam Trinitas Kekristenan. Sang "Baik" (Agathon) adalah tidak diperanakkan dan tidak terbatasi untuk dipahami (agenneton). Sang Akal (Nous) adalah diperanakkan hanya dari sang Baik. Sang Jiwa diturunkan dari sang Akal dan kembali kepada sang Baik. Sang Jiwa adalah koneksi relasional sebagai kasih antara sang Baik dan sang Akal. Pandangan-pandangan tersebut tidak hanya diterima oleh Plato, namun juga oleh Plotinus demikian halnya oleh sebagian besar heretik.[25]

Scholarius menyalahkan Agustinus karena pendekatan filosofisnya yang terkenal buruk bagi pewahyuan. Hal ini adalah pengaruh Manikeisme yang Agustinus alami pada waktu pra-Kristennya dalam keterlibatan dengan para heretik itu. Keberhalaannya dan teladan Manikeisme tetap ada tersisa dalam segenap kehidupannya. Faktanya, Scholarius berkata "Tuhan melepaskan kita dari dialektika Agustinian. " [26]

Scholarius menerima bahwa Agustinus percaya dalam iman dari Gereja dan menyetujui Kredo Konstantinopolitan, [27] dalam kedengkian dari kenyataan bahwa dia keliru sebagai seorang individu manusia, [28] lni tidaklah menjauhkannya dari kekudusannya. Bagi Scholarius, Agustinus adalah pribadi "terberkati" bahkan "bijaksana" yang patut memperoleh pujian dan hormat [29]. Dia amat mengkritisi teologi Agustinus karena dia merasa bahwa dia tidak terlepas dari pengaruh pada saat berkutat dengan filsafat pagan Yunaninya sebelum dia berpindah ke Kristen.

PERIODE MODERN

Teolog Orthodox Yunani terkemuka abad ke tujuh belas, Dositheos, Patriarkh Yerusalem, menentang bahwa karya-karya dari Santo Agustinus dirusakkan dengan dan doktrin-doktrinnya yang distorsif. Karena alasan itu Orthodox tidak menerima mereka tanpa kehati-hatian. Tetapi seluruh karya mereka yang bersesuaian dengan ke-Orthodoxi-an amat sangat diterima. Dositheos sendiri menggunakan Agustinus yang "terberkati" untuk mendukung pandangan-pandangannya akan doktrin­-doktrin Orthodox. [30]

Teolog kenamaan dari abad ke delapan belas, Nikodemus Hagiorite, memasukkan nama Santo Agustinus dalam Synaxarites (buku para suci). Dia menyatakan sebagai berikut: "Dalam mengenang bapa kita diantara para suci, Agustinus, Uskup Hippo." [31] dan dia memasukkan dua syair sebagai berikut: "Engkau yang menyala oleh kasih Allah, engkau menunjukkan pada semua hal-hal yang baik, ya yang terberkati Agustinus”. [32]

Nikodemus menunjuk pada Agustinus sebagai yang "ilahi dan suci" (Theios kai ieros), menulis bahwa Agustinus adalah seorang guru yang hebat dan teolog "masyur dalam Gereja Kristus." Nikodemus memujinya karena sejumlah buku-buku agung yang dikarangnya. Meskipun begitu dia menyesalkan bahwa sedikit sekali yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani bagi keperluan rohani dan kemajuan dari orang Orthodox Yunani. Dia mengatakan kita tercerabut (sterometha) dari kemakmuran rohani akan tulisan-tulisan bernilai itu. [33] Sehingga bagi Nikodemus, nama Santo Agustinus tertera dalam buku para suci dan juga dalam kalender (tanggal15 Juni) baik itu Yunani maupun Rusia.

Dalam patrologi modern dan buku pegangan dogmatik dari para penulis Orthodox, Agustinus termasuk di dalamnya. Dia memberikan ruang yang sejajar sebagai seorang bapa dan hirarki dari Gereja dan dipuji karena sejumlah besar tulisan-tulisannya yang hebat serta kedalamannya. [34] Juga, filsafat dari Santo Agustinus dihargai dan dianalisis oleh para pemikir Orthodox Yunani seperti Constantine Logothetis and Joannis Theodorakopoulos.[35]

Eusebius Stephanou menulis beberapa tahun yang lalu bahwa Santo Agustinus harusnya didudukkan kembali pada posisinya yang semestinya didalam Gereja. Hanya dalam ke-Orthodoxi-an pikiran-­pikirannya dapat secara obyektif dievaluasi karena kesalahan-kesalahan dari pihak barat didasarkan pada pikiran-pikirannya.[36]

Teolog Orthodox Yunani yang lain, menganggap Santo Agustinus sebagai seorang filsuf-teolog Orthodox. Karya terbaru yang simpati kepada Santo Agustinus diajukan oleh Metropolitan Yunani Utara, Uskup Augustinos Kantiotes. Sebuah simposium yang diselenggarakan di Tesaloniki dan tiga jilid kecil yang diterbitkan memuji karya-karya dan pengajaran Santo Agustinus. Karya-karya ini telah diedarkan untuk pemakaian secara umum. [37] Buku lainnya menyatakan bahwa "Santo Agustinus milik dari Gereja Kristus semesta yang tak terpisahkan, sama baik di Barat maupun di Timur, karena dia hidup sebelum skisma”. [38]

Seraphim Rose menulis sebuah buku kecil yang mencoba untuk membuktikan ke-tidakbersalahan Santo Agustinus dari persfektif Orthodox. [39] Pendekatan ini tidak secara menyeluruh diterima dalam ke-Orthodoxi-an. Masa kini, para teolog Orthodox menyerang Agustinus sebagai seorang pencetus dari pengajaran heretik.

Fr. John Romanides dan Fr. Michael Azkoul seeara tajam mengkritik Agustinus. Fr. Romanides dalam disertasi doktoralnya di Universitas Athena pada tahun 1957 secara kasar menilai Agustinus sebagai sumber segala heretik barat dan perubahan dogma.

Romanides, dalam karyanya, Franks, Romans, Feudalism and Doctrine, secara tegas menyerang karya dan doktrin Agustinus sebagai heretik. Dalam sebuah metode analitis, Romanides menekankan pada arah dari kesalahan-kesalahan filsafat teologis Agustinus mengenai filioque. Kesalahan mendasar Agustinus dalam penolakannya terhadap "pembedaan antara yang persona dan yang substansinya (meskipun ini adalah sebuah pembedaan biblis) dan menyamakan yang Allah dengan yang atributNya." [40] Lalu Romanides menyalahkan Agustinus dengan mengatakan bahwa dia "tidak akan pernah memahami pembedaan antara (1) esensi dan energi dari Tritunggal Kudus, (2) ke-individualitasan yang tak terungkapkan dari hipostasis-hipostasis ilahi." [41]

Romanides mengkritisasi Agustinus karena berspekulasi mengenai doktrin dari Tritunggal Kudus. Dia menganggap bahwa Agustinus dibingungkan antara "diperanakkan" dan dikeluarkan" serta menyamakan mereka dengan energi-energi ilahi.[42].

Presuposisi teologis Agustinus keliru karena dia menolak tradisi patristik. Presuposisinya, menurut Romanides, adalah didasarkan pada hermeunetika kitab suci dan filsafat dan bukan pada bapa-bapa Gereja. Kritik yang pertama, seseorang yang menguraikan dengan basis kitab suci yakni yang Agustinus lakukan, akan mengalami rnisinterpretasi menyeluruh terhadap Kitab Suci karena dia menyamakan Esensi Ilahi dengan energi-energi Ilahi. Dan yang kedua, atau secara filosofis, Romanides menganggap bahwa teologi Agustinus didasarkan pada Neoplatonisme. Yaitu, sebuah model dari jiwa manusia yang digunakan sebagai sebuah gambar memadai dari Tritunggal Kudus. [43]

Michael Azkoul, seorang konservatif, dan teolog yang memegang teguh kalender tua, secara sama menyerang teologi Agustinus dan karya­-karyanya dianggap heretik. Dia menekankan bahwa Agustinus tidaklah dikenal di Timur dan hingga sekarang pun dia tidak dimasukkan dalam daftar dari para orang suci. Dia menyatakan bahwa, "Tulisan-tulisannya adalah bohong yang mendasari setiap heretik yang sekarang menimpa keyakinan di Barat." [44]

Dalam salah satu bukunya, Azkoul menghadirkan dan mendukung dasar tesisnya bahwa Agustinus jatuh ke dalam beberapa heretik dan menjadi sumber bagi ke-heretikan Barat dan karena alasan itulah dia tidak dimasukkan ke dalam daftar orang suci Orthodox. Dia menyalahkan Agustinus bagi perubahan bentuk teologi dari Barat. [45]

KESIMPULAN

Dalam mengkaji ulang literatur Orthodox Yunani kita melihat bahwa para teolog Orthodox Yunani adalah sangat kritis pada Agustinus dan kesalahan-kesalahannya. Meskipun begitu, tidak dimanapun akan kita temukan bukti dalam tulisan-tulisan patristik bagi anggapan bahwa namanya harus disingkirkan dari daftar para suci. Di mulai dengan Photios, secara umum, Orthodox Yunani merasa bahwa Agustinus sebagai seorang suci yang doktrin-doktrinnya telah diubah atau di-distorsif-kan oleh Barat dan bahwa sebagai manusia dia dikelirukan pada ajaran-ajaran tertentunya. Sebagai Orthodox Yunani kita menghormati pribadi dari Santo Agustinus. Pandangan Vladimir Lossky yang, melalui sebuah pemahaman yang lebih baik akan Agustinus di Timur, adalah mungkin untuk menjembatani dua posisi dalam teologi. Mengutip Lossky: "Rekonsiliasi akan terwujud dan filioque tidak akan langgeng sebagai suatu "impedimentum dirmens" (penundaan yang diperlukan-penerj) saat ketika Barat, yang mana telah dibekukan begitu lamanya dalam kungkungan dogmatis, berhenti mengganggap teologi Byzantin sebagai sebuah inovasi absurd yang mana ditemukan dalam sebuah bentuk yang kurang tegas di dalam para Bapa Gereja dari abad-abad pertama Gereja. " [46]

Saya berkeinginan untuk mengakhirinya dengan Kidung Apolitikion yang dilagukan dalam Gereja Orthodox pada tanggal 15 Juni, Pesta dari Santo Agustinus:

"Ya yang terberkati Agustinus, engkau yang telah dibuktikan menjadi suatu bejana kebijaksanaan dari sang Roh Kudus dan pengungkap dari kota Allah; engkau juga yang secara layak melayani sang Juruselamat sebagai seorang bijaksana yang mengempan Allah. Ya bapa yang benar, berdoalah pada Kristus Allah kiranya dia menganugerahi kita belas kasihan yang besar. "[47]

[1] J.P. Migne, Patrologiae Cursus Completus. Series Graeca. Vol. 102, Book 2. Paris (1857-1866), c. 352, cited as PG. Photios, Mystagogia, 71.

[2] Photios, Mystagogia, 67. PG 102, c.345. Saint Photios. The Mystagogy of the Holy Spirit. Trans. Joseph P. Farrell. (Brookline, MA: Holy Cross Orthodox Press, 1987)p.91

[3] Farrell, p.91.

[4] Photios, Mystagogia, 67; Farrell, p.91.

[5] Farrell, The Mystagogy, 69, p.93; PG 102, c. 352; Mystagogia. 70.

[6] Letter of Photios to Metropolitan Archbishop of Aquieleia, Liber, 117. PG 102, c.809.

[7] Ibid.

[8] PG 102, c. 809, 812 Letter to the Metropolitan Archbishop of Aquieleia, Liber 117.

[9] Letter to Archibishop of Aquieleia, Liber 122, PG 102, c.816.

[10] Letter to the Archbishop of Aquieleia, Liber 125, PG 102, c.820. Konsili tahun 879-880 menghukum pra Karoligian tanpa menyebut mereka. Lihat John S. Romanides, Franks, Romans, Feudalism and Doctrine; An Interplay Between Theology and Society (Brookline, MA: Holy Cross Orthodox Press, 1981) p. 66. [11] Romanides, Franks, Romans, Feudalism, p.67

[12] Antonios Papadopoulos, Theologike Gnosiologia Kata Tous Niptikous Pateras (Thessalonike: Patriarchal Institute for Patristic Studies, 1977) pp. 79-81.

[13] "Marci Archiepiscopi Ephesii Oratio Prima de Igne Purgatorio," Ch. 11 in Patrologia Orientalis, Vol. 15. Trans. and edited by Louis Petit. Turnhout/Belgique: Editions Brepols (1973) p. 53. See also Seraphim Rose, The Place of Blessed Augustine in the Orthodox Church (platina, CA: Saint Herman of Alaska Brotherhood, 1983) p. 30.

[14] Theodoros N. Zeses, Gennadios B' Scholarios Bios-Sygrammata-Didaskalia (Thessalonike: Patriarchal Institute of Patristic Studies, 1980) p. 455. Gennadios Scholarios. Oeuvres Completes (Paris: Maison de la Bonne Presse, 1929). Tome ii, p.64 . See also Demetri Z. Niketa. "The presence of Augustine in the Eastern church" (in Greek) Kleronomia Vol. 14, No.1 (June 1982) pp. 7-24.

[15] Scholarios, Oeuvres II, pp. 58-59

[16] Scholarios, Oeuvres Tome III, p. 83: alIa fasin, oti taut' Augoustinos O makarios legei: All' hemeis eis the ekklesian pisteuomen, en ai kanonikai grafai synistosi kai ai koinai ton piston synodi, ten Ekklesian Cristou paristanousai, auk eis Augoustinon, Dud' eis Damaskenon.'

[17] Ibid.

[18] Scholarios, Oeuvres III, p. 59: kai eis tis fronei kai legei ton Augoustinon agion kaimakarion einai anathema.

[19] Scholarios, Oeuvres, III, p. 58.

[20] Ibid. III p.59.

[21] Ibid. III, p.58

[22] Scholarios, Oeuvres, II, p. 46.

[23] Ibid. p.47.

[24] Ibid. II, p. 48.

[25] Ibid. II, p. 48.

[26] Ibid.,II, p. 46: Rysai bernas, kyrie, tes Augoustiniou dialektikes.

[27] PG 160, c. 693.

[28] Scholarios, Oeuvres, II, p. 49: Augoustinon de kai tina allan ton didaskalon dynasthai tes aletheias en tini diamartanein hegoumetha, kan oposeoun agiosyne didaskalia dienegken.

[29] Scholarios, Oeuvres, III, p. 59: makarios esti kai sophos kai epainetos tes toiaytes philotimias. See also PG 160, c. 718.

[30] Nicodemos the Hagiorite, Synaxaristes Vol. 2. Athens: Constantine Ch. Spanos Publishing House (1868) p. 207 note. Dositheos makes reference to (blessed) Augustine, in his Homologia tes Orthodoxou Pisteos. (Athens, 1949) off Print from Theologia 20 (1949) pp. 147, 156.

[31] Ibid. Vol. 2, p.206.

[32] Ibid. Vol. 2, p.206.

[33] Ibid. Vol. 2, p.207. Dia juga merujuk pada terjemahan Yunani dari De Trinitate oleh Maximos Planoudes dan salinannya tersedia di Gunung Athos.

[34] Demetrios S. Balanos, Patrologia (The Ecclesiastical Fathers and Teachers of the First Eight Centuries) in Greek. (Athens: I.L. Alevropoulos Press, 1930) pp. 463-482. Dia memberikan sebuah analisa yang baik dari karya dan pengajaran Agustinus. Lihat juga Panagiotes K. Chrestou. Pateres kai Theologoi tau Christianismou Vol. 1. (Thessalonike: n.s., 1971) pp. 257-269. Dia mencirikan Agustinus sebagai salah satu dari pengajar universal teragung dari Gereja dan salah satu dari filsuf terpenting dunia." p.157. Constantine G. Bonis. "Ho Hagios Augustinos Episkopos Hipponos." Epistemonike Eperteris tes Theo1ogikes Scholes Panepistemiou Athenon Vol. 15 (1965) pp. 535-632.

[35] Constantine I. Logothetis, He Philosophia ton Pateron kai tau Mesou Aionos (Athens: I. K. Kollaros Press, 1930) pp. 278-344. And Ioannis N. Theodorakopoulos. "Ho Hieros Augoustinos." Philosophika kai Christianika Meletimata. (Athens: G. Rode Brs. Press, 1973) pp. 95-187. Kedua pengarang tersebut memuji filsafat Agustinus sebagai salah satu dari filsuf Kristen teragung dunia. Mereka memberikan analisa yang baik sekali mengenai filsafatnya.

[36]

[37] Eusebious Papastephanou, Christianismos kai philosophia (Athen: n.p., 1953) p.14, n. 1. See also: Theodore Stylianopoulos. "The Filioque: Dogma, Theologoumenon or Error?" Spirit of Truth: Ecumenical Perspectives on the Holy Spirit. Theodore Stylianopooulos and S. Mark Heim, eds. (Brookline: Holy Cross Orthodox Press, 1986) pp. 25-28. .

[38] Aimilianos Timiades, Ho Hieros Augoustinos (Thessalonike: Christianike Elpis Press, 1988) p. 7. Dalam bukunya ini pada halaman 324 kehidupan dan karyanya dihadirkan dan isinya dianalisis. Meskipun begitu, sang Pengarang tidak secara kristis mengevaluasi pikiran Agustinian dari perspektif Orthodox.

[39] Seraphim Rose, Place of Blessed Augustine, p. 30.

[40] Romanides, Franks, Romans, Feudalism, p.74

[41] Ibid. p.74

[42] Ibid. p. 88.

[43] John Romanides, Dogmatike kai Symbolike Theologia tes Orthodoxou katholikes Ekklesias Vol. 1 (Thessalonike: P. Pournaras Press, 1973) p. 383. Lihat juga ktitiknya pada Agustinus dalam "Highlights in the Debate over Theodore of Mopuestia's Christology dan Beberapa Saran-Saran untuk suatu Pendekatan yang 'Segar'." The Greek Orthodox Theological Review 5: 2 (Winter 1959-1960): 182-83.

[44] Michael Azkoul, The Teachings of the Holy Orthodox Church. Vol. 1 (Buena Vista, Co: Dormition Skete, 1986) p. 199. Lihat kritik buku ini oleh Bishop Chrysostomos of Oreoi in The Greek Orthodox Theological Review 32: 1 (Spring 1987) pp. 100-103.

[45] Michael Azkoul, The Influence of Augustine of Hippo on the Orthodox Church. Texts and Studies in Religion. Vol. 56. (Lewiston, NY: Edwin Mellen Press, 1990). Lihat tinjauan saya, The Greek Orthodox Theological Review 39:3-4. (1994) pp. 379-381.

[46] Vladimir Lossky, "The Procession of the Holy Spirit in Orthodox Trinitarian Doctrine." In The Image and Likeness of God (Crestwood, NY: St. Vladimir's Seminary Press, 1974) p. 96.

[47] Nikolaos S. Halzinikolaou, Voices in the Wilderness: An Anthology of Patristic Prayers (Brookline, MA: Holy Cross Orthodox Press, 1988) p. 109.


Sumber : Synaxis GOI Juli 2007

Jumat, 11 Januari 2008

Perawan Maria Menurut Martin Luther

Perawan Maria Menurut Martin Luther

Maria adalah tokoh penting di dalam Kitab Suci yang dalam sejarah menjadi figur yang kontroversial. Ia dipuji, dicerca, dihormati, dibenci, dicintai dan ditelaah disepanjang segala zaman. Begitu banyak puisi, lagu, karya seni Gereja yang didedikasikan kepadanya, tetapi lebih dari­ pada itu Maria adalah seorang ibu rumah tangga yang sederhana, seorang ibu yang melahirkan Allah. Gereja menempatkan Maria pada posisi yang khusus karena peranannya di dalam sejarah keselamatan. Walaupun ia dipilih Allah seba­gai bundaNya, penghormatan kepada Maria selalu berakar pada ketaatannya.

Dua ribu tahun yang lalu, dengan taat Maria mengatakan "Ya!" kepada rencana Allah. Ketaatan ini telah mereformasi dunia yang dijajah oleh dosa, keserakahan, serta nafsu kesombongan. Ketaatan ini bukanlah suatu panggilan yang ringan bahkan hampir mustahil dilakukan tanpa rahmat serta kerahiman ilahi. Maria telah memberikan kemanusiaannya kepada Allah untuk menebus dunia dari kutuk dosa; dengan demikian Sabda menjadi "Anak Manusia". Berikut ini petikan dari Martin Luther tentang Bunda Maria, petikan-petikan ini diambil dari tulisannya setelah memulai gerakan Reformasi Gereja.

“Apakah persamaan dari para dayang istana, bangsawan, raja, ratu, pangeran dan Kaisar dunia bila dibandingkan dengan Perawan Maria, Putri Daud. Ia adalah Bunda dari Allah kita, Pribadi yang amat agung di bumi ini. Setelah Kristus, dialah permata terindah dalam kekristenan. Sang Ratu yang ditinggikan di atas segala kebijaksanaan, kesucian dan ke­agungan ini tak akan pernah cukup dipuji”.

“Sungguh pantas apabila sebuah kereta kencana emas mengiringi dia, dengan ditarik oleh empat ribu kuda dengan abdi utusan yang meniup sangkakala serta dengan lantang ber­seru: "Lihatlah dia, Bunda Yang Agung, Putri Umat Manusia" tetapi yang ada hanyalah: seorang Perawan berjalan kaki dalam sebuah perjalanan jauh untuk mengunjungi Elisabet. Perjalanan ini ditempuhnya walaupun saat itu ia sudah menjadi Bunda Allah. Bukan merupakan sebuah keajaiban apabila kerendahan hatinya dapat membuat gunung-gunung melonjak menari sukacita”.

“Melalu perkataannya sendiri dalam Magnificat (Lukas 1:46-55), dan melalui pengala­mannya, Maria mengajar kita bagaimana caranya mengenal, mengasihi dan memuji Allah... Sejak awal, umat manusia telah menyimpulkan segala kemuliaan yang diberikan kepada Maria di dalam sebuah kalimat: "Bunda Allah". Sekalipun manusia mempunyai lidah sebanyak daun di Pohon, rumput di padang, bintang di langit atau pasir di lautan, tak seorangpun mampu mengatakan hal yang lebih agung kepada Maria atau mengenai Maria. Perlu direnungkan dalam hati apakah artinya menjadi seorang Bunda Allah”.

Dalam rumusan katekismus yang biasa disebut sebagai Formula atau Buku Concord, Martin Luther juga menulis sedikit mengenai Bunda Maria sebagai berikut : “OIeh sebab itu kami percaya, mengajar dan mengaku bahwa Maria secara se­jati adalah Bunda Allah...Maria Iayak menerima penghormatan yang paling tinggi”.

Sumber : Synaxis GOI Edisi November tahun 2007

Bidat Nestorian dan Konsili Ekumenis Ketiga

Bidat Nestorian dan Konsili Ekumenis Ketiga

Oleh St. Yohanes Maximovitch

Ketika semua orang yang berani berbicara melawan kekudusan dan kemurnian Maria Sang Perawan Tersuci, melalul suatu usaha yang dibuat untuk menghilangkan penghormatan kepada Sang Bunda sebagai Bunda Allah, namun semuanya dapat dipadamkan. Pada abad ke-5, Uskup Agung Konstantinopel yang bernama Nestorius mulai mengajarkan bahwa Maria hanyalah melahirkan manusia Yesus, yang di dalam diri manusia Yesus inilah Keilahian telah berdiam dan tinggal di dalam tubuhNya sebagaimana seperti di dalam rumah. Awalnya Nestorius mengizinkan presbiter-nya yang bernama Anastasius untuk mengajarkan hal ini dan kemudian dia sendiri mulai ikut mengajarkannya secara terbuka di gereja dan melarang orang untuk memanggil Maria sebagai "Theotokos", karena dia bukan memberikan kelahiran kepada Manusia-Allah. Ia menganggap menyembah seorang anak yang dibungkus dalam pakaian rombeng dan terbaring di palungan adalah merendahkan dirinya.

Khotbah semacam itu menimbulkan gangguan umum dan menggelisahkan kemurnian iman, awalnya di Konstantinopel dan kemudian di mana-mana gosip mengenai ajaran baru itu tersebar. St. Proklus murid St. Yohanes Krisostomos yang kemudian menjadi Uskup Kyzikus dan kelak menjadi Uskup Agung Konstantinopel, di hadapan Nestorius memberikan khotbah di dalam gereja mengakui bahwa Anak Allah lahir di dalam daging dari Perawan, yang sesungguhnya Perawan itu adalah Theotokos (Pemberi Kelahiran kepada Allah), karena di dalam rahim dari Sang Perawan Termurni, pada saat dia mengandung, Keilahian disatukan dengan Bayi yang dikandung di dalam Roh Kudus dan Bayi ini, meskipun Dia dilahirkan oleh Sang Perawan Maria di dalam kodrat kemanusiaanNya, Bayi itu sudah terlahir sebagai Allah sejati dan manusia sejati.

Nestorius dengan keras kepala menolak mengubah ajarannya dengan berkata bahwa orang harus membedakan antara Yesus dan Anak Allah, sehingga Maria tidak boleh disebut Theotokos, tetapi Khristotokos (Pemberi Kelahiran kepada Kristus), karena Yesus yang dilahirkan Maria hanyalah manusia Kristus (Yang berarti Mesias, orang yang diurapi), seperti halnya juga Allah mengurapi orang-orang pada zaman dahulu, seperti para nabi, hanya saja pengurapan Yesus melampaui para nabi itu di dalam kepenuhan hubungannya dengan Allah. Ajaran Nestorius dengan demikian menetapkan sebuah penyangkalan atas seluruh ekonomia tentang Allah, karena apabila dari Maria hanya terlahir seorang manusia, maka dia bukanlah Allah yang menderita bagi kita, tetapi seorang manusia saja.

St. Kyrilus Uskup Alexandria ketika mengetahui ajaran Nestorius dan mengetahui tentang pertikaian di gereja yang disebabkan oleh ajaran ini di Konstantinopel, menulis surat kepada Nestorius, yang dengan surat itu dia mencoba untuk membujuk Nestorius untuk teguh terhadap ajaran yang telah diakui Gereja dari sejak mulanya, dan agar tidak memperkenalkan apapun yang baru ke dalam ajaran Gereja ini. Sebagai tambahan, St. Kyrilus menulis kepada para imam dan umat di Konstantinopel agar mereka teguh di dalam iman Orthodox dan tidak takut terhadap penganiayaan yang dilakukan Nestorius kepada mereka yang tidak setuju dengannya. Paus Suci Selestinus, bersama dengan umatnya berpegang teguh kepada iman Orthodox.

St. Selestinus pada gilirannya menulis kepada Nestorius dan meminta dia untuk mengajarkan iman Orthodox dan bukannya ajarannya sendiri. Tetapi Nestorius tetap bersikap tuli terhadap semua bujukan dan menjawab bahwa apa yang sedang dia ajarkan adalah iman Orthodox, sedangkan para penentangnya adalah bidat. St. Kyrilus menulis kepada Nestorius lagi dan menyusun dua belas kutukan, yaitu dua belas susunan paragraf mengenai perbedaan-perbedaan pokok dari ajaran Orthodox dan ajaran yang diajarkan Nestorius, mengumumkan pengucilan (ekskomunikasi) ke setiap orang yang menolak bahkan satu saja dari paragraf yang telah disusunnya itu.

Nestorius menolak seluruh tulisan yang disusun oleh St. Kyrilus dan menulis karangannya sendiri mengenai ajaran yang sedang diajarkannya itu, dan seperti halnya dua belas paragraph yang ditulis oleh St. Kyrilus, dia menjatuhkan kutukan (yaitu dikucilkan/diekskomunikasi/dilarang menerima sakramen Gereja) setiap orang yang tidak menerima tulisannya itu. Bahaya yang menyerang kemurnian iman meningkat dari waktu ke waktu. St. Kyrilus menulis surat kepada Theodosius Muda, yang kemudian memerintah Konstantinopel, dan juga menulis kepada Evdokia, isteri Theodosius dan juga kepada saudari Kaisar yang bernama Pulkheria, St. Kyrilus memohon mereka agar meneguhkan diri mereka dengan ajaran­-ajaran Gereja dan mengendalikan bidat.

Kemudian diputuskan untuk menyelenggarakan suatu Konsili Ekumenis, yang di dalam rapt tersebut para rohaniwan yang dikumpulkan dari ujung-ujung bumi, diharuskan untuk memutuskan apakah keyakinan yang diajarkan oleh Nestorius adalah Orthodox. Sebagai tempat untuk konsili tersebut, yang menjadi Konsili Ekumenis ke-Tiga, mereka memilih kota Efesus, kota di mana Perawan Tersuci Maria dulu pernah tinggal bersama dengan Rasul Yoharies Penginjil. St. Kyrilus mengumpulkan para Uskup sesamanya dari Mesir dan bersama dengan mereka itu mengadakan perjalanan ke Efesus melalui laut. Dari Antiokhia, melalui jalan darat, datanglah Yohanes Uskup Agung Antiokhia bersama dengan para Uskup dari wilayah Timur lainnya. Uskup Roma, St. Selestinus, tidak dapat pergi dan meminta St. Kyrilus untuk mempertahankan iman Orthodox, dan sebagai ganti dirinya, St. Selestinus mengirimkan wakilnya dua orang uskup dan presbiter Filipus dari Gereja Roma, kepada mereka juga diberikan pengarahan tentang apa yang harus dikatakan dalam konsili nanti. Datang juga ke Konstantinopel dari pihak Nestorius, para uskup dari daerah Konstantinopel, dan para uskup dari Palestina, Asia Kecil dan Syprus.

Pada tanggal 10 Juli menurut perhitungan bangsa Romawi atau tanggal 22 Juni tahun 431, di Gereja Perawan Maria - Efesus, para uskup berkumpul, dipimpin oleh Kyrilus Uskup Agung Alexandria, dan juga Memnon Uskup Efesus. Di tengah-tengah mereka diletakkan sebuah Injil sebagai tanda dari kepemimpinan Konsili Ekumenis oleh Kristus sendiri. Pada pembukaan dibacakan Pengakuan Iman yang telah disusun pada Konsili Ekumenis yang pertama dan kedua, kemudian dibacakan juga kepada Konsili tersebut, Pernyataan Kekaisaran yang dibawa oleh wakil­-wakil Kaisar Theodosius dan Kaisar Valentinianus, yaitu para Kaisar dari wilayah Timur dan Barat.

Setelah Pernyataan Kekaisaran diperdengarkan, pembacaan dokumen-dokumen dimulai, dan ada juga dibacakan surat-surat penggembalaan dari Kyrilus dan Selestinus kepada Nestorius, dan juga dibacakan jawaban-jawaban dari Nestorius. Konsili tersebut melalui mulut para anggotanya, mengumumkan pengajaran Nestorius sebagai tidak benar dan mengutuknya, mengumumkan Nestorius dilepas dari jabatan dan ke-imamatan-nya. Sebuah dekrit disusun mengenai hal ini dan ditandatangani oleh 160 anggota konsili dan oleh karena beberapa yang hadir itu juga mewakili uskup-uskup lainnya yang tidak memiliki kesempatan untuk hadir dalam Konsili tersebut, maka dekrit tersebut sebenarnya merupakan keputusan lebih dari 200 orang uskup, yang memiliki jabatan mereka di berbagai daerah pemerintahan Gereja pada saat itu, dan mereka bersaksi bahwa mereka mengakui Iman yang dari sejak zaman dahulu telah dipelihara di dalam wilayah setempat mereka.

Dengan demikian dekrit dari Konsili adalah suara dari Gereja Ekumenis, yang dengan jelas mengungkapkan imannya bahwa Kristus, yang dilahirkan dari Perawan itu adalah Allah sejati yang menjadi Manusia dan oleh karena Maria melahirkan manusia sempurna yang pada saat bersamaan adalah Allah sempurna, maka dia dengan patut dan benar harus dihormati sebagai Theotokos.

Pada akhir masa konsili, dekrit tersebut segera diumumkan kepada masyarakat yang sedang menunggu. Seluruh Efesus bersukacita ketika mengetahui bahwa penghormatan kepada Perawan Suci telah dipertahankan, karena Sang Perawan secara khusus dihormati di kota ini, kota yang pernah ditinggalinya pada saat hidupnya di dunia ini dan menjadi Pelindung setelah kepergiannya menuju kehidupan kekal. Orang­-orang menyarnbut para Bapa Konsili dengan amat gembira ketika pada sore hari para Bapa Konsili tersebut pulang ke rumah setelah acara rapat. Orang­-orang itu menyertai mereka sampai ke rumah dengan obor menyala dan bakaran dupa di jalan-jalan. Di mana-mana terdengar ucapan-ucapan bahagia, memberi kemuliaan kepada Yang Selalu Perawan, dan pujian­-pujian kepada para Bapa Konsili yang telah mempertahankan Nama Sang Theotokos melawan bidat-bidat. Dekrit Konsili tersebut dipajang di jalan-­jalan kota Efesus.

Konsili itu menyelenggarakan lima acara rapat lagi, pada tanggal 10 dan 11 Juli, tanggal 16, 17 dan 22 Juni dan tanggal 31 Agustus. Pada acara ini ditetapkan di dalam enam kanon, tindakan-tindakan penanggulangan terhadap mereka yang berani menyebarkan ajaran Nestorius dan mengubah dekrit Konsili Efesus.

Untuk keluhan para Uskup Syprus terhadap keingingan-keinginan Uskup Antiokhia, Konsili mengeluarkan dekrit bahwa Gereja Syprus harus memelihara kedaulatannya dalam pemerintahan Gereja yang telah dimilikinya sejak para Rasul, dan agar secara umum tidak satu pun uskup yang diperbolehkan memasukkan suatu wilayah ke dalam wilayahnya padahal wilayah itu lebih dahulu sudah berdaulat. “Agar kesombongan kuasa duniawi tidak menyerobot dengan dalih jabatan ke-imamatan, dan agar kita tidak kehilangan serta tidak menghancurkan sedikit demi sedikit kebebasan yang telah diberikan oleh Tuhan Yesus Kristus, Pembebas segenap manusia dengan darahNya sendiri”.

Demikian juga Konsili meneguhkan pengutukan bidat Pelagianisme, yang mengajarkan bahwa manusia dapat diselamatkan dengan kekuatannya sendiri tanpa perlu memiliki kasih karunia dari Allah. Juga diputuskan beberapa perkara mengenai pemerintahan gereja dan juga mengirimkan surat-surat penggembalaan kepada para uskup yang tidak menghadiri Konsili, mengumumkan dekrit-dekrit yang telah dikeluarkan Konsili dan memanggil seluruh umat untuk menjaga Iman Orthodox dan kedamaian Gereja. Pada saat yang sama Konsili tersebut mengumumkan bahwa pengajaran Gereja Ekumenis Orthodox telah dengan sepenuhnya dan dengan cukup jelas ditetapkan di dalam Pengakuan Iman Nikea-­Konstantinopel, oleh karenanya Konsili ini tidak menyusun Pengakuan Iman yang baru dan melarang untuk menyusun pengakuan iman baru lainnya di kemudian hari. Ini berarti melarang membuat Pengakuan Iman lainnya atau mengubah Pengakuan yang telah ditetapkan pada Konsili Ekumenis ke Dua.

Dekrit susulan ini diusik beberapa abad kemudian oleh orang-orang Kristen Barat ketika, mula-mula di tempat-tempat tertentu lalu di seluruh Gereja Roma, ditambahkan kepada Pengakuan Iman itu bahwa Roh Kudus keluar dari "Sang Putra", dan tambahan itu disetujui oleh Paus Roma sejak abad ke 11, meskipun sejak Konsili Efesus para Paus Roma dimulai oleh St. Selestinus, dengan teguh memelihara keputusan Konsili Efesus, yang merupakan Konsili ketiga, dan mereka menerapkannya.

Dengan demikian kedamaian yang dihancurkan oleh Nestorius datang sekali lagi ke dalam Gereja. Iman yang benar telah dijaga dan pengajaran palsu dinyatakan salah.

Konsili Efesus dengan layak ditinggikan sebagai Konsili Ekumenis, dengan derajat yang sama dengan Konsili-konsili terdahulu di Nikea dan Konstantinopel. Karena dihadiri perwakilan-perwakilan dari seluruh Gereja. Keputusan-keputusannya diterima oleh seluruh Gereja ”dari satu ujung bumi ke ujung lainnya”. Pada konsili ini diakui ajaran yang telah dipegang dari zaman Rasuliah. Konsili ini tidak mendirikan pengajaran baru, tetapi dengan lantang bersaksi akan kebenaran yang beberapa orang telah berusaha mencoba untuk menggantinya. Konsili ini dengan tepat menetapkan pengakuan akan Keilahian Kristus yang dilahirkan dari Perawan Maria. Kepercayaan gereja dan penghakimannya mengenai pertanyaan masalah ini kini begitu jelas terungkap bahwa tak seorangpun dapat menganggap penalarannya sendiri berasal dari Gereja. Di kemudian hari muncul juga pertanyaan lain yang membutuhkan keputusan seluruh Gereja untuk menjawabnya, tetapi bukan pertanyaan apakah Yesus Kristus itu Allah atau bukan.

Konsili-konsili berikutnya mendasarkan keputusannya pada dekrit-­dekrit yang mendahuluinya. Mereka tidak menyusun Pengakuan Iman yang baru, tetapi hanya memberi keterangan terhadap dekrit-dekrit Konsili Ekumenis terdahulu. Pada Konsili Ekumenis ketiga dengan tegas dan jelas mengakui pengajaran Gereja mengenai Bunda Allah. Sebelumnya Para Bapa Kudus telah mempersalahkan orang yang memfitnah hidup tanpa noda dari Perawan Maria dan kini sehubungan dengan mereka yang mencoba untuk mengurangi kehormatannya, telah diumumkan kepada semua orang: "Orang yang tidak mengakui Immanuel sebagai Allah sejati dan oleh karenanya tidak mengakui Perawan Suci sebagai Theotokos karena dia memberi kelahiran di dalam daging kepada Sang Sabda yang berasal dari Allah Sang Bapa dan yang telah menjadi daging, biarlah orang itu di-anathema (disisihkan dari Gereja)." (Anathema pertama St. Kyrilus dari Alexandria).

Musuh Utama Penghormatan terhadap Bunda Allah

Lebih luas iman kepada Kristus tersebar dan Nama Sang Juru Selamat Dunia dimuliakan di bumi, dan bersama dengan Dia juga dimuliakan dia yang bersedia menjadi Bunda dari Manusia-Allah, maka lebih besar jugalah kebencian musuh-musuh Kristus bangkit melawan BundaNya. Maria adalah Bunda Yesus. Dia menunjukkan teladan kemurnian dan kebenaran secara diam-diam hingga kini, dan lebih jauh dia kini telah pergi dari kehidupan ini, dia adalah penyokong yang amat berkuasa bagi orang-orang Kristen, meskipun dia tak nampak oleh mata jasmani. Oleh karenanya semua yang membenci Yesus Kristus dan tidak percaya kepadaNya, yang tidak mengerti pengajaranNya, atau lebih tepat lagi tidak mau mengerti sebagaimana yang dimengerti Gereja, yang ingin menggantikan pengajaran Kristus dengan penalaran manusia mereka ­- semua kebencian mereka ini terhubungkan kepada Kristus, kepada Injil dan Gereja dan kepada Sang Perawan Termurni Maria. Mereka menghendaki untuk mengecilkan arti Sang Bunda, agar dengan demikian juga menghancurkan iman kepada Putranya, supaya membentuk gambaran palsu mengenai Sang Bunda diantara orang-orang agar mereka punya kesempatan untuk membangun kembali seluruh ajaran Kristen di atas fondasi yang berbeda. Di dalam rahim Maria, Allah dan manusia disatukan. Dia adalah orang yang melayani sedemikian itu sebagai anak tangga bagi Putra Allah yang turun dari Surga. Dengan menghujamkan tusukan kepada penghormatan kepada Sang Bunda, berarti menusuk Kekristenan pada akarnya dan membinasakan Kekristenan dari fondasinya yang paling dasar.

Dan awal mula dari kemuliaan surgawi Bunda kita tertera di bumi oleh riuh rendahnya kedengkian dan kebencian terhadapnya oleh orang­-orang yang tidak percaya. Ketika setelah meninggalnya, para Rasul membawa tubuhnya untuk dimakamkan di Getsemani, ke tempat yang dipilihnya sendiri, Yohanes Penginjil pergi dengan membawa ranting dari Firdaus yang dibawa Malaikat Penghulu Gabriel untuk Sang Perawan Suci tiga hari sebelum kejadian ini, ketika dia memberitahukan kepada Bunda akan mendekatnya saat kepergiannya ke kerajaan surga.

"Ketika Israel pergi ke Mesir, keluar dari rumah Yakub dari antara orang-orang barbar," demikian St. Petrus mengidung dari Mazmur 133; "Alleluia," menyanyilah segenap kumpulan para rasul bersama dengan para murid mereka, seperti Dionysios dari Areopagus, yang juga secara mujizat terangkat saat itu juga ke Yerusalem. Dan ketika kidung kudus ini sedang dinyanyikan, - yang oleh orang-orang Yahudi disebut dengan "Alleluia Agung," yaitu kidungan agung “Terberkatilah Engkau Tuhan”, ­seorang imam Yahudi bernama Antonius melompat ke arah keranda dan akan membalik keranda itu lalu hendak membuang tubuh Bunda Allah ke tanah.

Kekurangajaran Antonius segera mendapat ganjaran : Mikhael Malaikat Penghulu dengan pedang yang tak nampak mata memotong tangannya, dan tangan itu menggelantung di keranda. Kilat menyambar Antonius, ketika tersiksa rasa sakit, dalam kesadaran akan dosanya, dia berbalik berdoa kepada Yesus yang pernah ia benci itu, dan segera saja menjadi sembuh. Dia tidak menunda lagi untuk menerima iman Kristen dan mengakuinya di hadapan kaum agamawan kawan-kawannya dulu, dan dengan perbuatannya itu dia menerima mahkota kemartiran, dia dibunuh kawan-kawan lamanya. Demikianlah usaha untuk menyerang kehormatan Bunda Allah justru menjadi kemuliaan yang lebih besar lagi bagi Bunda Allah.

Musuh-musuh Kristus tidak lebih jauh meneruskan memperlihatkan ketidakhormatan mereka kepada tubuh Bunda Tersuci pada saat itu dengan kekerasan yang kasar, tetapi kedengkian mereka tidak mereda. Ketika melihat iman Krtisten tersebar ke mana-mana, mereka mulai menyebarkan berbagai fitnah busuk tentang orang-orang Kristen. Mereka juga tidak menyebut nama Bunda Allah, dan mereka mengarang cerita bahwa Yesus Nazaret berasal dari lingkungan dan rumah tangga yang tak bermoral, dan bercerita kalau BundaNya telah berhubungan dengan seseorang prajurit Romawi.

Tetapi dusta itu terlalu kentara untuk dongeng ini supaya mendapat perhatian serius. Seluruh keluarga Yusuf Sang Tunangan dan Maria sendiri dikenal dengan amat baik oleh seluruh penduduk Nazaret dan sekeliling negeri pada zaman mereka. "Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? Bukankah Ia ini anak tukang kayu ? Bukankah ibu-Nya, bernama Maria dan saudara-saudara-Nya : Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas ?Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita (Matius 13:54-55; Markus 6:3; Lukas 4:22). Demikan dikatakan sesama mereka penduduk Nazaret ketika Kristus menyingkapkan kebijaksanaanNya yang lain di hadapan mereka dalam sinagoga. Di kota-kota kecil, perkara-perkara keluarga dari setiap orang diketahui khalayak dengan baik. Pengawasan yang amat ketat dipelihara terhadap kesucian kehidupan pernikahan.

Akankah orang-orang sungguh-sungguh berlaku hormat terhadap Yesus, memanggil Dia untuk mengajar di sinagoga, apabila Dia dilahirkan dari hubungan yang tidak sah ? Kepada Maria, hukum Musa akan diterapkan, yaitu hukum yang memerintahkan orang-orang semacam itu untuk dirajam dengan batu hingga mati dan seharusnya orang-orang Farisi akan berkali-kali mengambil kesempatan untuk mencela Kristus oleh karena perbuatan BundaNya. Tetapi amat berlawanan dengan kenyataannya, Maria menerima hormat yang besar. Di Kana dia adalah tamu terhormat pada pesta pernikahan, dan meskipun ketika Putranya dihukum, tidak seorangpun mati mengolok-olok atau mencela BundaNya.

Usaha-usaha Orang Yahudi dan Kaum Bidat Untuk Menghina Keperawanan Kekal Maria

Para saksi dusta orang-orang Yahudi menjadi yakin bahwa adalah tidak mungkin untuk menghina Bunda Yesus, dan dengan dasar informasi yang mereka sendiri miliki, adalah jauh lebih mudah untuk membuktikan hidup Maria patut dipuji. Oleh karenanya, mereka kehilangan para saksi dusta dari kaum mereka sendiri ini, dan para pemfitnah itu telah diambilalih oleh orang-orang penyembah berhala. (Origenes, Melawan Celsus, I), dan berusaha untuk membuktikan setidaknya, bahwa Maria bukanlah seorang perawan ketika Dia melahirkan Kristus. Bahkan mereka berkata bahwa nubuat-nubuat mengenai kelahiran Mesias oleh seorang perawan tidak pernah ada, dan oleh karenanya sungguh sia-sia total orang-orang Kristen berpikir untuk meninggikan Yesus oleh karena kenyataan bahwa suatu nubuat diharapkan terpenuhi olehNya.

Para penerjemah Yahudi dicari (.Aquila, Symakhos, Theodotion), dan mereka membuat terjemahan baru dari Perjanjian lama ke dalam Bahasa Yunani dan di dalamnya diterjemahkan nubuat Yesaya yang terkenal itu (Yesaya 7:14): Sesungguhnya, seorang perempuan muda akan mengandung. Mereka mengacaukan kata Ibrani Aalma sebagai "perempuan muda" dan bukan "perawan", sedangkan terjemahan suci dari Tujuh Puluh Penerjemah (Septuaginta), ayat ini diterjemahkan: "Sesungguhnya, seorang perawan akan mengandung." (sayangnya tetjemahan Bahasa Indonesia oleh LAI tidak menggunakan tetjemahan Septuaginta ini-pent.)

Dengan terjemahan baru ini mereka berharap untuk membuktikan bahwa orang-orang Kristen dengan dasar terjemahan yang salah terhadap kata Aalma, ingin menerapkan sesuatu yang sama sekali mustahil kepada Maria - yaitu melahirkan tanpa seorang laki-Iaki, tetapi menurut mereka sesungguhnya kelahiran Kristus tidak berbeda dari kelahiran manusia lainnya.

Akan tetapi, tujuan jahat dari para penerjemah baru ini dengan jelas terungkap karena dengan perbandingan berbagai ayat di dalam Kitab Suci, menjadi jelaslah bahwa kata Aalma menunjuk dengan tepat terhadap "perawan". Dan sesungguhnya bukan hanya orang-orang Yahudi, tetapi bahkan para penyembah berhala, dengan dasar tradisi mereka sendiri dari berbagai nubuat, mereka mengharapkan Sang Penebus dunia agar dilahirkan dari seorang Perawan. Injil-injil dengan jelas menetapkan bahwa Tuhan Yesus telah dilahirkan oleh seorang Perawan.

Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku tak mengenal laki-laki ? (LXX) demikian tanya Maria, yang berarti telah memberikan suatu sumpah keperawanan kepada Gabriel Malaikat Penghulu, yang telah memberitahukan kelahiran Kristus kepadaNya.

Dan Malaikat menjawab: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Maha Tinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah." (Lukas 1 :34-35)

Selanjutnya Malaikat tersebut menampakkan diri juga kepada Yusuf yang benar, yang akan mengeluarkan Maria dari rumahnya, ketika melihat bahwa Maria telah mengandung sebelum menikah dengannya. Kepada Yusuf Malaikat Gabriel berkata: Janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Dan Malaikat juga mengingatkan dia akan nubuat Yesaya bahwa seorang perawan akan mengandung (Matius 1: 18-25).

Tongkat Harun yang bertunas, batu karang dari gunung yang terbelah bukan oleh perbuatan tangan dan dilihat oleh Nebukadnezar dalam mimpi dan ditafsirkan oleh Nabi Daniel, gerbang tertutup yang dilihat oleh Nabi Yehezkiel, dan banyak lagi lainnya di dalam Perjanjian Lama, memberi pra-gambaran terhadap pemberi lahiran Sang Perawan. Sebagaimana Adam telah diciptakan dengan Sabda Allah dari bumi yang belum terolah dan perawan, demikan juga Sabda Allah menciptakan daging bagi diriNya sendiri dari rahim seorang perawan ketika Putra Allah menjadi Adam yang baru agar memulihkan kejatuhan Adam pertama ke dalam dosa (St. Ireneus dari Lyons, Buku III).

Kelahiran Kristus yang tanpa benih itu dapat dan hanya dapat disangkal hanya oleh mereka yang menyangkal Injil, sedangkan Gereja Kristus dari sejak dahulu mengaku bahwa Kristus "menjelma oleh Sang Roh Kudus dan dari Sang Perawan Maria”. Tetapi kelahiran Allah dan Yang Selalu Perawan adalah batu sandungan bagi mereka yang ingin menyebut diri mereka sebagai orang Kristen tetapi tidak mau merendahkan pikiran mereka dan tidak mau berusaha giat untuk kemurnian hidup. Kemurnian hidup Maria adalah celaan bagi mereka yang juga tak murni di dalam pikiran mereka. Dengan demikian untuk menunjukkan diri mereka sendiri sebagai orang Kristen, mereka tidak berani menyangkal bahwa Kristus dilahirkan oleh seorang Perawan, tetapi mereka mulai menegaskan bahwa Maria tetap Perawan hanya setelah melahirkan anak pertamanya, Yesus. (Matius 1 :25).

"Setelah kelahiran Yesus," demikian kata Helvidius, guru palsu pada abad ke-empat, dan sebagaimana guru palsu lain sebelum dan sesudah dia, "Maria menikah dengan Yusuf dan dengannya dia memiliki anak-anak, yang disebut di dalam Injil sebagai saudara-saudara laki-laki dan perempuan dari Kristus." Tetapi kata "sampai" (dalam Matius 1:25) tidak menunjukkan bahwa Maria tetap perawan hanya untuk saat tertentu. Kata "sampai" dan kata-kata yang sama dengan itu sering menunjuk pada kekekalan. Dalam Kitab Suci dikatakan mengenai Kristus: "Kiranya keadilan berkembang dalam zamannya dan damai sejahtera berlimpah, sampai tidak ada lagi bulan !” (Mazmur 71:7 LXX), tetapi ini tidak berarti bahwa ketika nanti tidak ada lagi bulan di akhir zaman, keadilan Allah tidak akan ada lagi, padahal tepatnya, lebih dari itu keadilan Allah akan menang. Dan, apakah artinya ketika ada dikatakan: "Karena Ia harus memegang pemerintahan sebagai Raja sampai Allah meletakkan semua musuh­ Nya di bawah kaki-Nya. "(1 Korintus 15 :25). Apakah Tuhan nanti akan memerintah hanya pada saat semua musuhnya di bawah kakiNya ? Dan Daud, dalam Mazmur ke-empat pada Kenaikan dengan berkata: "Lihat, seperti mata para hamba laki-Iaki memandang kepada tangan tuannya, seperti mata hamba perempuan memandang kepada tangan nyonyanya, demikianlah mata kita memandang kepada TUHAN, Allah kita, sampai Ia mengasihani kita. (Mazmur 12i2 LXX). Dengan demikian Sang Nabi akan memandang Tuhan sampai Tuhan mengasihani dia, tetapi setelah dia memperoleh belas kasihan, apakah dia akan mengarahkan matanya ke tanah ? (Yerome yang terberkati, "Mengenai Tetap Perawannya Maria yang terberkati") Sang Juru Selamat dalam Injil berkata kepada para rasul (Matius 28:20): "Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman. " Dengan demikian setelah akhir zaman, Tuhan akan meninggalkan para muridNya, dan kemudian, apakah ketika mereka akan menghakimi duabelas suku Israel di atas dua belas tahta, mereka tidak akan memiliki persekutuan yang dijanjikan itu dengan Tuhan? (Yerome yang terberkati, op.cit).

Ini sama tidak benarnya dengan berpikir bahwa saudara-saudara laki-laki dan perempuan Kristus adalah anak-anak dari BundaNya yang tersuci. Kata "saudara" dan "saudari" memiliki makna berbeda. Untuk memaknai hubungan keluarga tertentu antara orang-orang atau menyebut kedekatan secara rohani, kata-kata ini digunakan beberapa kali di dalam makna yang lebih luas dan kadang kala di dalam pengertian yang lebih sempit. Dalam kasus biasa, orang-orang disebut saudara-saudara dan saudari-saudari apabila rnereka rnerniliki ayah dan ibu yang sama atau rnerniliki ayah yang sama atau ibu yang sama atau apabila mereka rnerniliki ayah atau ibu yang berbeda, apabila kemudian orang tua mereka (telah menjanda atau menduda) lalu rnenikah (menjadi saudara-saudara tiri) atau apabila orang tua rnereka terikat oleh derajat kekeluargaan yang dekat.

Di dalam Injil tak dapat ditemukan dimanapun bahwa mereka yang disebut sebagai saudara-saudara Yesus adalah anak-anak dari BundaNya atau dianggap sebagai anak-anak dari BundaNya. Sebaliknya, diketahui bahwa Yakobus dan yang lainnya adalah anak-anak Yusuf, Tunangan Maria, yang menduda dengan anak-anaknya dari istrinya yang pertama (St. Epiphanius dari Syprus, Panarion, 78). Dernikian pula, saudari­-saudari BundaNya, Maria isteri Kleopas, yang berdiri bersama BundaNya di kaki Salib Tuhan (Yohanes 19:25), Maria yang ini juga punya anak-anak, yang dalam cara pandang hubungan dekat kekeluargaan dengan sepenuhnya benar juga dapat disebut saudara-saudara Tuhan. Bahwa orang-orang yang disebut saudara-saudara dan saudari-saudari Tuhan bukanlah anak-anak BundaNya dengan jelas berasal dari fakta bahwa Tuhan mempercayakan BundaNya sebelurn kernatianNya kepada muridNya kekasih : Yohanes. Mengapa Dia harus rnelakukan hal ini apabila BundaNya itu memiliki anak-anak yang lain selain Dia sendiri? Anak-anak yang lain itulah yang seharusnya akan rnerawat Bunda mereka. Anak-anak dari Yusuf yang disangka ayah Yesus, tidak menganggap diri mereka berkewajiban untuk memelihara orang yang rnereka anggap sebagai ibu tiri, atau setidaknya mereka tidak rnemiliki kasih bagi Bunda Maria seperti yang dimiliki oleh anak kandung terhadap orangtuanya, atau tidak merniliki juga kasih sebagairnana kasih Yohanes anak angkatnya itu.

Dengan demikian, sebuah pengkajian yang teliti mengenai Kitab Suci mengungkapkan dengan kejelasan mutlak mengenai ketidak-sahihan keberatan mengenai Kekekalan Keperawanan Maria dan mernpermalukan mereka yang rnengajarkan berbeda dari itu.

Sumber : Synaxis GOI Edisi November 2007

Selasa, 08 Januari 2008

Perawan Maria adalah Theotokos - Homili St. Yohanes Kassianus melawan Bidat Nestorius

Perawan Maria adalah Theotokos [Bunda Allah]

Homili St. Yohanes Kassianus melawan Bidat Nestorius

Bukti bahwa Perawan Bunda Allah bukan hanya Khristotokos tetapi juga Theotokos, dan bahwa Kristus adalah sungguh-sungguh Allah.

Dan engkau berkata, wahai orang bidat – siapapun adanya engkau, yang menyangkal bahwa Allah dilahirkan dari Perawan, yaitu Maria Bunda dari Tuhan kita Yesus Kristus, dia tidak boleh disebut Theotokos, yang adalah Bunda Allah, tetapi hanya boleh disebut Khristotokos yaitu Bunda Kristus, bukan Bunda Allah. Engkau berkata, tak seorangpun dapat melahirkan apa yang sudah ada lebih dahulu. Dan ini tak pelak lagi adalah pendapat dungu, dimana engkau berpikir bahwa kelahiran Allah dapat dimengerti oleh pikiran-pikiran kedagingan, dan berkhayal bahwa misteri dari Yang Maha Mulia dapat terperi oleh penalaran manusia. Apabila Allah mengizinkan, kami akan mengatakan sesuatu sesudah ini.

Sementara itu kami sekarang akan membuktikan dengan kesaksian ilahi bahwa Kristus adalah Allah, dan Maria adalah Bunda Allah. Maka dengarkanlah bagaimana malaikat Allah berbicara kepada para Gembala mengenai kelahiran Allah. Katanya: "Telah lahir bagimu pada hari ini di kota Daud, seorang Juru Selamat yaitu Kristus Tuhan." Agar kamu tldak menganggap Kristus sebagal seorang manusia belaka, malaikat itu menambahkan nama Tuhan dan Juru Selamat dengan maksud agar engkau tidak ragu bahwa Dia yang engkau kenaI sebagai Juru Selamat adalah Allah, dan agar (sebagaimana kuasa penyelamatan itu hanya milik kuasa ilahi) engkau tidak menanyakan bahwa Dia adalah kuasa ilahi, yang didalamnya engkau telah mengerti bahwa kuasa untuk menyelamatkan ada pada Dia. Tetapi mungkin ini belum cukup untuk meyakinkan ketidakpercayaanmu, karena malaikat Tuhan menyebut Dia sebagai Tuhan dan Juru Selamat bukannya Allah atau Anak Allah, sebagaimana tentunya engkau menyangkali Dia yang adalah Juru Selamat itu sebagai Allah.

Maka dengarlah apa yang dikatakan Malaikat Agung Gabriel kepada Perawan Maria. Dia berkata, "Roh Kudus akan turun atasmu, dan kuasa dari Yang Maha Tinggi akan menaungi engkau: oleh karenanya Yang Kudus, yang akan kau lahirkan itu akan disebut Anak Allah." Dengan hormatnya malaikat itu berbicara, dan menjelaskan keagungan karya Ilahi dengan sifat ilahi dari kata-katanya. Karena Roh Kudus menyucikan rahim Sang Perawan, dan dihembuskan ke dalamnya oleh Kuasa ilahiNya, dan dengan demikian menanamkan dan menghubungkan DiriNya dengan kodrat manusia; serta membuat DiriNya sendiri menjadi apa yang dulunya adalah asing bagi Dia, mengambilnya untuk diriNya sendiri dengan kuasa dan keagunganNya sendiri. Dan kelemahan manusia tidak sanggup untuk menerima masuknya kuasa ilahi dari yang Maha Tinggi, maka dikaruniakanlah kepadaNya Keperawanan kekal, agar keperawanannya itu menguatkan kelemahan jasmaninya dengan cara merangkul kelemahan jasmaninya dengan naungan perlindungan Roh Kudus, dan kelemahan manusia bukan lagi tidak cukup bagi berlakunya misteri tak terperi dari pengandungan kudus, karena kemanusiaan telah dikuatkan oleh naungan Ilahi. Gabriel berkata, "Karenanya Roh Kudus akan turun atasmu, dan kuasa dari Yang Maha Tinggi akan menaungi engkau." Bila hanya semata­-mata manusia belaka yang akan dilahirkan oleh perawan murni, mengapa harus ada Pengabaran Ilahi (Evangelismos) yang amat teliti seperti itu ? Mengapa ada campur-tangan Keilahian itu sendiri ? Sesungguhnya apabila hanya manusia semata yang akan dilahirkan oleh manusia, dan daging dilahirkan oleh daging, maka satu perintah atau kehendak ilahi saja sudah dapat membuat hal itu terjadi. Karena apabila kehendak Allah saja dan perintahNya saja sudah cukup untuk menghiasi surga, membentuk bumi, menciptakan laut, membuat para balatentara, para kuasa, para malaikat, para malaikat penghulu dan kerajaan (jenjang-jenjang malaikat­ makhluk surgawi) dan di dalam satu kata saja cukup untuk menciptakan balatentara surga, dan menciptakan beribu­-ribu makhluk Surgawi ("Karena Dia berbicara maka jadilah, Dia memerintahkan dan mereka terciptalah").

Mengapa sesuatu yang sudah cukup untuk menciptakan segala makhluk ilahi menjadi tidak cukup bagimu bagi penciptaan seorang manusia, dan kuasa serta keagungan Allah yang telah menghiasi segala sesuatu di bumi dan di surga itu tidak kau percaya mampu untuk membuat kelahiran seorang bayi saja ? Jelaslah bahwa mengapa semua perbuatan ilahi ini hanya perlu dilakukan dengan perintah Allah saja, tetapi kelahiran Kristus hanya dapat dilakukan dengan kedatanganNya, karena Allah tidak dapat dikandung oleh manusia kecuali jika Dia sendiri mengizinkannya, tidak juga dapat dilahirkan hanya jika Dia sendiri saja yang masuk ke dalam rahim manusia; dan oleh karenanya Sang Malaikat Agung menunjukkan bahwa keagungan suci akan turun atas Sang Perawan, yang kumaksud adalah sedemikian agung kejadian yang tak dapat ditanggung oleh persetujuan manusia, maka dia mengabarkan bahwa akan hadir dalam kejadian pengandungan itu, kemuliaan dari Dia yang akan dilahirkan. Dan demikianlah Sang Sabda, Sang Putra, turun; keagungan Roh Kudus hadir; kuasa Sang Bapa menaungi; bahwa di dalam misteri pengandungan suci ini seluruh Tritunggal bekerja.

Gabriel berkata, "Karenanya Yang Kudus yang akan engkau lahirkan itu akan disebut Anak Allah." Dengan hormat pula dia menambahkan kata: "Karenanya", kata ini untuk menunjukkan bahwa hal-hat tersebut akan mengikuti apa yang dikatakan sebelumnya; dan bahwa karena Allah telah datang atas dia pada saat pengandungan, karenanya Allah akan hadir dalam kelahiran. Dan ketika si gadis perawan ini tidak mengerti juga, Gabriel memberi alasan atas perkara besar ini dengan berkata: "Karena Roh kudus akan turun atasmu, dan karena kuasa dari Yang Maha Tinggi akan menaungi engkau, karenanya juga Yang Kudus yang akan kau lahirkan akan disebut Anak Allah;" ini sama saja dengan mengatakan: Engkau tidak boleh tidak peduli dengan ketetapan ini, karena begitu agung perbuatan ini, dan misteri dari rahasia agung, keagungan Allah karenanya akan turun atas kamu sepenuhnya; karena Anak Allah akan engkau lahirkan. Keraguan apalagi yang dapat muncul tentang hal ini ? Atau apa lagi yang mau dikatakan? Dia berkata bahwa Allah akan turun atas dia; yaitu Anak Allah akan lahir. Bertanyalah sekarang, kalau kamu mau, bagaimana bisa Anak Allah tidak disebut Allah, atau bagaimana dia yang melahirkan Allah bisa tidak disebut Theotokos, yaitu Bunda Allah ?

Hal ini saja sudah cukup bagirnu; sungguh ini seharusnya sudah amat sangat cukup bagimu.


Sumber : Synaxis GOI Edisi November tahun 2007

Misteri Maria Menurut St.Basilius Agung

Misteri Maria

Oleh St.Basilius Agung

Di dalam pengajaran tentang keselamatan kepada dunia luar dan di dalam Injil, Gereja tidak secara eksplisit menetapkan ajaran-ajarannya, meskipun ajaran-ajaran itu selalu hadir secara mistika di dalam Kitab-kitab Suci [l] seperti "harta karun yang tersembunyi di dalam tanah"[2]. Bertahun-tahun setelah kematian ibunda Yesuslah Perjanjian Baru, telah diselesaikan, meskipun begitu Perjanjian Baru tidak menyebut tentang ke-tetap-perawanan-nya, tahun-tahun akhir dari kehidupannya, dan pengangkatan serta penguburannya itu sendiri. "Ada banyak hal besar yang tidak tertulis di dalam Kitab-kitab dengan kata-kata yang sama tetapi telah dikumandangkan oleh para bapa gereja dan merupakan kekuatan yang setara dengan Kitab-kitab suci. Sebenarnya, rumusan "Putra adalah satu esensi (ηομοσιουσ) dengan Sang Bapa, sebagai contoh, tidak ditemukan di dalam Kitab-kitab yang terilham secara ilahi; rumusan tadi dijadikan jelas di kemudian hari oleh para bapa gereja, dan demikian pula rumusan mengenai Roh Kudus adalah Allah, dan bahwa Sang Kyriotokos adalah Theotokos. Ada hal lain juga dan memerlukan waktu lama untuk menyebutkan mereka satu per satu. Apabila mereka itu tidak diakui, penyembahan kita yang benar akan disangkal."[3]

Percaya dalam Kristus dan kebangkitannya dalam daging adalah hal pertama yang diperlukan sebagai batu penjurn dimana selurnh bangunan iman Kristen bertumpu. Tanpa ini, mustahilah untuk mendekati "banyak perkara lain yang akan mengambil tempat kemudian."[4] Pengalaman para rasul dan saksi mata mencatat misteri akhir Maria, sebagai contoh : sampai kepada kita di dalam tradisi Apostolik dan patristik dari Gereja. Maria meninggal setelah sekitar dua belas tahun setelah Kebangkitan Anaknya. Ia turun ke dunia dan menerima jiwa ibunya dan pada hari ke tiga, membangkitkan tubuhnya yang tak lapuk dari kuburan, mengangkat dia ke Gereja, mengangkat tubuh dan jiwanya. Sangat pantaslah apabila ia menerima buah-buah pertama dari kebangkitan Sang Sabda yang menjadi Daging, karena daging Sang Firman adalah daging bundaNya.

Apabila kita berbicara tentang misteri akhirnya, bagaimanapun, kita harus juga berbicara mengenai misteri dari Maria yang Selalu Perawan, mengenai Maria Sang Bunda Allah dan pada saat yang sama berbicara mengenai Sang Pensyafaat.[5] Berbicara mengenai salah satu gelarnya berarti membicarakan seluruh gelar itu. Untuk memisahkan salah satu gelar ini dari yang lain adalah kesalahan umum dari para penyelidik yang bagi pengalaman gerejawi Orthodox hal semacam itu adalah asing. Hal-hal ini adalah paradoks-paradoks dari Maria, yaitu mengenai keibuannya yang menjaga keperawanannya dan keperawanannya yang menjaga keibuannya, dan mengenai keberadaannya yang terbuat dari debu tanah walau demikian sebelum segala zaman menjadi yang bersama-sama menyebabkan penciptaan segala sesuatu. Paradoxa-nya adalah endoxa-nya atau misteri­-misteri yang mulia tak terpisahkan dari misteri yang satu dan agung, yaitu Inkarnasi, satu-satunya "hal baru di muka bumi" [6].

Keyakinan Orthodox kepada Maria, sebagaimana para bapa mengajar kita, dapat hidup hanya di dalam konteks Kristologi dan lnkarnasi, yaitu di dalam konteks dari siapa dan apa Yesus Kristus itu dan dari makna lnkarnasi dalam sejarah dan di dalam kehendak kekal Allah sebelum segala zaman. Anak yang dilahirkan Maria bukanlah manusia biasa yang begitu saja "diadopsi" oleh Sang Bapa, atau direbut setelah kelahirannya.

Jadi ketika Sang Juruselamat keluar dari rahim ibuNya, tidak ada seorangpun yang hadir untuk menyaksikan kehadirannya di dunia, bahkan Yusuf, sebagai ayahNya secara hukum, mungkin juga tidak menyaksikan kelahiranNya. Tidak ada seorang manusia fanapun yang ada dan menjadi saksi atas terjadinya keajaiban dari segala keajaiban ini, kelahiran yang paling istimewa di sepanjang sejarah manusia. Tidak seorangpun yang hadir untuk berbagi kebahagiaan atas peristiwa besar ini. Tidak ada seorangpun yang hadir untuk kemudian mengabarkan pada kerumunan orang-orang yang sedang berkumpul di Bethlehem untuk sensus bahwa Mesias yang telah lama dinantikan telah lahir, dan jaraknya hanya sepelemparan batu dari mereka. Dengan diam-diam dan tak terduga Allah dalam daging memasuki dunia dengan hanya disaksikan oleh ibuNya yang kudus. Hanya Maria yang telah diberkati untuk mengandung Dia selama sembilan bulan, yang sekarang diberkati untuk melihat Dia menyelinap ke dunia sebagai bayi tanpa dosa yang tak berdaya. Hanya Maria yang secara istimewa mewakili umat manusia untuk melihat dimulainya era baru. Maria lebih dari pantas untuk mendapatkan kehormatan tersebut, karena diantara seluruh penghuni dunia ini, hanya dialah yang tidak mempunyai dosa serius, hanya dia yang mentaati dan berbakti kepada Allah dengan segenap hatinya, segenap perasaan dan jiwanya.

Santo Lukas adalah seorang dokter yang berpengalaman, dan dalam posisi yang tepat untuk menggambarkan kelahiran yang unik tersebut. Dia mengajak kita untuk percaya, bahwa selama proses kelahiran Sang Juruselamat, tidak ada tangis, tidak ada desah kesakitan atau ketidak-enakan yang biasanya menyertai proses kelahiran manusia. Maria melahirkan Yesus tanpa rasa sakit. Lebih jauh lagi, dalam kelahiran tersebut, tidak merusak keperawanannya. Seperti pada waktu konsepsi yang tidak merusakkan keperawanannya, sekarang, amat logis bahwa Yesus keluar dari rahimnya tanpa merobek keperawanannya. Seperti sinar matahari yang menembus kaca jendela tanpa memecahkannya, begitu juga Yesus keluar dari rahim ibuNya tanpa merusakkan selaput daranya.

Sejak zaman rasul-rasul, orang-orang Kristen selalu menghormati gua tempat kelahiran Kristus sebagai tempat kudus, dan mereka seringkali berziarah ke tempat tersebut. Tapi mereka tidak lama menikmati hal tersebut. Pada tahun 135 M seorang Kaisar Roma, Hadrianus, yang merupakan musuh Gereja, mengunjungi Palestina dan menjadikan gua tersebut sebagai tempat pemujaan Dewa Adonis. Sungguh suatu perbuatan yang tidak beriman. Tempat yang paling kudus di dunia itu telah menjadi tempat penyembahan berhala. Dan tempat dimana bayi Yesus menangis telah berubah menjadi tempat dimana para penyembah berhala tersebut meratap kepada Dewi Venus.

Politik Hadrianus yang mengotori tersebut, tidak berhenti sampai disitu. Untuk melampiaskan kemarahannya kepada rakyat Yahudi yang memberontak kepada Roma, di bawah pimpinan Yosep Bar Kokbah, kaisar berusaha menjadikan rakyat Palestina sebagai penyembah berhala. Kemudian untuk menghina orang Kristen sekali lagi, ia mendirikan kuil pemujaan Dewi Aphrodit di Gunung Golgota, yaitu tempat dimana Yesus disalibkan, dan mengubah nama Yerusalem menjadi Aelia Capitolina.

Keberhasilan kaisar tersebut hanya sementara. Pada akhirnya, semua hal tersebut gagaL Ia tidak berhasil menghapuskan memori gua tersebut sebagai tempat kelahiran Yesus. Malahan penyembahan berhala yang dilakukan di gua tersebut memperkuat memori umat Kristen terhadap tempat ku....

[1] St. Basilius Agung membuat suatu perbedaan antara tulisan-tulisan pengajaran Gereja bagi khalayak atau pengajaran umum (kyrigma) dan ajaran-ajaran tak tertulis atau lisan yang diberikan "di dalam misteri oleh tradisi para Rasul." Pokok dari ajaran-ajaran ini, demikian ia berkata, adalah setara dengan "ajaran-ajaran tertulis" dan memiliki "otoritas yang sarna". Dogma-dogma (dogmata) yang "tak ditujukan untuk khalayak", "tak tertulis" adalah misteri­misteri kudus, "yang dijalankan dalam keheningan," tumbuh "dari tradisi yang sunyi dan mistika, ajaran-ajaran yang tak ditujukan kepada khalayak dan tak terlukiskan." (On the Holy Spirit, bab 28, MPG 32) Oleh karena itu, di dalam iman Orthodox, "mistik" dan "mistika" tidak ada hubungannya dengan semacam apa yang disebut "mistikisme"(klenik) tetapi menunjuk kepada empirik Gereja, hidup yang "tersembunyi" di dalam Roh yang tak bertempat tinggal.

[2] Matius 13:44

[3) Theodoros Studites, Second Refutation of the Iconomachs, MPG 99, 365C.

[4) Modestus dari Yerusalem, Encomium on the Dormition, MPG 86-2, 3312B.

[5) Bdk. Bab X di bawah ini. Gelar ini sesuai dengan yang digunakan Μεσιτρια

oleh para bapa gereja.

[6) Imamat 1:9 pasal-pasal Perjanjian Lama di sini adalah dari edisi Septuaginta

Yunani (LXX) (abad ke 2 SM), Perjanjian Lama yang resmi digunakan dalam

Gereja Orthodox.

Sumber : Synaxis Gereja Orthodox Indonesia Edisi November tahun 2007

♥ HATIMU MUNGKIN HANCUR, NAMUN BEGITU JUGA HATIKU

 ♥ *HATIMU MUNGKIN HANCUR, NAMUN BEGITU JUGA HATIKU* sumber: https://ww3.tlig.org/en/messages/1202/ *Amanat Yesus 12 April 2020* Tuhan! Ini ...