Serikat Jesus di Indonesia masih mempunyai pekerjaan rumah yang pelik, yakni ”mencetak” para ahli di bidang kehidupan masyarakat, terutama nonhumaniora, berikut riset-risetnya. Ini untuk menjawab tantangan pada era global, yakni segala bentuk kemiskinan.
Hal itu disampaikan Robertus Bellarminus Riyo Mursanto SJ, Provinsial SJ Indonesia dalam perayaan Jubileum 150 Tahun Serikat Jesus (SJ) di Indonesia (9 Juli 1859-9 Juli 2009) di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Minggu (19/7).
”Yang banyak dicetak SJ adalah ahli di bidang humaniora. Melihat tantangan global saat ini, SJ perlu banyak ahli selain bidang humaniora, misalnya ahli lingkungan hidup, politik, hingga ekonomi. Ini sangat penting,” ujarnya.
Tantangan SJ pada era global, menurut Romo Riyo, adalah segala bentuk kemiskinan, tak hanya dalam ekonomi. Kemiskinan tersebut mencakup kemiskinan dalam memahami nilai manusiawi, pendidikan, kedalaman spiritual, dan relasi antarmanusia.
”Sejak masuk ke Indonesia, Jesuit bisa menjaga fokus perhatian untuk hal-hal itu. Yang
Salah satu penyebab kurangnya ahli nonhumaniora adalah minimnya jumlah Jesuit. Saat ini ada 356 Jesuit di Indonesia, meliputi imam, bruder, dan frater. Jumlah Jesuit di seluruh dunia saat ini hanya 18.500 orang.
”Jika direntangkan, dari 100 calon Jesuit, yang akhirnya
Jenderal Jesuit Adolfo Nicolas yang hadir pada acara itu mengatakan, para Jesuit jangan merasa puas dengan apa yang sudah dikerjakan.
”Ada tantangan ke depan yang selalu berubah,” ujar Nicolas yang dulu merupakan misionaris di Jepang ini.
Apa yang dilakukan Jesuit, menurut Nicolas, juga tak lepas dari bantuan mereka yang peduli dan menaruh perhatian yang sama dengan Jesuit. ”Para Jesuit di seluruh dunia harus terus berkreasi dengan apa yang sudah dibangun dan dikerjakan,” katanya.
Sejarah Gereja Katolik di Indonesia bermula tahun 1560 ketika misionaris Santo Franciscus Xaverius datang. Tahun 1682, upaya para Jesuit terhenti karena diusir oleh penjajah Belanda. Momen terpenting bagi Gereja Katolik akhirnya datang juga ketika dengan persetujuan Raja Louis Napoleon, Paus Pius VII mendirikan Prefaktur Apostolik bagi Hindia Belanda (Indonesia) pada 8 Mei 1807.
Sebagai utusan Apostolik pertama ditunjuk seorang imam
Yogyakarta, Kompas
Source:http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/21/03382132/harus.banyak.mencetak.ahli.nonhumaniora
Tidak ada komentar:
Posting Komentar