Rabu, 19 September 2007

St. Hieronimus Dalam Contra Helvedius



Diterjemahkan oleh Pater Gabriel Rehatta [Gereja Orthodox Indonesia - Paroki Ephipania Agia Sophia - Kalimalang Jakarta Timur]

Disunting oleh Leonard T. Panjaitan


St. Hieronimus

Dalam Contra Helvedius


I. Kehidupan St. Hieronimus


Tradisi mencatat bahwa Hieronimus adalah seseorang yang terpelajar di zamannya. Dasar dari pendidikannya sangatlah tak tertandingi dan tinggi terutama dalam ilmu retorika serta sastra klasik, hal ini membuatnya menjadi seorang penulis yang istimewa dalam kesusasteraan latin. Hieronimus lahir di kola Stricto di Dalmatia sekitar tahun 342. Pada saat ia berumur sebelas tahun dia melanjutkan studinya ke kota Roma, dimana di sana ia dibaptiskan ketika ia mencapai umur sembilan belas tahun. Sebagai seorang pemuda ia mempunyai banyak kegiatan, tetapi sering ia mengunjungi biara dan merasakan hidup membiara untuk beberapa waktu lamanya, dalam pengalamannya di biara-biara inilah ia berkesempatan untuk mengenal tulisan-tulisan dari para Bapa Gereja, terntama yang hidup sezamannya, seperti St. Agustinus dari Hippo dan St. Ambrosius dari Milan.

Pada umur 30 tahun Hieronimus pindah ke daerah Suriah dan tinggal sebagai seorang rahib selama tiga tahun. Setelah ditahbiskan menjadi seorang imam, Hieronimus pergi ke kota Konstantinopel untuk lebih mendalami tulisan-tulisan dari para Bapa Gereja dari Timur, seperti St. Gregorius dari Nyssa dan St. Basilius dari Kapadokia dan St. Gregorius Nazianzus. Hieronimus muda sangatlah fasih dengan bahasa Yunani dan Ibrani, ia juga belajar ilmu menafsir Kitab Suci dan menjadi seorang penafsir yang handal di zamannya. Pada tahun 382 ia di minta oleh Paus St. Damasus untuk menjadi sekretaris pribadinya, selain itu Hieronimus juga mendirikan banyak biara-biara. St. Damasus juga meminta Hieronimus untuk memperbaiki terjemahan Latin dari Kitab Perjanjian Baru. Setelah Paus St. Damasus wafat, Hieronimus memutuskan untuk kembali ke daerah Timur Tengah dan menetap di Bethlehem, ia tinggal di sebuah gua tepat berdampingan dengan gua dimana Kristus dilahirkan.

Di Timur tengah inilah ia banyak menghabiskan waktunya untuk berdoa, belajar dan menulis. Setelah menetap di Bethlehem selama lebih dari tiga puluh empat tahun, ia berhasil merampungkan Magnum Opus-nya (Karya Agung) yaitu seluruh Kitab Suci yang diterjemahkannya dari bahasa Yunani dan Ibrani ke dalam bahasa Latin, sekarang biasa disebut dengan Vulgata. Karya agung ini diselesaikannya selama 20 Tahun. Selain karya Kitab Suci, ia juga banyak menulis surat-surat dan karya apologetika, salah satunya adalah Apologetika pembelaan tentang Keperawanan Bunda Maria, yang diterjemahkan di bawah ini. Hieronimus wafat pada tahun 419 atau 420 Masehi, ia dikuburkan di gua Bethlehem tempat ia belajar, berdoa dan menulis, dikemudian hari relikwi tubuh dari Pujangga Gereja ini dipindahkan di Gereja Basilika St. Maria Major di kota Roma.

II. Pribadi Hieronimus

Dari buah penanya, kita dapat melihat bahwa Hieronimus adalah orang yang cukup tajam serta keras. Tak jarang kata-katanya tajam dan sedikit menyakitkan, walaupun surat dan tulisannya ditulis dengan gaya bahasa yang tinggi dan indah dan tak jarang puitis, tetap saja temperamennya yang lekas 'naik darah' serta tak ragu menegur orang lain yang dia anggap salah, sangatlah terlihat dengan jelas.

Dan beberapa catatan sejarah, sewaktu muda ia dikenal sering membuat argumentasi­argumentasi yang dalam, yang diciptakannya dari pembicaraan sehari-hari dan sepele. Ia gemar bermati-raga serta berpuasa, sebagai rahib ia hanya tidur beralaskan lantai serta hidup hanya dari roti dan air sebuah tradisi Monastik Gereja Timur (tradisi xerophagia) yang ia pegang dengan keras. Seringkali biara serta tempat pertapaan Hieronimus di hancurkan oleh kaum kafir dan bidat sesat, tetapi Hieronimus tidak pernah lelah dalam menghasilkan karya-karya sastra Gereja.

III. Kontroversi Helvedius dan apologetika Hieronimus

Di zaman Hieronimus terdapat dua bidat yaitu Helvedius dan Jovinian, keduanya menyerang keperawanan Maria. Helvedius sebenamya hanya seorang awam biasa, ia seorang warganegara Romawi serta sahabat dari Uskup Auxentius dari Milan, Uskup Auxentius adalah penganut bidat Arianisme (bidat yang menolak keilahian dari Yesus Kristus). Helvedius menyatakan Maria hanya sekedar model teladan dalam hidup. Keperawanan Maria baik sebelum ataulah setelah kelahiran Kristus tidak diakuinya, walaupun ia menganggap Maria sebagai model istri dan ibu teladan. Ia banyak mengambil teologi dari Tertulian, seorang gerejawan yang terpengaruh dengan bidat Montanisme.

Menurut Helvedius, saudara-saudara Yesus yang ditulis dalam injil adalah anak-anak hasil hubungan suami-istri antara St. Yosef dan Bunda Maria, setelah kelahiran Yesus Kristus. Dalam thesisnya Hieronimus juga menolak sebuah tradisi apokrifa yang menyatakan bahwa Yusuf adalah seorang duda yang tua dan telah mempunyai anak, tradisi ini masih diimani oleh Gereja-Gereja Timur, khusunya dalam tradisi Gereja Orthodox. Menurut Hieronimus saudara-saudara Yesus disini hanyalah berarti sepupu sebagaimana diterjemahkan dari bahasa Ibrani secara sederhana.

Hieronimus menjawab tantangan Helvedius akan teori ini dengan membuat sebuah uraian thesis teologis yang berjudul : "Tentang Keperawanan Kekal dari Maria, Melawan Helvedius" atau yang biasa disebut dengan judul: "Contra Helvedius". Thesis dari Hieronimus juga mengangkat keutamaan hidup dalam kesucian (keperawanan) disamping juga mengulas detail Kitab Suci yang berkenaan dengan Keperawanan Maria. Hieronimus dalam tulisan ini walaupun tepat mengenai sasaran tetapi juga menggunakan gaya bahasa sarkasme dan ironi yang cukup tajam. St. Hieronimus juga membuat sebuah pembelaan lain dalam tema yang sama (Keperawanan Kekal dari Bunda Allah), tetapi kali ini lawan yang dihadapinya adalah bidat Jovinian.

Bagi St. Hieronimus, membela keperawanan Maria berarti juga menggarisbawahi keutamaan hidup suci dan terkonsekrasi bagi Allah. Patut diketahui bahwa pada zaman St. Hieronimus terdapat sebuah hubungan erat antara berkembang pesatnya hidup membiara dan devosi yang tinggi kepada Sang Perawan Maria.

IV. Tentang Keperawanan Kekal dari Maria " Contra Helvedius"

Berikut ini adalah tulisan St. Hieronimus terhadap bidat Helvedius :

1. Tidak berapa lama waktu yang lain, saya telah diminta oleh seorang saudara untuk menjawab sebuah pamflet yang ditulis oleh Helvedius. Memang saya telah menunda untuk melakukan hal ini, bukan karena adalah hal yang sulit untuk membela kebenaran dan menentang orang bodoh itu (Helvedius) yang pengetahuannya terbatas akan gemilangnya ilmu pembelajaran, sebenarnya saya menundanya, karena saya takut bahwa jawaban saya (atas masalah) ini akan membuat dia seakan layak untuk dikalahkan. Juga ada pertimbangan lain bahwa teman kita yang terganggu jiwanya ini yang adalah satu-­satunya orang di dunia ini yang merasa dirinya adalah orang awam dan imam, sesorang yang menganggap bahwa kefasihan lidah itu sama dengan kecerewetan, seseorang yang menganggap bahwa berbicara yang jahat tentang sesorang sebagai sebuah kesaksian dari nurani yang baik, maka pertimbangan saya adalah; jika saya akan melawannya maka hujatan yang dilakukannya akan menjadi lebih buruk daripada sebelumnya. Dia akan berdiri bagaikan di atas altar dan akan menerbitkan pemikirannya secara jauh dan luas. Juga ada pertimbangan bahwa jika kebenaran mengalahkannya maka ia (Helvedius) akan memburu lawannya dengan senjata pencideraan (secara fisik).

Tetapi semua alasan yang membuat saya berdiam diri ini pada akhimya malah membuat saya berhenti berdiam oleh karena skandal yang dibuatnya telah membuat beberapa saudara menjadi jijik oleh karena keliarannya (pengajaran). Kapak dan Injil telah diletakkan (dan akan segera diayunkan untuk menebas) di akar dari pohon yang mandul, agar akar dan dahan-dahannya yang kering dapat dicampakkan ke dalam api, sehingga Helvedius yang tak pernah belajar untuk berbicara untuk selamanya mengekang lidahnya.

2. Saya harus memohon kepada Roh Kudus agar Dia boleh menyatakan PengertianNya melalui mulutku dan membela Keperawanan abadi dari Sang Perawan Maria Yang Terberkati. Saya harus memohon kepada Tuhan Yesus agar Dia menjaga tempat tinggal suci yaitu rahim di mana Ia telah tinggal selama sembilan bulan, agar Dia membelanya dari segala keraguan dan kecurigaan akan adanya hubungan suami-istri (yang dikatakan telah terjadi). Dan saya juga harus memohon kepada Allah Sang Bapa agar Ia menunjukkan Sang Bunda dari PuteraNya yang adalah sudah menjadi seorang Bunda sebelum ia menjadi seorang mempelai dan tetap sebagai seorang Perawan setelah ia melahirkan Putranya.

Saya tidak mempunyai gairah untuk menunjukan kefasihan lidah ataupun memakai jebakan-jebakan logika ataupun memakai pemikiran (filsafat) Aristoteles. Yang saya akan pakai hanyalah kata-kata dari Kitab Suci. Biarlah ia ditentang oleh bukti-bukti (dari Kitab Suci) yang sama yang ia pakai untuk melawan kita, sehingga ia boleh melihat bahwa adalah sesuatu yang mungkin baginya untuk membaca apa yang ditulis (dalam Kitab Suci) tetapi tetap tidak mengerti apa yang disebut sebagai iman yang benar.

3. Pernyataan (Helvedius) yang pertama adalah ia mengutip St. Matius yang berkata : Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri. Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus : perhatikan di sini Helvedius mengatakan bahwa ia (Matius) menggunakan istilah bertunangan bukan dipercayakan sebagaimana yang dikatakannya, dan satu-satunya alasan bahwa ia dipertunangkan agar suatu hari ia akan dinikahkan.

Matius (menurut Helvedius) tidak akan berkata bahwa mereka (Yusuf dan Maria) telah berhubungan sebagai suami dan istri kalau kenyataannya mereka belum pernah berhubungan sebagaimana kita tidak dapat mengatakan bahwa seseorang A akan makan kalau kenyataannya si A itu tidak akan makan. Lalu lagi ia menyebutkan bahwa Malaikat menyebut Maria sebagai istri dan berbicara tentang dia sebagai sesorang yang telah dipersatukan dengan Yusuf. Lalu kita diundang lebih jauh dalam pernyataan Helvedius tentang Kitab Suci : Lalu Yusuf bangun dari tidurnya dan sebagaimana yang diperintahkan oleh Malaikat Tuhan dan mengambil Maria sebagi istrinya tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki.

  1. Helvedius mempertentangkan pendapatnya sendiri

Marilah kita memperhatikan hal di atas satu-persatu dan mempelajari jejak ketidaksalehan yang telah membuat ia (Helvedius) berkontradiksi terhadap dirinya sendiri. Ia (Helvedius) menyatakan bahwa Bunda Maria telah ditunangkan tetapi segera ia menyatakan lagi bahwa Maria sebenarnya telah menjadi istri dari pria yang menjadi tunangannya. Ia menyebut Maria sebagai istri dengan alasan bahwa ia (Maria) ditunangkan agar supaya satu hari ia kelak menjadi istri. Helvedius mengatakan bahwa kalau yang digunakan adalah "dipertunangkan" bukan "dipercayakan" maksudnya ini sama dengan mengatakan bahwa Maria belum menjadi istri dan belum dipersatukan dengan ikatan pemikahan. Dan ketika ia (Helvedius) melanjutkan ia mengatakan: "Penulis Injil tidak akan menggunakan kata-kata bahwa mereka (Yusuf dan Maria) telah berhubungan sebagai suami dan istri kalau kenyataannya mereka belnm pernah berhubungan (sebagaimana suami istri) dalam hal yang sama kita dapat mengatakan bahwa seseorang akan makan kalau kenyataannya ia tidak akan makan.

Saya tidak tahu apakah saya harus tertawa atau sedih terhadap pernyataan ini. Haruskah saya mengatai dia sebagai orang bodoh ataukah saya harus menuduh dia sebagai orang yang sembrono. Hal ini sama seperti apabila seseorang mengatakan: "Sebelum saya makan di pelabuhan saya sudah berlayar dulu ke Afrika", kata-kata orang ini tidak ada gunanya kalau benar-benar ia satu hari merasa harus makan di pelabuhan. Jika saya memilih untuk berkata, "Sebelum Paulus pergi menuju Spanyol, Paulus dipenjara dan dibelenggu di Roma", hal ini sama saja seperti mengatakan “Helvedius sudah dijemput oleh kematian sebelum dia bertobat", haruskah Paulus dibebaskan terlebih dahulu baru berangkat ke Spanyol atau haruskah Helvedius bertobat sebelum ia mati, walaupun Kitab Suci mengatakan: siapakah yang akan memujiMu di dunia orang mati ? Bukankah kita harus mengerti kata preposisi "sebelum", walaupun kata ini sering menunjukan berdasarkan urutan waktu tetapi kadang juga menunjukan berdasarkan pengertian.

Ketika Sang Penginjil mengatakan: "sebelum mereka hidup sebagai suami isteri" (Mat 1:18)... yang dimaksud oleh Matius adalah waktu sebelum mereka (Maria dan Yusuf) menikah, dan menunjukan bahwa Bunda Maria yang telah ditunangkan ada pada jenjang terakhir menuju sebelum menjadi istri. Seakan Matius mengatakan sebelum mereka bertemu dan berhubungan suami istri, Maria telah diketemukan dalam keadaan mengandung. Dan dalam keadaan demikianlah, Maria diketemukan oleh Yusuf, yang seakan melihat dengan khawatir pada rahim yang membesar dari tunangannya, pada saat ini tidak dikatakan sesuai dengan pernyataan (Helvedius) bahwa Yusuf melakukan hubungan suami istri dengan Maria. Keinginan Yusuf untuk memiliki Maria hilang ketika ia mengetahui bahwa istrinya telah mengandung.

Walaupun juga kita menemukan dalam Kitab Suci bahwa Malaikat telah menyatakan didalam mimpi: "Jangan takut untuk mengambil Maria sebagai istrimu" dan lagi "Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya" kita tak perlu merasa terganggu oleh hal ini sebab adalah hal yang biasa didalam tradisi Kitab Suci untuk menyebut wanita yang dipertunangkan sebagai Istri ! Bukti berikut ini ditegaskan oleh Kitab Keluaran : Tetapi jikalau dipandang laki-laki itu bertemu dengan gadis yang telah bertunangan itu, memaksa gadis itu untuk dengan dia maka hanyalah laki­-laki yang tidur dengan gadis itu karena ia telah merendahkan isteri sesamanya (Ulangan 22:25-27).

Dan di tempat lain dikatakan: Apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan - jika seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia, maka haruslah mereka keduanya kamu bawa keluar kota dan kamu lempari dengan batu sehingga mati….dan laki-laki itu karena ia telah memperkosa isteri sesamanya manusia (Ulangan 22:23-24) di tempat lain juga dijelaskan: Dan siapakah yang telah ditunangkan dengan istrinya dan belum mengawininya...(Ulangan 20:7). Tetapi kalau seserang merasakan adanya keraguan tentang mengapa Sang Perawan mengandung setelah bertunangan bukan sebelum ia bertunangan dengan siapapun atau dengan meminjam bahasa Kitab Suci: "belum bersuami", maka biarlah saya menjelaskan dengan tiga alasan;

a. Pertama yaitu dengan silsilah dari Yusuf dimana terdapat keturunan leluhur Maria, sehingga asal-usul Maria juga turut dinyatakan.

b. Kedua supaya ia tidak dirajam sebagai seorang pezinah sesuai dengan hukum Taurat Musa.

c. Ketiga sehingga dalam pelariannya ke Mesir dia mendapatkan kenyamanan, dimana Yusuf bertindak lebih sebagai pelindungnya daripada sebagai seorang suami.

Sebab siapakah pada saat itu yang dapat percaya penjelasan dari Sang Perawan bahwa bayi yang dikandungnya adalah dari Roh Kudus dan bahwa Malaikat Gabriel telah datang dan memberitahukan rencana Allah ? Dan bukankah semua orang pasti akan menuduh Bunda Maria sebagai seorang pezinah, seperti yang dialami oleh Susana (Kisah Susana dalam Kitab Tambahan Daniel). Untuk masa kini dimana sebagian besar dunia telah memeluk iman Kristiani, orang-orang Yahudi masih berdebat ketika Nabi Yesaya berkata: Seorang perawan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-Iaki... (Yesaya 7:14), kata dalam bahasa Ibrani disini menggunakan kata yang berarti seorang perempuan muda, bukan seorang perawan, kata yang digunakan adalah almah (wanita muda) bukan bethulah (perawan), hal ini akan kita diskusikan lagi dengan detail nantinya.

Terakhir, dengan mengecualikan Yusuf, Elisabeth dan Maria serta beberapa orang lainnya yang mungkin mengetahui kebenaran yang sesungguhnya mengenai kehamilan Maria, maka kemungkinan besar semua orang lain tentunya menganggap Yesus adalah anak dari Yusuf. Bahkan lebih jauh lagi tentang hal ini para penulis injil menekankan sebuah pendapat yang tak terkalahkan sehingga menjadi pedoman bagi banyak ahli sejarah yang memanggil Yusuf sebagai ayah dari Sang Juru Selamat sebagai contohnya: Dan Ia (Simeon) datang ke bait Allah oleh Roh Kudus. Ketika Yesus Anak itu dibawa masuk oleh orang tuaNya (Lukas 2:27) dan di tempat lainnya: Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah. (Lukas 2:41).

Juga setelah itu: tinggalah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui oleh orang tuaNya (Lukas 2:43). Mengenai Yusuf perhatikanlah jawaban Maria kepada Malaikat Gabriel: Bagaimanakah ini mungkin terjadi, melihat saya tidak mengenal laki-Iaki (Lukas 1:34 terjemahan secara literal dari bahasa Yunani). Juga mengenai Yusuf dituliskan: Nak mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami ? BapaMu dan aku dengan cemas mencari Engkau (Lukas 2:48). Di sini kita tidak menemukan apa yang menjadi pendapat orang Yahudi atau para pencemooh lainnya. Para penulis Injil menyebut Yusuf sebagai "bapa" Maria juga mengakuinya sebagai bapa. Tetapi tidak sebagai ayah kandung dari Sang Juruselamat, tetapi ia menjadi bapak untuk menjaga reputasi dari Bunda Maria, sehingga ia dianggap oleh semua orang sebagai bapak dari Yesus, walaupun sebelum ia mendengar nasehat dari malaikat Tuhan, ketika ia ingin meninggalkan Maria secara diam-diam, malaikat yang berkata: Yusuf anak Daud janganlah takut untuk mengambil Maria sebagai istrimu sebab bayi yang dikandungnya adalah dari Roh Kudus (Matius 1:20), hal ini menunjukan bahwa ia benar-benar tahu dengan pasti bahwa anak yang dikandungya adalah bukan miliknya. Tetapi kita telah cukup mendiskusikan dengan tujuan untuk mengajar lawan kita (Helvedius) daripada menjawabnya, untuk menunjukan mengapa Yusuf disebut sebagai ayah/bapak dari Tuhan kita dan mengapa Maria disebut isteri Yusuf, (hubungan penikahan mereka yang dijelaskan oleh penginjil adalah untuk melindungi Maria bukan untuk menjelaskan apa yang terjadi dalam pernikahan mereka). Hal ini juga sekaligus menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan saudara-saudara Yesus.

  1. "Sampai"

Hal ini adalah sebuah hal yang nantinya akan menemukan tempat yang tepat untuk dijelaskan nantinya. Sekarang kita harus menjelaskan tentang hal-hal yang lain. Hal yang harus dijelaskan sekarang adalah: "Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-Iaki dan Yusuf menamakan Dia Yesus (Matius. 1:24-25). Menurut Helvedius kata "sampai" disini menunjukkan kepada suatu tenggang waktu yang telah ditentukan dengan pasti dan setelah tenggang waktu ini tergenapi (selesai) maka hal-hal yang tertunda akan segera dilakukan atau terjadi, dalam kasus ini adalah masalah: "tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki" adalah sudah jelas menurut Helvedius bahwa setelah Maria melahirkan maka persetubuhan itu terjadi, dan hanya terhenti sementara oleh karena kehamilan dari Bunda Maria, untuk membela pendapatnya ini, Helvedius menumpuk teks demi teks dan mengancung-ancungkan pedangnya seperti layaknya seorang gladiator buta, ia sungguh sangat ribut dengan lidahnya yang berisik dan akhirnya ia hanya melukai dirinya sendiri.

6. Jawaban kami tentang hal ini adalah singkat saja, di dalam bahasa dari Kitab Suci kata-kata "mengenal" dan "sampai" sering mempunyai arti ganda. Kata "mengenal" bisa saja berarti sebuah hubungan seksual dan juga berarti : mempunyai pengertian ("mengetahui"). Seperti contohnya: Sehabis hari-hari perayaan itu, ketika mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui orang tua-Nya (Lukas 2:43). Sedangkan untuk kata "sampai", Helvedius ditentang oleh otoritas yang sama yaitu oleh Kitab Suci, Kitab Suci yang sering memakai kata "sampai" untuk menunjukan penggunaannya bagi waktu yang tidak terbatas (kekal), hal ini dinyatakan oleh Nabi Yesaya: "Bahkan sampai pada masa tuanya aku tetaplah Dia" (Yesaya 46:4). Apakah Ia akan berhenti menjadi Allah mereka ketika mereka mencapai usia yang lanjut? Bahkan Juruselamat kita dalam kitab Injil berkata, "Lihatlah bahwa Aku akan selalu menyertai engkau sekalian bahkan sampai pada kesudahan zaman" (Matius 28:20b). Apakah Tuhan akan meninggalkan para RasulNya jika kesudahan zaman akan tiba? Dan Tuhan mengatakan bahwa mereka pada akhir zaman akan duduk di atas 12 tahta dan menghakimi 12 suku Israel, apakah ketika ini terjadi Tuhan tidak akan bersama-sama dengan mereka lagi? Lagi Rasul Paulus menulis bagi umat di Korintus katanya " Karena Ia (Kristus) harus memegang pemerintahan sebagai Raja sampai Allah meletakan semua musuhNya dibawah telapak kakiNya (I Korintus 15:25).

Walaupun pasal tadi yang berhubungan dengan kodrat kemanusiaan Kristus, kita tidak menyangkal bahwa ayat ini menerangkan tentang Dia yang telah mengalami salib dan duduk diatas tahkta di sebelah kanan Allah Bapa. Apakah yang dimaksud dengan : Ia (Kristus) harus memegang pemerintahan sebagai Raja sampai Allah meletakan semua musuhNya di bawah telapak kakiNya ? Apakah Tuhan hanya akan memerintah hanya sampai musuh-musuhNya diletakkan di bawah kakiNya, dan apakah ketika ini telah terjadi la tidak memerintah lagi? Tidak tentunya, KepemerintahanNya akan mencapai pada puncaknya ketika musuh-musuhNya diletakkan dibawah kakiNya (Lukas 1:33, Wahyu 11:15).

Daud pun dalam nyanyian ziarahnya yang keempat (Mazmur 123) berkata: lihat seperti mata para hamba laki-laki memandang kepada tangan tuannya, seperti mata hamba perempuan memandang kepada tangan nyonyanya, demikianlah mata kita memandang kepada TUHAN, Allah kita sampai Ia mengasihani kita (Mazmur 123:2). Apakah mata Daud akan berhenti melihat TUHAN ketika ia mendapat belas kasihanNya ? Dan lagi: Mataku sangat merindukan keselamatan daripadaMu dan merindukan janjiMu yang adil (Mazmur 119:123). Saya dapat saja mengumpulkan ribuan contoh penggunaan dari kata "sampai" ini dan menutup musuh kita yang banyak omong itu dengan ribuan bukti-bukti yang bagaikan awan mendung di langit, tetapi saya hanya akan tambahkan beberapa yang lain agar supaya para pembaca sekalian dapat menemukan sendiri contoh­-contoh yang semacam ini dalam Kitab Suci.

6. Firman Tuhan dalam Kitab Kejadian: Dan mereka menyerahkan kepada Yakub segala dewa asing yang dipunyai mereka dan anting-anting yang ada pada telinga mereka, lalu Yakub menanamnya di bawah pohon besar yang dekat Sikehm dan benda tersebut telah hilang sampai pada hari ini (Kejadian 35:4), Juga seperti yang ada dalam Kitab Ulangan : 5 Lalu matilah Musa, hamba TUHAN itu, di sana di tanah Moab, sesuai dengan firman TUHAN. Dan dikuburkan-Nyalah dia di suatu lembah di tanah Moab, di bentangan Bet­Peor, dan tidak ada orang yang tahu kuburnya sampai hari ini (Ulangan 34:5-6). Kita harus mengerti bahwa kata "sampai hari ini" adalah sebuah kata yang mempunyai makna historis, baik dalam pandangan Musa penulis Pentatukh (lima kitab Musa) atau menurut Nabi Ezra yang adalah editor dari kitab-kitab tersebut. Keduanya tidak akan saya pertanyakan. Pertanyaannya adalah apakah kata-kata : "sampai hari ini" adalah menunjukan kepada waktu sampai buku-buku ini diterbitkan atau menunjukan kepada waktu penulisan dari buku-buku ini, kalau memang begitu maka adalah bagi dia untuk menunjukan bahwa sekarang setelah bertahun-tahun lewat, bahwa berhala-berhala tersebut di bawah pahon itu telah diketemukan atau kuburan Nabi Musa telah diketemukan sebab ia (penulis kitab Musa) bersikeras bahwa apapun yang belum terjadi (penemuan berhala serta kuburan Musa) yang diindikasi dengan kata "sampai" diatas belumlah tercapai.

Helvedius haruslah mengerti tentang masalah idiomatik dari Kitab Suci di sinilah ia seakan ia terjebak dalam lumpur, bahwa ada beberapa hal yang kelihatannya mempunyai arti ganda (ambigu), jikalau tidak maka akan diterangkan dengan jelas, sedangkan untuk hal yang lain kita harus melatih intelektualitas kita. Sebab jikalau kejadian-kejadian Kitab Suci masih segar dan kita hidup di zaman itu tentunya kuburan Musa memang belum diketemukan, lebih lagi sekarang setelah berabad-abad lewat, kuburannya masih belum diketemukan. Hal ini jugalah sama dalam kita mengintepretasikan apa yang dituliskan mengenai Yusuf, (suami Maria).

Penulis Injil menunjukan keadaan yang mungkin akan menimbulkan skandal yaitu Maria tidaklah pernah berhubungan suami-istri sampai ia melahirkan Puteranya, dan ia (Penulis Injil) menunjukkan hal ini agar kita yakin bahwa dia (Maria) yang darinya Yusuf tidak pemah berhubungan ketika adanya tempat bagi kita untuk meragukan hal ini, sekali lagi bertujuan untuk mempertegas bahwa tidak adanya hubungan suami istri sampai setelah melahirkan.

8. Singkat kata yang saya ingin ketahui adalah mengapa Yusuf tidak berhubungan dengan Maria sampai pada hari ia melahirkan. Helividius pastilah menjawab: "Karena malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata; Yusuf, anak Daud, jangan engkau takut mengambil Maria sebagai istrimu, sebab anak yang didalam kandungannya adalah dari Roh Kudus (Matius 1:20). Alasan mengapa Ia dilarang untuk meninggalkan Maria adalah agar ia tidak menganggap dirinya sebagai pezinah. Lalu apakah benar bahwa ia diperintahkan untuk tidak berhubungan dengan Maria ? Apakah tidak jelas peringatan yang diberikan kepadanya untuk tidak berpisah dari istrinya? Dan beranikah seorang manusia biasa berpikir untuk mendekati istrinya ketika ia mengetahui bahwa Putera Allah ada dalam rahimnya?

Tepat sekali! Kita harus percaya kepada pria ini yang begitu mempercayai mimpi yang dialaminya sehingga ia tidak berani menyentuh istrinya, ketika ia belajar dari para gembala bahwa seorang malaikat Tuhan turun dari surga dan berkata: Jangan takut sebab: sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk segala bangsa, hari ini telah lahir bagimu Juruselamat yaitu Kristus Tuhan di kota Daud (Lukas 2:10-11). Dan ketika itu para bala tentara malaikat surgawi bernanyi: "kemuliaan bagi Allah di tempat tinggi dan damai bagi manusia yang berkenan kepadaNya (Lukas 2:14) dan pria ini juga mendengar ketika Simeon yang sedang menggendong Tuhan seraya berseru : Ya Tuhan biarkanlah hambaMu ini pergi dalam damai sejahtera sebab mataku telah melihat keselamatan yang datang dari padaMu. (Lukas 2:29) dan Yusuf juga mendengar nubuatan dari nabiah Anna, tentang anak Maria, serta kedatangan para Majus, Bintang yang mengikuti Kristus, kemarahan Herodes oleh karena kelahiran Kristus serta kidungan para malaikat, hal-hal inilah yang dialami oleh Yusuf, lalu Helvedius berani­ beraninya mencoba membuat kita percaya bahwa Yusuf setelah mengalami kejadian­-kejadian yang ajaib dan agung ini beraninya menyentuh 'bait Allah' tempat tinggal dari Roh Kudus serta Bunda dari Tuhannya?

Maria menyimpan semuanya ini didalam hatinya (Lukas 2:51). Kita tidak dapat tidak berkata bahwa Yusuf juga mengalami hal-hal yang sama yang dialami oleh Maria, sebab St. Lukas menuliskan: Dan bapa serta ibunya amat heran akan segala apa yang dikatakan tentang Dia (Lukas 2:33). Tetapi Helvedius dengan usaha kerasnya menyatakan bahwa teks Kitab Suci yang berbahasa Yunani ini sudah rusak dan korup, padahal teks Kitab Suci yang berbahasa Latin pun mengatakan hal yang serupa. Juga kita tahu bahwa apapun variasi penulisannya Kitab Suci Perjanjian Baru dan Kitab Suci Perjanjian Lama walaupun diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, bahasa asalnya (Yunani) adalah tentunya lebih murni, adakah air di sungai lebih murni daripada air yang mengalir dimata air ?

9. Helvedius akan menjawab: "Apa yang engkau katakan, apakah opiniku tidak ada gunanya, argumentasimu adalah hanya membuang-buang waktu dan diskusi yang kita lakukan hanyalah menjauh dari kebenaran dan mengapa Kitab Suci tidak dapat memberikan kesaksian sebagaimana seperti kejadian Tamar dan Yehuda? : Dan dia tidak bersetubuh lagi dengan perempuan itu (Kejadian 38:26) Apakah St. Matius Penginjil tak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk mengekspresikan maksudnya? Dia (Yusuf) tidak bersetubuh dengan dia (Maria) sampai ia melahirkan putera tentunya setelah itu ia pasti akan bersetubuh dengan dia setelah ia melahirkan, berhubungan dia yang telah ia tunda untuk berhubungan sampai ia melahirkan", demikian mungkin yang diucapkan Helvedius.

10. Kalau engkau sangat bersikeras akan pendapatmu, maka pemikiranmu kini sudah terbukti sebagai tuan yang menguasaimu. Engkau harus tidak mengijinkan waktu untuk ikut campur antara "Berhubungan" dan "melahirkan". Engkau tidak boleh berkata: "kalau seorang wanita mengandung dan melahirkan bagi suaminya seorang bayi maka ia akan menjadi najis selama tujuh hari lamanya, selama ini ia menjadi tidak bersih dan pada hari kedelapan maka bayi laki-laki itu akan disunat dan dia akan tetap dalam proses penyucian selama tiga dan tigapuluh hari lamanya, dan ia tidak boleh menyentuh apapun yang suci dst" (Imamat 12 : 2-3).

Dalam pengertian Helvedius Yusuf seakan harus segera saat itu juga harus berhubungan dengan Maria, kalau demikian maka Helvedius harus mendengarkan teguran Nabi Yeremia yang berkata: Dalam menghormati wanita mereka adalah seperti kuda-kuda jantan yang gemuk dan gasang masing-masing meringkik menginginkan isteri sesamanya (Yeremia 5:8), kalau tidak demikian maka bagaimana kata-kata ini "tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki" (Matius 1:25), jikalau ia harus menunggu sampai masa pemurnian Maria selesai, ia harus menunggu empat puluh hari lagi. Sang ibu harus memurnikan dirinya setelah bersalin dan anaknya harus dijaga oleh para bidan, dan ayahnya baru bisa datang ke ibunya, sehingga dengan demikian para penulis injil tidak dituduh berbohong.

Tetapi demi Allah kita tidak boleh berpikir tentang hal-hal semacam ini yang berkenaan dengan Sang Bunda dari Sang Jurnselamat dan Yusuf yang benar. Tidak ada bid an yang menolong mereka, Maria dengan tangannya sendiri membungkus Kristus dengan kain lampin, ia adalah ibu dan bidan bagi persalinannya sendiri. Dan ia juga yang menaruh bayinya di dalam palungan karena tidak ada ruangan dalam penginapan. Di satu pihak pernyataan kitab suci ini membantah kejadian yang dicatat dalam kitab-kitab Apokrifa, dan di pihak lain membantah tuduhan Helvedius karena tidak adanya tempat yang tersedia di penginapan bagi suatu hubungan suami istri yang boleh terjadi saat itu.

11. Anak Sulung

Jawaban yang cukup telah diberikan mengenai kata-kata "sebelum mereka berhubungan bersama" dan "ia tidak menghampirinya sampai ia melahirkan seorang anak laki-laki." Aku sekarang harus meneruskan jawabanku kalau aku harus menjawab argumen Helvedius dengan terurut, yaitu pada permasalahan ketiga. Helvedius yakin bahwa Maria melahirkan anak-anak yang lain, dan ia mengutip bagian ini, "Demikian juga Yusuf pergi ke kota Daud untuk mendaftarkan dirinya dengan Maria, yang ditunangkan kepadanya dan yang sedang mengandung. Dan waktunya telah tiba ketika mereka di sana, harinya telah genap sehingga ia harus bersalin, dan ia melahirkan anaknya yang sulung" (Lukas 2:4 Vulgata). Dari bagian inilah Helvedius berusaha keras untuk menunjukkan bahwa kata "sulung" tidak dapat diaplikasikan kecuali kepada seseorang yang memiliki saudara ­saudara, seperti halnya Helvedius berpendapat bahwa Ia disebut sebagai anak tunggal jika ia anak satu-satunya dari orang tuanya.

12. Sikap kita adalah demikian: Setiap anak tunggal adalah anak sulung, tetapi tidak setiap anak sulung adalah anak tunggal. Dengan menyebut anak sulung kita mengerti seseorang tidak hanya sebagai anak pertama dari yang lain, tetapi juga sebagai seseorang yang tidak mempunyai kakak. "Segala sesuatu" demikian sabda Tuhan kepada Harun, "yang terdahulu lahir dari kandungan segala yang hidup yang dipersembahkan kepada Tuhan, baik dari manusia atau binatang, adalah bagianmu; hanya haruslah kamu menebus anak sulung manusia, juga anak sulung binatang yang najis haruslah kamu tebus" (Bilangan 1:15). Firman Allah mendefinisikan sulung sebagai segala sesuatu yang terdahulu lahir dari kandungan atau sebagai yang membuka kandungan/rahim, hal ini juga tidak selalu berarti bahwa ia harus mempunyai adik.

Jika tidak demikian, maka sebutan itu (anak sulung) hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki adik-adik atau saudara-saudara yang lebih muda. Para imam tidak dapat mengklaim semua yang dilahirkan pertama sebagai anak sulung hanya jika ada lahirnya anak yang berikutnya, jika sekiranya tidak ada yang berikutnya dilahirkan maka tidak dapat diberikan gelar sulung, hal ini telah membuktikan bahwa anak sulung bisa saja merupakan anak tunggal semata. Lagi kata Kitab Suci : "Mengenai uang tebusannya, dari sejak berumur satu bulan haruslah kautebus menurut nilainya, yakni lima syikal perak ditimbang menurut syikal kudus; syikal ini dua puluh gram beratnya. Tetapi anak sulung lembu, domba atau kambing janganlah kau tebus; semuanya itu kudus" (Bilangan 18: 16-17). Firman Allah tersebut mendorong saya untuk berpikir bahwa segala sesuatu yang pertama lahir dari kandungan binatang halal harus dipersembahkan kepada Allah; apabila dari binatang najis maka harus ditebus dan diberikan nilainya (dibayar) kepada imam.

Mengapa kita berbicara mengenai kesulungan, ketika tidak dapat diketahui apakah nanti akan ada saudara lain yang akan lahir mengikuti ? Tunggulah hingga yang ke dua lahir. Kalau memang diterapkan demikian; apabila kita mempunyai yang tunggal maka kita tidak berhutang apapun kepada imam, baru berhutang jika ada kelahiran yang ke dua yang otomatis membuat yang sudah lahir pertama menjadi yang sulung. Apakah isi dari ayat-ayat tersebut akan berseru melawanku dan menghukumku sebagai yang bodoh, padahal jelas dinyatakan bahwa sulung adalah sebutan bagi yang lahir terdahulu dari kandungan, dan tidak terbatas kepada yang memiliki saudara-saudara saja. Dan, ambilah contoh kasus dalam Yohanes, kita setuju bahwa ia adalah anak tunggal. Sara ingin tahu jika ia bukan anak sulung, dan jika ia tidak sepenuhnya menerima hukum Tuhan ini. Tidak akan ada keraguan mengenai hal ini.

Pada setiap kesempatan, Kitab Suci dengan demikian berbicara mengenai Juruselamat. "Dan ketika genap waktu pentahiran, menurut hukum Taurat Musa, mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan Nya kepada Tuhan, seperti ada tertulis dalam hukum Tuhan : 'semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah' dan untuk mempersembahkan korban menurut apa yang difirmankan dalam hukum Tuhan, yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati." (Lukas 2:22 dst). Jika hukum ini hanya berlaku hanya bagi anak sulung, dan seorang anak disebut sulung hanya apabila ada anak yang lahir selanjutnya, maka tidak ada orang yang harus terikat dengan hukum mengenai anak sulung ini, bagi mereka yang tidak dapat menunjukkan apakah akan ada anak selanjutnya atau tidak. Tetapi Ia (Yesus) karena tidak memiliki saudara yang lebih muda maka Ia terikat oleh hukum anak sulung, kita sepakat bahwa yang disebut sulung adalah anak yang membuka kandungan/rahim ibunya dan yang tidak didahului oleh yang lain, bukan yang kelahiranNya diikuti oleh saudara-saudara yang lebih muda.

Musa menulis di dalam Keluaran,"Maka pada tengah malam Tuhan membunuh tiap-tiap anak sulung di tanah Mesir, dari anak sulung Firaun yang duduk di takhtanya sampai kepada anak sulung orang tawanan, yang ada dalam liang tutupan, beserta segala anak sulung hewan." (Keluaran 12:29) Katakan kepada saya, apakah mereka yang kemudian dibinasakan oleh sang pembinasa hanya anak sulung ataukah mereka yang binasa itu termasuk juga anak tunggal ? Jika hanya mereka yang memiliki saudara yang bisa disebut sulung, maka anak tunggal akan selamat dari hukuman kematian ini. Dan jika terbukti bahwa anak tunggal ikut terbantai, adalah hal yang bertentangan dengan ayat yang dinyatakan di atas, tetapi yang terjadi adalah anak tunggal juga mati sebagaimana halnya anak sulung. Jika tidak demikian maka seharusnya anak tunggal dibebaskan dari hukuman, dan kalau hal ini demikian maka pengertiannya menjadi amat menggelikan. Tetapi anak tunggal juga turut dibantai, maka kita mendapatkan titik temu dengan demikian anak-anak tunggal juga disebut sulung.

13. Saudara-SaudaraNya

Dalil terakhir dari Helvedius adalah berikut ini dan dalil inilah yang ingin ia nyatakan ketika ia membicarakan mengenai anak sulunng, bahwa saudara-saudara Tuhan disebut dalam Injil. Sebagai contoh, "Lihatlah, ibumu dan saudara-saudaramu berdiri di luar dan berusaha menemui engkau" (Matius 12:46). Dan di bagian lain, "Setelah itu Yesus pergi ke Kapernaum, bersama-sama dengan ibuNya dan saudara-saudaraNya dan murid­-muridNya, dan mereka tinggal di situ hanya beberapa hari saja." Dan juga "Maka kata saudara-saudara Yesus kepadaNya: 'Berangkatlah dari sini dan pergi ke Yudea, supaya murid-muridMu juga. melihat perbuatan-perbuatan yang Engkau lakukan. Sebab tidak seorangpun berbuat sesuatu di tempat tersembunyi, jika ia mau diakui di muka umum. Jikalau Engkau berbuat hal-hal yang demikian, tampakkanlah diriMu kepada dunia'" (Yohanes 7:3-4).

Dan Yohanes menambahkan, "Bahkan saudara-saudaraNya pun tidak percaya kepadaNya" (Yohanes 7:5). Dalam Injil Markus dan juga Matius, "Setibanya di tempat asalNya, Yesus mengajar orang-orang di situ di rumah ibadat mereka. Maka takjublah mereka dan berkata: 'Dari mana diperolehNya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? Bukankan Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibuNya bernama Maria dan saudara-saudaraNya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas ? Dan bukankah saudara-saudaraNya perempuan semuanya ada bersama kita ?'" (Matius 13:54­55, Markus 6:1-3). dalam doa bersama-sama, dengan beberapa perempuan serta Maria, ibu Yesus dan dengan saudara-saudara Yesus. (Kisah Para Rasul:14).

Paulus Sang Rasul juga sama dengan mereka serta bersaksi atas ketepatan historis dari hal ini, "Aku pergi berdasarkan suatu penyataan, tetapi aku tidak melihat seorangpun dari rasul-rasul yang lain, kecuali Yakobus saudara Tuhan" (Galatia 2:2, 1:19). Dan disebut lagi di bagian lain, "Tidakkah kami mempunyai hak untuk makan dan minum? Tidakkah kami mempunyai hak untuk membawa seorang isteri Kristen, dalam perjalanan kami, seperti yang dilakukan rasul-rasul lain dan saudara-saudara Tuhan dan Kefas ?" (1 Korintus 9:4-5). Dan karena khawatir setiap orang tidak membiarkan adanya petunjuk dari orang-orang Yahudi, karena dari mulut merekalah kita mendengar nama-nama saudara Yesus, tetapi harus diingat bahwa orang sebangsaNya terperdaya oleh kesalahan yang sama dalam hal saudara-saudara dari Kristus sebagaimana kesalahan pandangan mereka (orang Yahudi) terhadap Yusuf (ayahNya).

Helvedius menuliskan catatan tajam tentang hal ini. "Nama-nama yang sama diulang oleh para penulis Injil di tempat lain, dan orang-orang yang sama adalah saudara­-saudara Tuhan dan anak-anak Maria”. Matius mengatakan, "Dan ada di situ banyak perempuan yang melihat dari jauh, yaitu perempuan-perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea untuk melayani Dia. Di antara mereka terdapat Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus dan Yusuf dan ibu anak-anak Zebedeus" (Matius 27:55-56). Markus juga mengatakan, "Ada juga beberapa perempuan yang melihat dari jauh, diantaranya Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus Muda dan Yoses, serta Salome." (Markus 15:40); dan di tempat yang sama dekat setelah itu, "Dan ada juga di situ banyak perempuan lain yang telah datang ke Yerusalem bersama-sama dengan Yesus (Markus 15:41). Demikian juga Lukas, "Perempuan-perempuan itu ialah Maria dari Magdala dan Yohana dan Maria ibu Yakobus. Dan perempuan-perempuan lain juga yang bersama-sama dengan mereka memberitahukan berita kepada rasul-rasul." (Lukas 24:10).

14. Alasan saya dalam mengulang hal yang sama dan melakukannya berkali-kali adalah untuk mencegah dia (Helvedius) dalam menimbulkan berita palsu dan meneriakkan bahwa saya telah menyembunyikan pasal-pasal Kitab Suci untuk memperburuk dia dan bahwa pandangan Helvedius telah tersobek hingga cabik-cabik bukan oleh fakta Kitab Suci, tetapi oleh argumentasi-argumentasi saya untuk mengelak. Amatilah, ia (Helvedius) berkata, Yakobus dan Yoses adalah anak-anak Maria, dan orang-orang yang sama yang disebut sebagai saudara Yesus oleh orang Yahudi. Perhatikanlah, Maria adalah ibu Yakobus Muda dan Yoses. Dan Yakobus disebut Muda untuk membedakannya dari Yakobus yang lebih tua, yang adalah anak-anak Zebedeus, sebagaimana Markus di kesempatan lain menyatakan, "Maria Magdalena dan Maria ibu Yoses melihat dimana Yesus dibaringkan. Setelah lewat hari Sabat, mereka membeli rempah-rempah untuk pergi ke kubur dan meminyaki Yesus." (Markus 15:47-16:1). Dan seperti yang diperkirakan Helvedius berkata: "Betapa malang dan tidak salehlah pandangan kita terhadap Maria, apabila kita melihat bahwa ketika wanita-wanita lain memperhatikan penguburan Yesus, ia ­yang adalah ibuNya tidak hadir; atau apabila kita menciptakan seseorang yang dianggap Maria ke dua; dan semuanya yang lebih dari itu Injil St. Yohanes bersaksi bahwa ia ada hadir di sana, ketika Tuhan di atas salib memerintahkan dia, sebagai ibuNya dan sekarang seorang janda, untuk memelihara Yohanes. Atau haruskah kita berharap bahwa para penulis Injil begitu jauh dibuat salah dan begitu jauh telah salah menunjukkan kepada kita untuk menyebut Maria sebagai ibu dari mereka yang dikenal oleh orang-orang Yahudi sebagai saudara Yesus ?"

15. Betapa gelap, betapa gusarnya kegilaan melanda penghancuran diri Helvedius sendiri! Sang Bunda Tuhan hadir pada penyaliban, bahwa ia dipercayakan kepada para murid yang bernama Yohanes mengingat bahwa ia adalah janda dan dalam keadaan sendiri (tidak mempunyai anak yang lain), padahal Helvedius dalam uraiannya menunjukan Maria mempunyai empat anak laki-Iaki dan beberapa anak perempuan, kalau memang demikian seharusnya kepada merekalah Maria dapat menghiburkan hatinya. Helvedius juga sering menyebut Maria dengan sebutan "janda" yang mana hal ini tidak ditemukan dalam Kitab Suci. Dan meskipun Helvedius mengutip semua contoh dalam Injil, hanya kata-kata Yohaneslah yang tidak menyenangkan Helvedius. Helvedius juga berkata dalam sekelebatan bahwa pada saat wafatnya Yesus bahwa Maria hadir di penyaliban, sehingga dengan demikian Helvedius mengabaikan hal ini demi maksud tujuannya sendiri, tetapi juga Helvedius tidak mengatakan apa-apa tentang para wanita yang bersama dengan Maria.

Aku dapat memaafkan Helvedius jika ia memang teledor, tetapi aku melihat alasannya untuk bungkam (dalam hal ini). Biarlah aku tunjukkan apa yang dikatakan Yohanes, "Dan dekat Salib Yesus berdiri ibuNya dan saudara ibuNya, Maria, isteri Kleopas dan Maria Magdalena” (Yohanes 19:25). Tidak ada yang meragukan bahwa ada dua rasul yang disebut dengan nama Yakobus, Yakobus anak Zebedeus dan Yakobus anak Alfeus. Apakah Helvedius bermaksud membandingkannya dengan Yakobus Muda yang tak diketahui itu, yang di dalam Kitab Suci disebut sebagai anak Maria - kalaupun demikian adalah ia bukan anak Maria ibu Tuhan kita- apakah Yakobus anak Alfeus ini adalah sebagai rasul atau bukan? Jika ia seorang rasul, ia pastilah anak Alfeus dan seorang murid yang percaya kepada Yesus, kalau ia saudara Tuhan Yesus maka ia tidak percaya kepadaNya sebagaimana yang ditulis: "Karena tidak ada saudaraNya yang percaya padaNya." (Yohanes 7:5).

Yakobus ke tiga, yang lain, yang bukan anak Zebedeus maupun Alfeus, bagaimana ia dapat dihormati sebagai saudara Tuhan, dan bagaimana dia disebut sebagai Yakobus ke tiga, siapa dia adanya aku tidak dapat mengatakannya Yakobus-Yakobus yang lain dapat disebut sebagai "Muda" untuk membedakan dia dari yang lebih tua, ketika "yang tua" dan "muda" digunakan untuk menunjukkan hubungan yang ada, dapatkah itu untuk menunjukkan perbedaan antara tiga orang, dan bukannya dua orang ? Perhatikanlah hal ini : bahwa saudara Tuhan adalah seorang rasul, karena Paulus berkata, "Lalu, tiga tahun kemudian, aku pergi ke Yerusalem untuk mengunjungi Kefas, dan aku menumpang lima belas hari di rumahnya. Tetapi aku tidak melihat seorangpun dari rasul-rasul yang lain, kecuali Yakobus, saudara Tuhan". (Galatia 1:18-19) Dan di dalam surat Epistel yang sama, "Dan setelah melihat kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, maka Yakobus, Kefas dan Yohanes, yang dipandang sebagai sokoguru jemaat" (Galatia 2:9), dsb. Dan bahwa Helvedius tentunya tidak bisa mengatakan bahwa Yakobus ini sebagai anak Zebedeus, Helvedius hanya perlu membaca Kisah Para Rasul, sebab saat itu Yakobus yang dimaksud telah dibunuh oleh Herodes. Satu-satunya kesimpulan adalah Maria yang digambarkan sebagai ibu Yakobus yang Muda adalah isteri Alfeus dan saudara dari Maria ibu Tuhan.

Maria ini juga disebut oleh Yohanes Penginjil sebagai "Maria Kleopas" disebut demikian mungkin karena ayahnya, atau keluarganya, atau karena alasan lain. Tetapi jika Helvedius berpikir bahwa mereka adalah dua orang berbeda karena di bagian lain kita membaca, "Maria" ibu Yakobus Muda," dan di sini "Maria Kleopas," maka Helvedius harus tetap mengerti bahwa hal semacam ini adalah biasa di dalam Kitab Suci karena orang yang sama menyandang nama-nama berbeda. Rehuel, mertua Musa, juga disebut Yitro. Gideon, tanpa alasan perubahan yang jelas, langsung namanya menjadi Yerubaal. Uzia, Raja Yehuda, memiliki nama altermitif Azarya. Gunung Tabor disebut juga Itabyrium. Dan juga Hermon disebut oleh orang-orang Fonesia sebagai Sanior, dan oleh orang-orang Amorit disebut Sanir. Satu daerah yang sama dikenal dengan tiga nama, Negeb, Teman dan Darom dalam Yehezkiel. Petrus juga disebut Simon dan Kefas. Yudas orang Zelot di Injil lainnya disebut Tadeus. Dan ada banyak contoh lain yang dapat dikumpulkan oleh pembaca sendiri dari setiap bagian Kitab Suci.

16. Sekarang di sini kita memiliki penjelasan dari apa yang sangat ingin aku perlihatkan, yaitu bagaimana tentang anak-anak Maria, saudara perempuan ibu Tuhan kita (Bunda Maria), yang pada mulanya bukan orang yang percaya, kemudian percaya, dan dapat disebut sebagai saudara-saudara Tuhan. Mungkin saja pada kasus tersebut salah satu saudara menjadi percaya sedangkan yang lain tetap tidak percaya hingga lama sesudahnya, dan bahwa Maria adalah ibu Yakobus dan Yoses, yaitu "Maria Kleopas", yang juga adalah isteri Alfeus, disebut juga sebagai Maria yang lain, disebut pula sebagai ibu Yakobus yang Muda. Dalam kasus apapun, jika ia (Maria) adalah ibu Tuhan, St. Yohanes akan menggunakan gelar itu kepadanya (Ibu Tuhan), seperti di bagian lain, dan tidak akan menyebut dia ibu dari anak-anak yang lain supaya tidak memberi kesan yang salah. Tetapi pada bagian ini aku tidak menghendaki untuk mendebat atau melawan anggapan bahwa Maria isteri Kleopas dan Maria ibu Yakobus dan Yoses adalah perempuan yang berbeda, asalkan saja semua dapat mengerti dengan jelas bahwa Maria ibu Yakobus dan Yoses bukanlah orang yang sama dengan Maria ibu Tuhan. Helvedius mengatakan: "Lalu bagaimana, apakah engkau menerima bahwa mereka itu disebut saudara Tuhan tetapi bukan saudaranya ?" Aku akan memperlihatkan bagaimana ini terjadi: Dalam Kitab Suci ada empat macam sebutan saudara sekandung, sebangsa, dalam hubungan kekerabatan dan dalam kasih.

16.A SAUDARA KANDUNG

Contoh saudara sekandung adalah Esau dan Yakub, dari antara dua belas bapa, Andreas dan Petrus, Yakobus dan Yohanes.

16.B SAUDARA SEBANGSA

Sebagai sebuah bangsa, semua orang Yahudi memanggil saudara satu sama lain, sebagaimana dalam Ulangan, "Apabila seorang saudaramu menjual dirinya kepadamu, baik seorang laki-laki Ibrani ataupun seorang perempuan Ibrani, maka ia akan bekerja padamu enam tahun lamanya, tetapi pada tahun yang ke tujuh engkau harus melepaskan dia sebagai orang merdeka." (Ulangan 15: 12). Dan di dalam kitab yang sama, "Maka hanyalah raja yang dipilih Tuhan, Allahmu, yang harus kauangkat atasmu. Dari tengah-tengah saudara­


saudaramu haruslah engkau mengangkat seorang raja atasmu; seorang agung yang bukan saudaramu tidaklah boleh kau angkat atasmu." (Ulangan 17:15). Dan lagi, "Apabila engkau melihat bahwa lembu atan domba saudaramu tersesat, janganlah engkau pura-pura tidak tahu; haruslah engkau benar-benar mengembalikannya kepada saudaramu itu." (Ulangan 22:1). Dan Rasul Paulus berkata, "Bahkan aku mati terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani. Sehab mereka adalah orang Israel". (Roma 9:3-4).

16.C SAUDARA SEBAGAI HUBUNGAN KEKERABATAN

Lebih dari itu mereka disebut saudara oleh karena hubungan keluarga, Karena mereka adalah satu keluarga, yaitu satu patriarkh, yang berasal dati bahasa Latin paternitas, karena dari satu akar muncul anak cucu yang amat banyak. Dalam Kejadian kita membaca, "Maka berkatalah Abram kepada Lot: 'Janganlah kiranya ada perkelahian antara aku dan engkau, dan antara para gembalaku dan para gembalamu, sehab kita ini kerabat." (Kejadian 13:8). Dan juga, "Sebab itu Lot memilih baginya seluruh Lembah Yordan itu, lalu ia berangkat ke sebelah timur dan mereka berpisah satu sama lain dengan saudaranya." (LXX) Tentu saja Lot bukanlah saudara kandung Abraham, tetapi anak dari saudara Abraham yang bernama Aram.

Karena Terah memperanakkan Abraham, Nahor dan Aram, dan Aram memperanakkan Lot. Lagi kita membaca, "Dan Abram membawa Sarai, isterinya, dan Lot, anak saudaranya." (Kejadian 12;2). Tetapi jika engkau Helvedius ragu apakah seorang keponakan dapat dipanggil sebagai saudara, biarlah saya beri contoh. "Dan ketika Abram mendengar bahwa saudaranya tertawan, maka dikerahkannyalah orang-orangnya yang terlatih yang lahir di rumahnya, tiga ratus delapan belas orang banyaknya." (LXX) (Kejadian 14:14). Dan setelah menggambarkan serangan malam dan pembantaian itu, ia menambahkan "Dibawanyalah kembali segala harta benda itu; juga Lot, saudaranya itu." (LXX) (ayat 16).

Kiranya semua ini cukup untuk membuktikan pemyataan saya. Tetapi karena takut Helvedius telah membuat keberatan yang dipertengkarkan, dan menggeliat dalam kesulitannya seperti seekor ular, aku harus mengikatnya dengan kuat dengan tali-tali bukti untuk menghentikan cemoohan dan keluhannya, karena aku mengerti Helvedius akan berkata bahwa ia tidak menguasai begitu banyak kebenaran Kitab Suci sebagaimana juga dengan argumen yang berbelit-belit. Yakub, anak Ishak dan Ribkah, ketika dalam ketakutan akan pengkhianatan saudaranya telah pergi ke Mesopotamia, mendekat dan menggulingkan baik dari mulut sumur, dan memberi minum piaraan Laban, saudara ibunya. "Kemudian Yakub mencium Rahel serta menangis dengan suara keras, lalu Yakub menceritakan kepada Rahel, bahwa ia sanak saudara ayah Rabel, dan anak Ribka." (Kejadian 29:11).

Inilah contoh aturan yang sudah menunjukkan akan hal ini, dimana seorang keponakan juga disebut saudara. Dan lagi, "Kemudian berkatalah Laban kepada Yakub: "Masakan karena engkau adalah saudaraku, engkau bekerja padaku dengan Cuma-­cuma ? Katakanlah kepadaku apa yang patut menjadi upahmu." (Kejadian 29:15). Dan lagi, ketika setelah berakhir masa dua puluh tahun, tanpa sepengetahuan ayah mertuanya, dan disertai oleh isteri-isteri dan anak-anak laki-lakinya ia kembali ke tanahnya, dan Laban menyusulnya di pegunungan Gilead dan gagal menemukan berhala-berhala yang disembunyikan Rahel diantara barang bawaan, Yakub menjawab dan berkata kepada Laban, "Apakah kesalahanku, apakah dosaku, maka engkau memburu aku sehebat itu ? Engkau telah menggeledah segala barangku, sekarang apakah yang kautemui dari segala barang rumahmu? Letakkanlah di sini di depan saudara-saudaraku dan saudara-saudaramu, supaya mereka mengadili antara kita berdua" (Kejadian 31:36-37). Katakan kepadaku siapakah mereka yang disebut sebagai saudara-saudara Yakub dan Laban yang hadir di sana? Esau, saudara laki-laki Yakub, tentu saja tidak di sana, dan Laban, anak Betuel, tidak memiliki saudara (kandung) meskipun ia memiliki seorang saudari yaitu Ribka.

17. A. PERSAUDARAAN OLEH KASIH

Tak terhitung contoh tentang hal yang sama ditemukan dalam Kitab Suci. Tetapi, secara singkat, aku akan kembali kepada jenis terakhir dari empat jenis persaudaraan, mereka itu adalah persaudaraan oleh karena kasih, dan ini terbagi lagi dalam dua kelompok, yaitu hubungan rohani dan hubungan secara umum. Saya mengatakan rohani karena kita semua orang Kristen disebut bersaudara, sebagaimana dalam ayat "Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dalam persatuan" (LXX) (Mazmur 133:1). Dan di dalam Mazmur yang lain Sang Juru Selamat berkata, "Aku akan memashurkan namaMu kepada saudara-saudaraku" (Mazmur 22:22 LXX) dan di bagian lain, "Pergilah kepada saudara-saudaraKu dan katakanlah kepada mereka" (Yohanes 20: 17). Saya juga berkata secara umum, karena kita semua adalah anak-anak dari satu Bapa, ada ikatan persaudaraan antara kita semua. ""Katakan ini semua kepada yang membencimu," demikian kata sang Nabi, "engkau adalah saudara-saudaraku" (Yesaya 66:5. LXX) dan sang Rasul menulis kepada orang-orang Korintus: "yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama." (1 Korintus 5:11).

17. B. SAUDARA-SAUDARA TUHAN

Sekarang aku bertanya, pada golongan persaudaraan manakah menurut anggapan Helvedius, saudara-saudara Tuhan dalam Injil harus ditempatkan? Helvedius mengatakan bahwa mereka adalah saudara-saudara kandung. Tetapi Kitab Suci tidak mengatakan demikian; Kitab Suci mengatakan mereka bukan sebagai anak-anak Maria ataupun anak-anak Yusuf. Haruskah kita mengatakan mereka adalah saudara-saudara sebangsa? Tetapi ini meggelikan untuk mengharuskan beberapa gelintir orang Yahudi untuk disebut saudaranya ketika semua orang Yahudi pada saat itu memiliki sebutan ini. Apakah mereka saudara karena nilai kedekatan hubungan dan kesatuan hati serta pikiran? Jika memang demikian, siapakah yang lebih paling disebut saudara daripada para rasul yang menerima perintah dari Dia sendiri dan disebut olehNya sebagai ibuNya dan saudaraNya?

Sekali lagi, jika semua orang yang seperti itu adalah saudaraNya, akan menjadi bodohlah untuk membawakan kepada Yesus, pesan khusus, "lihatlah, saudara-saudaramu sedang mencarimu", karena semua orang yang seperti itu menyandang sebutan saudara. Satu­-satunya alternatif adalah mengadopsi penjelasan sebelumnya dan mengerti mereka disebut sebagai saudara oleh karena ikatan kekerabatan, bukan bersaudara di dalam kasih dan simpati, ataupun bersaudara oleh karena ras sebagai bangsa, dan jelas bukan bersaudara sekandung. Sebagaimana halnya Lot disebut sebagai saudara Abraham, dan Yakub sebagai saudara Laban, seperti halnya anak-anak Zelophehad menerima banyak diantara saudara­saudara mereka, seperti halnya Abraham sendiri menyebut isterinya sendiri Sarah sebagai saudarinya, karena ia berkata, "Ia benar-benar saudariku, dari pihak bapa, bukan dari ibu" (Kejadian 22:11. LXX), ini dapat dikatakan, ia adalah anak perempuan dari saudaranya, bukan dari saudarinya. Jika demikian, mengapa kita menyebut Abraham sebagai orang benar, tetapi ia mengambil isteri yang adalah anak bapak kandungnya sendiri ?

Kitab Suci dalam menghubungkan sejarah orang-orang zaman dahulu, tidak menyakitkan telinga kita dengan berbicara mengenai sifat jahat dalam istilah-istilah ungkapan, tetapi lebih menyukainya untuk disimpulkan oleh pembaca, dan Allah kemudian memberikan larangan sanksi-sanksi hukum dan ancaman, "Barang siapa yang mengambil saudara perempuannya, dari ayahnya, atau ibunya, dan melihat auratnya, telah melakukan kejahatan, ia harus dibinasakan sama sekali. Barang siapa telah menyingkap aurat saudara perempuannya, ia harus menanggung dosanya". (Imamat 18:9 LXX).

18. Ada beberapa hal dimana Helvedius sangat tidak peduli. Helvedius belumlah pernah membaca sehingga dia menjadi sembrono terhadap kebanyakan ayat-ayat Kitab Suci dan dia rnenggunakan kegilaannya dengan membuat marah Sang Perawan, seperti cerita tentang orang sesorang yang tak dikenal telah membakar kuil Dewi Diana supaya menjadi tenar, tetapi bukan ketenaran akan hal yang baik melainkan hal yang buruk, para pembesar kota rnenanyakan kenapa orang ini membakar kuil tersebut, ia menjawab; "kalau saya tidak bisa tenar tentang hal yang baik mengapa saya tidak menjadi tenar saja karena hal yang buruk".

Para ahli sejarah Yunani telah banyak bercerita tentang orang ini. Tetapi yang dilakukan oleh Helvedius adalah lebih buruk dari hal ini, dia telah menaruh api guna untuk rnembakar Bait dari Tubuh Tuhan, Helvedius telah mengotori Ruang Maha Kudus dari Sang Roh Kudus.sehingga bersama-sama orang-orang Yahudi Helvedius telah berseru kepada Kristus: Bukankah ini adalah anak tukang kayu, bukankah ibunya yang kita kenal sebagai Maria dan saudaranya Yakobus, Yusuf, Simon dan Yehuda dan juga saudara-­saudara perernpuannya yang lain yang bersama-sama dengan kita ? (Matius 13:55; Markus 6:3). Berdoalah dan beritahukanlah kepadaku, dihadapan siapakah Helvedius ini berdiri dan rnengatakan hujatan-hujatan ini ? Siapa yang mengajar kepadamu (Helvedius) bahwa teori yang murahan semacam ini? Helvedius telah mendapat kepuasan dari teori-teorinya dan ia menjadi terkenal karena kejahatannya.

Dan aku (Hieronimus) adalah lawannya yang walaupun tinggal di kota yang sama (Roma), saya sungguh tidak mengenal Helvedius, apakah dia itu orang berkulit hitam atau putih. Saya tidak pernah berbuat kesalahan dalam bidang diksi dan pengejaan sebanyak yang dia lakukan di dalam buku-buku yang ditulisnya. Saya tidak pernah menegurnya tentang kata pengantar yang tidak masuk diakal didalam buku ini. Demi surga! Saya tidak berharap darinya sebuah kefasihan lidah sebab memang hal itu yang tidak saya punyai, dan saya tahu Helvedius menggunakan kepandaian dari saudaranya Craterius. Saya tidak menginginkan keindahan sastra; yang saya harapkan adalah kemurnian jiwa; sebab bagi orang Kristen adalah kesalahan yang terbesar untuk memperkenalkan sesuatu hanya berdasarkan omongan belaka dan hanya berdasarkan perbuatan belaka. Saya telah mencapai kesimpulan dari argumentasi saya. Saya akan berurusan dengan Helvedius sebagai seorang yang tak mencapai suatu apapun, dan tentunya Helvedius tahu bahwa dia ada diatas ujung tanduk dilema ini.

Adalah sangat jelas bahwa saudara-saudara dari Tuhan memakai sebuah sebutan yang sama (saudara) sebagaimana Yusuf juga disebut sebagai bapaNya (padahal ia bukan bapak kandung dari Kristus): "Bapa-Mu dan aku cemas mencari Engkau" (Lukas 2:48). Dan adalah ibuNya yang berkata hal ini bukan para orang Yahudi. Penulis Injil sendiri rnenghubungkan bahwa bapa dan ibu­Nya sendiri terheran-heran mendengar ucapan-ucapanNya. Banyak perikop lain yang menunjukan bahwa Maria dan Yusuf disebut sebagai orang tuaNya. Adalah sangat bodoh bagi Helvedius untuk berpendapat bahwa manuskrip-manuskrip Kitab Suci yang berbahasa Yunani adalah korup, atau mungkin ia (Helvedius) bisa juga berpendapat bahwa banyaknya variasi dari bacaan manuskrip-manuskrip tersebut.

Oleh karenanya saya memakai Injil Yohanes yang mengatakan: Filipus bertemu dengan Natanael dan berkata kepadanya : "Kami telah rnenemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret" (Yoh 1:45). Sekarang katakanlah kepadaku bagaimana Yesus dikatakan sebagai anak Yusuf sedangkan telah jelas bahwa Ia diperanakkan melalui Roh Kudus? Apakah Yusuf adalah ayah kandungNya? Sebagaimana membosankannya si Helvedius ini, ia tak akan berani rnengatakan hal ini. Jikalau memang demikian biarlah peraturan yang sama diberlakukan pada hal yang sama ketika mereka dipanggil sebagai saudara, sebagaimana Yusuf dipanggil sebagai ayah.

19. A. Sekutu dari Helvedius

Sekarang saya telah membersihkan kerikil-kerikil pasir yang menggangu, maka sekarang aku dapat mengembangkan layar dan menuliskan dengan segera kesimpulan dari tulisan ini. Karena merasa lebih pintar, maka Helvedius menunjukan Tertulian sebagai saksi juga mengutip kata-kata dari Victorious Uskup dari Petavium. Tentang Tertulian saya tidak akan berkata banyak selain mengatakan bahwa dia bukan lagi anggota Gereja dan tentang Uskup Victorious saya telah menambahkan tentang apa yang telah ditulis salam Kitab Suci bahwa saudara-saudara dari Tuhan Yesus bukanlah anak-anak dari Maria tetapi sesuai dengan apa yang telah saya jelaskan bahwa saudara-saudara ini adalah melalui hubungan kekerabatan bukan secara kandung. Ini sebenarnya bukanlah sebuah masalah yang besar, jikalau kita sibuk mengurusi hal-hal ini maka kita adalah bagaikan orang yang rnenguras tenaga untuk mengurus hal yang sepele dan meninggalkan mala air kebenaran dan hanya mengikuti anaksungai-anak sungai opini kosong.

19. B. Lawan dari Helvedius

Haruskah saya mendaftarkan bagimu semua pujangga Gereja seperti St. Ignatius, St. Polikarpus, St. Irenaeus, St. Yustinus Martir dan semua para bapa Apostolik yang melawan bidat-bidat seperti Ebionisme, pengajaran dari Theodotus dari Byzantium serta pengajaran Valentinus, mereka para Bapa Apostolik mempunyai pandangan yang sarna dan melawan bidat-bidat ini dengan kebijaksanaan. Kalau engkau membaca apa yang mereka tulis maka engkau akan menjadi sesorang yang bijaksana.

20. Sekarang saya akan melawan tulisan Helvedius dimana ia mencoba untuk memperlihatkan kepandaiannya dengan memperbandingkan antara keperawanan dan pernikahan. Saya tidak bisa tidak tersenyum dan ingat akan sebuah peribahasa: Pernahkah engkau melihat unta menari ? Helvedius menulis: "Apakah para perawan lebih baik?" dia juga bertanya, "lebih baik dari Abraham, Ishak dan Yakub yang adalah mereka yang menikah ? Bukankah setiap harinya ada seorang anak yang dibentuk dalam rahim ibunya : Jika demikian haruskah kita menjadi tersipu-sipu jika berpikir bahwa Maria mempunyai seorang suami setelah menikah ? Kalau kita melihat hal ini sebagai sesuatu yang memalukan maka kita juga tak perlu percaya bahwa Allah telah dilahirkan oleh Sang Perawan secara alamiah. Sebab bagi beberapa orang adalah sesuatu yang tidak hormat bahwa Sang Perawan melahirkan Allah melalui organ-organ reproduksinya daripada Sang Perawan dipersatukan kepada suaminya setelah memberi kelahiran".

Dan seperti Helvedius, hal yang alami lainnya adalah rahim selama 9 bulan berkembang menjadi besar, sakit mual setiap paginya, pendarahan, kain lampin. Bayangkan Sang Bayi dalam selaput ketuban, palungan yang keras, tangisan bayi, penyunatan pada hari kedelapan, masa penyucian sehingga ia tidak lagi menjadi najis menurut hukum Musa. Kita tidak perlu tersipu-sipu sebab kita telah dibuatnya menjadi bisu.

Sungguh sebuah perendahan yang agung yang telah Dia alami bagi saya, sungguhlah aku berhutang budi padaNya. Dan ketika kita diperlihatkan keseluruhannya secara lebih detail lagi maka tidak ada yang lebih memalukan lagi daripada salib, dimana kita mengaku bahwa didalam saliblah kita percaya dan oleh saliblah kita telah menang dari semua musuh kita.

21. Tetapi sebagaimana kita tidak menyangkal apa yang ditulis maka kita juga menolak apa yang tidak ditulis. Kita percaya bahwa Allah telah lahir dari Sang Perawan sebab kita membacanya. Tetapi kita tidak percaya bahwa Maria menikah secara daging setelah ia melahirkan, sebab kita tidak membacanya dalam Kitab Suci. Kita mengatakan hal ini bukan karena kita mengutuk pernikahan sebab keperawanan itu sendiri adalah buah dari pernikahan; hanya karena kita sedang membahas para kudus kita tidak boleh mengambil kesimpulan secara asal. Kalau kita mengambil 'teori kemungkinan' sebagai standard untuk membahas hal ini maka kita tentunya bisa saja berpendapat bahwa Yusuf mempunyai beberapa isteri sebagaimana Abraham dan juga Yakub dan dalam hal ini maka bisa saja saudara-saudara dari Yesus adalah anak-anak dari isteri-isteri tersebut, ini adalah sebuah rekaan yang kasar yang timbul oleh karena keberanian beropini bukan timbul oleh karena kesalehan.

Kalau mereka mengklaim bahwa Maria tidak tetap tinggal sebagai perawan, maka saya mengklaim lebih jauh lagi bahwa Yusuf dikarenakan oleh Maria, ia pun tetap tinggal sebagai seorang perawan juga, sehingga oleh karena sebuah pernikahan yang perawan seorang putera yang suci nan perawan telah dilahirkan. Sebab sebagai seorang yang suci Yusuf tidakIah mempunyai noda zinah dalam hidupnya, tidak ada ditulis dalam kitab apapun bahwa ia mempunyai isteri yang lain tetapi ia lah yang menjaga Maria. Kesimpulannya adalah Yusuf yang secara layak dipanggil sebagai Ayah dari Tuhan tetaplah tinggal juga sebagai seorang Perawan.

22. Keperawanan dan Pernikahan

Dan Sekarang sayang ingin memperbandingkan tentang keperawanan dan pernikahan, saya menghimbau para pembaca sekalian bahwa bukan berarti dengan menyanjung keperawanan saya merendahkan institusi pemikahan dan juga telah memisahkan para kudus masa Perjanjian Lama dengan para kudus masa Perjanjian Baru yaitu mereka yang memiliki isteri dan mereka yang menolak pelukan perempuan. Saya berpikir bahwa dalam keharmonisannya sesuai dengan perbedaan zaman dimana peraturannya berkenaan dengan zaman tersebut dan juga bagi kita yang hidup di akhir zaman ini. Hukum Taurat mengatakan: "Beranak-cuculah dan penuhilah bumi (Kejadian 1:28) dan "Terkutuklah wanita mandul yang tak membawa benih di Israel (Keluaran 23:26 LXX), mereka menikah dan dibeli pada pernikahan, meninggalkan ayah ibunya dan menjadi satu daging. Tetapi guntur dari Sabda menyatakan; Waktunya telah singkat...orang yang beristeri haruslah berlaku seolah-olah mereka tidak beristeri (I Korintus 7:29), bersatu kepada Tuhan dan menjadi satu roh denganNya, mengapa? Karena Orang yang tak beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan bagaimana ia boleh menyukakan hati Tuhan, Orang yang beristeri memusatkan perhatiannya kepada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan isterinya dan dengan demikian perhatiannya terbagi­-bagi, perempuan yang tak bersuami memusatkan perhatiannya kepada perkara Tuhan supaya tubuh dan jiwa mereka kudus. Tetapi perempuan yang bersuami memusatkan perhatiannya kepada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan suaminya (I Korintus 7:32-34).

Mengapa Helvedius tidak setuju, selalu menolak, Kitab Suci telah mengatakan adanya perbedaan tentang seorang Perawan dan seorang Isteri. Perhatikanlah kebahagiaan yang didapati jika perbedaan yang bersifat jasmani ini tidak ada lagi. Seorang Perawan tidak lagi dipanggil sebagai perempuan. Perempuan yang tak bersuami memusatkan perhatiannya kepada perkara Tuhan supaya tubuh dan jiwa mereka kudus (I Korintus 7:34). Seorang Perawan didefinisikan bukan sebagai seorang wanita tetapi sebagai mereka yang kudus dalam tubuh dan jiwa, sebab adalah tidak ada gunanya menjadi perawan secara jasrnani tetapi tidak perawan (bersuami) dalam hati.

Tetapi perempuan yang bersuami memusatkan perhatiannya kepada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan suaminya. Apakah saudara pikir tidak ada bedanya antara wanita yang menghabiskan waktunya dalam doa dan puasa dengan wanita yang ketika didekati suaminya mengenakan kosmetika dan berjalan berlenggak-lenggok dengan manjanya ? Seorang perawan akan kelihatan sederhana dan tidak akan menampilkan kecantikan alamiahnya. Perempuan yang menikah biasanya mempunyai semua perangkat dandan didepan cerminnya, dan mengabaikan Sang Penciptanya serta mengejar sesuatu yang lebih dari kecantikan alamiahnya. Lalu datanglah bayi yang rewel, bisingnya rumah tangga dan anak-anak yang menantikan kata-kata ibunya serta sentuhan kasih dari orangtuanya, serta pengeluaran finansial yang berlebihan, persiapan yang mencukupi hasil akhirnya.

Lalu dalam rumah tangga kita melihat juga koki-koki yang siap untuk membantai binatang guna diambil dagingnya, lalu si suami datang bersama teman-temannya dan tentunya sang istri akan menjadi sibuk, melihat apakah ruangan tamu rapi ? Apakah pekarangan sudah disapu, apakah bunga sudah ditaruh dalam vas, apakah makanan sudah siap ? Sekarang cobalah jawab pertanyaan saya apakah ada ruang dan waktu untuk berdoa dan mengingat Allah ditengah kesibukan ini? Apakah rumah tangga ini adalah rumah tangga yang bahagia? Jikalau ada musik yang bising di rumah, dan suara bising dari obrolan serta celoteh akan adakah takut akan Tuhan dirumah itu? Lalu mungkin datanglah masalah, yang biasanya timbul oleh hawa nafsu, istri yang tak bahagia biasanya akan langsung mempermasalahkan ini serta membuat suami menjadi marah, sehingga timbullah ketidak harmonisan dalam rumah tangga, sehingga timbullah lagi benih perceraian, atau mungkin ada lagi situasi rumah tangga yang mungkin saya belum tahu. Walaupun rumah tangga itu teratur, anak-anak mendapat pendidikan yang baik, kehendak suami terpenuhi, para pembantu siap membantu, apakah pikiran-pikiran penghuni rumah tetap berfokus kepada Tuhan?

Kitab Suci mencatat: Sara telah mati haid (Kejadian 18:11) dan setelah itu Abraham mendapat perintah : dalam segala hal yang dikatakan Sara haruslah engkau mendengarnya (Kejadian 21:12). Dia yang tidak mengalami kekhawatiran dan kesakitan dalam melahirkan seorang anak dan bagi mereka telah melewati masa haid telah lepas dari kutuk yang diberikan kepada Hawa, dan suaminya menjadi penurut kepada dia sebagaimana yang dperintahkan Allah kepadanya: dalam segala hal yang dikatakan Sara haruslah engkau mendengarnya (Kejadian 21:12) jadi dalam waktu inilah mereka dapat mulai berdoa, tetapi selama hutang kehidupan pernikahan belum terbayar maka doa yang bersungguh-sungguh selalu terlewati.

22. Saya tidak menyangkal bahwa para wanita suci banyak diketemukan diantara mereka yang sudah menjanda dan mereka yang masih bersuami; tetapi terutama diantara mereka yang walaupun menikah tetap mencontoh kemurnian hati dari para perawan yang mengkonsekrasi hidupnya kepada Tuhan. Sebagai mana yang ditekankan oleh Rasul Paulus: perempuan yang tak bersuami memusatkan perhatiannya kepada perkara Tuhan supaya tubuh dan jiwa mereka kudus. Tetapi perempuan yang bersuami memusatkan perhatiannya kepada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan suaminya? (I Korintus 7:32-34). Ia memberikan kita kebebasan untuk melatih akal sehat kita mengenai hal ini. Dia (St. Paulus) tidak memberikan jebakan bagi kita tetapi ia menghimbau agar semua orang memilih cara hidup yang tepat ketika ia menghimbau orang-orang untuk meneladani dirinya (dengan tidak menikah).

Adalah benar hahwa Allah memberikan perintah kepada tentang karunia hidup sebagai perawan yang murni, sebab rahmat daripada hidup seperti ini melampaui kuasa dan kekuatan dari manusia. Tetapi juga tidak baik dan tidak sopan untuk memaksa orang untuk 'terbang' diatas kodrat alamiah, dengan kata lain "aku ingin menjadi seperti malaikat. Adalah kemurnian seperti malaikatlah yang menjaga keperawanan kepada rahmat tertinggi. Rasul Paulus menambahkan: Aku berpendapat bahwa mengingat waktu darurat sekarang adalah baik bagi manusia untuk tetap dalam keadaannya (I Korintus 7:25).

Apakah yang dimaksud dengan keadaan darurat ini? Kitab Suci mencatat: Celakalah mereka yang pada hari-hari itu masih menyusui bayinya (Matius 24:19; Markus 13:17). Alasan mengapa pohon tumbuh besar adalah supaya dapat ditebang nantinya. Ladang telah disemai dan akan dituai nantinya. Bumi ini sudah padat dan populasi manusia menjadi lebih banyak daripada tanah di Bumi. Setiap hari kita dikurangi jumlahnya oleh perang, penyakit dan kecelakaan, walaupun mengetahui ini kita masih saja saling bertengkar dengan satu sama lainnya tentang masalah batas pekarangan rumah kita. Ada satu peraturan tambahan yang dibuat oleh mereka yang mengikuti Sang Anak Domba, yaitu mereka yang tak menodai jubah putih mereka, sehab mereka tetap menjadi seorang perawan.

Perhatikanlah arti kata "menodai", saya tidak akan panjang menjelaskannya karena sara takut Helvedius bertambah murka karenanya. Saya setuju dengan saudara ketika dikatakan bahwa beberapa perawan tak ubahnya seperti wanita-wanita di kelab-kelab pelesir; saya tak akan heran kalau bahkan seorang pelacur ada ditengah-tengah mereka, dan tentunya tanpa dari kita pasti akan lebih terkejut ketika mendengar bahwa ada juga rohaniwan yang tidak suci serta rahib yang tak menjaga kekudusannya.

Pertanyaannya adalah: siapa yang tidak mengerti bahwa wanita kelab pelesir tidak akan menjadi perawan yang suci begitu juga dengan imam dan rahib yang tidak kudus. Apakah kita akan menyalahkan hidup keperawanan yang suci apabila banyak yang hidup suci secara palsu? Mengapa marah dengan yang asli hanya karena yang palsu gagal? Saya hanya mau katakan bahwa mereka yang berlaku seperti ini mereka mungkin saja perawan dalam tubuhnya tetapi tidak dalam rohnya.

24. Akhir Kata

Saya telah menjadi sangat retoris dan tanpa sadar sudah menobatkan diri saya seperti seorang orator fasih. Engkau sudah mendorongku wahai Helvedius. Sebagaimana Injil bersinar terang pada zaman ini maka engkau akan menemukan kemulian yang sejajar bagi mereka yang hidup membiara guna menjaga keperawanan mereka dan juga mereka yang kudus dalam hidup pemikahannya. Dan karena saya berpikir bahwa dalam menggali kebenaran saya sudah menjadi sangat keras terhadapmu dan membuat engkau menjadi dendam dan ingin merusak hidupku dan membunuh reputasiku dengan gosip (inilah yang banyak dilakukan oleh para perempuan lemah yang cerewet dan berkasak-kusuk di sudut jalan secara membeberkan keburukan suami atau tuan mereka) saya harus mengatakan bahwa saya tetap menghormatimu dan menilai kasak-kusukmu dengan tinggi sebab dengan bibir yang sama engkau telah menodai Maria, dengan bibir yang sama pula engkau akan merusak aku, aku ini hamba Tuhan, yang dirahmati untuk digongong dengan kefasihan lidahmu sebagaimana engkau mengongong Ibu dari Tuhanku.

Jumat, 14 September 2007

Bunda Maria - Sebuah Tinjauan Biblis


Ditulis oleh Pater Gabriel Rehatta [Pastor Paroki Epipania Agia Sophia Gereja Orthodox Indonesia - Kalimalang Jakarta Timur]
Disunting oleh Leonard T. Panjaitan

MARIA

I. Nubuatan Nabi Yesaya

Kitab Suci tidak banyak mengisahkan perihal Ibu dari Yesus Kristus, Juruselamat kita, walaupun dalam Tradisi Pengajaran Gereja serta dalam Teologi dan Kristologi Gereja, peranan Bunda Maria, Dara Nazaret ini sangatlah penting. Maria adalah ti­tik tolak dalam sejarah manusia, sebuah jembatan dimana Yang Ilahi turun ke dunia, sehingga yang fana dapat mengecap segala sesuatu yang ada di surga. Kabar gembira yang dibawa oleh Malaikat utusan Allah tidak hanya datang kepada Maria, tetapi juga kepada seorang laki-laki dari keluarga Nabi Daud yang bemama Yusuf. Yusuf saat itu ditunangkan kepada Maria, seorang wanita yang belum pemah bersuami (bdk. Lukas 1: 34). Tetapi dalam masa pertunangannya ini Yusuf mendapati Maria sudah dalam keadaan mengandung, sebagai seorang pria yang cukup dipandang ia bemiat untuk berpisah dari Maria. Tetapi Allah mengutus MalaikatNya dan berkata : "Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" - yang berarti: Allah menyertai kita (Matius 1 :23).

Referensi ini sebenamya ditujukan bagi Sang Bunda Allah, Maria disebut sebagai Sang Anak Dara. Sebutan Anak Dara ini merupakan sebuah terjemahan dari bahasa Yunani. Dalam bahasa Yunani ayat ini berbunyi: Ιδου η παρθενος εν γαστρι εξει και τεξεται υιον, και καλεσουσι το ονομα αυτυ Eμμανουηλ, ο εστι μεθερμηνενομενον, Mεθ ημων ο θεος. Kata "anak dara" menggunakan sebuah kata : παρθενος (Parthenos) yang berarti secara harafiah: Perawan atau gadis, dalam kamus umum bahasa Indonesia berarti: masih murni, belum kawin atau belum berbaur (tersentuh) dengan laki-Iaki. Ayat ini sebenamya diambil dari se­buah nubuatan oleh Nubi Yesaya: Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-Iaki, dan ia akan menamakan Dia Immanuel (Yesaya 7:14). Dalam bahasa Ibrani kata perawan/anak dara menggunakan kata "Alma" yang diterjemahkan sebagai wanita muda. Tetapi dalam terjemahan Septuaginta (LXX), Kitab Suci terjemahan kuno (seb. Masehi) yang menggunakan bahasa Yunani, yang dipakai tetaplah kata: παρθενος (Parthenos) yang berarti perawan. Tetapi apakah arti semuanya ini? Ini berarti bahwa Allah te­lah menubuatkan lewat para nabi tentang Perawan Maria dari Nazaret sebagai ibu (baca: orang­tua biologis) tunggal dari Yesus Kristus. Implikasinya adalah: segala yang berhubungan dengan kemanusiaan Kristus, kemanusiaan yang dipakaiNya untuk berjalan, untuk memberkati kanak-­kanak, untuk melakukan mujizat, untuk berkarya, untuk mati di kayu salib, untuk bangkit pada hari ketiga, tubuh yang dipaku dan darah yang dicurahkan adalah darah kemanusiaan, yang diambil dari Maria dari Nazaret. lnilah peranan Sang Perawan Suci bagi kehidupan bangsa manusia.

Gereja selalu memanggil Bunda Maria sebagai Sang Perawan Maria. Dalam leks liturgi Ekaristi yang di tulis olch St. Yohanes Krisostomos, Maria selalu ditulis sebagai : yang tersuci, yang termurni, yang terberkati, yang termulia dan yang Selalu Perawan Maria (Aειπαρθενος) atau secara gamblang berarti: yang perawan kekal Maria. Sebutan ini menjadi scbuah gelar yang amat digemari khususnya dalam Gereja Timur terutama dalam karya-karya sastra dan kidung Gereja, dengan demikian adalah sebuah pen­gajaran gereja bahwa Maria adalah seorang Perawan. Pengertian Maria se­bagai Perawan bukan terjadi dikemudian hari pada masa Gereja tetapi sudah sejak masa Peljanjian Baru. Sejak masa Perjanjian Baru, Gereja awal telah memiliki keyakinan bahwa pernyataan Manusia-Ilahi Yesus Kristus di dunia berbeda dengan manusia-manusia pada umumnya. Kristus dilahirkan oleh seorang ibu tanpa adanya campur tan­gan seorang ayah (laki-laki), dalam hal inilah Gereja Awal mempunyai pengertian awal tentang kelahiran Kristus dari seorang Perawan. Oleh sehab itu ibunya disebut sebagai perawan, perawan dalam arti sesungguhnya. Maria mengandung Kristus dari Roh Kudus. Harus dimengerti bahwa Roh Kudus bukanlah ayah kandung dari Kristus, pengertiannya adalah: Maria mengandung atas kuasa Roh Kudus, dalam keadaan sebagai seorang perawan.

II. Inkarnasi

Kristus menjadi manusia mengambil kodrat kemanusiaan dari Maria dengan perantaraan Roh Kudus, tetapi apa yang sebenarnya terjadi disini? Apakah makna Allah turun ke rahim Maria yang perawan dan menjadi manusia, sebagaimana yang dinubuatkan oleh Nabi Yesaya ? Apakah yang terjadi dengan Allah di sini? Sebelumnya kita harus mengerti bahwa Sang Firman Allah, Sang Logos (Putra Sang Bapa) adalah Allah yang Sejati, yang Satu Dzat-hakekat, Satu Kodrat dengan Sang Bapa. Ia turun dari surga menjadi manusia, walaupun di saat yang sama Ia adalah Ilahi dalam KodratNya. Inilah yang disebut dengan Inkarnasi, Yesus Kristus adalah Al­lah sejati dan manusia sejati, kedua kodratNya tidak mengalami perubahan, pemisahan dan pen­campur-bauran. Inkamasi juga tidak membentuk sebuah kodrat baru, kodrat campuran (allah­-manusia). Ia tetap Allah dalam kodratNya dengan segala atributNya dan Ia juga adalah manu­sia sejati dengan segenap intelektualitas dan kelemahan, Allah dan Manusia dalam satu Pribadi.

Inilah yang terjadi dalam rahim Maria dari Nazaret. Al­lah menjadi manusia sejati. Manusia seutuhnya, dengan segala kerentaannya, menjadi manusia berarti Ia menjadi mahk1uk bi­asa yang tidak kebal terhadap kelemahan dan kekurangan, walaupun di saat yang bersamaan Ia adalah Allah Pencipta langit dan bumi. KeIlahianNya sebagai Putera Sang Bapa tidak menambah, mengurangi dan mengimunisasi kualitas (memberi kekebalan kepada) kemanusiaan Yesus Kristus. Demikian juga kemanusiaan Yesus Kristus tidak mempengaruhi ataupun mencemari Kellahian dari Sang Sabda Allah. Singkat kata Sang Firman Allah menjadi manusia tanpa mengalami perubahan dan tanpa merubah sesuatu pun dalam kemanusiaanNya.

Dengan demikian Ia (Sang Sabda) turut merasakan setiap kelemahan yang dialami manusia tanpa campur tangan dari KeAllahan dalam diriNya. Dan melalui karya keselamatan yang Ia lakukan di dalam kemanusiaanNya, Ia merestorasi Kemanusiaan tersebut kembali kepada kemuliaannya yang semula-jadi.

Dan apa hubungannya dengan Maria kalau begitu ? Maria berperan dalam Gereja seba­gai pagar dogmatis bagi hal ini, Maria menjaminkan kepada kita bahwa Kristus, yang adalah Allah itu adalah benar-benar manusia, bahwa kodrat kemanusiaan itu benar-benar diambil oleh Allah untuk berinkarnasi, tubuh manusia yang benar, bukan sekedar lambing ataupun maya, seperti yang diajarkan oleh bidat-bidat gnostik di abad-abad awal Gereja. Melalui Maria kita mengetahui bahwa Allah benar-benar nyata datang sebagai manusia sejati tinggal berserta kita. Imanuel.

III. Maria yang Perawan dalam Perjanjian Lama

Dalam Perjanjian Lama terdapat begitu banyak nubuatan, simbolisme dan tipologi yang menun­jukan kepada Maria dan sebagai Bunda Tuhan dan sebagai Sang Perawan. Diatas kita sudah membaca Nubuatan dari Nabi Yesaya mengenai karya Allah, lewat Maria, Sang Perawan akan mengandung dan melahirkan Sang Imanuel (Yesaya 7:14), sebuah nubuatan yang secara lang­sung dikutip dalam pembukaan Injil Matius (Matius 1 :23).

III. 1 Proto-evangelion dalam Kitab Kejadian

Dalam Kitab Kejadian terdapat sebuah kisah menarik, dan sangat berkenaan dengan berita Injil; Allah menjadi manusia. Dalam Kitab Ke­jadian pasalnya yang ketiga dikisahkan bahwa Adam dan Hawa pertama kali jatuh di dalam dosa, Allah meminta pertanggungjawaban kepada manusia perdana ini, dan berakhir den­gan Allah menjatuhkan kutuk atas pelanggaran ketaatan manusia. Tetapi disamping itu Allah juga secara tersirat menubuatkan sebuah jalan keluar, yang digenapi melalui Maria :

Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara ketu­runanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dun engkau akan meremukkan tumitnya. (Kejadian 3.. 15)

Nubuatan dari Kitab Kejadian menjadi sangat terkenal karena bernuansakan Mesianis (kedatangan Juruselamat) sehingga banyak ahli menyebutnya dengail istilah ‘Proto-Evangelion’ (Yun. Προτο εϝανγελιον) atau diterjemahkan sebagai Injil Pertama. Karena disini terdapat berita gembira (Injil): jalan keluar dari dosa. Disini kita melihat bahwa Allah menyiapkan se­seorang dari keturunan seorang perempuan tertentu (Perempuan ini) yang akan meremukan kepala iblis. Perempuan ini bukan sekedar perempuan biasa, tetapi perempuan tertentu (sudah ditentukan). Dalam bahasa Yunani Septuaginta (sedikit berbeda dengan Yunani Koine dari Per­janjian Baru) perkataan "perempuan ini" menggunakan kata-kata: τιν γινεκοσ (tis ginekos), yang secara literal berarti perempuan tertentu (inggris: certain). Jadi jelas disini bahwa perem­puan yang dimaksud adalah seseorang perempuan yang memang sudah diketahui identitasnya (setidaknya dalam benak Allah). Tetapi disini terdapat sesuatu yang janggal, disebutkan: “antara keturunanmu” (keturunan si ular) dαn keturunannya (keturunan perempuan)". Dalam tradisi timur kuno yang masih setia diikuti sampai hari ini, biasanya hanya laki-laki yang mem­­punyai keturunan, sebagai yang mempunyai benih. Anak yang lahir dari ibu biasanya meng­gunakan nama ayah sebagai nama keluarga, kita bisa melihat dari silsilah yang ada dari kitab suci, selalu menggunakan nama dari Ayah untuk menunjukan benih siapa anak tersebut. Bahkan kita bisa melihat dalam silsilah Tuhan Yesus Kristus (Matius l: 1-17 dan Lukas 3 :23­28) dimana hanya disebutkan Dia dari jalur keturunan laki-laki.

Tetapi didalam Kitab Kejadian ini, dikatakan keturunan perempuan. Dituliskan dengan jelas bahwa seorang perempuan akan mempunyai anak yang merupakan benih dari perempuan itu sendiri, dengan kata lain tanpa benih laki-laki, sehingga anak yang dilahirkan bukan disebut sebagai keturunan dari seorang laki-laki tetapi dengan jelas disebutkan sebagai "keturunan per­empuan (ini)". Dalam sejarah Kitab Suci Semitik (Yahudi, Kristen dan Islam) hanya satu per­empuan saja yang diketahui mengandung tanpa benih laki-laki dan dia adalah Maria dari Naza­ret.

III. 2 Nubuatan Nabi Yehezkiel

Dalam Kitab Yehezkiel terdapat sebuah Nubuatan yang oleh para bapa Gereja dianggap sebagai sebuah Nubuatan yang berhubungan dengan Keperawanan Maria yang kekal. Gereja percaya dan mengajarkan bahwa Bunda Maria adalah berkeperawanan kekal, ia perawan sebe­lum melahirkan Kristus dan perawan pada saat melahirkan Kristus serta tetap tinggal perawan setelah melahirkan Kristus. Dalam kaitannya dengan hal ini Gereja mengaitkannya dengan apa yang di nubuatkan oleh Nabi Yehezkiel tentang Pintu Gerbang di Bait Allah di Surga.

“1 Kemudian ia membawa aku kembali ke pintu ger­bang luar dari tempat kudus, yang menghadap ke timur; gerbang ini tertutup. 2 Lalu TUHAN berfirman kepadaku: "Pintu gerbang ini harus tetap tertutup, jangan dibuka dan jangan seorang pun masuk dari situ, sebab TUHAN, Allah Israel, sudah masuk me­laluinya; karena itu gerbang itu harus tetap tertutup. 3 Hanya raja itu, oleh karena ia raja boleh duduk di sana makan santapan di hadapan TUHAN. Raja itu akan masuk melalui balai gerbang dan akan keluar dari situ. " (Yehezkiel 44: 1-3)

Kita melihat didalam Kitab Sirakh dimana Bunda Maria diumpamakan sebagai Kemah Suci (Sirakh 24: 1 0), sekarang kita melihat bagaimana Maria ditipologikan sebagai Bait Allah dan keperawanannya ditipologikan sebagai Pintu Gerbang Bait Allah Surgawi. Dalam nubuatannya, nabi Yehezkiel menggambarkan bahwa Pitu Gerbang Bait Allah harus tetap tertutup secara kekal karena TUHAN יהוהYahweh Allah Israel telah masuk melalui pintu tersebut, dan ditambahkannya bahwa tidak ada seorang pun yang boleh masuk melaluinya. יהוה melewati pintu gerbang adalah simbolik dari Sang Sabda Allah berinkarnasi dan lahir melalui rahim Maria.

Dengan demikian seperti Pintu Gerbang Bait Allah yang telah dilalui oleh יהוה tidak boleh dilalui oleh siapapun maka Pintu Gerbang Sang Sabda dalam inkarnasinya tidak boleh dilalui oleh siapapun juga. Dengan kata lain keperawanan Maria ada1ah keperawanan yang kekal. Dimana tidak akan ada lagi yang dilahirkan oleh rahim Maria setelah Kristus. Pintu Ger­bang akan selalu tertutup. Menurut Nabi Yehezkiel hanya sang Raja saja yaitu יהוה Allah Israel yang boleh melewati Pintu tersebut, dan Ia (יהוה) akan duduk dan makan bersantap. Raja disini juga menggambarkan Kristus karena ia adalah Mesias, keturunan Yehuda (suku raja), sebagai Yang dijanjikan.

III.3 Tipologi Maria dalam Perjanjian Lama

Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama terdapat begitu banyak hal yang oleh Gereja dianggap sebagai tipologi mengenai Bunda Allah, tipologi adalah pencocokan tipe-tipe berdasarkan pengalaman menyejarah. Tipologi ini tidak terbatas hanya kepada benda-benda pada nubuatan profetis dan penglihatan serta yang terdapat pada sejarah Israel, tetapi juga pada tokoh-tokoh pada Kitab Perjanjian Lama. Berikut adalah beberapa tipologi Maria di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama

III.3. 1. Kemah , Kota Yerusalem dan Sion

Dalam Kitab Sirakh, tertulis sebuah puisi pujian kepada Kebijaksanaan. Dimana dalam teologi dan kesusasteraan Gereja, Kristus adalah Sang Kebijaksanaan tersebut dan dalam pasal­nya yang ke 24 dianggap sebagai sebuah nubuatan pada Misteri Inkarnasi Kristus oleh Sang Perawan Maria :

"9 Sebelum masa purba sejak awal mula aku telah diciptakan-Nya, dan sampai selama-lamanya aku tidak akan lenyap. 10 Aku berbakti kepada­Nya dalam Kemah yang kudus, dan dengan demikian aku menetap di Sion. 11 Di kota kesayangan-Nya aku diberi-Nya tempat istirahat, dan wi/ayah kekuasaanku ada di Yerusalem. 12 Pada umat terhormat aku berakar, di dalam bagian Tuhan, milik pusaka-Nya. 13 Seperti pohon aras di gunung Libanon aku berkembang, dan bagaikan pohon saru di pegunungan Hermon. 14 Seperti pohon korma di En-Gedi aku berkem­bang, dan laksana pokok mawar di Yerikho; aku tumbuh laksana pohon zaitun yang elok di dataran, dan seperti pohon berangan di tepi air. 15 Aku harum semerbak seperti kayu manis dan aspalat, dan meratakan wangian laksana kemenyan pilihan, seperti galbanum, oniks dan stakte, dan bagaikan asap dupa di Kemah suci. 16 Seperti pohon tusam kuram­batkan cabang-cabangku, dan ranting-rantingku adalah elok jelita." (Sirakh 24: 9-16)

Ayat 9-10 adalah sebuah pernyataan dalam gaya bahasa kesusasteraan Kebijaksanaan Ibrani, dimana Sang Kebijaksanaan (Ibm Hokrnah atau Yun. Sophia) ada didalam kekekalan (pra ada) dan berada didalam pangkuan Sang Bapa (bdk. Yoh 1:1,18). Dan Hikmat Kebijaksanaan kekal ini di tanam (berakar) pada umat Allah (Israel) dan beristirahat dalam kota Yerusalem. Di sini sangat jelas Maria diumpamakan sebagai Umat Israel, Yerusalem dan Sion tempat kebijak­sanaan itu beristirahat atau di tanam. Kebijaksanaan (Kristus) diumpamakan sebagai pahon aras, kurma, zaitun dan mawar (semuanya adalah tipologi Kristus) yang tumbuh berkembang (Inkarnasi) dari rupa benih yang tertanam (berakar) menjadi Pohon. Di sini Maria juga dium­pamakan sebagai Kemah Kudus (tempat kediaman Allah) di Sion, dan dari sana Kebijaksanaan akan berkembang (tumbuh). Adalah melalui Maria, Sang Kebijaksanaan Ilahi mengalami penanaman serta pertumbuhan demi keselamatan semua bangsa (Sirakh 24: 19).

Dalam Kitab Perjanjian Lama terjemahan Latin yang dikerjakan oleh St. Hieronimus dan dalam beberapa manuskrip Septuaginta (Kitab Suci Perjanjian Lama dalam Bahasa Yunani, terjemahan seb. Masehi), terdapat sebuah tambahan ayat, yang sayangnya oleh Lembaga Alkitab Indonesia ti­dak dimasukkan kedalam terjemahan Kitab Deuterokanonika dalam Bahasa Indonesia. Ayat ini menggambarkan Sang Kebijaksanaan sebagai yang akan mengantarkan kita kepada Sang Sumber Rahmat dan Kebenaran, Ia diumpamakan sebagai seorang ibu, tetapi tidak jarang para ahli Kitab Suci yang menginterpretasikannya sebagai sebuah Proto-Evangelion berkenaan dengan Bunda Allah. Ayat ini secara liturgis dipakai oleh Gereja Barat sebagai penghormatan kepada Perawan Maria, Ibu Yesus:

Akulah Ibu cinta sejati, Ibu bagi orang yang berada di dalam ke­kuatiran, ibu pengetahuan, ibu pengharapan yang suci. Akulah pengantara segala rahmat dan kebenaran. Akulah segala pengharapan hidup dan keutamaan. Aku diberikan kepada semua anak-anakku dun mereka yang diberi nama olehNya. (Sirakh 24: 18 LXX atau ayat 24-25 dalam Vulgata)

III.3.2 Langit

Dalam Kitab I Raja-Raja dicatat: "...Sesungguhnya langit, bahkan langit yang mengatasi segala langit pun tidak dapat memuat Engkau, terlebih lagi rumah yang kudirikan ini" (I Raja 8:27). Langit dikatakan tidak dapat membendung dan membejanai Allah, tetapi hal ini di­genapi didalam Maria. St. Yohanes Damaskus menyebut Maria sebagai "Yang Lebih Luas dari Langit". Hal ini disebabkan oleh Sang Pencipta dari langit yang tinggal di dalam Maria sendiri, dan membuatnya otomatis menjadi Dia yang lebih luas dari langit. Sebagaimana surga/langit seolah menjadi tempat bersemayamnya Allah maka rahim Maria pun menjadi semacam "langit/surga" tempat Allah bersemayam.

Didalam engkaulah, Yang penuh Rahmat, semua ciptaan, para malaikat dan manusia bersukacita, Engkaulah Bait Allah yang suci dan firdaus roltani, kebanggaan para perawan: dari engkaulah Allah menjadi manusia, Dia, Allah kami yang kekal sebelum segala abad, Dia yang telah membuat rahimmu menjadi TahktaNya dun membuatnya menjadi lebih luas dari langit, di­

dalam engkaulah, Ya yang penuh rahmat, semua ciptaan bergem­bira, kemuliaan bagimu.

(Kidung Ibadat Kompletorium, karya Sf. Yohanes dr Damaskus)

III.3.3 Ruang Maha Kudus

Dalam Bait Allah terdapat dua bagian ruang, pertama Ruang Suci dan Ruang Maha kudus. Dalam Ruang Maha Kudus inilah diletakkan Tabut Perjanjian. Dalam hal ini dengan jelas kita bisa melihat tipologi Maria didalam penggambaran Ruang Maha Kudus ini. Tabut Perjanjian menggambarkan kehadiran Allah, dalam perjalanan bangsa Israel dari tanah Mesir, Peti Perjan­jian ini merupakan tanda secara gamblang mengenai kehadiran Allah, pada siang hari tiang awan akan menyertai tabut dan malam hari berupa tiang api. Ruang Maha Kudus atau bahkan keseluruhan Bait Allah dapat menggambarkan Maria, karena di dalam Bait Allahlah terdapat tabut yang adalah kehadiran Allah sebagaimana didalam Maria terdapat Allah itu sendiri.

III.3.4 Peti/Tabut Perjanjian dan loh batu

Yahweh menyuruh Musa untuk membuat sebuah peti atau tabut dimana diletakkan dua Loh Batu yang berisikan hukum-hukum yang diberikan Yahweh kepada Musa. "Dalam tabut itu haruslah kautaruh, loh hukum, yang akan Kuberikan kepadamu". (Keluaran -25:16). Loh Batu meng­gambarkan Sang Firman Allah karena di atas Loh Batu tersebut dituliskan Firman Allah, hal ini se­benarnya melambangkan Inkamasi juga, karena sebagaimana Firman Allah ditulis di atas batu demikian juga sebagaimana Sang Firman "ditulis" didalam rahim Maria. Sebagaimana Loh batu yang berisikan hukum disimpan di dalam tabut demikian juga Sang Sabda disimpan di dalam rahim Sang Perawan selama sembilan bulan. Tabut perjanjian ini dibuat dari kayu penaga: Haruslah mereka membuat tabut dari kayu penaga, dan setengah hasta panjangnya, satu setengah hasta lebarnya dan satu setengah hasta tingginya (Keluaran 25:10). Kayu penaga adalah jenis kayu yang kuat dan tak mudah kena lapuk baik oleh masa dan binatang, hal ini melambangkan keperawanan Maria yang kekal dan suci. Tabut perjanjian juga disalut dengan emas: Haruslah engkau menyalutnya dengan emas murni; dari dalam dan dari luar engkau harus menya/utnya dan di atasnya harus kaubuat bingkai emas sekelilingnya (Keluaran 25:11). Hal ini merupakan tipologi dari kemuliaan Allah yang turun atas Maria sebagai Bunda Allah.

III.3.5 Buli-buli Berisi Manna

Dalam Kitab keluaran dicatatkan sbb: Sebab itu Musa ber­kata kepada Harun: "Ambillah sebuah buli-buli, taruhlah manna di dalamnya segomer penuh, dan tempatkanlah itu di hadapan TUHAN untuk disimpan turun-temurun." Seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa, demikianlah buli-buli itu ditempatkan Harun di hadapan tabut hukum Allah untuk disimpan (Keluaran 16:33-34). Dalam tabut perjanjian terdapat juga buli-buli yang berisikan Manna, yaitu rori yang diturunkan oleh Yahweh sebagaimana ditulis di atas. Gereja memandang buli-buli ini sebagai ti­pologi mengenai Bunda Maria. Kristus menyatakan dirinya sebagai manna/roti yang turun dari surga: Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari surga dan yang mem­beri hidup kepada dunia. Maka kata mereka kepada-Nya: "Tuhan, berikanlah komi roti itu senantiasa." Kata Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi. (Yohanes 6: 33-35). Jelas apabila Kristus adalah Sang Manna yang turun dari surga maka Maria adalah melambangkan buli-buli dalam Tabut Perjan­jian tersebut.

III.3.6 Tongkat Harun yang bertunas

Dalam tabut Perjanjian juga ditaruh Tongkat Harus yang sudah bertunas. Tongkat ini adalah milik Harun saudara Musa, yang pada saat itu dipilih Yahweh untuk menjadi Imam yang melayani di kemah suci. "Musa meletakkan tongkat-tongkat itu di hadapan TUHAN dalam kemah hukum Allah. Ketika Musa keesokan harinya masuk ke dalam kemah hukum itu, maka tam­paklah tongkat Harun dari keturunan Lewi telah bertunas, mengeluarkan kuntum, mengem­bangkan bunga dan berbuahkan buah badam, TUHAN berfirman kepada Musa: "Kembalikanlah tongkat Harun ke hadapan tabut hukum untuk disimpan." (Bilangan 17:7-8). Tongkat Harun yang digunakan untuk berjalan terbuat dari kayu, dan menurut alamiah­nya tentu diambil dari pohon, dipotong dan dibentuk menjadi tongkat, bisa diambil kesimpulan bahwa tongkat ini dari kayu yang kering, tanpa ada benih kehidupan, jadi mustahil tumbuh tu­nas (tanaman baru dari pohon yang sama) sehingga bisa menjadi pohon yang baru dan mengha­silkan buah.

Hal ini dianggap oleh Gereja sebagai sebuah tipologi mengenai Bunda Penebus. Kristus yang adalah Tunas Daud: Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. la akan memerintah sebagai raja yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dun kebenaran di negeri (Yeremia 23:5) dan dinyatakan sendiri oleh Kristus kepada Rasul Yohanes di pulau Patmos: "Aku, Yesus, telah mengutus malaikat-Ku untuk memberi kesaksian tentang semuanya ini kepadamu bagi je­maat-jemaat. Aku adalah tunas, yaitu keturunan Daud, bintang timur yang gilang­ gemilang." (Wahyu 22:16). Apabila Kristus adalah Sang Tunas tersebut maka tak heran apabila Maria melambangkan tongkat Harun tersebut, seperti Tongkat kering yang bersih tak mungkin menghasilkan tunas, tetapi Tongkat Harun bisa, maka Maria pun menghasilkan Sang Tunas di rahimnya tanpa benih laki-Iaki.

III.3.7 Kandil Emas

Dalam Kemah/bait suci kita menemukan sebuah kandil (lampu-minyak) terbuat dari emas dan bercabang tujuh, dan kandil ini dinyalakan tanpa boleh berhenti. "Haruslah engkau membuat kandil dari emas murni; dari emas/tempaan harus kandil itu dibuat, baik kakinya baik batangnya; kelopaknya - dengan tombolnya dun kembangnya - haruslah selaras den­gan kandil itu... Dari satu talenta emas murni ha­ruslah dibuat kandil itu dengan segala perkakasnya. Dan ingatlah, bahwa engkau membuat se­muanya itu menurut contoh yang telah ditunjukkan kepadamu di atas gunung itu. (Keluaran 25:31-40) Ditempatkannyalah kandil di dalam Kemah Perte­muan berhadapan dengan meja itu, pada sisi Kemah Suci sebelah selatan. (Keluaran 40:24). Terdapat dua tipologi dalam hal ini sbb :

  1. Tipologi Maria dan Kristus: dimana Kristus menyatakan diriNya sebagai Sang Terang Dunia: Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak, kata-Nya: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikuti Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yohanes 8:12). Dalam hal ini maka apabila Kristus diumpamakan sebagai Terang maka Bunda Maria secara tepat menggambarkan kandil ini.

  1. Tipologi yang kedua adalah ti­pologi antara Maria dan Roh Kudus. Kandil ini secara teologis melambangkan kehadiran Roh Kudus, dan dalam Injil dikatakan : Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. (Lukas 1 :35). Dengan turunnya atau lebih te­patnya bernaungnya (tinggal) Sang Roh Kudus atas Maria, maka tepatlah apabila Bunda Allah menjadi tipologi dari Kandil Emas yang apinya melambangkan Sang Roh Kudus.

III.3.8 Meja Ukupan Emas

Dalam bait dan kemah suci, para Imam, baik Imam Besar dan Imam biasa bertugas untuk mem­bakar dupa dan mempersembahkan asap wewangiannya kepada Allah. Dupa yang disebar di atas bara api ini ditaruh di atas sebuah mezbah khusus yang disebut dengan meja/mezbah uku­pan. Haruslah kaubuat mezbah, tempat pembakaran ukupan; haruslah kaubuat itu dan kayu penaga; Haruslah kausalut itu dengan emas murni, bidang atasnya dan bidang-bidang sisinya sekelilingnya, serta tanduk-tanduknya. Haruslah kaubuat bingkai emas sekelilingnya. (Keluaran 30: 1 & 3). Dupa dan api yang menyala adalah lambang dari Kristus dan Maria adalah Mezbah Ukupannya. Kayu penaga adalah jenis kayu yang kuat dan tak mudah kena lapuk baik oleh masa dan binatang, hal ini melambangkan keperawanan Maria yang kekal dan suci. Mezbah ini seperti Tabut Perjanjian juga disalut dari emas, hal ini merupakan tipologi dari kemuliaan Allah yang turun atas Maria sebagai Bunda Allah.

III.3.9 Tangga Yakub

Dalam pelariannya dari kejaran Esau, Yakub tertidur di sebuah tempat yang kelak dinamai Be­thel (Rumah Allah), dalam tidurnya ditempat ini Yakub bermimpi sebuah tangga turun dari surga dan malaikat turun dari surga dan naik kembali ke surga di atasnya: Maka bermimpilah ia (Yakub), di bumi ada didirikan sebuah tangga yang ujungnya sampai di langit, dan tampak­lah malaikat-malaikat Allah turun naik di tangga itu. Berdirilah TUHAN di sampingnya dan berfirman: "Akulah TUHAN, Allah Abraham, nenekmu, dan Allah Ishak; Keturunanmu akan menjadi seperti debu tanah banyaknya, dan engkau akan mengembang ke sebelah timur, barat, utara dan selatan, dan olehmu serta keturunanmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat. Sesungguhnya Aku menyertai engkau dan Aku akan melindungi engkau, ke mana pun engkau pergi, dan Aku akan membawa engkau kembali ke negeri ini, sebab Aku tidak akan meninggalkan engkau, melainkan tetap melakukan apa yang Kujanji­kan kepadamu." (Kejadian 28: 12-15).

Dalam mimpi ini :Yahweh Allah menyatakan kembali dan mengulang apa yang pemah Ia janjikan kepada Abraham, yaitu berkat. Narasi ini dipandang oleh Gereja sebagai tipologi dari Bunda Maria, ia dilambangkan sebagai tangga dimana Allah Sang Sabda turun kepada manusia dan membuat manusia bisa naik ke surga, juga menunjukan Maria sebagai penggenapan akan pulihnya hubungan antara Surga dan Bumi yang terputus oleh dosa, pulih oleh Inkarnasi Kristus lewat Maria.

III.3.10 Semak belukar yang tak terbakar

Selain Kitab Keluaran (2:15-3:22) dikisahkan ketika Nabi Musa lari dari Mesir ia di tampung oleh seorang bemama Yitro, yang akhimya men­jadikan Musa sebagai menantunya. Yitro juga mempekerjakan Musa sebagai gembala dari ter­naknya, dimana Musa biasa membawa ternaknya ke gunung Horeb. Disana Yahweh menampakan diri kepada Musa dalam bentuk semak belukar yang menyala tetapi tidak terbakar. Allah meminta Musa untuk membebaskan Bangsa Israel. Gereja memandang kejadian ini sebagai sebuah tipologi dari Bunda Maria. Keilahian Kristus dilambang­kan dengan api yang menyala sedangkan semak belukar tcrsebut melambangkan Bunda Maria. Keilahian Kristuss yang menghanguskan tidak merusak ataupun mengubah kodrat kemanusiaan Kristus, meskipun Sang Api tadi tinggal dalam rahim Maria serta mengambil kemanusiaannya.

III.3.11 Penyeberangan Laut Teberau

Ketika Musa berhasil melepaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir setelah tulah ke sepu­luh, pembunuhan anak sulung di mesir (Keluaran 12:29-42), maka Musa membawa mereka un­tuk menyeberangi laut Teberau, tetapi dihadang kembali oleh Pasukan Firaun Mesir, dan Allah melakukan mujizat lewat Musa dengan membelah laut Teberau dan menyeberangkan bangsa Is­rael dengan selamat ke seberang. Akan tetapi Allah menutup laut Teberau ketika pasukan Fir­aun mencoba menyeberangnya dan memusnahkan mereka. Hal ini oleh para Bapa Gereja diang­gap sebagai sebuah tipologi dari Bunda Maria. Dan dijelaskan dengan tepat oleh St. Yoseph Hymnograph : Suatu gambaran dari pengantin yang tak kenal nikah dulu pernah digambarkan di Laut Merah, di sana Musa membelah air, di sini Gabriel melayani mujijat. Kemudian Israel berjalan dalam kedalaman laut serta tetap tinggal kering, tetapi sekarang Sang Perawan telah memberikan kelahiran kepada Sang Kristus, tanpa benih laki-laki. Sesudah berjalannya Israel, laut itu tetap tinggal tak bisa dilewati oleh manusia, dan sesudah kelahiran Sang Immanuel, Sang Bunda Yang Tanpa Cacat tetap tinggal perawan dan tak terkotori. Ya Allah Yang Ada, Yang Selalu Ada, dan Yang telah menampakkan diri sebagai manusia, kasihanilah kami. (Kidung bagi Maria dalam ibadat sore modus V).

III.3.12 Ester don Yudit

Kedua tokoh perempuan ini juga sering di-tipologi-kan sebagai sebuah tipologi dari Bunda Maria. Keduanya berlaku sebagai pengantara bagi keselamatan Umat Israel, Yudit dengan me­menggal kepala Holofemes sementara Ester berdoa berpuasa serta mensyafaati Bangsa Israel dengan berani menghadap kepada Raja Ahasyweros dan memohon keselamatan bagi Bangsanya. Tipologi Maria didalam Yudit adalah dengan seperti Maria yang berani berkata "Ya" kepada Allah sehingga kepala ular boleh diremukkan di bawah kaki keturunannya (Kejadian 3:15) bagaikan Yudit yang berani memenggal kepala Holofernes dan menyelamatkan Bangsa Israel dari kemusnahan. Seperti Ester, Maria adalah pengantara bagi umat Kristen, yang ditebus oleh Puteranya.

III.3.13 Keperawanan Kekal.

Setelah melihat dengan seksama mengenai semua Tipologi mengenai Perawan Maria, perma­salahan yang sering dihadapi adalah Keperawanan kekal. Sebagaimana dalam nubuatan dari Nabi Yehezkiel kita membaca, setelah Yahweh, Allah Sang Raja masuk melalui Pintu Gerbang Bait Allah Surgawi, maka tidak ada seorang pun yang dapat melaluinya, dengan demikian kita mengerti akan keperawanan Maria yang berrsifat kekal, bahwa setelah melahirkan Yesus, ia tetap tinggal perawan dan tidak mengandung seorang anak pun dari St. Yusuf suaminya.

Tetapi banyak persoalan yang ditimbulkan khususnya dari kalangan reformasi yang menyatakan bahwa keperawanan Maria tidak bersifat kekal. Bahwa setelah ia melahirkan Juruselamat, ia mempunyai beberapa anak dari Yusuf suamiya. Bagaimana sikap Gereja dalam menjawab per­masalahan ini?

Dalam hal mengenai Keperawanan Maria, Gereja menarik tema Keperawanan Maria jauh lebih dalam lagi. Gereja mengajar bahwa Bunda Maria tetap tinggal Perawan bahkan setelah kelahi­ran Yesus Kristus, sebagai Yang Selalu Perawan (Semper Virgine). Maria diakui Sebagai Perawan sebelum melahirkan Kristus, Perawan pada saat melahirkan Kristus dan Perawan setelah melahirkan Kristus. Apakah Kitab Suci bungkam terhadap hal ini? Injil Matius mencatat: Sesu­dah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu padanya. Ia mengambil Maria sebagai istrinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia sam­pai melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus (Matius 1 : 24-25)­.

Kedua ayat ini selalu dipakai untuk menentang pengajaran Gereja tentang Keperawanan Maria Yang Kekal. Tetapi apakah ayat ini demikian? Dalam bahasa Yunani, kata "sampai" di sini menggunakan kata εοσ (eos) yang diterjemahkan ke­dalam bahasa Indonesia dengan kata "sampai". Bahasa Yunani adalah bahasa yang kaya makna dan kosa-katanya, kata seperti "sampai" mempunyai kosa-kata yang banyak dengan makna yang berbeda-beda εοσ dalam arti sesungguhnya berarti "sampai pada waktu yang tak sele­sai" atau lebih tepatnya diterjemahkan dengan kata "Sampai pun". Kata εοσ juga dipakai didalam ayat-ayat yang berbeda, contoh yang paling jelas: Karena itu pergi­lah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang te­lah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28 : 19-20).

Lagi disini terdapat kata "sampai" dan menggunakan kata εοσ juga. Jikalau kita mau tetap kon­sekuen dengan penggunaan kata “sampai” sesuai dengan penjabaran mereka yang menentang pengajaran Gereja mengenai keperawanan kekal Maria, maka ayat ini berarti: Yesus akan men­yertai para murid (dan kita) hanya sampai akhir zaman, begitu zaman berakhir maka Yesuss berhenti menyerrtai kita. Contoh yang lain lagi: Dan kepada siapakah diantara malaikat itu pernah 1a berkata: "Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu ?" (Ibrani 1:13). Lagi disini kata "sampai" menggunakan kata εοσ (eos) juga, jadi apakah setelah semua musuh-musuh Kristus diletakkan dibawah kaki Kristus, Kristus akan berhenti duduk di sebelah Kanan Allah Sang Bapa? Jelas setelah melihat dua contoh diatas, kata εοσ (eos) tidak bisa diterjemahkan dengan kata "sampai" yang mempunyai konotasi jarak waktu tertentu, tetapi kata Eos mempunyai makna kata "sampai" dengan konotasi kekekalan. Jadi ayat dalam Injil Matius 1: 25, yang mengatakan: Ia mengambil Maria sebagai isterinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai (eos) ia melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus. Berarti setelah Maria melahirkan Yesus, Yusuf tetap tidak bersetubuh dengan Maria. lnilah yang menjadi dasar pengajaran Gereja mengenai keperawanan kekal dari Bunda Maria. Bagairnana dengan tulisan didalam kitab suci mengenai saudara­ saudari Kristus, apakah mereka ini anak-anak dari Bunda Maria?

Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon ? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita? Lalu mereka ke­cewa dan menolak Dia (Markus 6 : 3) Dalam tradisi timur tengah adalah hal yang biasa untuk menyebut saudara kandung, saudara melalui pernikahan, saudara sepupu, paman, bibi dll den­gan sebutan "saudara". Maka kata Abram kepada Lot : Janganlah kiranya jadi perbantahan antara aku dengan dikau dan para gembalaku dengan gembalamu, karena kita ini bersaudara (Kejadian 13 : 8 terj. lama). Sangat jelas disini bahwa Abraham dan Lot bukanlah kakak beradik tetapi paman dan keponakan, tetapi kitab suci tetap menggunakan istilah "saudara", Contoh lain didalam Perjanjian Baru: dibawah kayu salib Kristus menyerahkan Bunda Maria kedalam penjagaan St. Yohanes Penginjil: Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya; berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu! Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya (Yohanes 19 : 26-27).

Dalam tradisi Yahudi adalah sebuah tabu untuk memberikan orang tua kita ke­dalam pemeliharaan orang aging (non keluarga) dimana masih ada anggota keluarga lain yang masih hidup dan mampu memelihara orang tua kita. Jikalau saat itu Yesus mempunyai saudara kandung, Ia tidak akan mempercayakan Bunda Maria kedalam pemeliharaan St. Yohanes Pen­ginjil. Jelas Kristus adalah anak tunggal dari Bunda Maria, yang setelah melahirkan Kristus ia tidak memberi kelahiran kepada siapapun lagi. Tetapi dalam Kitab Suci dikatakan: Dan ia mela­hirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah pengina­pan. (Lukas 2:7).

Kalau disini Kristus disebut anak sulung Maria, apakah akan ada anak-anak yang lain? Kata sulung disini menggunakan kata Yunani: προτοτοκον (Prototokon) dari kata προτοτοκοσ (Prototokos), Protokos dalam bahasa Yunani berarti "yang pertama membuka ra­him/kandungan ibu". Hal ini juga ditegaskan didalam Kitab Suci Perjanjian Lama: "Kuduskanlah bagi-Ku semua anak suIung, semua yang lahir terdahulu dari kandungan pada orang Israel, baik pada manusia maupun pada hewan; Akulah yang empunya mereka." (Keluaran 13: 12). Disini terlihat dengan jelas dalam bahasa Kitab Suci bahwa yang dimaksud dengan yang sulung berarti yang lahir terdahulu dari kandungan ibu, tidak berarti ha­rus ada anak-anak yang lain sebagai persyaratan untuk disebut sebagai yang sulung. Setelah melihat semua apa yang tertulis dalam Kitab Suci maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Kitab Suci merupakan landasan dari pengajaran akan keperawanan kekal dari Bunda Maria. Keperawanan Kekal Bunda Maria diagungkan karena erat hubungannya dengan Inkar­nasi Kristus, bahwa Kristus benar-benar dikandung tanpa benih laki-Iaki.

Untuk penjelasan yang lebih mendetail dapat membaca uraian teologis dari St. Heironimus dalam membela Pengajaran Keperawanan Maria yang Kekal, dalam tulisannya melawan bidat Helvedius.­

IV. Daftar Pustaka

Kitab Suci Katolik, Lembaga Bilbilka Indonesia & Lembaga Alkitab Indonesia, Penerbit Ar­noldus Ende.

The Orthodox New Testament, The Holy Gospels/Evangelistarion; The Holy Apostles Ortho­

dox Monastery Press; Buena Vista CO.

Bercot, David W; A Dictionary of Early Christian Beliefs; Hendrickson Publishers Peabody MA

Gambero, Luigi; Mary and the Fathers of the Church; Ignatius Press, San Francisco CA

Palmer, Paul F; Mary in the Documents of the Church; The Newman Press; Westminister

MA

Gabriel, George S; Mary the Untrodden Portal of God; Zephyr Publishing House; Ridge­wood, NJ

O'Carroll, Michael; Theotokos, A Theological Encyclopedia of the Blessed Virgin Mary; Michael Glazier Inc; Wilmington DW

Cahiers Marial, Editors Committee; Dictionary of Mary; Catholic Book Publishing Co, New­ark , NJ

Freemantle, W.H.; The Principal Works of St. Jerome; Eerdmans Pub. Co. Edinburgh, Scot­land, 1867

The Great Odoechos, Services Books of the Byzantines Churches; Sophia Press, Boston MA

The Service (If Compline in the Orthodox Church;Holy Transfiguration Monastery, Boston, MA

Groenen, C, OFM; Mariologi Teologi dan Devosi; Penerbit Kanisius; Yogyakarta 1994 MacKenzie R.A.F. S1; Yesus bin Sirakh; Pcnerbit Kanisius; Yogyakarta 1990

Craghan, John CSsR; Tobit, Yudit, Barukh; Penerbit Kanisius; Yogyaka.rta 1990

Senin, 03 September 2007

Penggunaan Kembali Misa Latin 1962 - Surat Apostolik Paus Benediktus XVI - Summorum Pontificum

Diterjemahkan oleh Leonard T. Panjaitan

http://www.vatican.va/holy_father/benedict_xvi/motu_proprio/documents/hf_ben-xvi_motu-proprio_20070707_summorum-pontificum_lt.html

Surat Apostolik

Dalam bentuk “motu proprio”


Paus Benedictus XVI

"Summorum Pontificum"

Sampai dengan zaman sekarang, sudah menjadi kepedulian yang terus-menerus dari Uskup Tertinggi untuk menjamin bahwa Gereja Kristus memberikan ritual yang layak terhadap Raja Ilahi, “untuk memuji dan memuliakan NamaNya,” dan “demi kebaikan seluruh GerejaNya yang Kudus”.

Karena sejak zaman dahulu maka telah menjadi hal yang perlu – juga keperluan buat masa depan – untuk memelihara prinsip yang kepadanya “setiap Gereja particular harus selaras dengan Gereja universal, bukan hanya pada masalah doktrin/ajaran iman dan tanda-tanda sacramental namun juga memperhatikan penggunaan yang secara universal dapat diterima oleh Tradisi apostolic yang tak terputus, yang harus ditaati bukan hanya untuk menghindari kesalahan [eror] namun juga untuk mentransmisikan integritas iman sebab hukum doa Gereja berhubungan dengan hukum iman-Nya” [1].

Diantara para Paus yang menunjukkan perhatian khusus, terutama hal yang besar adalah St. Gregorius Agung, dialah yang mengusahakan untuk menjamin bahwa masyarakat Eropa baru menerima baik iman Katolik maupun warisan ibadat serta budaya yang telah diwariskan oleh orang-orang Romawi dalam abad-abad terdahulu. Dia memerintahkan bahwa bentuk liturgi kudus sebagaimana dirayakan di Roma [menyangkut Kurban Misa dan Jabatan Ilahi] tetap dipertahankan. Dia memperhatikan secara serius untuk menjamin penyebaran para biarawan dan biarawati yang mengikuti Aturan hidup St. Benediktus, yang dilakukan bersamaan dengan pemberitaan Injil, serta dicontohkan melalui hidup mereka atas ketetapan bijaksana dari aturan hidup bahwa “tidak ada suatu pun bisa menghalangi karya Allah”. Dengan cara ini liturgi kudus dirayakan menurut cara Romawi, memperkaya bukan hanya iman dan kesalehan namun juga budaya dari banyak orang. Pada dasarnya sudah diketahui bahwa Liturgi Gereja Latin dalam bentuknya yang bervariasi, di setiap abad kekristenan telah memacu kehidupan spiritual dari orang-orang kudus, dan telah memperkuat banyak orang dalam nilai-nilai agama dan menyuburkan kesalehan mereka.

Banyak Paus yang lain, dalam beberapa abad, memperlihatkan kecemasan tertentu dalam hal menjamin bahwa liturgi bisa mencapai tujuannya dengan cara yang lebih efektif. Yang paling meresahkan diantara mereka adalah St. Pius V yang didukung oleh semangat pastoral yang hebat dan menindaklanjuti desakan dari Konsili Trente, memperbaharui seluruh liturgi Gereja, mengatur publikasi buku-buku liturgi yang telah diamandemen dan “memperbaharuinya sesuai dengan norma-norma dari Bapa-bapa Gereja”, dan menyiapkannya demi penggunaan Gereja Latin.

Salah satu buku liturgi dari ritus Romawi adalah buku Missal Romawi [buku yang memuat seluruh doa-doa dan tata cara ibadah sepanjang tahun-red.], yang berkembang di kota Roma dan kemudian seiring berjalannya waktu, sedikit demi sedikit buku tersebut mengambil bentuk yang sangat menyerupai dengan apa yang kita punyai sekarang ini.

“Adalah kepada tujuan yang sama ini bahwa para Uskup Roma yang terdahulu mengarahkan energi mereka selama berabad-abad agar dapat memastikan bahwa ritus dan buku-buku liturgi yang dihasilkan sampai saat ini dapat diklarifikasikan pada waktunya. Dari permulaan abad, mereka mengerjakan reformasi yang lebih umum [2]”. Dengan demikian para pengganti kami, yakni Paus Clement VIII, Urbanus VIII, St. Pius X [3], Benediktus XV, Pius XII dan Blessed Yohanes XXIII semuanya memainkan peranannya masing-masing.

Dalam beberapa kesempatan, Konsili Vatikan II menyatakan hasrat bahwa penghormatan yang layak terhadap ibadat ilahi seharusnya diperbaharui dan diadaptasi sesuai kebutuhan zaman ini. Digerakkan oleh keinginan dari pendahulu kami, Uskup Tertinggi, Paulus VI, menyetujui tahun 1970, mereformasi dan memperbaharui sebagian buku liturgi untuk Gereja Latin. Buku ini diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia, dan secara tulus diterima oleh para uskup, imam dan umat beriman. Yohanes Paulus II mengamandemen edisi khusus ketiga dari Missal Romawi. Dengan demikian Uskup Roma telah bekerja untuk menjamin bahwa “jenis edisi liturgi ini…sekali lagi menampilkan sebuah kegemilangan bagi martabat dan harmoninya” [4].

Di beberapa area, bukan jumlah yang kecil dari umat beriman yang menganut dan melanjutkan dengan cinta dan afeksi yang besar terhadap bentuk liturgi kuno. Hal ini ditandai secara mendalam melalui budaya dan semangat mereka bahwa pada tahun 1984, Uskup Tertinggi Yohanes Paulus II, digerakkan oleh program kepedulian pastoral dari umat beriman ini, dengan ijin khusus “Quattuor Abhinc Anno”, diterbitkanlah oleh Konggregasi untuk Ibadah Ilahi”, memberikan ijin untuk menggunakan Misa Romawi yang diterbitkan oleh Blessed Yohanes Paulus XXIII tahun 1962. Kemudian, pada tahun 1988 Yohanes Paulus II dengan surat apostoliknya “motu proprio”, “Gereja Allah” mendesak uskup-uskup untuk bermurah hati menggunakan kekuasaan ini dengan mendukung umat beriman yang berkeinginan besar atas Misa Latin tahun 1962 tersebut.

Menindaklanjuti doa-doa yang terus menerus dari umat beriman, yang sejak lama dipanjatkan oleh pendahulu kami, Yohanes Paulus II dan setelah mendengar pandangan para Bapak Kardinal pada saat sidang konsistori tanggal 22 Maret 2006, serta merefleksikan secara mendalam terhadap semua aspek pertanyaan, dengan melibatkan Roh Kudus dan percaya dengan bantuan Allah, maka melalui surat apostolik ini kami menetapkan hal-hal sebagai berikut :

Pasal.1

Missal Romawi [buku yang memuat doa-doa dan tata cara ibadah romawi/misa romawi-red] yang diresmikan oleh Paus Paulus VI adalah ekspresi yang biasa dari “Lex Orandi” [Hukum Doa] Gereja Kalolik yang menggunakan ritus Latin. Meskipun demikan, Missal Romawi yang diresmikan oleh St. Paus Pius V dan diterbitkan kembali oleh Blessed Paus Yohanes XXIII akan dipertimbangkan sebagai ekspresi yang luar biasa pada hukum “Lex Orandi” yang sama, dan ini harus dihormati karena penggunaanya yang mulia dan kuno. Dua ekspresi dari “Lex Orandi” Gereja ini tidak akan menyebabkan perpecahan apa pun dalam sisi “Lex Credendi” Gereja [Hukum Iman]. Malahan kedua hukum tersebut menjadikan adanya dua jenis penggunaan Misa dalam satu Ritus Rowawi.

Oleh sebab itu, atas ijin yang digunakan untuk merayakan Kurban Misa mengikuti edisi khusus dari Missal Rowawi yang diresmikan oleh Blessed Paus Yohanes XXIII di tahun 1962 dan yang tidak pernah dicabut sebagai bentuk liturgi yang luar biasa dari Gereja. Kondisi yang diterapkan untuk penggunaan Misa ini seperti yang dijabarkan oleh dokumen-dokumen terdahulu seperti “Quattuor Abhinc Annis" dan "Ecclesia Dei", akan digantikan sebagai berikut :

Pasal 2.

Dalam Misa yang dirayakan tanpa umat, setiap imam Katolik yang berbasis ritus Latin apakah sekuler atau regular, boleh menggunakan Missal Romawi yang diterbitkan oleh Blessed Paus Yohanes XXIII di tahun 1962, atau Missal Romawi yang diresmikan oleh Paus Paulus VI di tahun 1970 dan juga diperkenankan melakukannya setiap hari dengan pengecualian pada Hari Trisuci Paskah [Triduum Easter]. Untuk perayaan seperti itu, baik itu Missal Romawi tahun 1962 maupun tahun 1970, maka imam tidak perlu meminta ijin dari Tahta Apostolik atau dari ordinari-nya.

Pasal.3

Komunitas institusi hidup tertahbis dan serikat hidup apostolik, baik itu yang memiliki hak pontifical atau diosesan, yang berkeinginan untuk merayakan Misa yang sesuai dengan edisi Missal Romawi yang diresmikan tahun 1962, baik untuk konventual atau perayaan “komunitas” dalam oratoris mereka, diperkenankan melaksanakannya. Apabila suatu komunitas individual atau seluruh institusi atau serikat yang berkeinginan untuk sesering mungkin melaksanakan perayaan Misa dimaksud baik secara habitual atau permanen maka keputusan tersebut harus diambil oleh superior utama, dengan mengikuti hukum Gereja dan dekrit serta status spesifik mereka.

Pasal 4.

Perayaan Misa yang disebutkan di atas dalam pasal 2 boleh – mentaati semua norma hukum – dan juga boleh dihadiri oleh umat beriman yang atas kehendak bebasnya, meminta untuk diterima.

Pasal 5.

ayat 1.

Dalam paroki-paroki, dimana terdapat kelompok umat beriman yang stabil yang menganut tradisi liturgis kuno, maka pastor seyogyanya berkemauan baik menerima permintaan mereka untuk merayakan Misa yang sesuai dengan ritus Missal Romawi yang diterbitkan tahun 1962 dan menjamin bahwa keselamatan umat beriman ini berharmonisasi dengan program kepedulian pastoral umum dari paroki tersebut, di bawah bimbingan Uskup yang sesuai dengan kanon 392, dan menghindari perselisihan dan mengutamakan kesatuan seluruh Gereja.

Ayat 2.

Perayaan yang sesuai dengan Misa yang diresmikan oleh Blessed Paus Yohanes XXIII boleh dilakukan di hari kerja, walaupun pada Hari Minggu dan hari-hari Perayaan lainnya, perayaan seperti ini bisa juga dilakukan.

Ayat 3.

Untuk umat beriman dan imam yang meminta perayaan Missal Romawi tahun 1962, maka pastor seyogyanya juga mengijinkan perayaan-perayaan tersebut dalam bentuk extra-ordinari [luar biasa] untuk kondisi tertentu seperti pernikahan, pemakaman atau perayaan-perayaan khusus lainnya seperti ziarah.

Ayat 4.

Imam yang menggunakan Missal Romawi dari Blessed Paus Yohanes XXIII harus memiliki kualifikasi untuk melaksanakannya dan secara juridis tidak terhalangi.

Ayat 5.

Dalam Gereja yang tidak memiliki paroki atau gereja-gereja konventual, maka adalah kewajiban dari rektor gereja tersebut untuk memberikan ijin di atas.

Pasal 6.

Dalam Misa yang dirayakan di tengah kehadiran umat yang sesuai dengan Misa dari Blessed Yohanes XXIII, para pembaca firman dapat menggunakan bahasa lokal, yakni memakai edisi Misa yang diakui oleh Tahta Apostolik.

Pasal 7.

Apabila suatu kelompok umat awam, seperti yang disebutkan dalam pasal 5 ayat.1 di atas, belum mendapatkan kepuasan terhadap permintaan mereka kepada pastor, maka mereka seyogyanya memberitahukan uskup diosesan. Uskup dimohonkan secara keras untuk memenuhi keinginan mereka. Apabila sang Uskup tersebut tidak dapat mengatur perayaan misa yang dimintakan maka permasalahan tersebut dirujuk kepada Komisi Kepausan untuk Gereja Allah [Pontifical Commission Ecclesia Dei].

Pasal 8.

Seorang Uskup yang berhasrat untuk memenuhi permohonan demikian, tetapi yang karena suatu alasan tidak dapat melaksanakannya, maka boleh merujuk problem ini kepada Komisi Kepausan untuk Gereja Allah untuk selanjutnya memperoleh petunjuk dan bantuan.

Pasal 9.

Ayat 1.

Pastor, setelah menguji semua aspek dengan penuh perhatian, juga boleh memberikan ijin untuk menggunakan ritual kuno untuk administrasi dari sakramen baptis, perkawinan, pertobatan, perminyakan, apabila dilakukan demi kebaikan jiwa-jiwa yang ingin mendapatkan sakramen tersebut.

Ayat 2.

Ordinaris diberikan hak untuk merayakan sakramen krisma menggunakan misa Kepausan kuno, apabila demi kebaikan jiwa-jiwa yang ingin mendapatkannya.

Ayat 3.

Klreus yang ditahbiskan secara “in sacris constitutes” boleh menggunakan Brevir Romawi yang diresmikan oleh Blessed Paus Yohanes XXIII tahun 1962.

Pasal 10.

Ordinari dari tempat khusus, apabila dia merasakannya tak pantas, boleh mengangkat seorang umat secara pribadi yang sesuai dengan Kanon 518 untuk perayaan yang mengikuti bentuk kuno dari ritus Romawi atau menunjuk chaplain, dengan tetap mentaati norma-norma hukum.

Pasal 11.

Komisi Kepausan untuk Gereja Allah, yang diangkat oleh Paus Yohanes II tahun 1988 [5] tetap melanjutkan kekuasaannya sesuai fungsinya. Komisi ini akan memiliki bentuk, kewajiban-kewajiban dan norma-norma dimana saja Uskup Roma berkeingian menugaskannya.

Pasal. 12.

Komisi ini, terpisah dari kekuasan yang ada padanya akan tetap menjalankan otoritas Tahta Suci, mengawasi ketaatan dan penerapan dari disposisi-disposisi ini.

Kami memerintahkan bahwa segala sesuatu yang kami tetapkan melalui surat apostolik yang diterbitkan ini sebagai “motu proprio” yang akan dipertimbangkan sebagaimana “ditetapkan dan dijadikan dekrit” dan akan ditaati dari tanggal 14 September tahun 2007, pada saat perayaan Pemuliaan Salib, apapun yang terjadi adalah sebaliknya.

Dari Roma, di St. Petrus, 7 Juli 2007, tahun ketiga dari Kepauasan kami.

[1] General Instruction of the Roman Missal, 3rd ed., 2002, No. 397.
[2] John Paul II, apostolic letter "Vicesimus Quintus Annus," Dec. 4, 1988, 3: AAS 81 (1989), 899.
[3] Ibid.
[4] St. Pius X, apostolic letter issued "motu propio data," "Abhinc Duos Annos," Oct. 23, 1913: AAS 5 (1913), 449-450; cf John Paul II, apostolic letter "Vicesimus Quintus Annus," No. 3: AAS 81 (1989), 899.
[5] Cf John Paul II, apostolic letter issued "motu proprio data," "Ecclesia Dei," July 2, 1988, 6: AAS 80 (1988), 1498.

♥ HATIMU MUNGKIN HANCUR, NAMUN BEGITU JUGA HATIKU

 ♥ *HATIMU MUNGKIN HANCUR, NAMUN BEGITU JUGA HATIKU* sumber: https://ww3.tlig.org/en/messages/1202/ *Amanat Yesus 12 April 2020* Tuhan! Ini ...